PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR
PREMIUM
DISERTASI
OLEH
ANWAR DHARMA SEMBIRING NIM: 068103008
PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR
PREMIUM
Disertasi
Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kimia Konsentrasi Fisiko Kimia Pada Universitas Sumatera Utara dengan wibawa Rektor Universitas
Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 23 Maret 2010 di Medan, Sumatera Utara.
OLEH
Anwar Dharma Sembiring NIM: 068103008
Program : Doktor (S-3) Ilmu Kimia Konsentrasi : Fisiko Kimia.
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROMOTOR
Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc
Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
CO-PROMOTOR
Prof. Dr. Masno Ginting, M.Sc
Guru Besar dan Ahli Penelitian Utama Tetap Pada Pusat Penelitian Fisika PPF-LIFI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia PUSPIPTEK Serpong, Banten, Indonesia
CO-PROMOTOR
Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc
Guru Besar Tetap Ilmu Fisika Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
TIM PENGUJI
Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Drs. Anwar Dharma Sembiring, M.S
Tempat / Tanggal lahir : Binjai / 17 Agustus 1954
NIP : 195408171983031005
Pekerjaan : Staf. Pengajar / Dosen
Pangkat / Gol : Lektor Kepala / Iva
Instansi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
USU
Departemen : Fisika FMIPA USU Medan
Jabatan : Staf Ahli Lab Kristallografi
Alamat Kantor : Jl. Bioteknologi No.1 Kampus USU Medan, 20155
Nama Orang Tua
Ayah : Djendam Sembiring
Ibu : Nganjongken Br. Ginting
Nama Isteri : Enda Rimtha Br. Sitepu
Nama Anak : 1. Edward Helvin Sembiring, S.T
2. Yosua Yudhanata Sembiring, S.Si
3. Gerry Sion Sembiring
4. Maya Cristallia Br. Sembiring.
No. Pendidikan Kota Tahun Lulus Bidang Study
1 S-2 FMIPA UI Jakarta 1990 Fisika material
2 S-1 FMIPA USU Medan 1982 Fisika
3 SMA Negeri Binjai 1973
4 SMP Methodist Binjai 1970
Judul Disertasi : PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PULP UNTUK BAHAN BAKU PEMBUATAN
KERAMIK BERPORI YANG DIAPLIKASIKAN SEBAGAI FILTER GAS BUANG
KENDARAAN BERMOTOR DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM
Nama Mahasiswa : Anwar Dharma Sembiring
NIM : 068103008
Program Studi : Program Doktor Fisiko Kimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc) Promotor
(Prof. Dr. Masno Ginting,M.Sc) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) Co. Promotor Co. Promotor
KETUA PROGRAM STUDI DEKAN
INTISARI
Perkembangan teknologi di bidang material khususnya material keramik berpori akhir-akhir ini telah banyak digunakan sebagai filter gas buang. Sehubungan dengan tujuan tersebut, telah dilakukan pembuatan keramik berpori berbasis limbah padat pulp yang terdiri dari gugusan grit, dreg dan biosludge. Perbandingan ketiga bahan ini divariasikan dan selanjutnya dicampur dengan bahan baku keramik yaitu kaolin. Pencampuran limbah padat pulp dan kaolin dilakukan beberapa variasi berdasarkan % massa bahan, antara lain: limbah padat pulp berbanding kaolin adalah 100 : 0 ; 90 : 10; 80 : 20; 70: 30; 60 : 40; 50 : 50%. Masing-masing campuran ini diaduk dengan menambah air plastisan secukupnya dengan mixer. Setelah homogen dituang ke dalam cetakan dalam bentuk silinder dengan ukuran tinggi 20 cm, diameter luar 1,5 inci dan diameter dalam 0,63 inci, lalu dikeringkan selama 4 hari. Pembakaran dilakukan dengan furnace pada temperatur 1100oC yang ditahan selama 2 jam, kemudian didinginkan selama 12 jam. Terhadap sampel-sampel uji dilakukan pengujian secara fisis maupun mekanik. Dari pengujian fisis diperoleh susut massa 17,37 – 32,10%; susut bakar
1,97 – 4,07%; porositas 27,96 – 54,27%; dan densitas 1,14 – 1,20 gr/cm3.
Sedangkan pengujian mekanik diperoleh : kuat tekan 0,98-69,58 MPa; kuat impak 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa, dan kekerasan 87-127 Mpa. Sebelum dlakukan pengujian emisi gas, juga dilakukan analisis XRD untuk mengetahui komposisi senyawa kimia, dan diperoleh dari yang paling dominan yaitu : Alumina Silicate, Hidroxide, Al2(Si2O5) (OH)4, Alumina Al2O3 dan Silikon Okside SiO2. Untuk
mengetahui pengaruh penggunaan filter, maka dilakukan pengujian emisi gas buang dengan peralatan “ Analyzer Gas” , ternyata penggunaan filter memberikan pengaruh yang sangat besar untuk mengurangi pencemaran udara. Pengurangan
tersebut mencapai 36,21 – 97,14% CO; 36,47-87,87% HC; 25,64 – 95,97% CO2.
Dan pertambahan O2 dari 400,72 – 1264,03%. Untuk pengujian maksimal pada
pemakaian filter, terlebih dahulu dipilih campuran 70% limbah padat pulp dan 30% kaolin, dimana campuran ini merupakan komposisi keramik berpori yang terbaik, jika difungsikan sebagai filter emisi gas buang dan selanjutnya diukur emisi gas tanpa filter dan pakai filter. Emisi gas tanpa filter pada 0 km diperoleh
konsentrasinya 0,505% CO; 12,88% CO2; 07 ppm HC dan 3,08% O2, Sedangkan
dengan memakai filter sampai 6099 km ternyata emisinya mengalami perubahan
yaitu 0,398% CO; 11,42% CO2, 123 ppm HC dan 3,91% O2. Dengan demikian
filter keramik berpori ini masih layak digunakan untuk jangkauan lintas diatas 6099 kilometer. Hal ini dapat dibandingkan dengan konsentrasi gas, ketika filter gas buang belum dipergunakan.
ABSTRACT
Recently, development and research of technolology based on the phorous ceramic materials have been greatly improved. One of them fabrication of phorous ceramics that are used as filter of emissed gasses from engines. Based on the above purpose, the characterization and fabrication of of phorous ceramics have been performed based in solid pulp waste that consist of grit, dreg and bio sludge. Then those three substances are mixed with a kaolin. The variations of mass percentage of the kaolin an the solid pulp waste and kaolin are as following 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 50:50%. Each of the sample was mixed with adequate plastician water. After getting homogenous sample, the sample was poured into a cylindrical dough with a 20 cm of height, 1,5 inch of outer diameter and 0,65 inch of inner diameter, then all the samples were dried for 4 days. All the samples were burned in a furnace at temperature of 1100o C and kept at the temperaturefor 2 hours, then cooled down for 12 hours. After that all the samples were tested physically and mechanically. Based on the experiment, it was found physically that decrease mass as 17,77 – 32,10%; decrease burning as 1,97 – 4,07 gram/cm3; phorousity as 27,96 – 54,27%; and density of 1,14 – 1,20 gram/cm3. Moreover from the mechanical tese, it was foud that the impact srength of 1,49x10-2 – 4,05x10-2 MPa and te hardness of 87 – 127 MPa. Before gas emissed testing was performed, all the samples are analyzed to calculate the chemical composition of the ceramics using X-Ray difraction method. From the experiment, it was seen the dominant phase were hydrooxide alumina silicate Al2(Si2O5)(OH)4, Alumina Al2O3 and oxide silica (SiO2). In order to obtain the
influence of the ceramics filter, the emissed gas was performed using a Gas Analyzer with and without the ohorous ceramics. From the test, it was shown that using of ceramic filter reduces a combustion gas significantly. The reduces of the emissed gas were obtained as following 36,21 – 97,14% of CO; 36,47 – 87,87% of HC; 25,64 – 95,97% of CO2 and the increase of O2 from 400,72 – 1264,03%.
The optimum concentration was chosen as 70% solid waste pulp and 30% of kaolin, that was classified as a best phorous ceramics for combusted gas filter. The gas emission without the ceramic filter at a starting point (0 km) was found to be 0,05 % of CO; 12,88% of CO2 ; 207 ppm of HC; and 3,08% of O2. While the gas
emission with the ceramic filter after running 6099 km distance was found to be 0,398% of CO; 11,42% of CO2; 123 ppm HC, and 391% of O2. Based on the gas
emission test, the ceramics filter are most probably used for more than 6099 km in fistance, then the similar test is needed to performed.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat , anugrah dan kasih Nya sehingga desertasi ini dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pemerintah Republik Indonesia c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Program Doktor pada Program Doktor Fisiko Kimia di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dengan terselesaikannya desertasi ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :
‐ Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c/q Bapeda Prov Sumatera Utara
yang telah mambantu dalam mendanai biaya pendidikan ini.
‐ Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof Chairuddin P.Lubis, DTM&H,
Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor
‐ Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
‐ Ketua Program Studi S-3 Kimia, Prof.Dr. Basuki Wirjosentono, MS,
Sekretaris Program Studi S-3 Kimia, Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, beserta seluruh staf edukatif dan administratif pada program Doktor Fisiko-Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
‐ Promotor, Prof Dr. Seri Bima Sembiring, Msc, Co Promotor Prof.Dr.
‐ Teristimewa untuk isteriku tercinta, Enda Rimtha Sitepu dan ananda
Edward Helvin Sembiring, ST, Yosua Yudhanata Sembiring, S.Si, Gerry Sion Sembiring, dan Maya Cristallia Br. Sembiring yang penuh sabar dan pengertian , kasih dalam dukungannya serta doa yang tulus sehingga terselesaikannya Desertasi ini.
‐ Rekan-rekan sejawat angkatan 2006 yang turut memberikan motivasi dan
saran kepada penulis sampai selesainya tulisan ini
Medan, Des 2009
Penulis
(Anwar Dharma Sembiring)
a
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
Daftar isi v
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar lampiran x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Perumusan masalah 3
1.4. Pembatasan Masalah 3
1.5. Tujuan Penelitian 3
1.6. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Bahan Keramik 5
2.2. Jenis Bahan Keramik 5
2.2.1. Kaolin 5
2.2.2. Feldspar 7
2.2.3. Clay 7
2.2.4. Kuarsa 8
2.3. Pembentukan Keramik 8
2.4. Bahan Dasar Keramik 9
2.5. Keramik Berpori 10
2.6. Limbah Padat Pulp 11
2.7. Absorbsi 13
2.9. Densitas 14
2.10. Kekerasan 14
2.11. Kuat Tekan 15
2.12. Kuat Impak 15
2.13. Susut Massa 16
2.14. Susut Volume 16
2.15. Difraksi Sinar-X 17
2.16. Gas Analyzer 18
2.17. Pencemaran Udara 18
2.18. Bahaya Karbon Monoksida 21
2.19. Fluks Emisi Gas Buang 22
BAB III. METODE PENELITIAN 24
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 24
3.1.1. Tempat penelitian 24
3.1.2. Waktu Penelitian 24
3.2. Alat dan Bahan 24
3.2.1.Alat 24
3.2.2. Bahan 25
3.3. Prosedur Penelitian 26
3.4. Variabel Dan Parameter Penelitian 28
3.5. Alat Pengumpul Data Penelitian 28
3.6. Pengolahan Bahan 29
3.7. Pengukuran Volum dan Massa Sampel 30
3.8. Pengukuran Porositas dan Densitas 31
3.9. Pengujian Kekerasan, Kuat Tekan, dan kuat Impak 31
3.10. Analisa Kualitatif XRD 3.11. Pengujian Emisi Gas Buang
31 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33
4.1. Susut Massa 34
4.3. Densitas dan Porositas 36
4.4. Kuat Tekan dan Kuat Impak 38
4.5. kekerasan 41
4.6. Uji Emisi Gas Buang 42
4.7. Hasil Uji AnalisaXRD 46
4.8. Hasil Pemakaian Filter 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53
5.1. Kesimpulan 53
5.2. Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 55
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1. Tabel Komposisi Bahan Dasar dan Kaolin 26
4.1. Hasil Pengukuran Susut Massa 33
4.2. Hasil Pengukuran Susut Bakar 35
4.3. Hasil Pengukuran Densitas Dan Porositas 36
4.4. Hasil Pengukuran Kuat Impak Dan Kuat Tekan 39
4.5. Hasil Pengukuran Kekerasan 41
4.6. Hasil pengukuran tanpa Filter 43
4.7. Hasil Pengukuran Absorbsi Filter 43
4.8. Hasil Pengukuran O2 Berfilter 45
4.9. Data XRD Kaolin + Pulp (2 , d, I, dan I/Io) 47
4.10. Data XRD Kaolin + Pulp (dpengamatan dan dJCPDS) 47
4.11. Uji Pengamatan tanpa filter 49
4.12. Uji Pengamatan dengan menggunakan Filter 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1. Diagram alir 27
3.2. Sampel Jadi 30
3.3. Pengujian Sampel Filter 32
4.1. Grafik Susut massa – Persentase Kaolin 34
4.2. Grafik Susut Bakar – Persentase Kaolin 35
4.3. Densitas – Persentase Kaolin 37
4.4. Grafik Porositas – Persentase Kaolin 38
4.5. Grafik Kuat Tekan – Persentase Kaolin 40
4.6. Grafik Kuat Impak – Persentase Kaolin 40
4.7. Grafik Kekerasan (Hv) – Persentase Kaolin 42
4.8. Grafik Absorbsi CO, CO2, HC – Persentase Kaolin 44
4.9. Grafik Oksigen – Kaolin 45
4.10. Pola Difraksi XRD Sampel Aditif K15 48
4.11. Jarak Lintasan Vs. CO 51
4.12. jarak lintasan Vs CO2 51
4.13. Jarak Lintasan Vs. HC 51
4.14. Jarak Lintasan Vs O2 52
Daftar Lampiran
Halaman Lampiran A. Tabel Pengukuran Diameter dan tebal Sampel 58
Lampiran B. Tabel Pengukuran Volume Silinder Dan Susut Bakar 60
Lampiran C. Tabel Data Pengukuran Massa Sampel Dan Susut Massa 62
Lampiran D. Tabel Densitas dan Porositas 64
Lampiran E. Laporan Analisa AAS 66
Lampiran F. Hasil Penelitian Absorbsi gas Buang (thesis S-2 Fisika) 72
Lampiran G. Format Data Uji Gas Buang Auto 2000 78
INTISARI
Perkembangan teknologi di bidang material khususnya material keramik berpori akhir-akhir ini telah banyak digunakan sebagai filter gas buang. Sehubungan dengan tujuan tersebut, telah dilakukan pembuatan keramik berpori berbasis limbah padat pulp yang terdiri dari gugusan grit, dreg dan biosludge. Perbandingan ketiga bahan ini divariasikan dan selanjutnya dicampur dengan bahan baku keramik yaitu kaolin. Pencampuran limbah padat pulp dan kaolin dilakukan beberapa variasi berdasarkan % massa bahan, antara lain: limbah padat pulp berbanding kaolin adalah 100 : 0 ; 90 : 10; 80 : 20; 70: 30; 60 : 40; 50 : 50%. Masing-masing campuran ini diaduk dengan menambah air plastisan secukupnya dengan mixer. Setelah homogen dituang ke dalam cetakan dalam bentuk silinder dengan ukuran tinggi 20 cm, diameter luar 1,5 inci dan diameter dalam 0,63 inci, lalu dikeringkan selama 4 hari. Pembakaran dilakukan dengan furnace pada temperatur 1100oC yang ditahan selama 2 jam, kemudian didinginkan selama 12 jam. Terhadap sampel-sampel uji dilakukan pengujian secara fisis maupun mekanik. Dari pengujian fisis diperoleh susut massa 17,37 – 32,10%; susut bakar
1,97 – 4,07%; porositas 27,96 – 54,27%; dan densitas 1,14 – 1,20 gr/cm3.
Sedangkan pengujian mekanik diperoleh : kuat tekan 0,98-69,58 MPa; kuat impak 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa, dan kekerasan 87-127 Mpa. Sebelum dlakukan pengujian emisi gas, juga dilakukan analisis XRD untuk mengetahui komposisi senyawa kimia, dan diperoleh dari yang paling dominan yaitu : Alumina Silicate, Hidroxide, Al2(Si2O5) (OH)4, Alumina Al2O3 dan Silikon Okside SiO2. Untuk
mengetahui pengaruh penggunaan filter, maka dilakukan pengujian emisi gas buang dengan peralatan “ Analyzer Gas” , ternyata penggunaan filter memberikan pengaruh yang sangat besar untuk mengurangi pencemaran udara. Pengurangan
tersebut mencapai 36,21 – 97,14% CO; 36,47-87,87% HC; 25,64 – 95,97% CO2.
Dan pertambahan O2 dari 400,72 – 1264,03%. Untuk pengujian maksimal pada
pemakaian filter, terlebih dahulu dipilih campuran 70% limbah padat pulp dan 30% kaolin, dimana campuran ini merupakan komposisi keramik berpori yang terbaik, jika difungsikan sebagai filter emisi gas buang dan selanjutnya diukur emisi gas tanpa filter dan pakai filter. Emisi gas tanpa filter pada 0 km diperoleh
konsentrasinya 0,505% CO; 12,88% CO2; 07 ppm HC dan 3,08% O2, Sedangkan
dengan memakai filter sampai 6099 km ternyata emisinya mengalami perubahan
yaitu 0,398% CO; 11,42% CO2, 123 ppm HC dan 3,91% O2. Dengan demikian
filter keramik berpori ini masih layak digunakan untuk jangkauan lintas diatas 6099 kilometer. Hal ini dapat dibandingkan dengan konsentrasi gas, ketika filter gas buang belum dipergunakan.
ABSTRACT
Recently, development and research of technolology based on the phorous ceramic materials have been greatly improved. One of them fabrication of phorous ceramics that are used as filter of emissed gasses from engines. Based on the above purpose, the characterization and fabrication of of phorous ceramics have been performed based in solid pulp waste that consist of grit, dreg and bio sludge. Then those three substances are mixed with a kaolin. The variations of mass percentage of the kaolin an the solid pulp waste and kaolin are as following 100:0; 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 50:50%. Each of the sample was mixed with adequate plastician water. After getting homogenous sample, the sample was poured into a cylindrical dough with a 20 cm of height, 1,5 inch of outer diameter and 0,65 inch of inner diameter, then all the samples were dried for 4 days. All the samples were burned in a furnace at temperature of 1100o C and kept at the temperaturefor 2 hours, then cooled down for 12 hours. After that all the samples were tested physically and mechanically. Based on the experiment, it was found physically that decrease mass as 17,77 – 32,10%; decrease burning as 1,97 – 4,07 gram/cm3; phorousity as 27,96 – 54,27%; and density of 1,14 – 1,20 gram/cm3. Moreover from the mechanical tese, it was foud that the impact srength of 1,49x10-2 – 4,05x10-2 MPa and te hardness of 87 – 127 MPa. Before gas emissed testing was performed, all the samples are analyzed to calculate the chemical composition of the ceramics using X-Ray difraction method. From the experiment, it was seen the dominant phase were hydrooxide alumina silicate Al2(Si2O5)(OH)4, Alumina Al2O3 and oxide silica (SiO2). In order to obtain the
influence of the ceramics filter, the emissed gas was performed using a Gas Analyzer with and without the ohorous ceramics. From the test, it was shown that using of ceramic filter reduces a combustion gas significantly. The reduces of the emissed gas were obtained as following 36,21 – 97,14% of CO; 36,47 – 87,87% of HC; 25,64 – 95,97% of CO2 and the increase of O2 from 400,72 – 1264,03%.
The optimum concentration was chosen as 70% solid waste pulp and 30% of kaolin, that was classified as a best phorous ceramics for combusted gas filter. The gas emission without the ceramic filter at a starting point (0 km) was found to be 0,05 % of CO; 12,88% of CO2 ; 207 ppm of HC; and 3,08% of O2. While the gas
emission with the ceramic filter after running 6099 km distance was found to be 0,398% of CO; 11,42% of CO2; 123 ppm HC, and 391% of O2. Based on the gas
emission test, the ceramics filter are most probably used for more than 6099 km in fistance, then the similar test is needed to performed.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi material keramik pada saat ini telah diarahkan kepada spesifikasi kegunaannya dalam berbagai kebutuhan, antara lain : kebutuhan rumah tangga, industri mekanik, elektronika, cordierite, refraktori, teknologi ruang angkasa, keramik berpori , dan lain sebagainya.
Keramik berpori telah berhasil dibuat dan dimanfaatkan sebagai media filter dalam penuangan logam cair, sebagai katalisator yang biasa ditempatkan dalam system gas buang kendaraan bermotor (Van Vlack Lawrence H, 1985). Demikian juga halnya yang dilakukan oleh Lindgvist dan Liden, 2000) sedangkan untuk mereduksi pencemaran di atmosfer digunakan biofilter oleh E.Y.Lee, et all, 2001.
Udara merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa udara manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Seiring dengan tingginya laju pembangunan, maka kualitas udarapun semakin menurun, ditambah lagi tingginya arus transportasi kendaraan bermotor yang menghasilkan sisa pembakaran yang tidak sempurna. Kondisi ini sangat tampak di kota-kota besar khususnya Negara-negara yang sedang berkembang karena masih rendahnya kebijakan yang mengatur tentang pencemaran lingkungan.
Dampak negatif dari masalah system transportasi ini adalah tingginya kadar polutan akibat emisi (pelepasan) dari asap kendaraan bermotor. Hal ini bisa menjadi ancaman serius bila dibiarkan begitu saja. Bukan hanya bagi lingkungan, tetapi lebih jauh bisa mengakibatkan menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan berjangkitnya penyakit saluran pernafasan akibat polusi udara.
ozon secara regional. Lapisan ozon itu sendiri merupakan pelindung di atmosfir yang dapat mencegah pemanasan bumi dan mengurangi dampak sinar matahari yang dapat membahayakan kesehatan. Jika pemanasan bumi terus meningkat, maka permukaan laut akan meningkat pula akibat melelehnya salju abadi di kutub-kutub bumi. Sementara sinar ultraviolet dari sinar matahari yang tidak terfilter dengan baik oleh ozon dapat menyebabkan penyakit seperti kanker kulit yang akut. Faktanya lubang ozon saat ini sudah semakin melebar, dan upaya untuk mencegahnya belum secepat dan sebesar tindakan merusak oleh tangan manusia.(Indah Kastiyowati, 2009)
Seperti telah diuraikan diatas bahwa kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara di daerah perkotaan. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Bahan pencemar yang terutama terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan oksida sulfur (SOx), serta partikulat debu, termasuk timbal (Pb). Dari segi lingkungan, emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa materi logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan (Tugaswati, 2000).
I.2. Permasalahan
Keramik memilki keungulan jika dibandingkan dengan bahan padat lainnya seperti logam dan polimer, sedangkan keramik memiliki titik lebur yang sangat tinggi, keras, tahan terhadap korosi, dan bahan bakunya mudah diperoleh.
baku dan campurannya, demikian juga bagaimana metode pembuatan material keramik berpori yang tepat guna.
I.3. Perumusan Masalah
Bahan baku yang digunakan untuk keramik berpori ini terdiri dari limbah padat pulp dan kaolin. Perumusan masalahnya seberapa banyaknya kaolin dapat memberi pengaruh terhadap kekuatan keramik berpori yang difungsikan sebagai filter. Demikan pula seberapa banyak emisi gas buang yang masih dapat di transmisikan, serta oksigen yang dihasilkan melalui reproduksi.
1.4. Pembatasan Masalah
Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengurangi polusi udara, namun dalam penelitian ini dapat dibatasi untuk sekedar mengetahui seberapa besar persentase pengurangan jumlah emisi gas buang yang dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar premium. Demikian juga berapa kilometer daya tempuh perjalanan kendaraan sehingga filter sebagai penyaring masih layak dipergunakan.
1.5. Tujuan Penelitian
• Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara
pembuatan keramik berpori dari limbah padat pulp dan kaolin.
• Untuk mengetahui berapa banyak limbah padat pulp ( dreg, grit
dan biosludge) serta kaolin dapat dimanfaatkan dalam pembuatan keramik berpori ini.
• Untuk mengetahui peranan keramik berpori yang berbasis bahan
• Untuk mengetahui prinsip reproduksi oksigen yang dihasilkan melalui proses kimia pada saat mesin kendaraan dihidupkan
• Untuk mengetahui optimalisasi pemakaian filter terhadap jarak
tempuh yang masih layak dipakai.
1.6. Manfaat Penelitian
• Pemanfaatan limbah padat pulp untuk bahan utama dalam
pembuatan keramik berpori dalam upaya mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
• Dapat bermanfaat untuk mengurangi tingkat polusi udara pada
daerah atau tempat-tempat yang padat kendaraan bermotor.
• Penelitian ini sangat diharapkan bermanfaat sebagai
penyempurnaan dalam komponen kendaraan bermotor
• Merupakan bahan masukan kepada para industrial keramik,
otomotif dan pemerintah untuk menindak lanjutinya
• Meningkatkan ekonomi daerah dan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Keramik
Bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic maupun kovalen. Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristalin dan sedikit electron bebasnya. Susunan kimia keramik sangat bermacam-macam yang terdiri dari senyawa yang sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir semua keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan elektronegatif. Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan getas. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan korosi, rendahnya konduktivitas termal, dan tingginya kekuatan kompresif dari material tersebut. Secara umum keramik mempunyai senyawa-senyawa kimia antara lain: SiO2, Al2O3, CaO,
Na2O, TiC, UO2, PbS, MgSiO3, dan lain-lain.
2.2. Jenis bahan keramik 2.2.1. Kaolin
Kaolin diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu pertama suatu endapan residu berasal dari perubahan batu-batuan. Kedua adalah jenis pengendapan yang mana batu bagus dan partikel-partikel clay telah dipisahkan dari endapan.
Kaolin yang berasal dari preshidrotermal yaitu pengikisan yang terjadi akibat pengaruh air panas yang terdapat pada retakan dan patahan serta daerah
permeable lainnya dalam batu-batuan. Kaolin yang berasal dari proses pelapukan (sedimentasi) yaitu pelapukan batuan beku dan batuan metamorpik yang reaksinya adalah sebagai berikut :
KAlSi3O8 HAlSi3O8 + KOH (Hydrolysis)
2HAlSiO4 + H2O (OH)4Al2Si2O5 (Hydration)
Kaolin yang dipergunakan dalam pembuatan sampel adalah kaolin yang berasal dari Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Sumatera Utara dengan cadangan dan potensi cukup banyak ± 7.913.000 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Sumut, 2007).
Garis besar deretan reaksi atau perubahan fasa kaolin yang dipanaskan adalah sebagai berikut :
a. Tahap pertama : Sekitar 500oC yaitu reaksi endotermis yang
sehubungan dengan hilangnya struktur air atau dehidrasi kaolinit dan pembentukan metakaolin, 2Al2O3.4SiO2.
b. Tahap kedua : Sekitar 950oC yakni reaksi eksotermis, sehubungan dengan pengkristalan yang cepat fasa bentuk jarum (spinel), disebut γ-Al2O3, oleh Brinley dan Nakahira
dinyatakan dengan 2Al2O3.3SiO2.
c. Tahap ketiga : Sekitar 1050 – 1100oC, sehubungan dengan reaksi eksotermis kedua dimana struktur bentuk jarum berubah menjadi fasa mullit dan selanjutnya muncul kristobalit. Jika pemanasan diteruskan akhirnya mullit akan mengkristal dengan baik dengan komposisinya 3Al2O3.2SiO2. (Syukur, 1982)
2.2.2. Feldspar
Bahan ini dapat berupa pelebur (fondaut) dengan kandungan alumino-sifat-alkali yang beraneka ragam terdiri dari:
a. Arthose : (Si3Al)O8K, Potasis
b. Albite : (Si3Al)O8Na, Sodis
c. Anorthite : (Si3Al)O8Ca, Kalsis
Dari komposisinya dapat dilihat bahwa struktur feldspar tidak berbeda dengan struktur tanah liat, merupakan silikat alamiah, berwarna merah jambu ataukecoklat-coklatan dan merupakan mineral keramik dengan salah satu komposisinya adalah NaAlSi3O8. Feldspar juga merupakan jaringan silikat dan
satu diantara empat atom silicon digantikan oleh atom aluminium. Diatas
temperature 900oC feldspar umumnya masih dalam keadaan stabil dan tidak
mengalami perubahan fasa.(
2.2.3. Clay (Lempung).
Clay dikenal sebagai tanah liat (argiles), merupakan sejenis mineral halus berbentuk kepingan, gentian atau hablur yang terbentuk dari batuan sediment (sediment rock) dengan ukuran butir < 1/256 mm. pada umumnya ada 2 jenis clay yaitu: ball clay, dan fire clay.
2.2.4. Kuarsa (silica)
Kuarsa adalah salah satu mineral yang berupa kristal sempurna, terdiri dari Kristal-kristal silica (SiO2). Kuarsa merupakan hasil dari proses pelapukan yang
mengandung mineral utama seperti: Al2O3, Fe2O3, Cr2O3, Na2O3, TiO2, K2O.
Kuarsa berwarna putih bening,memiliki sifat-sifat fisis dan mekanis tertentu. (www.refractron.com)
2.3. Pembentukan keramik
Proses pembentukan keramik dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a. Die pressing:
Pada proses ini bahan keramik dihaluskan hingga mebentuk bubuk, lalu dicampur dengan pengikat (binder) organic, kemudian dimasukkan kedalam cetakan dan ditekan hingga mencapai bentuk padat yang cukup kuat. Metode ini umumnya digunakan dalam pembuatan ubin, keramik elektronik, atau produksi dengan cukup sederhana karena metode ini cukup murah.
b. Rubber mold pressing
Metode ini dilakukan untuk menghasilkan bubuk padat yang tidak seragam dan disebutrubber mold pressing, karena dalam pembuatannya menggunakan sarung yang terbuat dari karet. Bubuk dimasukkan kedalam sarung karet, kemudian dibentuk kedalam cetakan hidrostatis.
c. Extrusion Molding.
d. Slip Casting
Metode ini dilakukan untuk memperkeras suspensi dengan air dari cairan lainnya, dituang kedalam plaster berpori, air akan diserap dari daerah kontak kedalam cetakan dan lapisan yang kuat akan terbentuk.
e. Injection molding
Bahan yang bersifat plastis diinjeksikan dan dicampur dengan bubuk pada cetakan. Metode ini banyak digunakan untuk memproduksi benda-benda yang mempunyai bentuk yang kompleks.
2.4. Bahan Dasar Keramik
Bahan dasar keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa netral dan non netral yang terikat secara ionic maupun kovalen. Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristallin dan sedikit electron bebasnya. Susunan senyawa kimianya sangat bervariasi, terdiri dari senyawa yang sederhana hingga campuran dari beberapa fasa kompleks.
Pada dasarnya bahan baku keramik terdiri dari :
a. Bahan Plastis
Bahan ini berupa tanah liat (argiles) dengan kandungan mineral yang bersifat liat dan mineral tambahannyang berasal dari endapan kotoran. Mineral berupa silikat, Mg, Fe, bersifat kapur dan alkali.
b. Bahan Pelebur
Orthose : (Si3Al)O8K, Potasis
Albithe : (Si3Al)8Na, Sodis
Anorthite : (Si3Al)O8Ca, Kalsis
c. Bahan penghilang Lemak
Bahan ini adalah bahan baku yang mudah di haluskan dan koefisien penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang ada karena plastisitas yang eksesif dari tanah liat, terdiri silica (SiO2) atau kwarsa yang berbeda bentuknya.
d. Bahan tahan panas
Bahan ini terdapat bahan yang mengandung Mg dan SIlikat aluminium (Sembiring, Anwar D, 1990)
e. Bahan pencampur
Bahan penguat selalu digunakan kaolin, bahan ini merupakan bahan baku utama dalam pembuatan keramik, berfungsi untuk mengontrol tentang pembahasan dan distorsi selama pembakaran. Kaolin akan membentuk fasa cair pertama dalam system pada sekitar suhu 9000C. kemudian fasa kristalisasi utama dan berkutnya Mullite (Relva,C,Buchanan, 1990).
2.5. Keramik Berpori
berkisar 0,75-1,17 gr/cm3, porositas 58µ½, kekuatan patah 0,5-2 MPa, kekerasan (HV) 0,3-1,8 GPa (Sebayang.P, 2006).
Swedish Ceramic Institute dapat membuat keramik berpori dengan tehnik yang berbeda yang dinamakan tehnik protein suspensi hingga memperoleh porositas antara 50-80% dari volume keramik. Refractron Technologies Corp New York USA adalah badan yang meneliti dan memproduksi keramik berpori, dimana mereka memproduksi keramik berpori dengan karakteristik standar porositas
antara 40-50% sedangkan HP Technical Ceramics memproduksi keramik berpori
dengan standar porositas 35-50%.
Pembuatan keramik berpori dari bahan limbah juga telah dilakukan oleh Sasai, dkk (2003) dengan mencampur limbah pabrik kertas, serbuk gergajian kayu (K2CO3) sebagai activator dan clay sebagai aditif dan dikalsinasi pada suhu 8500
C selama 1 jam pada tekanan 2 atmosfer. (Sasai,dkk. 2003)
2.6. Limbah Padat Pulp
Limbah padat pada umumnya merupakan sisa olahan dari suatu industri, terkadang jumlahnya cukup besar tergantung pada jenis industrinya. Limbah padat pulp pada dasarnya dapat mengganggu aktivitas maupun lingkungan pabrik itu sendiri maupun kawasan sekitarnya.
Pencemaran lingkungan bisa berdampak negatif pada kenyamanan dan kesehatan di sekitarnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang justru itulah pemerintah harus bijaksana dalam menanggulangi dan mengambil keputusan melalui “AMDAL”.
melakukan pengelolaan limbah, serta menggunakan kayu eucalyptus dan akasia yang berasal dari tanaman industry sendiri.
Saat ini pabrik yang beberapa waktu lalu sempat mengalami beberapa kali penutupan karena masalah lingkungan tersebut baru memproduksi bubur kertas sebanyak 90 – 100 ribu ton dari kapasitas maksimalnya yaitu 240 ribu ton per tahun. Sekitar 60 – 70 persen produksinya saat ini ditujukan untuk diekspor dengan negara tujuan Korea, Jepang, Taiwan dan Hongkong. Untuk ekspor pulp ini, mereka harus melakukan tes kualitas ke Cina. Bentuk limbah pada dasarnya cair atau padat, terkadang jumlahnya cukup besar.
Menurut pantauan dilapangan, jumlah limbah padat pulp di PT. TPL Porsea Tobasa ini mencapai 7 ton perhari. Dapat dibayangkan penumpukan limbah ini setiap bulan dan bagaimana pula setiap tahunnya. Untuk tujuan dan menjaga kelestarian ini tentu pihak terkait akan mengupayakan jalan keluarnya.
Timbullah pemikiran bagaimana cara mengolah limbah padat menjadi material baru yang berguna dan bernilai dalam meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Berdasarkan pantauan dan analisis senyawa kimia di lapangan, limbah padat ini sangat dominan mengandung senyawa bahan baku keramik, logam dan polimer. Oleh sebab itu diharapkan limbah padat pulp dapat dijadikan sebagai basis bahan keramik berpori. (lihat lampiran E)
Limbah padat pulp terdiri dari gugusan yang merupakan proses-proses sisa olahan secara bertahap. Gugusan ini terdiri dari : grit, dreg dan bio sludge.
Grit berasal dari proses recousstisizing berupa bahan yang tidak bereaksi antara green liquoer dan kapur tohor, yang kandungan utamanya adalah bata dan pasir yang mengandung hidrokarbon
Bio sludge : Merupakan campuran dari endapan limbah cair, yang diperoleh dari proses primary dan secondary yang kandungan utamanya adalah selulosa dan bakteri yang mati. Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan dan analisa lebih lanjut tentang senyawa-senyawa atau fasa yang dominan dari kandungan limbah padat pulp tersebut, sehingga cocok digunakan untuk membentuk material keramik.
Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan dan analisis lebih lanjut tentang senyawa-senyawa kimianya maupun fasa dominan agar dipadukan dengan bahan campuran yang ideal, sehingga dapat dilakukan pembuatan keramik berpori yang tepat guna.
2.7. Absorbsi
Absorbsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (absorbet) pada permukaan yang dapat menyerap (absorbent) . Absorbsi dapat terjadi diantara zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas.
Absorbsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik kearah dalam (gaya kohesi absorben lebih besar dari gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik tersebut mengakibatkan zat yang digunakan sebagai absorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorbent dengan
absorbet, absorbsi dibagi menjadi dua bagian, yaitu absorbsi fisika dan absorbsi kimia. Absorbsi fisika terjadi bila gaya intermolekuler lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara absorbet dengan
permukaan absorbent, gaya ini disebut gaya Van der Waals. Adsorbsi ini
berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak (multilayer), dan dapat
Absorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul
absorbet dengan adsorbent dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat absorbent ini bervariasi tergantung pada zat yang bereaksi. Absorbsi jenis ini
bersifat irreversible dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal
(monolayer).(Moressi, 1978)
2.8. Porositas
Porositas adalah untuk mengetahui pori-pori (porositas) yang terdapat dalam sampel. Porositas merupakan satuan yang menyatakan keporositasan suatu material yang dihitung dengan mencari persen (%) berdasarkan daya serap bahan terhadap air dengan perbandingan volume air yang diserap terhadap volume total sampel. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Densitas pada material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (V).
Densitas dinyatakan dalam g/cm3 dan dilambangkan dengan ρ (rho)
Dimana : m = massa (g)
: V = Volume (cm3)
: ρ = Densitas (g/cm3)
2.10. Kekerasan
Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaan, namun pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi plastis karena pada bahan yang ulet kekerasan memiliki hubungan yang sejajar dengan kekuatan. Untuk menguji kekerasan suatu material bisa digunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya adalah metode Vickers.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat digital Equotip Hardness Tester, dimana hasilnya dapat dibaca secara langsung dan diperoleh dalam satuan HB (Hardness of Brinnel) yang dapat dikorelasikan nilainya ke satuan Hardness of Vickers dari tabel korelasi nilai kekerasan Brinell, Rockwell dan Vickers .
Hv = 1,854 ………. (2.3)
Dimana : d = panjang rata-rata garis diagonal (mm)
Ρ = beban penekanan grf
2.11. Kuat Tekan
Nilai kuat tekan sampel didapat melalui tata cara pengujian secara manual dengan memberikan beban tekan bertingkat dengan peningkatan beban tertentu atas benda uji.
Kekuatan tekan τ = ………..(2.4)
A = luas penampang (mm)
2.12. Kuat impak (Impact Strength)
Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut. Ketahanan impak biasanya diukur dengan menggunakan metod Izod atau Charpy yang bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini beban diayun dari ketinggian tertentu untuk memukul benda uji, kemudian diukur energi yang diserap oleh perpatahan (Smallmann, 1991).
Pengukuran susut massa dilakukan pada sampel uji yang berbentuk pelet dengan massa awal (sebelum dibakar).
2.14. Susut Volume
Pengukuran susut volume dilakukan pada benda uji yang berbentuk pelet dengan volume awal (sebelum dibakar).
Susut Volume = x100%
2.15. Difraksi Sinar-X
Difraksi merupakan gejala hamburan yang terjadi apabila sinar-X datang pada atom-atom dalam bidang kristal. Pada tahun 1912 fisikawan Jerman Max Van Laue menyatakan bahwa jika kristal terdiri dari barisan-barisan atom-atom yang teratur dan sinar-X adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang yang sama dengan jarak antar atom pada kristal, maka kristal tersebut dapat mendifraksikan sinar-X.
Apabila suatu kristal dihamburkan dengan berkas sinar-X, maka setiap atom dalam kristal yang dilalui oleh sinar-X mengabsorbsi energi dan kemudian memancarkan kembali ke segala arah. Dengan demikian atom-atom itu merupakan sumber energi sekunder atau dapat dikatakan bahwa sinar x dihamburkan oleh atom-atom dalam kristal. Sinar sekunder yang berasal dari berbagai atom saling berinterferensi, ada yang saling menguat dan ada pula yang saling memusnahkan.
Kemudian pada tahun 1913 teori tersebut dikembangkan oleh W. L. Bragg, yang beranggapan bahwa sinar-x yang menembus kristal akan dipantulkan oleh lapisan atom yang berikutnya seperti terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar.2.4 Difraksi Sinar X (Glenn, 2007)
Agar terjadi interferensi maksimum (saling menguat), sinar 1 dan sinar 2 harus se-fase. Ini berarti bahwa beda lintasan kedua harus sama dengan panjang gelombang sinar atau kelipatannya.
Jadi hubungannya memenuhi persamaan : 2d sin θ = n λ. Persamaan
tersebut dikenal dengan Hukum Bragg.
Dimana : λ= Panjang gelombang
n = orde difraksi
θ = sudut hamburan Bragg
d = Jarak antar bidang.
Besar Sudut difraksi θ tergantung pada panjang gelombang λ berkas sinar x dan jarak d antar bidang. (Syukur.M, 1982).
2.16. Gas Analyzer
Untuk mengetahui besar persentase gas buang dari kendaraan bermotor yang terserap oleh sampel dapat ditentukan dengan persamaan matematis sebagai berikut :
Perubahan emisi
Xs = banyaknya gas CO, CO2 dan HC sesudah menggunakan filter
(Tugaswati, T.A, 2000)
2.17. Pencemaran Udara
Secara umum, terdapat 2 sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources) seperti letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia (antropogenic sources), seperti yang berasal dari transportasi , emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources) yaitu : karbon monoksida(CO), Oksida Sulfur (SOx), Oksida nitrogen (NOx), Partikulat, Hidrokarbon (HC), dan Oksida fotokimia, termasuk ozon.
Pencemaran udara yang terjadi di kota-kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan, bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar. Proses pembakaran fosil tersebut sepenuhnya tidaklah sempurna, sehingga gas hasil buangannya mengandung gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Selain itu, efek rumah kaca juga menjadi penyebab utama atas meningkatnya pencemaran udara, sehingga memicu terjadinya “global warming”, yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi akibat adanya pencemaran di berbagai lingkungan, salah satunya pencemaran udara yang disebabkan oleh meningkatnya produksi polusi udara dari hasil pembakaran bahan bakar fosil.
Saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai teknologi yang ditujukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat berbagai aktivitas mesin-mesin kendaraan dan industri. Salah satu penelitian yang dikembangkan adalah
mengenai “Catalytic Converter”. Catalytic Converter adalah merupakan
pengembangan dari jenis katalis padatan yang digunakan untuk membantu proses konversi, reduksi dan oksidasi zat-zat berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dan industri. Pada dasarnya, mesin-mesin sudah di desain untuk dapat melakukan pembakaran dengan sempurna terhadap bahan bakar mesin, sehingga zat-zat hasil pembakaran adalah berupaH2O, CO2 dan NO2
yang ramah lingkungan. Namun keadaan yang terjadi di lapangan, pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor dan industri selalu tidak sempurna, sehingga zat-zat yang dihasilkan berupa gas-gas beracun yang berbahaya bagi lingkungan dan mahkluk hidup, yaitu :gas CO, NOxdan HC. Gas CO, jika terhirup
dan masuk kedalam saluran pernafasan selanjutya akan berikatan dengan
Haemoglobin (Hb), sehingga mengganggu transportasi oksigen. Gas NOx selain berakibat langsung pada tanaman dan meracuni manusia, hasil akhir pencemarannya adalah asam nitrat (HNO3) yang terinsepsi ke dalam lingkungan
dalam bentuk garam-garam nitrat dalam air hujan, sehingga terjadilah hujan asam. Hujan asam dapat menyebabkan tumbuh-tumbuhan rusak, bahkan mati adapun senyawa HC bersifat karsinogenik, yang jika masuk ke dalam tubuh mahluk hidup, dengan oksida dan nitrogen, HC akan bereaksi secara foto-oksidasi dan membentuk Smog. Selanjutnya dengan adanya katalis converter yang berfungsi untuk mengatasi pencemaran zat-zat yang berbahaya tersebut dengan proses
konversi, yaitu mereduksi dan mengoksidasi gas CO dan HC menjadi CO2 dan
H2O, mereduksi gas NOx menjadi N2, O2 dan NO2 dengan bantuan sebuah
pengemban (media/support) dari bahan alam yang ada di Indonesia, seperti batuan alam zeolit yang memiliki ketahanan termal yang tinggi, sehingga tahan pada proses bersuhu tinggi.
Pemda / Pemko untuk melakukan uji Emisi setiap enam bulan di daerahnya masing-masing.
Dalam uji tersebut, besarnya polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar premium, yaitu kendaraan tahun pembuatan dibawah 2007, gas buang yang dihasilkan berupa Hidro Carbon (HC) tidak
melebihi 1200 dan karbondioksida (CO2) sekitar 4,5%. Sementara untuk
kendaraan tahun pembuatan diatas 2007, ketentuannya lebih ketat, yaitu tingkat
HC sebesar 200 dan CO2 1,5%. Untuk kendaraan yang menggunakan bahan
bakar solar, opastias atau ketebalan asap yang dihasilkan mencapai70%. Pada dasarnya menurut pengalaman uji emisi yang dilakukan bahwa tinggi polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor tidak selalu dipengaruhi oleh tahun pembuatan, tetapi lebih kepada perawatan mesin kendaraan.
Dari 300 kendaraan roda empat pribadi maupun umum yang diuji di setiap provinsi, rata-rata ada sebanyak 40 kendaraan tidak lulus uji emisi. Hal ini menandakan cukup tinggi polusi yang dihasilkan kendaraan bermotor. Emisi
kendaraan bermotor juga mengandung dinitro oksida(N2O) dan methane(CH4)
yang merupakan gas rumah kaca yang menghalangi pantulan sinar matahari, sehingga dapat meningkatkan suhu bumi atau dapat menimbulkan pemanasan global.
2.18. Bahaya Karbon monoksida.(CO)
seluruh tubuh. Kalau karbon monoksida terhisap ke dalam paru-paru, dengan sendirinya akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Haemoglobin + O2 O2H6 (Oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO COH6 (Karbonsihemaglobin)
Secara sederhana, pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa tahap seperti 2C + O2 2CO dan 2CO + O2 2CO2.
Reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat dari pada reaksi ke dua. Oleh karena itu karbon monoksida merupakan intermediate pada reaksi pembakaran tersebut dapat merupakan produk akhir, jika jumlah O2 tidak cukup
untuk melangsungkan reaksi kedua.
Gas karbon monoksida memang sangat berbahaya bagi tubuh kita. Massa jenisnya sedikit lebih ringan dari udara. Karbon monoksida bersifat tidak stabil dan membentuk oksigen (O2) untuk mencapai kestabilan gas. Gejala awal yang
dialami penderita yang keracunan gas karbon monoksida adalah: pusing, rileks, mengantuk, bahkan bisa tidak sadar, fungsi sistem kontrol tubuh menurun, serta fungsi jantung dan paru-paru menurun. Pencegahan karbon monoksida dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
- melakukan pemeriksaan rutin terhadap sistem pembuangan kendaraan
bermotor setiap tahunnya.
- Jangan menghidupkan mesin kendaraan dalam garasi yang tertutup, karena gas karbon monoksida dapat memenuhi ruangan.
- Jika ingin beristirahat dalam mobil, jangan menutup seluruh kaca mobil ketika menghidupkan AC.
- Jangan lupa menggunakan masker pada saat mengendarai sepeda motor.
2.19. Fluks Emisi Gas Buang
Jumlah fluks emisi gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium /solar menjadi salah satu factor penting yang harus diperhitungkan pada saat ini. Hal ini berhubungan dengan angka pertambahan atau pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya. Untuk itu perlu di cari solusinya dengan mengupayakan suatu system yang berkaitan dengan tingkat kemampuan
dalam menggunakan suatu bentuk material yang disebut dengan “keramik
berpori” yang dirancang sebagai filter yang berfungsi sebagai penyerap emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Jumlah fluks ini dapat diukur
dengan menggunakan alat “Emissi Analyzer Gas” dan pengkurannya dilakukan
berdasarkan pertambahan konsentrasi gas buang terhadap waktu saat mesin kendaraan diaktifkan. Hasil pengamatan ini dapat jelas terlihat bahwa jumlah emisi gas buang akan berkurang selama filter masih ditempatkan pada posisinya. Dengan pertambahan waktu pemakaiannya, maka filter sebagai pengabsorb, hingga batas waktu tertentu harus diganti. Pengukuran fluksi ini dapat dilakukan terhadap interval jangkauan lintasan (kilometer). Tingkat kelayakan pemakaian filter dan emisinya akan disesuaikan dengan ketentuan “Baku Mutu” berdasarkan peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1994, tentang pengendalian Lingkungan Hidup (Departemen Lingkungan Hidup).
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di :
1. Laboratorium MIPA USU Medan.
2. Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Kawasan Puspitek Serpong Tangerang.
3. Laboratorium Penelitian PTKI Medan.
4. Bengkel PT. Astra Motor (Auto 2000) Jl. Gatot Subroto Medan.
5. Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan – Jl. Medan – Tj. Morawa
Km. 9,3 Medan.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai awal September 2008 sampai dengan Desember
2009.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
1. Neraca Ohauss.
2. Ayakan 100 mesh.
3. Furnace.
4. Cetakan.
6. Universal Tokyo Testing Machine.
7. Equatif Hardness Tester.
8. Gas Analyzer
9. Jangka sorong.
10. Mixer.
11. Gelas Ukur.
12. Tungku Pembakaran.
13. Iber Test.
14. AAS Type AA-680.
15. XRD.
16. 1 (satu) unit Toypta Kijang Tahun Pembuatan 1997
17. 1 (satu) unit Toyota Kijang tahun pembuatan 2003.
3.2.2 Bahan
1. Limbah padat pulp dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea - Tobasa
yang terdiri dari grit, dreg dan biosludge.
2. Kaolin dari desa Desa Bandar Pulau Pekan Dusun III Batunanggor
Kab. Asahan – Prov. Sumatera Utara.
3.2.2 Bahan
1. Limbah padat pulp dari PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea - Tobasa
yang terdiri dari grit, dreg dan biosludge.
2. Kaolin dari desa Desa Bandar Pulau Pekan Dusun III Batunanggor
Kab. Asahan – Prov. Sumatera Utara.
Diagram alir penelitian
Uji Maksimal absorbs terhadap jarak lintasan
Hasil (% Absorbsi CO, HC, CO2,
Tanpa Filter Berfilter
Uji Fisis
Pendinginan (1hari) Pengeringan
3.4 Variabel dan Parameter Penelitian a. Variabel Penelitian
Variabel terikat pada penelitian ini adalah presentase gas buang yang
terabsorbsi dan variabel bebas adalah kaolin (sebagai aditif).
b. Parameter Penelitian
Parameter adalah ukuran data yang akan diperoleh dari hasil penelitian. Dan
yang menjadi parameter dalam penelitian ini adalah :
1. Susut massa.
2. Susut bakar.
3. Porositas
4. Densitas
5. Kekerasan
6. Kuat Tekan
7. Kuat Impak.
8. Emisi gas buang
9. Uji Maksimal jangkauan lintasan
3.5 Alat Pengumpul Data Penelitian
Alat pengumpul data adalah instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data, yaitu : Atomic Absorbtion Spectrometer Type A- 680 untuk
menganalisa komposisi kimia bahan dasar sampel, Jangka sorong untuk mengukur
diameter dan tebal sampel, Neraca Ohauss untuk mengukur massa sampel, Gas
Analyzer untuk mengukur persentasi gas radikal CO, CO2, HC yang dapat ter
Tokyo Testing Machine untuk mengukur kekuatan tekan sampel. Iber Test untuk
mengukur kuat impak sampel.
3.6 Pengolahan Bahan a. Pembutiran
Pembutiran dilakukan di Laboratorium Penelitian PTKI Medan dan Balai
Riset dan Standarisasi Industri Medan Jl. Medan- Tj.Morawa, dengan
menggunakan alat penggiling, dan diayak dengan ukuran butiran 100 mesh untuk
keempat bahan dasar (grit, dreg, biosludge dan kaolin).
b. Pencampuran (mixed)
Bahan dasar yang sudah berbentuk serbuk ditimbang, dalam hal ini dengan
komposisi grit, dreg, biosludge dan kaolin seperti pada Tabel 3.1, kemudian
dicampur secara merata (homogen).
c. Pembentukan sampel
Bahan yang telah ditimbang dicampur (bahan dasar + aditif) lalu
ditambahkan air. Untuk perlakuan pertama, ditambahkan air 300 ml dan setiap
penambahan adtif 10%, air ditambahkan air kembali 20 ml. Kemudian diaduk
dengan mikser selama 1 jam, lalu dimasukkan ke dalam cetakan stainless
berbentuk silinder. Cetakan ini terdiri dari dua silinder. Silinder pertama
berdiameter lebih besar dengan diameter dalam 3,84 cm dan silinder kedua
berdiameter lebih kecil dengan diameter luar 1,61 cm dan tinggi keduanya
masing-masing 30 cm. Silinder kecil diletakkan di sebelah dalam dari silinder
yang lebih besar. Bahan campuran keramik yang berbentuk serbuk basah dituang
ke dalam cetakan (ruang antara silinder besar dan silinder kecil), kemudian dipres
sampai tekanan 5 ton dengan menggunakan alat Universal Tokyo Testing Mashine
Untuk pengukuran kekuatan tekan, dibuat sampel berbentuk balok (pelet)
yang panjangnya 3,30 cm, lebar 2,30 cm, dan tinggi 1,50 cm. Untuk pengukuran
kekerasan dibuat sampel berbentuk koin dengan diameter 4,90 cm dan tinggi 3,20
cm.
Cetakan sampel dapat dibuka setelah 12 jam untuk silinder dan 1 jam untuk
balok dan koin. Selanjutnya dibiarkan diruang terbuka selama 4 hari agar siap
untuk dibakar. Sebelum dibakar terlebih dahulu ditimbang dan diukur volumenya.
d. Pembakaran
Pembakaran dengan menggunakan oven dari suhu kamar hingga suhu 1100º
C kemudian ditahan selama 2 jam, kemudian oven dimatikan (off).
e. Pendinginan
Pendinginan dilakukan secara perlahan-lahan, dengan membiarkan sampel
tetap didalam oven yang telah dalam kondisi off sampai selama 12 jam, kemudian
dikeluarkan untuk dilakukan pengukuran-pengukuran.
3.7 Pengukuran Volum dan Massa Sampel
Pengukuran volum sampel dilakukan dengan menggunakan jangka sorong,
yaitu dengan mengukur diameter dan tebal sampel. Hasil pengukuran volum
sampel ditunjukkan pada Tabel 4.2. Pengukuran massa sampel dilakukan dengan
sampel sebelum dan sesudah dibakar, hingga diperoleh persentasi penyusutannya,
yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
3.8 Pengukuran Porositas dan Densitas
Pengukuran densitas dilakukan dengan membandingkan massa dan volume
sampel setelah dibakar. Pengukuran porositas dilakukan dengan merendam
sampel di dalam air selama satu hari (24 jam), kemudian massa sampel yang telah
direndam tersebut ditimbang, lalu dihitung besarnya porositas dengan
menggunakan persamaan (2.1) dan densitas dengan menggunakan persamaan
(2.2).
3.9 Pengujian Kekerasan, Kuat Tekan dan Kuat Impak
Pengujian kekerasan dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri
Medan, yaitu dengan menggunakan Equatip Hardness Tester. Hasil pengujian
langsung tertera di monitor alat dalam satuan BH (Brinell Hardness), yang
kemudian dikonversikan ke VH (Vickers Hardness).
3.10 Analisa Kualitatif XRD
Analisa mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan X- Ray Difraction
(XRD) yang ada di LIPI - Tangerang, dengan spesifikasi alat :
Nama alat : X-Ray Difractometer – Philips
Type : PW1835 NC9430
Tegangan Kerja : V = 40 KV
Arus : I = 30 mA
3.11 Pengujian Emisi Gas Buang
Uji emisi gas buang dilakukan di PT.Astra International TSO Auto 2000 Jl.
Gatot Subroto Medan dengan menggunakan Gas Analyzer, yang bekerja secara
komputerisasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel yang berbentuk
silinder dengan cara menempatkan sampel di dalam knalpot kendaraan dengan
bantuan baut, kemudian dimasukkan sensor pendeteksi gas buang kedalam
sampel. Pengujian untuk tiap sampel dilakukan selama 15 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Susut Massa
Data dari hasil pengukuran terhadap massa sampel sebelum dan sesudah
dibakar (Lampiran B) diolah dengan menggunakan persamaan (2.1) maka
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.1.
No
Kaolin (%)
Msbl (gr)
Msdh (gr)
Susut massa (%)
1 0 314,45 213,50 32,10
2 10 305,67 215,24 29,58
3 20 294,42 217,50 26,13
4 30 288,55 220,27 23,66
5 40 282,63 225,76 20,12
6 50 277,59 228,25 17,77
Susut massa berkisar antara 17,77 – 32,10%. Grafik hubungan penambahan
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar aditif kaolin yang diberikan
maka akan semakin kecil persentase susut massanya. Susut massa relaatif turun
secara linear seiring bertambahnya persentase kaolin. Hal ini dimungkinkan
karena berkurangnya persentase grit, dreg dan biosludge yang di dalamnya
terdapat bahan yang dapat terbakar (combustible material) dan dapat menjadi uap
bila dipanaskan pada suhu 1100oC.
4.2 Susut Volum (Susut Bakar)
Dari data hasil pengukuran terhadap volume sampel sebelum dan sesudah
dibakar (Lampiran A dan Lampiran B) diolah dengan menggunakan persamaan
(2.2) maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2.
1 2 2 3 3
0 1 2 3 4 5
Kaolin (%)
Susut M
assa (%)
Vdalam
Besarnya susut bakar yang diperoleh berkisar antara 1,97 – 4,07%. Grafik
hubungan penambahan kaolin terhadap susut bakar ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Susut Bakar
Dari gambar 4.2. ditunjukkan bahwa susut bakar relatif menurun secara
eksponensial sampai penambahan kaolin 50%. Penyusutan ini erat hubungannya
dengan perubahan ukuran pori-pori dan bertambah rapatnya butiran-butiran akibat
besarnya ikatan, sehingga mempersempit luasan permukaan yang sekaligus
memperkecil volume sampel secara keseluruhan.
4.3 Densitas dan Porositas
Dari data hasil pengukuran terhadap volume sampel sebelum dan sesudah
dibakar (Lampiran A dan Lampiran B) diolah untuk menentukan densitas dan
porositas. Persamaan (2.3) digunakan untuk menentukan persentase porositas dan
persamaan (2.4) digunakan untuk menentukan besar densitas. Setelah diadakan
pengukuran, maka diperoleh hasil dari kedua pengukuran seperti pada Tabel 4.3.
No
Besar densitas sampel yang diukur berkisar antara 1,14 – 1,20% dan besar
porositas berkisar antara 27,96 –54,27%. Grafik hubungan antara densitas dan
penambahan persentase kaolin ditujukkan pada Gambar 4.3.
Dari gambar 4.3. terlihat bahwa densitas relatif meningkat pada campuran
kaolin hingga 20% dan pada penambahan 20 – 30% kelihatan terjadi transisi
perubahan dalam susunan butir maupun orientasi pori-pori. Dalam grafik,
kurvanya seakan-akan tidak menunjukkan adanya peningkatan, walaupun
sebenarnya pada campuran 30% tersebut sudah benar-benar ada perubahan.
Sedangkan pada penambahan campuran kaolin 40 – 50% kelihatan begitu jelas
peningkatan densitasnya. Hal ini dapat diterima, mengingat kerapatan kaolin yang
lebih besar daripada kerapatan limbah padat pulp.
Grafik hubungan antara porositas dan penambahan persentase kaolin
ditujukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.3 Grafik Densitas ‐Persentase Kaolin
Dari gambar 4..4. terlihat bahwa porositas relative menurun secara
eksponensial seiring dengan penambahan kaolin dari 40 – 50%. Dari kedua grafik
yaitu densitas dan porositas ditunjukkan bahwa keduanya sangat berhubungan.
Hubungan keduanya adalah berbanding terbalik. Jika densitas
meningkat,porositasnya akan menurun. Besarnya densitas berbanding lurus
dengan pertambahan kaolin. Sebaliknya pertambahan kaolin justru memperkecil
porositasnya.
4.4 Kuat Tekan dan Kuat Impak
Setelah melakukan pengujian terhadap kekuatan tekan maka diperoleh hasil
pengujian seperti pada Tabel 4.4 berikut.
20 30 40 50 60
0 10 20 30 40 50
Kaolin (%)
Porositas (%)
No
Dari hasil pengujian diperoleh pengukuran kuat tekan 0,98 – 69,58 MPa,
dan kuat impak sampel berkisar antara 1,49 x 10-2 – 4,05 x 10-2 MPa. Grafik
hubungan antara kuat tekan dan kuat impak dengan persentase penambahan kaolin
ditujukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
Dari Gambar 4.5 ditunjukkan bahwa kuat tekan cenderung naikdengan
penambahan kaolin sebesar 10, 20, 30%, dan pada penambahan 30 sampai 40%
terlihat kuat tekannya mengalami kenaikan kenaikan yang tidak begitu mencolok,
namun selanjutnya pada penambahan 40 hingga 50%, peningkatannya begitu
mencolok . Secara fisis pada dasarnya kekuatan itu sudah mulai kelihatan pada
campuran diatas 20% karena ikatan partikel mulai terbentuk bersama orientasi
pori yang beraturan. Akan tetapi, peningkatan pada penambahan diatas 30%, 40%
dan 50% terjadi pertambahan densitas dan pengurangan % porositas, sehingga
pada campuran kaolin yang lebih besar akan menghasilkan kekuatan tekan yang
lebih besar lagi.
Dari gambar 4.5 ditunjukkan bahwa kuat tekan cenderung naik dengan
penambahan kaolin 10%, 20%, 30% den penambahan 30% ke 40%, terlihat kuat
tekannya mengalami kenaikan yang tida mencolok, namun selanjutnya pada
penambahan dari 40% ke 50% terlihat kenaikan yang signifikan. Secara fisis pada
dasarnya kekuatan itu mulai terlihat pada campuran di atas 20%, karena ikatan
partikel-partikel mulai terbentuk bersama orientasi pori yang beraturan. Akan
tetapi pada peningkatan persentase kaolin diatas 30%, 40% hingga 50%, terjadi
penambahan densitas pengurangan % porositas, sehingga pada campurankaolin
Dari gambar 4.6. ditunjukkan bahwa kuat impak relatif menyamai kuat
tekan, hanya berbeda dalam hal perlakuan yang di alami sampel uji. Kuat tekan
dilakukan dengan perlahan-lahan, sedangkan uji impak dilakukan secara tiba-tiba.
Mulai campuran kaolin 30% - 50%, kuat impak terlihat naik begitu mencolok. Hal
ini disebabkan oleh kenaikan densitas yang sebanding dengan penyerapan energi,
bilamana benda uji mengalami pukulan secara mendadak. Semakin besar densitas
bahan, maka semakin besar pula kekuatan impak tersebut.
4.5 Kekerasan
Dari hasil pengujian kekerasan yang telah dilakukan dengan menggunakan
Equotip Harness Tester diperoleh data hasil pengujian sebagaimana tertera pada
Tabel 4.5 berikut ini.
No
Dari Tabel 4.5 ditunjukkan bahwa kekerasan sampel berkisar dari 87 – 127 MPa.
Grafik hubungan antara kekerasan dengan penambahan persentase kaolin
ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Dari data pada tabel 4.5 dan gambar 4.7, ditunjukkan bahwa pada 100%
limbah, nilai kekerasan tidak dapat dilakukan, karena tidak terbentuk ikatan antar
partikel yang kuat. Akan tetapi pada penambahan10% - 30% secara bertahap
mulai terlihat kenaikan nilai kekerasannya meskipun tidak begitu mencolok.
Namun diatas 30% sampai 50% pertambahan nilai kekerasannya begitu menonjol
terlihat, hal ini analog dengan pertambahan kekuatan tekan dan kekuatan impak,
akibat bertambah kecilnya porositas dan bertambah besarnya densitas dari sampel
uji.
4.6 Uji Emisi Gas Buang
Pertama dilakukan uji emisi tanpa filter sampel untuk mengetahui keadaan
awal dari gas buang (Lampiran F).
Kemudian selanjutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan filter
sampel dari tiap-tiap persentase kaolin yang pengujiannya berlangsung sekitar 15
menit (Lampiran F). Hasil pengujian ini tertera pada Tabel 4.7.
Dengan Filter
Emisi (%) No
Kaolin (%)
CO CO2 HC CO CO2 HC
1 0 3,696 5,08 565 47,41 43,11 48,87
2 10 3,594 5,16 568 48,86 42,22 48,60
3 20 3,543 5,02 554 49,59 43,78 47,91
4 30 0,201 0,36 134 97,14 95,97 87,87
5 40 3,766 5,39 589 46,41 39,64 46,70
6 50 4,483 6,64 702 36,21 25,64 36,47
Dari Tabel 4.7 diperoleh emisi CO terentang antara 36,21 – 97,14%, emisi CO2 di
antara 25,64 – 95,97%, emisi HC antara 36,47 – 87,87%. Tanpa Filter
CO CO2 HC O2
7,028 8,93 1101 1,39 Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Tanpa Filter
Grafik hubungan antara emisi CO, CO2, HC dengan persentase penambahan
kaolin ditujukkan pada Gambar 4.8.
Bentuk grafik ketiga emisi gas buang relatif memiliki bentuk yang sama
(Gambar 4.8). Emisi CO relatif konstan sampai penambahan persentase kaolin
20%, lalu relatif meningkat sangat tajam pada penambahan persentase kaolin
sampai 30%, lalu turun kembali dengan curam sampai pertambahan persentase
kaolin 40%, dan kemudian turun kembali relatif linear sampai pertambahan
persentase kaolin 50%. Emisi gas CO2 dan gas HC relatif sama dengan gas CO
pada petambahan persentase kaolin yang sama juga. Namun dari grafik terlihat
bahwa ketiga gas memiliki penunjukkan yang sama untuk emisi terbesar yaitu
pada penambahan persentase kaolin 30 %. Hal ini dapat terjadi karena pada
komposisi 30% kaolin, ikatan antar butir telah terbentuk dan orientasi keporiannya
juga telah tersusun dengan baik. Sedangkan pada campuran 40 sampai 50%
kaolin, densitasnya mengalam peningkatan, sehingga porositasnya menurun.
Dengan demikian emisi gas buang juga akan mengalami penurunan seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.8 diatas. Berbeda dengan ketiga gas lainnya, jumlah
gas O2 ternyata bertambah. Hal tertera pada Tabel 4.8 (Lampiran F).
ABSORBSI CO, CO2, HC - KAOLIN
No
Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa pertambahan persentase O2 berkisar
antara 400,72 – 1264,03%. Hubungan persentase pertambahan O2 dengan
persentase kaolin ditunjukkan pada Gambar 4.9.