• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pengujian Fisik dan Mekanik

Pengujian sifat fisik meliputi: densitas dan porositas, sedangkan pengujian sifat mekanik: kuat tekan, kekerasan (Vickers), kuat patah, dan kuat impak.

2.6.1. Densitas

Densitas atau kerapatan didefinisikan sebagai massa per satuan volume material, bertambah secara teratur dengan meningkatnya nomor atomik pada setiap sub kelompok. Kebalikan densitas adalah volume spesifik v, sedangkan hasil kali v dengan massa atomik relatif W disebut volume atomik . Densitas dapat ditentukan dengan metode pencelupan biasa atau menggunakan metode sinar-X.

Pada proses perpaduan, densitas campuran bahan berubah. Hal ini terjadi karena massa atom terlarut berbeda dengan massa pelarut, selain itu parameter kisi juga mengalami perubahan karena perpaduan. Perubahan parameter dapat ditentukan dengan hukum Vegard yang mengasumsikan bahwa parameter kisi larutan padat bergantung secara linier dengan konsentrasi atom, namun dijumpai berbagai penyimpangan dari perilaku ideal ini.

Densitas jelas bergantung pada massa atom, ukuran, serta cara penumpukannya. Logam berwujud padat karena terdiri dari atom yang berat dan memiliki penumpukan padat. Keramik memiliki densitas yang lebih rendah

dibandingkan logam karena mengandung atom ringan, baik C, N, atau O. Polimer memiliki densitas rendah karena terdiri dari untaian atom ringan (Smallman dan Bishop, 2004).

Pengukuran densitas sampel keramik yang telah disintering dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Thornton dan Colangelo, 1985):

V M = ρ (2-2) dimana: ρ = densitas sampel [kg/cm3] M = massa sampel [kg] V = volume sampel [cm3] 2.6.2. Porositas

Porositas sangat menentukan struktur mikro suatu material. Pada keramik, pori terbentuk karena terperangkapnya molekul air atau udara di antara badan keramik yang mulai mengeras pada proses pengeringan dan pemanasan, dimana uap air akan menguap sehingga akan meninggalkan rongga kosong yang disebut pori. Dikenal ada dua jenis pori:

a. Pori terbuka (open pore) yang kontak dengan udara luar b. Pori tertutup (close pore) yang terperangkap di dalam bahan

Pori terbuka terbagi atas: a. Pori terbuka yang tembus b. Pori terbuka yang tidak tembus c. Pori terbuka campuran

Perbedaan ketiga pori tersebut ditunjukkan pada gambar 2.3.

Pengukuran porositas dari sampel keramik yang telah disintering menggunakan persamaan (Smallman dan Bishop, 2004):

% 100 Porositas= × k k b M M M (2-3) dimana:

Mk = massa sampel kering [kg] Mb = massa sampel basah [kg]

Gambar 2.2. Pori terbuka dan pori tertutup Porositas Tertutup

Porositas Terbuka

( a ) ( b ) ( c )

Gambar 2.3. Pori terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka yang tembus, (b) pori terbuka yang tidak tembus, dan (c) pori terbuka campuran (Septiani, 1999)

2.6.3. Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan sampel keramik yang telah disintering menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 4 mm/menit. Nilai kuat tekan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985): A PMAX C = σ (2-4) dimana: C σ = kuat tekan [kgf/cm2]

PMAX = beban tekan maksimum yang diberikan [kgf] A = luas penampang bidang sentuh [cm2]

2.6.4. Kekerasan

Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Kekerasan suatu bahan adalah ketahanan (daya tahan) suatu bahan terhadap daya benam dari bahan lain yang lebih keras dan dibenamkan kepadanya. Maksud pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan, yang mana data ini sangat penting dalam proses perlakuan panas. Nilai kekerasan bahan mempunyai korelasi dengan nilai tegangan-regangan pada uji tarik (Departemen Perindustrian, 1994).

Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: Mohs, Brinell, Vickers, Rockwell, dan Knoop. Kekerasan Brinell adalah suatu indeks

kekerasan yang dihitung dari luas daerah lekukan yang ditimbulkan oleh penekan bulat yang besar. Lekukan ini ditimbulkan oleh bola baja karbida tungsten yang keras terhadap bahan standar. Kekerasan Rockwell merupakan indeks kekerasan lain yang digunakan dalam teknik. Besaran ini ditentukan dengan menghitung kedalaman penetrasi, suatu penekan standar yang kecil. Pada penelitian ini, pengujian keramik dilakukan dengan menggunakan metode Vickers.

Pengujian keras yang dilakukan mengikuti prosedur ASTM C1327 (Standard Test Method for Vickers Indentation Hardness of Advanced Ceramics). Pengukuran kekerasan Vickers sampel keramik yang telah disintering dilakukan dengan menggunakan Microhardness Tester. Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985 dan Ajie, 2008):

2 8544 , 1 D P Hv= × (2-5) dimana: v H = kekerasan Vickers [kgf/mm2] P = beban penekanan [kgf]

D = panjang rata-rata garis diagonal jejak indentor [mm]

2.6.5. Kuat Patah

Umumnya terhadap keramik tidak dilakukan pengujian tarik langsung karena keramik sangat peka terhadap cacat permukaan. Pertama, sulit untuk menerapkan tegangan tarik uniaksial. Penjepitan benda uji dapat merusak permukaan dan adanya pelenturan pada spesimen sewaktu pengujian menimbulkan kegagalan dini. Kedua,

pembuatan spesimen dengan bagian tengah yang lebih kecil dan sisi yang halus tanpa cacat mahal biayanya. Oleh karena itu, pada keramik dan gelas diterapkan uji patah. Cara ini telah lama diterapkan pada material tidak ulet seperti beton dan besi cor kelabu (Smallman dan Bishop, 2004).

Pada metode uji patah tiga titik, lihat gambar 2.4., spesimen berbentuk batang ditempatkan pada tumpuan dan dengan hati-hati diterapkan beban dengan laju regangan konstan. Pengukuran kuat patah sampel keramik yang telah disintering menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan metode tiga titik tumpu dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985):

2 2 3 bh PL f = σ (2-6) dimana: f σ = kuat patah [kgf/cm2] P = beban yang diberikan [kgf] L = jarak kedua titik tumpu [cm] b = lebar sampel [cm] h = ketebalan sampel [cm] P h b L

2.6.6. Kuat Impak

Material yang dalam keadaan biasa bersifat liat kemungkinan dapat berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba (beban kejut) pada suatu kondisi tertentu. Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan (Smallman dan Bishop, 2004).

Dalam menentukan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Charpy dengan menggunakan persamaan berikut (Departemen Perindustrian, 1994 dan Smallman dan Bishop, 2004):

A E

KC = (2-7)

dimana:

KC= Nilai impak Charpy [J/mm2] E = Energi disipasi [J]

A = Luas Penampang [mm2]

2.7. Karakterisasi Struktur Mikro

Dokumen terkait