Abdul Halim Daulay : Pemanfaatan Limbah Oil Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik Konstruksi, 2009
PEMANFAATAN LIMBAH
OIL SLUDGE
PERTAMINA
SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN
KERAMIK KONSTRUKSI
TESIS
Oleh
ABDUL HALIM DAULAY
077026001/FIS
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN
KERAMIK KONSTRUKSI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ABDUL HALIM DAULAY 077026001/FIS
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH OIL SLUDGE PERTAMINA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN KERAMIK KONSTRUKSI
Nama Mahasiswa : Abdul Halim Daulay
Nomor Pokok : 077026001
Program Studi : Fisika
Menyetujui, Komisi Pembimbing,
(Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S.) (Drs. H. Perdamean S, M.Si., APU)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.)
Telah diuji pada
Tanggal: 3 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S.
Anggota : 1. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU
2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc.
3. Dra. Justinon, M.S.
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan keramik untuk material konstruksi dengan bahan baku serbuk sludge yang berasal dari limbah oil sludge Pertamina dan kaolin sebagai bahan pengikat. Variasi komposisi serbuk sludge antara lain: 50, 55, 60, s.d. 95 % (dalam % massa) serta penambahan kaolin: 5, 10, 15, s.d. 50 % (dalam % massa), temperatur sinter adalah 1200 0C dengan variasi waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam. Dimensi sampel uji yang dibuat dalam dua bentuk, yaitu silinder rigid dan balok. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, porositas, kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak, dan analisis mikrostruktur dengan X-ray diffractometer (XRD). Hasil pengujian menunjukkan bahwa keramik yang dihasilkan pada komposisi 50 % (massa) serbuk sludge, 50% (massa) kaolin, temperatur sinter 1200 0C, dan waktu penahanan selama 3 jam merupakan hasil yang optimum. Pada komposisi tersebut, keramik yang dihasilkan memiliki karakteristik sebagai berikut: densitas = 1,13 g/cm3, porositas = 34,48 %, kuat tekan = 662,32 kgf/cm2, kekerasan vickers = 111,4 kgf/mm2, kuat patah = 326,44 kgf/cm2, dan kuat impak = 1,70 J/cm2. Hasil analisis mikrostruktur dengan XRD menunjukkan bahwa phasa dominan yang terbentuk adalah sodium-calcium-silicate dan sillimanite, dan phasa minor: cordierite, arsenic-oxide, sodium-cadmium-phosphate, dan indialite.
ABSTRACT
The making of ceramics for construction material based on sludge powder (from Pertamina’s oil sludge) and kaolin (as a binder) has been done. Composition of sludge powder varies from 50, 55, 60, to 95 % (in percent of mass) and that of kaolin from 5, 10, 15, to 50 % (in percent of mass). The temperature of sintering is 1200 0C with 1, 2, and 3 hours holding time. The dimension of sample test was made in two types of bodies that are rigid cylinder and beam. The test parameters are consist of density, water absorption, compressive strength, vicker’s hardness, flexural strength, impact strength, and microstructure analysis by X-ray diffractometer (XRD). The result indicates that the ceramics with the composition of variation of 50 % mass of sludge powder, 50 % mass of kaolin, the temperature of sintering of 1200 0C, and 3 hours holding time is the optimum result. At that composition, the ceramics has the following characteristics: density = 1,13 g/cm3, porosity = 34,48 %, compressive strength = 662,32 kgf/cm2, vicker’s hardness = 111,4 kgf/mm2, flexural strength = 326,44 kgf/cm2, and impact strength = 1,70 J/cm2. The microstructure analysis by XRD indicates that the major formed-phases are sodium-calcium-silicate and sillimanite, and the minor formed-phases are cordierite, arsenic-oxide, sodium-cadmium-phosphate, and indialite.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat, kasih
sayang, petunjuk, dan ridho-Nya maka tesis yang berjudul Pemanfaatan Limbah Oil
Sludge Pertamina Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan Keramik Konstruksi
dapat penulis selesaikan. Adapun tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Kendala dan masalah yang dihadapi penulis dapat dilalui berkat dukungan
dari berbagai pihak. Sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara,
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., Ketua Program Studi Magister Fisika, Drs. M.
Nasir Saleh, M.Eng-Sc., Sekretaris Program Studi Magister Fisika, beserta
seluruh staf pengajar dan pegawai pada Program Studi Magister Fisika Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu pengetahuan dan
bantuan yang diberikan.
4. Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S., selaku pembimbing utama yang dengan
penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan, dan motivasi
kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si., APU., selaku pembimbing lapangan yang
dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya
6. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., Dra. Justinon, M.S., dan Drs. Tenang
Ginting, M.S., selaku tim penguji yang dengan ikhlas dan penuh perhatian dalam
memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh staf dan pegawai Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan –
Sumatera Utara yang membantu dalam proses pengambilan data penelitian.
8. Ayahanda Drs. Aminuddin Daulay, M.A., Ibunda tercinta Dr. Siti Zubaidah,
M.Ag, saudara-saudaraku Sholihatul Hamidah Daulay, S.Ag., M.Hum., Nurika
Khalila Daulay, M.A., dan Zubair Aman Daulay, S.T., atas kesabaran, perhatian,
dukungan, serta doa yang diberikan.
9. Isteriku tersayang Ummu Khuzaimah, M.Psi., yang selalu setia mencintai dan
menemani penulis dalam menjalani segala suka dan duka kehidupan ini, serta
buah hati kami Hafylah Shulha Daulay, jangan pernah berhenti belajar ya nak..
10.Rekan-rekan mahasiswa S-2 pada Program Studi Magister Fisika Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya: Ety Jumiati, Maidayani,
dan Shinta Marito Siregar, atas kebersamaannya selama ini.
11.Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas peran sertanya
dalam penyelesaian tesis ini.
semoga segala bantuan yang diberikan dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik dan
dibalas dengan balasan yang berlipat ganda. Amiin.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga apa yang telah ditulis
dalam tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, Juni 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama lengkap berikut gelar : Abdul Halim Daulay, S.T., M.Si.
Tempat dan tanggal lahir : Bangkalan, 6 November 1981
Alamat rumah : Jl. Bromo Ujung No. 71 Medan 20228
Telepon/HP : +6285270097090/+626191028711
e-mail : halim_daulay@yahoo.com
Instansi tempat bekerja : IAIN Sumatera Utara Medan
Alamat kantor : Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
Telepon/Fax : +62616615683, +62616622925/+62616615683
DATA PENDIDIKAN
SD : Sekolah Dasar Negeri No. 068006 Medan Tamat: 1993
SMP : Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan Tamat: 1996
SMA : Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan Tamat: 1999
Strata-1 : Departemen Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung Tamat: 2003
Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Hipotesis ... 4
1.6. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Limbah ... 6
2.1.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ... 6
2.2. Keramik ... 9
2.2.1. Klasifikasi Keramik ... 10
2.2.1.1. Keramik tradisional ... 10
2.2.1.2. Keramik halus (canggih) ... 10
2.2.2. Sifat Keramik ... 11
2.3. Kaolin ... 11
2.3.1. Perubahan Struktur ... 12
2.3.2. Kegunaan ... 13
2.4. Sintering ... 13
2.5. Kekuatan dan Struktur ... 15
2.6. Pengujian Fisik dan Mekanik ... 16
2.6.1. Densitas ... 16
2.6.2. Porositas ... 17
2.6.3. Kuat Tekan ... 19
2.6.4. Kekerasan ... 19
2.6.5. Kuat Patah ... 20
2.6.6. Kuat Impak ... 22
2.7. Karakterisasi Struktur Mikro ... 22
2.7.1. Difraksi Sinar-X ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
3.2.1. Bahan Baku ... 25
3.2.2. Peralatan ... 26
3.3. Prosedur Penelitian ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1. Densitas ... 33
4.2. Porositas ... 35
4.3. Kuat Tekan ... 36
4.4. Kekerasan Vickers ... 38
4.5. Kuat Patah ... 39
4.6. Kuat Impak ... 41
4.7. Analisis Mikrostruktur Dengan X-Ray Diffractometer (XRD) .. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1. Kesimpulan ... 45
5.2. Saran ... 46
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge ... 28
3.2. Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin Dalam
Pembuatan Sampel Keramik ... 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Tahap perubahan partikel pada saat sintering (a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, dan (d) tahap akhir sintering Tahap perubahan partikel pada saat
sintering ... 14
2.2. Pori terbuka dan pori tertutup ... 18
2.3. Pori terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka yang tembus (b) pori terbuka yang tidak tembus dan (c) pori terbuka campuran .... 18
2.4. Pengukuran kuat patah metode tiga titik tumpu ... 21
2.5. Difraksi Sinar-X ... 23
3.1. Diagram Alir Tahap Pertama: Pembuatan Serbuk Sludge ... 27
3.2. Diagram Alir Tahap Kedua: Pembuatan Sampel Keramik ... 30
3.3. Trayek sintering untuk sampel keramik konstruksi ... 31
4.1. Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2, dan 3 jam. ... 34
4.2. Hubungan antara porositas terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2, dan 3 jam ... 36
4.3. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2, dan 3 jam ... 37
4.5. Hubungan antara kuat patah terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ... 40
4.6. Hubungan antara kuat impak terhadap penambahan serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200 0C selama 1, 2,
dan 3 jam ... 42
4.7. Pola difraksi sinar-X dari keramik dengan komposisi 50 % serbuk sludge dan 50 % kaolin setelah disinter pada suhu 1200 0C
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
A Data Pengukuran Densitas ... 50
B Data Pengukuran Porositas ... 52
C Data Pengukuran Kuat Tekan ... 54
D Data Pengukuran Kekerasan Vickers ... 56
E Data Pengukuran Kuat Patah ... 58
F Data Pengukuran Uji Impak ... 60
G Data XRD (JCPDS) ... 62
H Data Analisis Kimia Logam Berat Sampel Limbah Sludge ... 68
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan di bidang industri mengakibatkan banyak aktifitas manusia yang
berdampak terhadap terganggunya ekosistem. Pertambahan jumlah industri dan
penduduk berakibat terhadap pencemaran lingkungan oleh pembuangan limbah
industri dan domestik, khususnya limbah yang mengandung logam berat.
Kebutuhan energi yang besar, khususnya minyak dan gas sekarang ini
menyebabkan Pertamina, sebagai salah satu industri penyumbang pendapatan terbesar
bagi APBN Indonesia semakin meningkatkan aktifitas eksplorasi dan produksinya.
Dampak dari peningkatan produksi adalah dihasilkan limbah industri berupa oil
sludge yang mengandung logam berat. Karena alasan biaya yang mahal, limbah ini
hanya ditimbun pada gudang-gudang penyimpanan limbah milik Pertamina tanpa
adanya proses pengolahan yang memadai. Timbunan limbah yang terus akan
bertambah, dikhawatirkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan akibat
kontaminasi logam berat.
Penelitian mengenai pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina menjadi
produk material rekayasa belum pernah dilakukan sebelumnya. Menyikapi hal
tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian dan penelitian yang bertujuan untuk
memanfaatkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina sebagai
Keramik adalah bahan inorganik dan non metalik yang merupakan campuran
atau paduan logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen (Sembiring,
1990). Hasil analisis di awal penelitian menunjukkan bahwa serbuk sludge yang
berasal dari limbah oil sludge Pertamina mengandung unsur-unsur logam berat dan
silikat yang semuanya merupakan bahan baku dalam pembuatan keramik. Serbuk
sludge yang dicampur dengan bahan pengikat kaolin dicetak dan disinter pada suhu
tinggi untuk menjadikannya keramik yang kuat sekaligus menghilangkan kandungan
logam beratnya. Dengan memvariasikan perbandingan komposisi serbuk sludge dan
kaolin serta variasi waktu penahanan pada suhu sintering akan diperoleh hubungan
korelasi terhadap sifat-sifat fisis (densitas, porositas), mekanis (kuat tekan, kekerasan,
kuat patah, kuat impak), dan mikrostruktur (X-Ray Diffractometer (XRD)) dari
keramik tersebut.
Meskipun persentase kandungan logam berat setelah proses pengolahan telah
berkurang atau berada pada ambang batas yang diizinkan. Dengan alasan keamanan,
peneliti hanya merekomendasikan limbah oil sludge Pertamina sebagai bahan baku
keramik konstruksi dan bukan sebagai bahan baku untuk jenis keramik yang
digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan sistem pernafasan dan pencernaan
(peralatan makan, peralatan kedokteran, dan lainnya).
Pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina untuk diolah dari bahan berbahaya
dan beracun (B3) menjadi suatu produk material rekayasa adalah sangat
negeri, juga dapat membuka lapangan kerja baru, serta mampu meng-cover ongkos
pengolahan limbah yang mahal.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana mereduksi dan mengikat kandungan logam berat pada limbah oil
sludge Pertamina agar stabil, serta memanfaatkannya sebagai bahan baku
dalam pembuatan keramik konstruksi.
b. Sejauh mana pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge Pertamina dan
kaolin terhadap karakteristik keramik konstruksi.
c. Apa pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap
karakteristik keramik konstruksi tersebut.
1.3. Batasan Masalah
Penelitian dibatasi pada pemanfaatan limbah oil sludge Pertamina yang
mengandung unsur logam berat untuk diubah menjadi material rekayasa yang bernilai
guna, yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik konstruksi.
Pembuatan sampel keramik dilakukan dengan pembentukan cetak kering (dry
press) serbuk sludge dan kaolin dengan variasi komposisi: 95:5, 90:10, 85:15, 80:20,
Selanjutnya dilakukan proses sintering pada suhu 1200 0C dengan variasi
waktu penahanan selama 1, 2, dan 3 jam.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menstabilkan kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina
sekaligus memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam pembuatan keramik
konstruksi.
b. Mengetahui pengaruh perbandingan komposisi serbuk sludge dan kaolin
terhadap karakteristik keramik konstruksi.
c. Mengetahui pengaruh variasi waktu penahanan pada suhu sintering terhadap
karakteristik keramik konstruksi.
1.5. Hipotesis
Melalui kalsinasi limbah oil sludge dapat dihilangkan kandungan minyaknya
serta dapat dihasilkan serbuk sludge. Dengan mensintering serbuk sludge dapat
diperoleh keramik yang keras dan kuat dengan kandungan logam berat yang telah
terreduksi dan stabil, sehingga layak dipergunakan sebagai bahan komponen
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu fisika material,
khususnya yang berkaitan dengan keramik konstruksi.
b. Sebagai masukan dan sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang
berminat untuk melakukan penelitian tentang keramik konstruksi.
c. Sebagai masukan dan sumber informasi dalam hal pemanfaatan limbah oil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah
2.1.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari
suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
cair maupun padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau
berbahaya dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak
langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan manusia. Termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang
berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan,
tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan
pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu
atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan
Macam-macam limbah beracun adalah sebagai berikut:
a. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui
menghasilkan
merusak
b. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan, atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
c. Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena
melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organi
stabil dalam suhu tinggi.
d. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit
bila masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernafasan, atau pencernaan.
e. Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang
terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti
bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang
terkena infeksi.
f. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada
kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0
untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat
2.1.2. Logam Berat
Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya
dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Keberadaan logam berat dalam
lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan
secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang
membusuk. Kedua dari hasil aktifitas manusia terutama hasil limbah industri. Dalam
neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan
pembuangan limbah akhir dari industri terhadap lingkungan.
Logam berat dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun
yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses
metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai
penyebab alergi, mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya
adalah melalui kulit, pernafasan, dan pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke
dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya
hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila
suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat
maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam
dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangan (Mn), dan sebagainya. Sedangkan jenis
kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam
tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti
merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr), dan lain-lain.
2.2. Keramik
Kata keramik berasal dari bahasa Yunani keramos yang artinya bahan yang
dibakar atau barang tembikar (Anderson et al, 1990). Kamus dan ensiklopedi tahun
1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk
menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti
dan sebagainya (Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik, 2009). Saat ini
tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru
mencakup semua bahan bukan logam dan inorganik yang berbentuk padat yang
merupakan campuran logam dan non logam yang terikat secara ionik atau kovalen
(Sembiring, 1990).
Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia
dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah kaolin,
felspard, ball clay, kuarsa, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur
kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga
tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum
elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan keramik secara kelistrikan
bukan merupakan konduktor dan juga menjadi konduktor panas yang jelek.
Pada umumnya keramik memiliki sifat-sifat yang baik yaitu keras, kuat, dan
stabil pada temperatur tinggi. Tetapi keramik bersifat getas dan mudah patah seperti
halnya pada porselen, keramik cina, atau pun gelas (Surdia dan Saito, 1984). Keramik
secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.
2.2.1. Klasifikasi Keramik
Pada prinsipnya keramik dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu: keramik
tradisional dan keramik halus (canggih).
2.2.1.1. Keramik tradisional
Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan
alam, seperti kuarsa, kaolin, dan lain-lain. Contoh keramik ini adalah: barang pecah
belah (dinnerware), keperluan konstruksi (tile, bricks), dan untuk industri
(refractory).
2.2.1.2. Keramik halus (canggih)
Keramik halus (keramik modern atau biasa disebut fine ceramics) adalah
keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau logam, seperti
oksida logam Al2O3, ZrO2, MgO, dan lain-lain. Penggunaannya sebagai elemen
2.2.2. Sifat Keramik
Sifat yang umum dan mudah dilihat secara fisik pada kebanyakan jenis
keramik adalah brittle atau rapuh, hal ini dapat dilihat pada keramik jenis tradisional
seperti barang pecah belah, gelas, kendi, gerabah dan sebagainya. Coba jatuhkan
piring yang terbuat dari keramik bandingkan dengan piring dari logam, pasti keramik
mudah pecah, walaupun sifat ini tidak berlaku pada jenis keramik tertentu, terutama
jenis keramik hasil sintering dan campuran sintering antara keramik dengan logam.
Sifat lainnya adalah tahan suhu tinggi (1200 0C), sebagai contoh keramik tradisional
yang terdiri dari clay, kaolin, flint dan felspard. Keramik engineering, seperti:
keramik oksida mampu tahan sampai dengan suhu 2000 0C. Kekuatan tekan tinggi,
sifat ini merupakan salah satu faktor yang membuat penelitian tentang keramik terus
berkembang.
2.3. Kaolin
Kaolin merupakan mineral tanah liat dengan komposisi kimia54
(aluminum-silicate-hydroxide). Kaolin merupakan mineral silikat yang terlapisi
dengan satu sisi tetrahedral yang dihubungkan melalui atom-atom oksigen ke sisi
oktahedral alumina. Batuan yang kaya akan kaolin dikenal sebagai tanah liat cina atau
kaolin. Nama kaolin diturunkan dari Gaoling atau Kao-Ling (dataran tinggi) di
Jingdezhen, provinsi Jiangxi, China. Kaolin pertama kali disebut sebagai mineral
pada 1867 karena suatu peristiwa di sungai Jari, Brazil (http://en.wikipedia.org/
Kaolin merupakan mineral yang lembut, bersifat seperti tanah, biasanya
berwarna putih. Terbentuk oleh kerusakan karena iklim kimia mineral aluminium
silikat seperti feldspar. Di beberapa negara, kaolin berwarna pink-oranye-merah
seperti warna karat yang disebabkan oleh oksida besi. Konsentrasi yang lebih ringan
menghasilkan warna putih, kuning, atau oranye terang.
2.3.1. Perubahan Struktur
Kaolin jenis tanah liat mengalami serangkaian transformasi fasa atas
perlakuan panas di udara pada tekanan atmosfer. Dehidrasi (pengeringan) bermula
pada suhu 550 0C – 600 0C untuk menghasilkan metakaolin tak beraturan, Al2Si2O7,
tapi kerugian hidroksil (-OH) berkelanjutan diamati hingga suhu 900 0C.
2 Al2Si2O5(OH)4 —> 2 Al2Si2O7 + 4 H2O
Pemanasan lebih lanjut hingga 925 0C – 950 0C mengubah metakaolin
menjadi suatu cacat aluminium silikon spinel, Si3Al4O12, yang terkadang juga
merujuk sebagai struktur tipe γ -alumina
2 Al2Si2O7 —> Si3Al4O12 + SiO2
Kalsinasi hingga ~1050 0C, fasa spinel (Si3Al4O12) bernukleasi dan berubah
menjadi mullite, 3 Al2O3 · 2 SiO2, dan kristalin tinggi kristobalit, SiO2:
3 Si3Al4O12 —> 2 Si2Al6O13 + 5 SiO2
Ahli keramik, atau kebanyakan pembuat tembikar, menyatakan material
Al2O3 2(SiO2) 2(H2O)
Bentuk ini berguna untuk menjelaskan proses pembakaran tanah liat karena
kaolin kehilangan 2 buah molekul air ketika dibakar hingga suhu tertentu. Ini adalah
berbeda jika dibandingkan dengan kandungan air pada tanah liat yang akan hilang
secara sederhana akibat penguapan dan bukan merupakan bagian dari formula kimia
(Belotto et al, 1995).
2.3.2. Kegunaan
Kaolin digunakan dalam keramik, kedokteran, pelapisan kertas, sebagai aditif
makanan, pada pasta gigi, sebagai bahan menghamburkan cahaya dalam bola lampu
bercahaya putih, dan dalam kosmetik. Secara umum kaolin merupakan komponen
utama pada porselen. Kaolin juga digunakan dalam cat untuk meluaskan titanium
dioksida (TiO2). Penggunaan paling luas adalah pada produksi kertas, termasuk
menghaluskan permukaan kertas. Secara komersial, kaolin disediakan dan diangkut
dalam bentuk bubuk kering, semi-dry noodle, atau sebagai liquid
(http://en.wikipedia.org/wiki/Kaolinite, 2009).
2.4. Sintering
Sintering merupakan suatu proses perlakuan panas terhadap suatu padatan
serbuk pada suhu tinggi yang diawali oleh pemberian tekanan sebelum dipanaskan.
Suhu sintering biasanya lebih dari setengah titik leleh material yang disinter. Tujuan
(http://aspdin.wifa.uni-leipzig.de/institut/lacer, 2008). Saat padatan serbuk disinter, material tersebut
mengalami perubahan kekuatan dan pengaturan elastisitas, kekerasan dan kekuatan
patahan, konduktivitas listrik dan termal, permeabilitas gas dan cairan, ukuran dan
bentuk partikel, distribusi ukuran dan bentuk partikel, ukuran dan bentuk pori,
distribusi ukuran dan bentuk pori, komposisi kimia, dan struktur kristal (Kartika,
2008).
Gambar 2.1. Tahap perubahan partikel pada saat sintering (Mulder, M., 1996) (a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan
sintering, dan (d) tahap akhir sintering
Gambar 2.1. memperlihatkan tahap perubahan partikel pada saat sintering.
Selama tahap awal sintering, terjadi peleburan tanpa penyusutan padatan dan
pembentukan leher (necking) yang menghasilkan cekungan. Selama tahap sintering
( a ) ( b )
selanjutnya terjadi pertumbuhan leher (necking), pembentukan pori dan
dimungkinkan partikel-partikel akan saling mendekat sehingga terjadi penyusutan
padatan. Selama tahap akhir sintering tidak terjadi pertumbuhan pori (German, R.M.,
1996). Sebelum disinter, material keramik harus terlebih dahulu dicetak. Berbagai
proses pencetakan material tersebut antara lain: dry pressing, slip casting, tape
casting, extrusion, injection molding, isostatic pressing, dan rolling. Dalam penelitian
ini, material dicetak menggunakan cara cetak kering (dry pressing).
2.5. Kekuatan dan Struktur
Kekuatan keramik sangat sensitif terhadap struktur suatu bahan. Faktor utama
yang mempengaruhi struktur keramik dan juga kekuatannya ialah kehalusan
permukaan, volume dan bentuk dari pori, ukuran dan bentuk butir, jenis dan bentuk
fasa batas butir, dan cacat yang disebabkan oleh tegangan dalam seperti halnya
tegangan termal.
Hubungan antara kekuatan dan porositas suatu bahan keramik dapat
dituliskan sebagai berikut (Surdia dan Saito, 1984):
(
−bVp)
=σ0exp
σ (2-1)
dimana:
0
σ = kekuatan bahan keramik pada porositas nol
b = konstanta dengan harga berkisar antara 3 dan 11, umumnya kira-kira 5
p
Pada umumnya, jika porositas suatu bahan keramik semakin kecil maka
kekuatannya juga meningkat (Sembiring, 1990).
2.6. Pengujian Fisik dan Mekanik
Pengujian sifat fisik meliputi: densitas dan porositas, sedangkan pengujian
sifat mekanik: kuat tekan, kekerasan (Vickers), kuat patah, dan kuat impak.
2.6.1. Densitas
Densitas atau kerapatan didefinisikan sebagai massa per satuan volume
material, bertambah secara teratur dengan meningkatnya nomor atomik pada setiap
sub kelompok. Kebalikan densitas adalah volume spesifik v, sedangkan hasil kali v
dengan massa atomik relatif W disebut volume atomik . Densitas dapat ditentukan
dengan metode pencelupan biasa atau menggunakan metode sinar-X.
Pada proses perpaduan, densitas campuran bahan berubah. Hal ini terjadi
karena massa atom terlarut berbeda dengan massa pelarut, selain itu parameter kisi
juga mengalami perubahan karena perpaduan. Perubahan parameter dapat ditentukan
dengan hukum Vegard yang mengasumsikan bahwa parameter kisi larutan padat
bergantung secara linier dengan konsentrasi atom, namun dijumpai berbagai
penyimpangan dari perilaku ideal ini.
Densitas jelas bergantung pada massa atom, ukuran, serta cara
penumpukannya. Logam berwujud padat karena terdiri dari atom yang berat dan
dibandingkan logam karena mengandung atom ringan, baik C, N, atau O. Polimer
memiliki densitas rendah karena terdiri dari untaian atom ringan (Smallman dan
Bishop, 2004).
Pengukuran densitas sampel keramik yang telah disintering dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan (Thornton dan Colangelo, 1985):
V M
=
ρ (2-2)
dimana:
ρ = densitas sampel [kg/cm3] M = massa sampel [kg] V = volume sampel [cm3]
2.6.2. Porositas
Porositas sangat menentukan struktur mikro suatu material. Pada keramik,
pori terbentuk karena terperangkapnya molekul air atau udara di antara badan
keramik yang mulai mengeras pada proses pengeringan dan pemanasan, dimana uap
air akan menguap sehingga akan meninggalkan rongga kosong yang disebut pori.
Dikenal ada dua jenis pori:
a. Pori terbuka (open pore) yang kontak dengan udara luar
Pori terbuka terbagi atas:
a. Pori terbuka yang tembus
b. Pori terbuka yang tidak tembus
c. Pori terbuka campuran
Perbedaan ketiga pori tersebut ditunjukkan pada gambar 2.3.
Pengukuran porositas dari sampel keramik yang telah disintering
menggunakan persamaan (Smallman dan Bishop, 2004):
%
Gambar 2.2. Pori terbuka dan pori tertutup Porositas Tertutup
Porositas Terbuka
( a ) ( b ) ( c )
2.6.3. Kuat Tekan
Pengukuran kuat tekan sampel keramik yang telah disintering menggunakan
Ultimate Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 4
mm/menit. Nilai kuat tekan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Surdia
dan Saito, 1985):
A PMAX
C =
σ (2-4)
dimana:
C
σ = kuat tekan [kgf/cm2]
PMAX = beban tekan maksimum yang diberikan [kgf] A = luas penampang bidang sentuh [cm2]
2.6.4. Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai,
karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai
spesifikasi. Kekerasan suatu bahan adalah ketahanan (daya tahan) suatu bahan
terhadap daya benam dari bahan lain yang lebih keras dan dibenamkan kepadanya.
Maksud pengujian kekerasan adalah untuk mengetahui kekerasan bahan, yang mana
data ini sangat penting dalam proses perlakuan panas. Nilai kekerasan bahan
mempunyai korelasi dengan nilai tegangan-regangan pada uji tarik (Departemen
Perindustrian, 1994).
Uji kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: Mohs,
kekerasan yang dihitung dari luas daerah lekukan yang ditimbulkan oleh penekan
bulat yang besar. Lekukan ini ditimbulkan oleh bola baja karbida tungsten yang keras
terhadap bahan standar. Kekerasan Rockwell merupakan indeks kekerasan lain yang
digunakan dalam teknik. Besaran ini ditentukan dengan menghitung kedalaman
penetrasi, suatu penekan standar yang kecil. Pada penelitian ini, pengujian keramik
dilakukan dengan menggunakan metode Vickers.
Pengujian keras yang dilakukan mengikuti prosedur ASTM C1327 (Standard
Test Method for Vickers Indentation Hardness of Advanced Ceramics). Pengukuran
kekerasan Vickers sampel keramik yang telah disintering dilakukan dengan
menggunakan Microhardness Tester. Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985 dan Ajie, 2008):
2
D = panjang rata-rata garis diagonal jejak indentor [mm]
2.6.5. Kuat Patah
Umumnya terhadap keramik tidak dilakukan pengujian tarik langsung karena
keramik sangat peka terhadap cacat permukaan. Pertama, sulit untuk menerapkan
tegangan tarik uniaksial. Penjepitan benda uji dapat merusak permukaan dan adanya
pembuatan spesimen dengan bagian tengah yang lebih kecil dan sisi yang halus tanpa
cacat mahal biayanya. Oleh karena itu, pada keramik dan gelas diterapkan uji patah.
Cara ini telah lama diterapkan pada material tidak ulet seperti beton dan besi cor
kelabu (Smallman dan Bishop, 2004).
Pada metode uji patah tiga titik, lihat gambar 2.4., spesimen berbentuk batang
ditempatkan pada tumpuan dan dengan hati-hati diterapkan beban dengan laju
regangan konstan. Pengukuran kuat patah sampel keramik yang telah disintering
menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dengan metode tiga titik tumpu dan
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Surdia dan Saito, 1985):
2
2.6.6. Kuat Impak
Material yang dalam keadaan biasa bersifat liat kemungkinan dapat berubah
menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba (beban kejut) pada suatu kondisi tertentu.
Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak
biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertakik atau
tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan
mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan (Smallman dan
Bishop, 2004).
Dalam menentukan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Charpy dengan
menggunakan persamaan berikut (Departemen Perindustrian, 1994 dan Smallman dan
Bishop, 2004):
A E
KC = (2-7)
dimana:
KC= Nilai impak Charpy [J/mm2] E = Energi disipasi [J]
A = Luas Penampang [mm2]
2.7. Karakterisasi Struktur Mikro
2.7.1. Difraksi Sinar-X
kristal, terjadi gangguan antara sinar yang dihamburkan. Difraksi dihasilkan pada saat
jarak antara pusat hamburan sama besar dengan panjang gelombang radiasi.
Ketika gelombang sinar-X mengenai permukaan kristal pada sudut θ, sebagian akan dihamburkan oleh lapisan atom pada permukaan. Sinar yang tidak
dihamburkan akan menembus ke lapisan atom kedua yang nantinya akan
dihamburkan kembali dan sisanya akan melewati lapisan ketiga. Prinsip ini dapat
diamati pada gambar 2.5.
W.L. Bragg menyatakan bahwa:
θ λ 2dsin
n = (2-8)
Dengan n merupakan bilangan bulat, λ merupakan panjang gelombang, d merupakan jarak antar bidang dalam kristal sedangkan θ merupakan besarnya sudut hamburan (Hanke, L. D., 2000).
Komponen instrumen difraktometer sinar-X sama dengan komponen
instrumen spektroskopi optik, yaitu terdiri dari sumber cahaya, monokromator, wadah
sampel, detektor atau transducer, dan signal processor serta read out. Teknik analisis Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X
Gambar 2.5. Difraksi Sinar-X
XRD digunakan untuk menganalisis padatan kristalin seperti keramik, logam,
material geologi, dan polimer. Material yang akan dianalisis dapat berupa serbuk,
kristal, lapisan tipis, serat, atau amorf (Kartika, 2008).
Penelitian ini mengunakan teknik XRD untuk mengamati fasa keramik yang
berbahan baku serbuk sludge dan kaolin, serta untuk mengetahui kandungan logam
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu:
a. Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan – Sumatera Utara, meliputi:
preparasi sampel keramik, sintering, karakterisasi fisik dan mekanik.
b. Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Serpong – Banten, meliputi: analisis kimia dan mikrostruktur.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan April 2009.
3.2. Bahan dan Peralatan
Untuk melakukan suatu kegiatan penelitian untuk pembuatan keramik teknik
maka diperlukan bahan baku utama sebagai raw material dan peralatan proses serta
karakterisasinya.
3.2.1. Bahan Baku
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk sludge yang
dihasilkan dari limbah oil sludge Pertamina Pangkalan Susu – Sumatera Utara.
3.2.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. lemari pengering;
b. ball mill;
c. saringan 100 mesh;
d. alat timbangan;
e. mortar tangan;
f. mesin press pencetak sampel;
g. tungku listrik;
h. peralatan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS);
i. X-ray diffractometer (XRD);
j. Universal Testing Machine (UTM);
k. Microhardness Tester (uji kekerasan vickers);
l. peralatan uji impak;
m. gelas ukur.
3.3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini meliputi dua tahapan proses preparasi sampel, yaitu: tahap
pertama membuat serbuk sludge dan analisis kimia serbuk sludge dengan alat Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS), tahap kedua membuat dan mensintering sampel
keramik dari campuran bahan serbuk sludge yang dihasilkan pada tahap pertama dan
kekerasan, kuat patah, kuat impak, dan mikrostruktur dengan X-Ray Diffractometer
(XRD).
Diagram alir untuk preparasi sampel tahap pertama dapat dilihat pada gambar
3.1. berikut:
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Pertama: Pembuatan Serbuk Sludge
Limbah oil sludge yang diperoleh dari Pertamina dikalsinasi dalam oven
pengering pada suhu 500 0C selama 6 jam untuk menghilangkan kandungan
minyaknya. Selanjutnya dilakukan pembutiran menggunakan ball mill hingga
diperoleh serbuk halus sludge yang lolos saringan 100 mesh. Kemudian serbuk
sludge yang diperoleh dianalisis menggunakan alat Atomic Absorption Spectroscopy
(AAS) untuk mengidentifikasi kandungan logam beratnya. LIMBAH
OIL SLUDGE
KALSINASI 500 0C, selama 6 jam
PEMBUTIRAN dgn ball mill, 100 mesh
ANALISIS KIMIA dengan peralatan AAS
Prosedur analisis serbuk sludge menggunakan alat AAS (Atomic Absorption
Spectroscopy) adalah sebagai berikut:
a. Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam gelas kimia.
b. Dilarutkan menggunakan aquregia dengan perbandingan campuran HCl dan
HNO3 adalah 3:1.
c. Larutan kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman 40 (kertas
saring kuantitatif).
d. Filtrat kemudian diukur dengan AAS menggunakan lampu katoda untuk
masing-masing unsur (1 lampu katoda hanya berlaku untuk 1 unsur).
Hasil analisis kandungan kimia logam berat pada serbuk sludge dapat dilihat
pada tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1. Hasil Analisis Kimia Logam Berat Dari Serbuk Sludge
No Parameter Kandungan
(mg/l)
Diagram alir untuk preparasi sampel tahap kedua dapat dilihat pada gambar
3.2. Pada tahap ini serbuk sludge yang diperoleh dari tahap pertama dicampur dengan
kaolin dengan komposisi perbandingan serbuk sludge terhadap kaolin dapat dilihat
Tabel 3.2. Komposisi Perbandingan Serbuk Sludge Terhadap Kaolin Dalam Pembuatan Sampel Keramik
No Kode Sampel Serbuk Sludge
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Kedua: Pembuatan Sampel Keramik SERBUK
SLUDGE
PENCAMPURAN Dengan Mortar Tangan
SINTERING 1200 0C (1, 2, & 3 jam)
KAOLIN
PENIMBANGAN
PEMBENTUKAN CETAK Dry Press, beban 5000 kgf
SAMPEL KERAMIK
KARAKTERISASI
Pengamatan Fisis - Densitas
- Porositas
Analisis Kualitatif - XRD
Pengujian Mekanik - Kuat tekan
- Kekerasan Vickers - Kuat patah
- Kuat Impak
Kedua bahan dicampur mengunakan mortar tangan hingga tercampur dengan
homogen, kemudian dilakukan pembentukan cetak (dry press) berbentuk silinder
rigid dan balok menggunakan alat cetak tekan dengan beban 5000 kgf. Cetakan
silinder berukuran diameter 50 mm dan tebal 30 mm dan cetakan balok berukuran
panjang 100 mm, lebar 25 mm, dan tingi 35 mm. Setelah dicetak masing-masing
sampel dikeringkan pada suhu kamar selama 30 menit untuk selanjutnya disintering
menggunakan tungku listrik dengan suhu 1200 0C dengan variasi waktu penahanan
selama 1, 2, dan 3 jam.
Metode sintering yang digunakan adalah metode sintering fasa padat (solid
state sintering). Sintering dilakukan dengan trayek pembakaran sebagai berikut:
Proses pendinginan di dalam tungku (normalizing) hingga temperatur di
bawah 150 0C untuk menghindari thermal shock yang dapat mengakibatkan material
retak (Ajie, 2008).
T (0C)
Waktu (1 jam; 2 jam; dan 3 jam)
1200 0C
5 0C/menit
Gambar 3.3. Trayek sintering untuk sampel keramik konstruksi
Kemudian sampel yang telah disintering dikarakterisasi yang meliputi:
densitas, porositas, kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak, dan
mikrostruktur dengan X-Ray Diffractometer (XRD). Analisis menggunakan X-Ray
Diffractometer (XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur fasa dari sampel keramik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel keramik yang telah dibuat dari campuran serbuk sludge dan kaolin,
disintering menggunakan tungku listrik pada suhu 1200 0C dengan variasi waktu
penahanan selama 1, 2, dan 3 jam. Selanjutnya sampel yang telah disintering
dikarakterisasi meliputi pengukuran besaran-besaran fisis (densitas, porositas),
mekanis (kuat tekan, kekerasan vickers, kuat patah, kuat impak), dan analisis
mikrostruktur dengan menggunakan X-Ray Diffractometer (XRD).
4.1. Densitas
Hasil pengukuran densitas keramik dari campuran serbuk sludge dan kaolin
diperlihatkan seperti pada gambar 4.1. Dari gambar 4.1. terlihat bahwa variasi
komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar pada
suhu sintering 1200 0C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam diperoleh nilai
densitas keramik berkisar antara 1,13 – 1,51 g/cm3. Sedangkan nilai densitas keramik
dengan variasi komposisi yang sama dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 1,25
– 1,51 g/cm3. Kemudian dengan komposisi yang sama dan waktu penahanan
masing-masing sebesar 2 dan 3 jam maka nilai densitas cenderung mengalami penurunan
menjadi 1,20 – 1,42 g/cm3 dan 1,13 – 1,35 g/cm3. Hasil pengukuran dan perhitungan
y = 0,0062x + 0,9284
Serbuk Sludge (% massa)
D
Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan serbuk sludge
(dalam % massa) cenderung meningkatkan nilai densitas keramik. Oleh karena di
dalam serbuk sludge terkandung logam berat yang relatif mempunyai densitas lebih
tinggi dibanding kaolin. Sedangkan pengaruh waktu penahanan (holding time) pada
suhu sintering menunjukkan adanya penurunan nilai densitas, hal ini disebabkan
adanya sebagian logam berat terurai menjadi gas. Akibatnya, material keramik teknik
yang dibuat cenderung berpori, namun secara sepintas tidak terlihat adanya
rongga-rongga, oleh karena pada permukaannya telah tejadi pengglasiran. Hasil penelitian
lain, Michael J. Readey (1992) telah melakukan sintering pellet Al18B4O33 yang
berbasis dari sistem keramik: Al2O3 – B2O3 – SiO2 dengan suhu sintering 1700oC
menghasilkan densitas 1,46 g/cm3 dan porositas 54,4%.
Surdia dan Saito (1985) menyatakan bahwa pada umumnya densitas keramik
berkisar antara 2,1 – 5,3 kg/cm3. Keramik pada penelitian ini memiliki nilai densitas
yang lebih rendah dari teori karena kemungkinan kandungan logam beratnya
sebagian besar telah berkurang atau bereaksi membentuk senyawa baru pada proses
sintering.
4.2. Porositas
Gambar 4.2. memperlihatkan bahwa porositas dari keramik yang dibuat
dengan variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta
dibakar pada suhu sintering 1200 0C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam adalah
berkisar antara 18,75 – 39,29 %. Nilai porositas dari keramik dengan variasi
komposisi 50 – 95 % sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah
sekitar 18,75 – 35,71 %. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi dengan
waktu penahanan masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai porositas
yaitu 20,00 – 37,50 % dan 27,59 – 39,29 %. Hasil pengukuran dan perhitungan
porositas keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa penambahan serbuk sludge (dalam %
massa) cenderung menurunkan nilai porositas. Berkebalikan dengan hal tersebut,
lama penahanan pada suhu sintering menghasilkan keramik dengan porositas yang
lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan densitas keramik pada pengukuran
sebelumnya, karena densitas selalu berbanding terbalik terhadap porositas. Ternyata
menjadi gas dan meninggalkan pori, akan tetapi pada suhu 1200oC sebagian kaolin
akan lebur menutupi permukaan bodi keramik. Jadi apabila dilihat dari hasil yang
diperoleh maka sebaiknya penggunaan material keramik yang dibuat sangat cocok
diterapkan sebagai filter gas buang (exhaust gas) pada kendaraan, khususnya untuk
bahan bakar solar.
y = -0,139x + 43,172
Serbuk Sludge (% massa)
Por
Pada gambar 4.3. terlihat bahwa kuat tekan dari keramik dengan variasi
komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar pada
suhu sintering 1200 0C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam adalah berkisar
antara 47,79 – 662,32 kgf/cm2. Nilai kuat tekan dengan variasi komposisi 50 – 95 %
sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar 47,79 – 226,05 Gambar 4.2. Hubungan antara porositas terhadap penambahan serbuk sludge
kgf/cm2. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi dengan waktu penahanan
masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai kuat tekan 107,04 – 363,24
kgf/cm2 dan 320,88 – 662,32 kgf/cm2. Hasil pengukuran dan perhitungan kuat tekan
keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
y = -7,124x + 1010,2
Serbuk Sludge (% massa)
K
Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa penambahan serbuk sludge (dalam
% massa) cenderung menurunkan nilai kuat tekan. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan serbuk sludge yang banyak dengan pengikat (kaolin) yang sedikit akan
berakibat lemahnya daya ikat antar partikel. Sehingga untuk memperoleh kuat tekan
yang optimum diperlukan campuran dengan komposisi tertentu, dalam hal ini
diperoleh saat variasi pencampuran 50 % sludge dan 50 % kaolin. Sedangkan
pengaruh lama waktu penahanan pada suhu sintering cenderung meningkatkan kuat
tekan pada keramik. Hal ini karena pada proses sintering dimungkinkan partikel-Gambar 4.3. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan serbuk
partikel akan saling merapat sehingga jarak antar partikel menjadi semakin dekat
yang berimplikasi pada meningkatnya kekuatan suatu bahan.
4.4. Kekerasan Vickers
Gambar 4.4. menunjukkan bahwa nilai kekerasan vickers dari keramik dengan
variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar
pada suhu sintering 1200 0C dengan penahanan selama 1, 2, dan 3 jam adalah
berkisar antara 98,80 – 111,40 kgf/mm2. Nilai kekerasan vickers dengan variasi
komposisi 50 – 95 % sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah
sekitar 98,80 – 108,20 kgf/mm2. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi
dengan waktu penahanan masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai
kekerasan vickers 100,40 – 110,40 kgf/mm2dan 103,00 – 111,40 kgf/mm2. Hasil
pengukuran dan perhitungan kekerasan vickers keramik selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran D.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan serbuk sludge (dalam %
massa) cenderung menurunkan nilai kekerasan. Sebaliknya, pengaruh lama waktu
penahanan pada suhu sintering cenderung meningkatkan kekerasan keramik. Hal ini
membuktikan korelasi yang berbanding lurus antara kekerasan suatu bahan keramik
terhadap kuat tekannya. Dalam penelitian ini, nilai kekerasan optimum dicapai pada
y = -0,2179x + 122,86
Serbuk Sludge (% massa)
K
Nilai kuat patah dari keramik dengan variasi komposisi 50 – 95 % sludge
dicampur dengan 5 – 50 % kaolin serta dibakar pada suhu sintering 1200 0C dengan
penahanan selama 1, 2, dan 3 jam, seperti tampak pada gambar 4.5., adalah berkisar
antara 221,01 – 326,61 kgf/cm2. Nilai kuat patah keramik dengan variasi komposisi
50 – 95 % sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah sekitar
221,01 – 316,54 kgf/cm2. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi dengan
waktu penahanan masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai kuat
patah 223,51 – 324,61 kgf/cm2 dan 232,28 – 326,61 kgf/cm2. Hasil pengukuran dan
perhitungan kuat patah keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E. Gambar 4.4. Hubungan antara kekerasan vickers terhadap penambahan
serbuk sludge setelah melalui proses sintering pada suhu 1200
0
y = -2,5113x + 469,66
Serbuk Sludge (% massa)
K
Dari kurva yang diperoleh tampak bahwa penambahan serbuk sludge (dalam
% massa) cenderung menurunkan nilai kuat patah dan pengaruh lama waktu
penahanan pada suhu sintering cenderung meningkatkan kekerasannya. Kuat patah
dan kekerasan pada bahan keramik adalah berbanding lurus dan memiliki hubungan
sebagai berikut:
n
dimana biasanya n bernilai 30 – 50 untuk keramik (Surdia dan Saito, 1984).
Komposisi campuran 50 % sludge dan 50 % kaolin pada penelitian ini memberikan
nilai kekerasan yang optimum.
4.6. Kuat Impak
Pada gambar 4.6 terlihat bahwa nilai energi terserap persatuan luas dari
keramik dengan variasi komposisi 50 – 95 % sludge dicampur dengan 5 – 50 %
kaolin serta dibakar pada suhu sintering 1200 0C dengan penahanan selama 1, 2, dan
3 jam adalah berkisar antara 0,80 – 1,70 J/cm2. Nilai kuat impak dengan variasi
komposisi 50 – 95 % sludge, 5 – 50 % kaolin, dan penahanan selama 1 jam adalah
sekitar 0,80 – 1,25 J/cm2. Kemudian dengan komposisi yang sama tetapi dengan
waktu penahanan masing-masing menjadi 2 dan 3 jam maka diperoleh nilai kuat
impak sekitar 0,84 – 1,53 J/cm2 dan 0,84 – 1,70 J/cm2. Hasil pengukuran dan
perhitungan kuat impak keramik selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa penambahan serbuk sludge cenderung
menurunkan nilai kuat impak keramik. Hal ini karena lemahnya daya ikat antar
partikel disebabkan penggunaan serbuk sludge yang banyak sedangkan pengikatnya
(kaolin) sedikit sehingga pembebanan yang tiba-tiba dapat menyebabkan bahan
menjadi lebih mudah rusak. Pengaruh lamanya waktu penahanan pada suhu sintering
cenderung berbanding lurus dengan kuat impaknya. Hal ini dimungkinkan terjadi
mengakibatkan peningkatan kekuatan suatu bahan, termasuk kuat impaknya. Keadaan
optimum dicapai pada komposisi campuran 50 % sludge dan 50 % kaolin.
y = -0,0202x + 2,6216
Serbuk Sludge (% massa)
K
4.7. Analisis Mikrostruktur Dengan X-Ray Diffractometer (XRD)
Pada gambar 4.7. ditunjukkan pola difraksi sinar-X dari keramik dengan
komposisi 50 % serbuk sludge dan 50 % kaolin setelah disinter pada suhu 1200 0C
selama 3 jam.
Gambar 4.7. Pola difraksi sinar-x dari keramik dengan komposisi 50 % serbuk sludge dan 50 % kaolin setelah disinter pada suhu 1200 0C selama 3 jam
Dari gambar 4.7. dan tabel 4.1. dapat disimpulkan bahwa phasa dominan yang
terbentuk adalah sodium-calcium-silicate dan sillimanite, dan phasa minor terbentuk:
cordierite, arsenic-oxide, sodium-cadmium-phosphate, dan indialite. Data JCPDS
yang dipergunakan dalam penentuan phasa ini dapat dilihat pada lampiran G.
Intensita
s
0,12K
0,12
Tabel 4.1. Fasa yang Terbentuk Pada Keramik Dengan Komposisi 50 % Serbuk Sludge dan 50 % Kaolin Setelah Disinter Pada Suhu 1200 0C Selama 3 Jam
Dari hasil analisis mikrostruktur dengan XRD terlihat bahwa kandungan
logam berat pada serbuk sludge sebagian besar telah hilang atau telah bereaksi
membentuk senyawa baru sehingga dengan kata lain bahan keramik hasil sintering
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Kandungan logam berat pada limbah oil sludge Pertamina dapat direduksi dan
distabilkan pada suhu sintering serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
dalam pembuatan material rekayasa berupa keramik konstruksi yang relatif
memiliki sifat-sifat fisika, mekanik, dan mikroskopik yang cukup baik.
b. Kualitas keramik optimum diperoleh pada komposisi campuran 50 % serbuk
sludge dan 50 % kaolin dengan pembakaran pada suhu sintering 1200 0C serta
waktu penahanan intensif selama 3 jam.
c. Karakteristik keramik yang dihasilkan pada kondisi optimum tersebut adalah:
densitas = 1,13 g/cm3, porositas = 34,48 %, kuat tekan = 662,32 kgf/cm2,
kekerasan vickers = 111,40 kgf/mm2, kuat patah = 326,44 kgf/cm2, dan kuat
impak = 1,70 J/cm2. Analisis mikrostruktur menggunakan XRD menunjukkan
bahwa phasa dominan yang terbentuk adalah sodium-calcium-silicate dan
sillimanite, dan phasa minor terbentuk: cordierite, arsenic-oxide,
5.2. Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna baik dari segi
penulisan maupun proses penelitian. Maka bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
mengembangkan penelitian dengan menambah sampel, variasi waktu penahanan pada
suhu sintering, serta melakukan pengamatan terhadap sifat-sifat fisis, mekanis,
termal, listrik dan magnet, optik, dan mikroskopis lainnya.
Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat melakukan pengkajian lebih lanjut
mengenai dampak yang mungkin timbul dari gas hasil pembakaran keramik terhadap
lingkungan sekitar tungku dalam proses sintering serta tentang uji kelayakan keramik
ini sehingga sampai pada tahap komersialisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, E.T.S., Sembiring, H., Saepuloh, A., Gurharyanto, Nurlela, I. 2007. Pembuatan Komposit Keramik Suhu Bakar Rendah Sebagai Bahan Bangunan. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung.
Ajie, G.N. 2008. Sintesis dan Karakterisasi Keramik Struktural Alumina Pada Sintering Temperatur Rendah Untuk Aplikasi Armor Facing. Tesis Sarjana ITB. Bandung.
Anderson, J.C., Leaver, K.D., Rawlings, R.D., Alexander, J.M. 1990. Materials Science. Fourth Edition. Chapman and Hall. London.
Bellotto, M., Gualtieri, A., Artioli, G., and Clark, S.M. 1995. Kinetic study of the kaolinite-mullite reaction sequence. Part I: kaolinite dehydroxylation, Phys. Chem. Minerals, Vol 22, pp. 207–214.
Ganis Fia Kartika. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Keramik ZrSiO4 – TiO2. Tesis Magister ITB. Bandung.
German, R.M.1996. Sintering theory and practice. John Wiley & Sons. Canada.
Hanke, L. D. 2000. Handbook of analytical methods for materials. Materials Evaluation and Engineering,Inc. Plymo.
Hartono, JMV. 1991. Teori Pembakaran. Informasi Teknologi Keramik dan gelas. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Balai Besar Industri Keramik. Bandung.
Khusyairi, A. Pengaruh Gaya Kompaksi Pada Kuat Tekan Produk Gelas-Zeolit Yang Akan Digunakan Untuk Imobilisasi Limbah Radioaktif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086 Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK. pp. 195–200.
Kismolo, E. 2005. Pengaruh Penambahan Pb3O4 Pada Immobilisasi Limbah Lumpur Khrom Menggunakan Teknologi Keramik. Prosiding Seminar Nasional Keramik V. Balai Besar Keramik. Bandung.
Mulder, M.1996. Basic principles of membrane technology, 2nd ed. Kluwer Academic Publisher. Dordrecht.
Sagala, M. 2000. Perubahan Fisika-Kimia dan Mineral Pada Pembakaran Lempung. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan. Balai Besar Industri Keramik. Bandung.
Sembiring, A.D. 1990. Penguat dan Bahan Keramik untuk Konstruksi. Tesis Magister Universitas Indonesia (UI). Jakarta.
Septiani, U. 1999. Pembuatan, Karakterisasi Struktur Mikro, dan Pengujian Membran Keramik Tanpa Pendukung. Tesis Magister ITB. Bandung.
Smallman, R.E., Bishop, R.J. 2004. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Diterjemahkan oleh Sriati Djarprie. P.T. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Surdia, T., Saito, S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Susetyaningsih, R., Kismolo, E. 2004. Immobilisasi Lumpur Pb Hasil Pengolahan Kimia Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Dengan Teknologi Keramik. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Perencanaan I, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, UPN Veteran Jatim, ISBN: 979-98659-0-0.
Susetyaningsih, R., Kismolo, E., Basuki K.T. 2008. Pengaruh Penambahan MgO Pada Peningkatan Kualitas Lempung Kasongan Untuk Immobilisasi Lumpur Limbah Pb Menggunakan Teknologi Keramik. Prosiding Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir (ISSN 1978-0176), pp. 331–337. Yogyakarta.
Thornton, P.A., Colangelo, V.J. 1985. Fundamentals of Engineering Materials. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey.
__________. 1994. Pengukuran dan Mutu: Buku Panduan untuk Film Pendidikan
dan Pelatihan. Departemen Perindustrian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri, Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin. Bandung.
__________.1995. Keputusan Kepala Bapedal Nomor: Kep-03/Bapedal/09/1995 Tentang Baku Mutu Hasil Solidifikasi Limbah B3.
__________. 2009. The Free Encyclopedia of Wikipedia: Kaolinite. http://en.wikipedia.org/wiki/Kaolinite [diakses tanggal 15 April 2009].
__________. 2009. The Free Encyclopedia of Wikipedia: Keramik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Keramik [diakses tanggal 15 April 2009].
Lampiran A. Data Pengukuran Densitas
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 1 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 2 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 3 Jam Komposisi (% massa)
Contoh perhitungan untuk menentukan densitas pada sampel I.1 dengan komposisi 95
% sludge, 5 % kaolin, temperatur sintering 1200 0C, dan waktu penahanan selama 1
jam adalah sebagai berikut:
V m
=
ρ
Dimana:
ρ = Densitas sampel [g/cm3]
m = Massa sampel [g]
V = Volume sampel [cm3]
08 . 53
80
=
ρ
51 . 1
=
Lampiran B. Data Pengukuran Porositas
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 1 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Massa Kering
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 2 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Massa Kering
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 3 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Contoh perhitungan untuk menentukan porositas pada sampel I.1 dengan komposisi
95 % sludge, 5 % kaolin, temperatur sintering 1200 0C, dan waktu penahanan selama
1 jam adalah sebagai berikut:
Lampiran C. Data Pengukuran Kuat Tekan
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 1 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Beban
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 2 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Beban
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 3 Jam Komposisi (% massa)
Nomor
Sampel Sludge Kaolin
Contoh perhitungan untuk menentukan kuat tekan pada sampel I.1 dengan komposisi
95 % sludge, 5 % kaolin, temperatur sintering 1200 0C, dan waktu penahanan selama
1 jam adalah sebagai berikut:
A PMAX
C =
σ
Dimana:
C
σ = Kuat tekan [kgf/mm2]
PMAX= Beban [kgf]
A = Luas penampang [mm2]
84 , 2050
980 Kuat tekan=
79 , 47
Lampiran D. Data Pengukuran Kekerasan Vickers
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 1 Jam
Komposisi (% massa) Kekerasan Vickers (kgf/mm2)
Nomor
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 2 Jam
Komposisi (% massa) Kekerasan Vickers (kgf/mm2)
Nomor
Suhu Sintering 1200 0C, Waktu Penahanan 3 Jam
Komposisi (% massa) Kekerasan Vickers (kgf/mm2)
Contoh perhitungan untuk menentukan kekerasan vickers pada sampel I.1 dengan
komposisi 95 % sludge, 5 % kaolin, temperatur sintering 1200 0C, dan waktu
penahanan selama 1 jam adalah sebagai berikut:
5
105 107 88 103 91 vickers
Kekerasan = + + + +
80 , 98 vickers