• Tidak ada hasil yang ditemukan

Derita Tahanan Politik Partai Komunis Indonesia Kamp Konsentrasi B di Tanjung Kasau 1965 - 1978

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Derita Tahanan Politik Partai Komunis Indonesia Kamp Konsentrasi B di Tanjung Kasau 1965 - 1978"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DERITA TAHANAN POLITIK PARTAI KOMUNIS INDONESIA KAMP KONSENTRASI B DI TANJUNG KASAU 1965 – 1978

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA : WENNY ATS

NIM : 080706019

Pembimbing,

Drs. Samsul Tarigan NIP. 195811041986011002

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

DERITA TAHANAN POLITIK PARTAI KOMUNIS KAMP KONSENTRASI B DI TANJUNG KASAU 1965 – 1978

Yang Diajukan Oleh:

Nama : Wenny ATS NIM : 080706019

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing,

Drs. Samsul Tarigan

NIP. 195811041986011002 Tanggal,

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum

NIP. 196409221989031001 Tanggal,

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

DERITA TAHANAN POLITIK PARTAI KOMUNIS INDONESIA KAMP KONSENTRASI B DI TANJUNG KASAU 1965 – 1978

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA : WENNY ATS

NIM : 080706019

Pembimbing,

Drs. Samsul Tarigan, NIP. 195811041986011002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001

(5)

Lembar pengesahan skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN:

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP.195110131976031001

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

3. ( )

4. ( )

(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya yang telah Ia berikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulisan

skripsi ini sendiri bertujuan untuk melengkapi persayaratan di dalam mencapai gelar

sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di bidang Ilmu Sejarah.

Adalah suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi penulis ketika

mampu menyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul:

Derita:Tahanan Politik Partai Komunis Indonesia Kamp Konsentrasi B Di Tanjung

Kasau Tahun 1965 – 1978. Penulis banyak mendapatkan rintangan dalam penulisan

skripsi ini, namun dengan dukungan berbagai pihak terkhusus staf pengajar

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara beserta

rekan-rekan, penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu diharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan

skripsi yang memiliki pembahasan yang sama kedepannya.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(7)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sadar bahwa sanya pengerjaan skripsi ini bukan semata-mata atas

kerja penulis sendiri. Akan tetapi, banyak pihak yang telah membantu penulis, baik

bantuan dlam bentuk materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka yaitu:

1. Kepada orang tua saya tercinta dan tersayang, R. Sinuraya dan T. Br.

Nainggolan, yang telah memberikan semangat, perhatian dan kasih sayang

kepada penulis mulai dari proses perkuliahan sampai selesainya penulisan

skripsi ini. Semoga Tuhan selalu menyertai dan memberikan umur yang

panjang kepada kedua orang tua saya. Terima kasih atas dukungan moril dan

materil serta doa-doanya.

2. Kepada saudara-saudara saya yaitu Rinal Sinuraya dan Rizal Sinuraya, yang

selalu memberi semangat dan doa buat saya.

3. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Syahron

Lubis, M. A.

4. Bapak PD I Dr. M. Husnan Lubis, M.A., PD II Drs. Samsul Tarigan, PD III

Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

5. Ketua Departemen Sejarah, Drs. Edi Sumarno, M. Hum, dan Sekretaris

Departemen Sejarah, Drs. Nurhabsyah, M. Si., yang telah memberikan

dukungan kepada penulis.

6. Dosen pembimbing penulis Bapak Drs. Samsul Tarigan, yang selalu

memberikan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

7. Dosen wali penulis, Drs. Edi Sumarno, M. Hum., yang selalu memotivasi

penulis dan menyemangati penulis.

8. Dosen Departemen Sejarah dan pegawai yang telah memberikn amal ilmunya

(8)

iii

9. Abang Ampera yang juga telah memberikan masukan serta motivasi selama

penulis menjalankan perkuliahan di Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Suamtera Utara.

10.Sahabat saya Marli yang menemani setiap waktu kala susah dan senang.

11.Sahabat terbaik saya Hotman Siagian yang selalu membantu saya dalam

mengerjakan skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat saya stambuk 2008, Ryhana Hutagaol, Yuni Sembiring,

Nurhayani, Evi Christina, Erni Friska Nababan, Puspita Sari Saragih, Kuasa

Agustino Saragih, Ahmad Husein dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah menemani dan meberikan motivasi kepada penulis dan

setia menemani penulis dalam penyelesaian skripsi.

13.Seluruh responden dan pihak yang telah memberikan data untuk penulisan

skripsi ini yang namanya tidak bisa penulis tuliskan secara satu persatu terima

kasih banyak.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut

membantu penulis dalam merampungkan skripsi ini. Semoga segala amal baik

mereka mendapatkan balasan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih.

Medan, Juli 2013

Penulis

(9)

iv

ABSTRAK

Tanjung Kasau merupakan suatu desa yang sangat sederhana. Walau sederhana, di desa ini menyimpan banyak kisah tragis yang di derita para tapol pada masa peristiwa G 30 S/PKI 1965 yang merupakan sejarah kelam bagi perjalanan Sejarah Indonesia. Peristiwa ini berawal dari pembunuhan ke enam Jendral yaitu Letnan Jendral Anumerta S. Parman, Letnan Jendral Anumerta Suprapto, Jendral Anumerta Achmad Yani, Letnan Jendral Anumerta M.T. Haryono, Mayor Jendral Anumerta Donald Isac Panjaitan, Mayor Jendral Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, dan satu Perwira yaitu Kapten Peiere Tendean yang terjadi di Lubang Buaya. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan masyarakat Indonesia dan menuntut pembubaran PKI dan Ormas-ormasnya. Pembubaran PKI dan Ormas-Ormasnya dilakukan melalui penangkapan yang dilakukan oleh komando aksi dan TNI AD, diperiksa oleh juru periksa, kemudian diklasifikasikan dan ditahan sesuai golongannya masing-masing. Dalam proses penangkapan hingga penahanan para tapol mengalami penderitaan dan penyiksaan yang tidak berkesudahan. Keturunan dan keluarga pun tidak terlepas dari penderitaan.

Begitu juga dengan tapol PKI golongan B yang ada di Tanjung Kasau, penderitaan dan penyiksaan tidak berhenti sampai pada roses penangkapan dan pemeriksaan saja, melainkan pada masa penahanan mereka juga mengalami penderitaan baik dari segi kebebasan, rutinitas yang menyiksa bahkan menjadi pekerja paksa di “taman perbudakan”. Pada tahun 1977 tapol PKI golongan B tanjung Kasau mulai dibebaskan. Pembebasan juga tidak menjadi akhir dari penderitaan para tapol karena tidak sedikit tapol yang pulang tanpa alamat, kehilangan istri dan anak, kehilangan harta (tanah),dan lain-lain.

(10)

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 9

1.4 Tinjauan Pustaka ... 10

1.5 Metode Penelitian ... 11

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis Wilayah Penelitian ... 14

2.2 Komposisi Penduduk ... 16

2.3 Sejarah Tanjung Kasau Sebelum 1965 2.3.1 Latar Belakang Sejarah Tanjung Kasau ... 18

2.3.2 Kedatangan Belanda ... 21

2.3.3 Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau ... 24

2.4 Pembukaan Areal Perkebunan ... 28

(11)

vi

BAB III KEBERADAAN TPU TANJUNG KASAU SEBAGAI

TAPOL PKI

3.1 Pemberontakan PKI 1965... 36

3.2 Pemberontakan PKI di Sumatera Utara ... 39

3.3 Penumpasan Gerakan 30 September 1965 ... 40

3.4 Penangkapan Dan Penahanan Anggota PKI Dan Kader Onderbouwnya... 43

BAB IV TANJUNG KASAU SEBAGAI TEMPAT TAHANAN POLITIK (TAPOL) GOLONGAN B 4.1 Pengklasifikasian Para Tahanan Politik ... 52

4.2 Perlakuan Terhadap Para Tapol Kamp Konsentrasi B Di Tanjung Kasau ... 56

4.3 Derita Para Tapol ... 60

4.4 Pandangan Masyarakat Terhadap Para Tapol Di Kamp KonsentrasiB Tanjung Kasau ... 67

4.5 Pembebasan Para Tahan Politik ... 69

4.6 Peruntuhan Kamp Konsentrasi B Di Tanjung Kasau ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

DAFTAR INFORMAN ... 78

(12)

iv

ABSTRAK

Tanjung Kasau merupakan suatu desa yang sangat sederhana. Walau sederhana, di desa ini menyimpan banyak kisah tragis yang di derita para tapol pada masa peristiwa G 30 S/PKI 1965 yang merupakan sejarah kelam bagi perjalanan Sejarah Indonesia. Peristiwa ini berawal dari pembunuhan ke enam Jendral yaitu Letnan Jendral Anumerta S. Parman, Letnan Jendral Anumerta Suprapto, Jendral Anumerta Achmad Yani, Letnan Jendral Anumerta M.T. Haryono, Mayor Jendral Anumerta Donald Isac Panjaitan, Mayor Jendral Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, dan satu Perwira yaitu Kapten Peiere Tendean yang terjadi di Lubang Buaya. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan masyarakat Indonesia dan menuntut pembubaran PKI dan Ormas-ormasnya. Pembubaran PKI dan Ormas-Ormasnya dilakukan melalui penangkapan yang dilakukan oleh komando aksi dan TNI AD, diperiksa oleh juru periksa, kemudian diklasifikasikan dan ditahan sesuai golongannya masing-masing. Dalam proses penangkapan hingga penahanan para tapol mengalami penderitaan dan penyiksaan yang tidak berkesudahan. Keturunan dan keluarga pun tidak terlepas dari penderitaan.

Begitu juga dengan tapol PKI golongan B yang ada di Tanjung Kasau, penderitaan dan penyiksaan tidak berhenti sampai pada roses penangkapan dan pemeriksaan saja, melainkan pada masa penahanan mereka juga mengalami penderitaan baik dari segi kebebasan, rutinitas yang menyiksa bahkan menjadi pekerja paksa di “taman perbudakan”. Pada tahun 1977 tapol PKI golongan B tanjung Kasau mulai dibebaskan. Pembebasan juga tidak menjadi akhir dari penderitaan para tapol karena tidak sedikit tapol yang pulang tanpa alamat, kehilangan istri dan anak, kehilangan harta (tanah),dan lain-lain.

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penulisan tentang Peristiwa Gerakan 30 September 1965 beserta aspek lain

yang menyertainya sampai kini masih merupakan ruang akademis yang sangat

menarik. Dalam konflik penafsiran dan kontroversi narasi atas Peristiwa Gerakan 30

September 1965 dan peranan PKI antara kebenaran dan manipulasi sejarahsehingga

membingungkan masyarakat, terutama generasi baru yang waktunya jauh sesudah

peristiwa terjadi. Di tingkat internasional, memberikan versi bahwa Peristiwa 30

September 1965 adalah masalah internal Angkatan Darat Indonesia yang kemudian

diprovokasikan oleh dinas intelijen Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.1

Presiden Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia berkali-kali

melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai

melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang terpancing oleh insinuasi Barat,

lalu melakukan tindakan-tindakan, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan

PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi

keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan

seorang perwira pertama AD pada tengah malam 30 September menuju dinihari 1

Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang

terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan

1

(14)

2

politik pada tahun-tahun terakhir, hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira

penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman, melebihi

peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian pembunuhan para

jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan

yang hiperbolis dalam penyajian telah memberikan efek mengerikan melampaui

batas. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya dalam

penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.

Setelah berakhirnya masa kekuasaan Soeharto, muncul kesempatan untuk

menelaah bagian-bagian sejarah –khususnya mengenai Peristiwa 30 September 1965

dan PKI yang dianggap kontroversial atau mengandung ketidakbenaran. Kesempatan

itu memang kemudian digunakan dengan baik, bukan saja oleh para sejarawan dalam

batas kompetensi kesejarahan, tetapi juga oleh mereka yang pernah terlibat dengan

peristiwa atau terlibat keanggotaan PKI. Bila sebelum ini penulisan versi penguasa

sebelum reformasi banyak dikecam karena di sana sini mengandung unsur manipulasi

sejarah, ternyata pada sisi sebaliknya di sebagian kalangan muncul pula

kecenderungan manipulatif yang sama yang bertujuan untuk memberi posisi baru

dalam sejarah bagi PKI, yakni sebagai korban politik semata.

Sisi lain yang selama ini belum banyak diungkap adalah kekerasan terhadap

sesama anak bangsa dari adanya kebijakan negara pada waktu itu untuk melakukan

penumpasan terhadap para anggota dan pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI)

yang dianggap telah melakukan tindakan perlawanan terhadap negara. Dalam

peristiwa ini begitu banyak anak bangsa yang menjadi korban diantaranya

(15)

3

secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik secara

sewenang-wenang, pemerkosaan,penganiayaan (persekusi) dan penghilangan orang

secara paksa.2

Selama ini secara umum orang mengetahui bahwa penindasan dan

pembunuhan terhadap PKI dan antek-anteknya adalah hal yang biasa sebagai akibat

perang. Konsep perang apabila bertemu dengan musuh adalah dibunuhatau

membunuh. Tetapi ternyata pemahaman seperti di atas tidak semuanya benar. Pada

kenyataannya banyak orang-orang PKI terbunuh bukan akibat perang tetapi mereka Peristiwa tragedi nasional G 30S/PKI tahun 1965 di Indonesia

mengakibatkan munculnya permasalahan politik. Disamping tragedi saling

membunuh di antara anak bangsa, juga timbul masalah baru bagi anggota PKI dan

simpatisannya. Anggota PKI, onderbouw dan simpatisan telah menjadi korban. Sejak

ini pula muncul suatu fase baru dalam sejarah Indonesia yaitu fase kelam dan sangat

menyedihkan. Orang-orang yang dituduh terlibat dalam peristiwa-peristiwa tersebut

menjadi korban. Fase baru yang sangat menyedihkan, mereka banyak yang dibunuh

disiksa, diperkosa, diusir dari tanahnya bahkan dihilangkan, padahal kepastian akan

keterlibatan mereka seluruhnya sebagai anggota pendalang gerakan itu belum jelas

dan pasti. Hal lain yang paling memilukan adalah setelah diketahui bagaimana proses

penindasan dan pembunuhan kepada mereka merupakan sejarah kelam bagi

perjalanan sejarah Indonesia.

2

(16)

4

banyak yang diculik, ditangkap baik dari rumah maupun dari jalanan dan di bawa ke

tempat-tempat tertentu yang disebut dengan kamp atau tahanan politik.

Selanjutnya atas dasar keterlibatannya di dalam partai PKI dan

onderbouwnya tanpa mengetahui sikap dan tingkahlaku serta pandangan hidupnya

dalam bermasyarakat dan bernegara mereka telah dianggap bersalah sebagai

pengkhianat negara. Padahal sebagai rakyat mereka tidak tahu bahwa PKI adalah

partai terlarang. Bukankah pada saat itu PKI merupakan salah satu partai yang diakui

keberadaannya oleh negara. Banyak pertanyaan di benak kita dan sampai saat ini

belum terjawab tuntas. Keadaan itu pulalah yang menjadikannya semakin menarik

sebagai suatu kajian. Terlepas dari benar/salah, peristiwa ini telah banyak membawa

korban dan dialami oleh Indonesia. Penulis bukan membuka luka lama tetapi ingin

mencari titik-titik persoalan yang terdapat di Tanjung Kasau. Harapannya adalah agar

peristiwa semacam itu tidak terulang lagi.

Banyak kamp tawanan di Indonesia. Setiap tawanan mempunyai versi cerita

penyiksaan yang berbeda. Begitu pula di Sumatera Utara. Di Sumatera Utara Tempat

Penitipan Umum (TPU) ada tiga kamp, namun sayang tidak terekspos. Padahal

keberadaan TPU atau kamp-kamp itu merupakan saksi sejarah bagi generasi yang

akan datang. Hal inilah yang menyebabkan masalah ini menarik untuk

dikaji.Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Ngadineming sebagai mantan

tahanan politik (tapol)mengatakan ada tiga TPU dalam kategori besar antara lain TPU

golongan A yang terdapat di Sukamulia (menjadi supermarket sekarang), golongan B

terdapat di Tanjung Kasau (menjadi perkebunan kelapa sawit sekarang), dan

(17)

5

inilah yang menjadi rujukan tapol-tapol sementara di berbagai daerah di Sumatera

Utara.3

1. Barisan Tani Indonesia (BTI)

Dalam perspektif inilah saya mencoba hadir untuk memberikan alternatif

bahasan tentang keberadaan TPU dan tindakan kekerasan terhadap warga negara

yang dituduh sebagai anggota maupun simpatisan PKI di Sumatera Utara. Alternatif

pilihan itu jatuh kepada TPU yang berada di Tanjung Kasau. Untuk itulah penulisan

ini diberi judu l “ Derita Tahanan Politik Partai Komunis Indonesia Kamp Konsentrasi

B di Tanjung Kasau 1965-1978”.

Melihat judul di atas kata-kata yang dipakai cukup panjang, namun

demikian memiliki arti yang sangat sederhana yaitu hanya membahas tempat penahan

Tapol PKI yang terdapat di Tanjung Kasau sekitar tahun 1965-1978. Tempat penahan

ini merupakan pusat penahanan bagi anggota PKI yang termasuk dalam golongan B.

Golongan B adalah badan pengurus dari organisasi PKI (ketua, sekertaris, dan

bendahara dalam satu organisasi yang seazas/berlindung/bernaung di bawah PKI

(ondewbouw) PKI seperti:

2. Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI)

3. Pemuda Rakyat

4. Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI)

5. Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI)

6. Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA)

7. Himpunan Sarjana Indonesia (HSI)

3

(18)

6

8. Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI NON VAK CENTRAL)

9. Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI)

10.Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia Pimpinan ROBBY SOMULANG (IPPI)

11.KOMUNIS-MUDA

12.HARAPAN-MUDA

13.INDONESIA-MUDA

14.Persatuan Tukang Gunting Rambut Indonesia (PERTUGRI)

15.Angkatan Pemuda Indonesia Pos, Telegram dan Telepon (API POSTEL)

16.Barisan Berani Mati (BBM)

17.Angkatan Muda Pembangunan Indonesia (AMPI)

18.TAMAN KANAK-KANAK “MELATI”

19.PANTI-PENGETAHUAN-RAKYAT

20.BALAI-PENGETAHUAN-RAKYAT

21.MIMBAR-PENGETAHUAN-RAKYAT

22.ICHWANUL-MUSLIMIN

23.Lembaga Pendidikan Nasional.4

Tanjung Kasau merupakan suatu kawasan yang terletak di dataran timur di

kabupaten Batu Bara. Kawasan ini yang dahulunya merupakan hutan rawa yang kini

menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit milik Perusahaan Perkebunan Daerah

Sumatera Utara (PPDSU). Letaknya beradadi pinggir jalan lintas Sumatera yang

4

(19)

7

menghubungkan antara Kota Tebing Tinggi dan kota Lima Puluh, tepatnya di Km 93

Medan.

Dari letak geografis ini seharusnya hal-hal yang terjadi di Tanjung Kasau

lebih mudah diketahui orang. Kenyataan tidak demikian, banyak orang yang tidak

mengetahui peristiwa-peristiwa penting yang terjadi. Itulah sebabnya penulis merasa

tertarik untuk meneliti dan menuliskan suatu peristiwa penting dalam perjalanan

sejarah Sumatera Utara.

Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di Tanjung Kasau ini yang luput

dari pengkajian sejarah atau setidak-tidaknya pembahasan sangat terbatas.Dari hasil

wawancara diperoleh informasi bahwa di kawasan ini pernah berdiri:

1. Rumah sakit yang didirikanolehBelanda bernama Hospital Comite pada tahun

1936-1945. Oleh masyarakat biasa menyebutnya rumah sakit Samber Nyawo,

karena setiap pasien yang sakit masuk ke rumah sakit ini tidak pernah

kembali. Karena setiap pasien yang berobat dijadikan bahan eksperimen, salah

satunya adalah eksperimen obat cacar yg diambil dari liur kuda dan di

injeksikan pada pasien.

2. Tahun 1948-1965 kawasan ini dijadikan sebagai Sekolah Polisi Negara(SPN).

3. Selanjutnya kawasan ini dijadikan TPU Kamp Konsentrasi B Tapol PKI

1965-1978 dengan jumlah tahanan lebih kurang 3.700 orang dengan 27

barak.5

Penulis merasa tertarik pada keberadaan TPU Kamp Konsentrasi B Tapol

PKI 1965-1978karena kekejaman, penyiksaan dan pembunuhan yang terjadi di

5

(20)

8

kawasan ini belum banyak diungkap dalam sejarah. Selain itu bagaimana cara

penangkapan orang-orang yang akan ditahan di tapol belum banyak diketahui, dan

lokasi inijuga kini tidak terjaga dan tidak utuh lagi, sehingga dapat menghilangkan

bukti-bukti sejarah. Dan penulis juga ingin mengetahui lebih mendalam tentang

peristiwa-peristiwa yang terjadi di kamp Konsentrasi ini dan perilaku aparat negara

yang menyatakan diri sebagai pembela Pancasila terhadap para Tapol PKI itu.

1.2Rumusan Masalah

Berbicara masalah PKI merupakan hal yang luas dan kompleks. Artinya banyak

masalah yang berkenaan dengan itu. Terlepas dari siapa yang salah atau benar, yang

pasti peristiwa itu telah banyak memakan korban. Sampai saat ini membicarakan

masalah PKI masih sangat mengkhawatirkan karena penuh dengan kepentingan

politik di satu sisi dan dendam di sisi lain. Semua itu dapat menjadi penghambat bagi

peneliti untuk mendapat kebenaran. Untuk itu penulis membatasi diri dengan hanya

mengkaji tentang keberadaan TPU Tanjung Kasau 1965-1978. Pembatasan waktu

1965-1978 karena sejak tahun 1965-1978 tempat ini digunakan sebagai Tapol yang

sebelumnya sebagai SPN. Selanjutnya bekas Tapol ini dijadikan lahan perkebunan

sawit.

Adapun pokok masalah-masalah yang akan dikaji adalah:

1. Bagaimana keberadaan TPU kamp konsentrasi B di Tanjung Kasau?

2. Bagaimana cara penangkapandan perlakuan terhadap para Tapol?

3. Bagaimana kehidupan para Tapol di TPU?

(21)

9

1.3Tujuan dan Manfaat

Di dalam sebuah penelitian tentu memiliki tujuan dan manfaat. Tujuan dan

manfaat yang dilakukan untuk dapat menjawab permasalahan-permasalahan.

Berdasarkan itu adapun tujuan penelitian dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui keberadaan TPU Tanjung Kasau

2. Untuk mengetahui cara penangkapan dan perlakuan terhadap para Tapol

3. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan para Tapol di TPU

4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap TPU tersebut.

Adapun manfaat penelitian adalah:

1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pembendaharaan khazanah sejarah

khususnya sejarah lokal Tanjung Kasau.

2. Bagi masyarakat Tanjung Kasau dengan adanya penelitian ini diharapkan

dapat lebih mengetahui sejarah keberadaan TPU konsentrasi B di Tanjung

Kasau.

3. Dapat melatih peneliti untuk membuat karya ilmiah dalam penelitian sejarah

yang berkualitas.

4. Untuk memperkaya informasi dan wawasan baik civitas Akademika USU

maupun masyarakat mengenai keberadaan TPU Kamp Konsentrasi B yang

ada di Tanjung Kasau.

5. Dapat menjadi bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yangakan

(22)

10

1.4Tinjauan Pustaka

Sebuah penelitian ilmiah tentu tidak terlepas dari tinjauan pustaka yang

berguna sebagai informasi dan menentukan sumber-sumber yang relevan dengan

objek penelitian. Sumber-sumber ini bisa berupa karya ilmiah, buku-buku, ataupun

dokumen-dokumen terkait. Seperti buku yang berjudul Gerakan 30 September

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, karya Mensesneg Moerdiono yang

menjelaskan bagaimana latar belakang tumbuh dan berkembangnya Partai Komunis,

aksi-aksi yang dilakukan, sampai pada penumpasannya yang menunjukkan dengan

nyata bahwa PKI merupakan organisasi konspirasi yang bertujuan mendirikan negara

komunis di Indonesia, walaupun secara lahiriah mengakui Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Buku ke dua yang digunakan penulis adalah Gerwani Kisah Tapol Wanita di

Kamp Plantungan oleh Amurwani Dwi Lestariningsih dimana buku ini banyak

membahas mengenai Gerwani yang merupakan bagian dari PKI/onderbouw. Dalam

buku ini juga banyak menguraikan bagaimana kehidupan para Tapol wanita selama

masa tahanan, dan perlakuan-perlakuan yang tidak wajar dari oknum-oknum petugas

seperti pelecehan dan penghinaan terhadap harkat wanita.

Buku ke tiga yang digunakan adalah Fakta dan Rekayasa G30S Menurut

Kesaksian Para Pelaku oleh A. Pambudi yang dalam bukunya banyak menghadirkan

kesaksian para saksi dan pelaku gerakan 30 September 1965. Menurut kesaksian

(23)

11

Buku ke empat yang digunakan adalahMencari Kiri: Kaum Revolusioner

Indonesia dan Revolusi Merdeka oleh Jacques Leclerc yang dalam bukunya banyak

menjelaskan sejarah terbentuknya aliran komunis, mengenai partai-partai pada tahun

1950 dan kondisi kehidupan partai kaum revolusioner indonesia yang mencari

indentitas.

Buku ke lima yang digunakan adalahOrang-orang Pinggir di Persimpangan

Kiri Jalanoleh Soe Hok Gie dalam buku ini banyak menceritakan tentang

pemberontakan PKI di Madiun yang dinilai suatu pemberontakan oleh PKI yang

persiapannya tidak matang dan menyebabkan pertumpahan darah antara anak bangsa

sebelum terjadinya G30S/PKI yang dipelopori oleh tokoh-tokoh yang sama.

1.5Metode Penelitian

Dalam menuliskan sebuah peristiwa bersejarah yang dituangkan ke dalan

historiografi, maka harus menggunakan metode sejarah.Metode sejarah dimaksudkan

untuk merekontruksi kejadian masa lampau guna mendapatkan sebuah karya yang

mempunyai nilai. Dimana metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa

secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.6

1. Heuristik, yaitu tahap awal yang dilalukan untuk mencari data-datamelalui

berbagai sumber dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam

tahap heuristik sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi Tahap-tahap yang dilakukan dalam

penelitian sejarah antara lain:

6

(24)

12

lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Data dari

hasil studi lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai

informan yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.Sedangkan studi

kepustakaan dapat diperoleh dari beerbagai buku, dokumen, arsip, dan lain

sebagainya.

2. Kritik Sumber, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk

mencari nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang

objektif. Dimana dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul

dilakukan kritik, baik itu kritik internal maupun kritik eksternel.Kritik

internal merupakan kritik yang dilakukan untuk mencari kesesuain

data dengan permasalahan yang diteliti, sedangkan kritik eksternal

merupakan kritik yang mencarikebenaran sumber pustaka yang

diambil oleh peneliti maupun fakta yang diperoleh dari wawancara

yang dilakukan dengan informan.

3. Interpretasi, yaitu hasil pengamatan dan penganalisaan terhadap

sumber- sumber yang telah di selidiki. Dalam tahapan ini data yang

diperoleh dianalisis sehingga sifatnya lebih objektif dan ilmiah.

Dengan perkataan lain data-data yang diperoleh dianalisis sehingga

data menjadi fakta. Jauhnya objek kajian yaitu antara peristiwa dengan

peneliti maka sebelum melakukan penelitian, lebih dahulu dibutuhkan

interpretasi. Interpretasi menjadi vital dan sangat dibutuhkan

(25)

13

yang sesungguhnya. Untuk itu peneliti dalam melakukan penelitian

harus dibantu ilmu-ilmu lain antara lain ilmu geografi, sosiologi dan

politik.

4. Historiografi, proses ini adalah tahapan terakhir dalam langkah-

langkah penulisan sejarah dimana melakukan pemaparan atas hasil

sintesa dengan merangkum semuanya menjadi sebuah tulisailmiah.

Dimana dibuat penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya tersebut

menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha

memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam

penulisan ini adalah deskriptif analitis yaitu dengan menganalisis

setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah

(26)

14

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

2.1 Kondisi Geografis Wilayah Penelitian

Tanjung Kasau adalah suatu kawasan yang terdapat di dataran rendah

Sumatera Timur. Daerah ini tepatnya di jalan lintas Sumatera bagian timur, persisnya

berada pada Km 92 dari Medan menuju Rantau Perapat dan 11 Km sebelum kota

Indrapura.

Meski lokasinya di pinggir jalan, banyak hal atau peristiwa di daerah ini yang

kurang mendapat perhatian di kalangan sejarawan. Padahal, peristiwa itu sampai pada

saat ini masih menyisakan benih-benih penderitaan di kalangan pelaku maupun

keturunannya.

Peristiwa tersebut adalah bahwa di daerah ini pernah terjadi tempat penahanan

para tahanan politik (tapol) sebagai akibat dari peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Mereka mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selayaknya tawanan perang yang

ditangkap di medan perang. Padahal keberadaan mereka di tempat itu hanyalah

sebagai korban pertarungan politik. Lalu mengapa peristiwa ini terabaikan, keadaan

ini yang menarik perhatian bagi penulis untuk menuturkannya dalam satu

cerita.Untuk dapat mengetahui peristiwa itu ada baiknya lebih dahulu dikemukakan

keadaan geografisnya.

Tempat penahanan para tapol itu kini tinggal puing-puing yang telah berubah

menjadi areal perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Perusahaan Perkebunan

(27)

15

Sisa-sisa bangunan tempat tapol itu masih ada yang secara jelas terlihat seperti

menara air, sumur, dan tungku yang digunakan untuk memasak.

Luas areal bangunan tempat para tapol itu sekitar 5,5 ha yang saat ini terdapat

di bagian Pinggir perkebunan Tanjung Kasau, Desa Tanjung Kasau. Meskipun berada

di dalam areal perkebunan dan wilayahnya di Desa Perkebunan Tanjung Kasau,

namun secara faktual lokasi bangunan ini lebih dekat dengan Desa Tanjung Seri dan

Desa Dewi Sri.

Untuk lebih jelas adapun letak bangunan tapol itu adalah sebagai berikut:

• Sebelah timur berbatasan dengan pekebunan BUMD, Desa Perkebunan

Tanjung Kasau.

• Sebelah barat berbatasan dengan pekebunan BUMD, Desa Perkebunan

Tanjung Kasau.

• Sebalah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Seri

• Sebelah selatan berbatasan dengan pekebunan BUMD, Desa Perkebunan

Tanjung Kasau.

Hal ini terjadi karena pemekaran desa berdasarkan Undang-Undang/Peraturan

Daerah. Sebelum pemekaran desa pada tahun 2011, kecamatan Sei Suka hanya terdiri

dari tiga desa yaitu Tanjung Seri, Dewi Sri dan Laut Tador. Sedangkan Tanjung

Kasau berada langsung di bawah Onderneming Tanjang Kasau. Kemudian setelah

pemekaran pada tahun 2011, kecamatan Sei Suka terdiri dari dua belas desa dan satu

kelurahan yaitu desa Kwala Indah, Kwala Tanjung, Laut Tador, Pematang Jering,

(28)

16

Simodong, Tanjung Kasau, Tanjung Parapat dan Tanjung Seri dan kelurahan

Perkebunan Sipare-pare.7

1. Penduduk asli atau tempatan, yang terdiri dari suku batak simalungun yang

telah memelayu dan suku melayu yang datang dari pesisir.

Sementara itu letak bangunan Tapol tersebut berada di tepi desa Perkebunan

Tanjung Kasau.Berdasarkan pemekaran desa yang dilakukan oleh pemerintah tahun

2011 maka sudah pasti pengkajian tentang derita para tapol dan berbagai hal yang

berhubungan dengan kajian ini mencakup pada banyak desa. Meski telah terpisah

dalam bentuk pemerintahan desa tetapi dalam hal menyikapi keberadan tapol dan

derita para tapol masyarakat mempunyai kebijakan yang sama karena pada awalnya

mereka di bawah pemerintahan yang sama.

Dahulu mereka tergabung dalam beberapa desa tetapi sekarang terpecah

dalam beberapa desa. Itulah sebabnya penelitian ini meliputi banyak desa, walaupun

kamp konsentrasi B terdapat di Tanjung Kasau.

Melihat dari letak geografisnya, dapatlah dipastikan bahwa desa Perkebunan

Tanjung Kasau merupakan lahan yang subur, lahannya relatif datar dan sedikit

berbukit, sehingga sangat baik untuk dijadikan sebagai areal pertanian ataupun

perkebunan. Selain itu di sekitarnya terdapat sungai-sungai kecil tetapi mampu untuk

menyuburkan tanah. Sungai-sungai itu adalah sugai suka, dan sungai kijeng.

2.2Komposisi Penduduk

Secara garis besar penduduk Tanjung Kasau terbagi atas dua golongan yaitu:

7

(29)

17

2. Penduduk pendatang, yang terdiri dari suku jawa yang merupakan lepasan

kuli kontrak.

Di dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari kedua kelompok ini tidak

berhubungan secara terus menerus, mereka terkotak dalam kelompok masing-masing

terutama kelompok suku asli dengan kelompok suku pendatang. Penduduk asli

menempati perkampungan secara kecil-kecilan, menempati lahan-lahan mereka

sendiri. Tetapi secara umum mereka terhimpun dalam satu kampung besar yaitu

kampung Durian. Dari kampung Durian inilah pemerintahan secara tradisional

dilaksanakan oleh raja Djintan Ali. Djintan Ali adalah seorang raja yang berasal dari

keturunan raja-raja batak simalungun yang telah memelayu. Djintan Ali memelayu

disebabkan besarnya pengaruh kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berulang kali

melakungan penyerangan sehingga sebagian raja-raja yang berasal dari simalungun

menjadi memelayu. Dari istilah memelayu dapatlah kita pastikan suku-suku batak

simalungun yg sebelumnya banyak menganut agama nenek moyang telah menjadi

memeluk agama islam.

Ketika Belanda masuk dan berhasil menundukkan raja-raja besar melayu

maka Tanjung Kasau secara langsung dibawah kekuasaan Belanda. Walaupun yang

memerintah itu raja-raja melayu itu hanya sebagai kaki tangan Belanda.

Sementara pola kehidupan masyarakatnya sangat kental dengan tradisi. Adat

batak dan adat melayu sama-sama dikembangkan. Namun demikian, setelah memeluk

agama islam, kekentalan tradisi itu disesuaikan dengan hukum-hukum islam.

Setelah Belanda berkuasa, di Tanjung Kasau pun dibuka perkebunan.

(30)

18

yang berasal dari pulau jawa. Mereka ditempatkan di barak-barak dalam perkebunan

sehingga antara kaum buruh dengan suku asli tidak memiliki kontak atau hubungan

secara langsung. Namun demikian lama kelamaan komunikasi antara kaum buruh

dengan suku asli terjalin. Proses hubungan itu mula-mula melalui sesi perdagangan,

kemudian hubungan sosial secara umum bahkan sampai pada tingkat perkawinan.

Melalui hubugan sosial seperti itu lama kelamaan sistem tradisi batak dan

melayu itu berakulturasi dengan budaya jawa. Sampai saat ini proses akulturasi itu

masihterus berjalan. Sebaliknya dengan adanya tiga kekuatan sistim budaya yang

saling berinteraksi menciptakan pola baru dimana antara sesorang atau individu

dengan individu lain kurang saling memperdulikan. Pandangan ini berawal dari

bahwa setiap budaya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Terlebih-lebih setelah memasuki era kemerdekaan, perbedaan-perbadaan itu sengaja

dihilangkan hanya untuk menciptakan persatuan dan kesatuan. Sifat ini terbawa

sampai era tahun 60-an dimana pemerintah menempatkan tapol di daerah ini.

Meskipun banyak penderitaan para tapol yang tidak semestinya diketahui oleh

mereka, mereka lebih banyak bersikap diam demi menjaga persatuan. Demikianlah

sekilas keadaan penduduk Tanjung Kasau sejak awal hingga Kamp Konsentrasi

Tapol Golongan B di tempatkan di Tanjung Kasau.

2.3 Latar Belakang Sejarah Tanjung Kasau

2.3.1 Sejarah Tanjung Kasau Sebelum 1965

Setiap desa maupun daerah memiliki legenda sendiri-sendiri. Legenda ini

(31)

19

khalayak atau orang lain. Oleh karena itu setiap panggilan atau penamaan suatu

daerah itu tidak terlepas dari nama penemu, sifat, bentuk, keadaan alam dan harapan

di daerah itu. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai contoh lahirnya berbagai

nama-nama daerah seperti Medan, Deli Serdang, Limapuluh, Kisaran dan lain sebagainya.

Medan misalnya, menunjukkan suatu arena atau padang yang luas. Begitu juga denga

Deli, berasal dari kata Delhi atau Dhelikan. Sementara Serdang adalah daerah dimana

banyak ditemukan pohon serdang (sejenis pohon palam).Lima Puluh adalah suatu

tempat dimana jarak tempuh dari kota ini ke kota-kota lain lebih kurang limapuluh

kilometer. Semua menunjukkan keberadaan tempat tersebut sesuai dengan

keadaannya. Begitu pula dengan keberadaan Tanjung Kasau.

Tanjung Kasau sebagai suatu kawasan ataupun sebagai pusat pemerintahan

desa yang memiliki legenda tersendiri. Tanjung Kasau berasal dari dua kata yaitu

Tanjung dan Kasau. Tanjung berarti tanah yang menjorok ke perairan.8

Dari wawancara yang dilakukan, maka kata Tanjung Kasau sebagai asal-usul

nama daerah inibanyak versi antara lain. Pak Ngadineming mengatakan bahwa

Tanjung Kasau berasal dari kata Tanjung dan Kasau yaitu suatu daratan yang

menjorok ke laut dan pada tanjung ini banyak ditumbuhi pohon kayu yang bernama

kayu kaso. Laut yang dimaksud adalah Laut Tador. Dahulu Laut Tador ini merupakan

daerah luas yang digenangi oleh air. Itulah sebanya disebut laut. Sementara Tador Apakah

perairan itu laut, danau maupun sungai yang jelas tanah tersebut hampir seperti

anjungan ke daerah perairan. Sementara Kasau memiliki beberapa arti.

8

(32)

20

yang berarti tidur pulas, diam, atau lelap.9 Ini berarti Laut Tador adalah merupakan

air yang luas dan tenang seperti tertidur (laut yang tidak bergelombang). Saat ini Laut

Tador sudah menjadi daratan dan menjadi suatu kawasan atau nama daerah pula.

Sementara itu Pak Udin mengatakan bahwa Tanjung Kasau berasal dari dua kata

yaitu Tanjung dan Kasau yaitu suatu daratan yang menjorok ke laut dan di daerah ini

dahulunya sering kacau yang dilatarbelakangi oleh perebutan tanah. Kemudian ada

juga yg menceritakan kata Tanjung kasau berasal dari Sejarah Tanjung Kasau yang

bermula dari Datuk Paduka Tuan, dan dua anaknya yaitu Raja Mansur Shah dan Raja

Ali Kadir beserta rombongannya yang berasal dari Bukit Gombak dan membuka

Kampung di Batubara. Kemudian Portugis yang menduduki Malaka datang dan ingin

menguasai menimbulkan peperangan. Kemudian Raja Mansur Shah menemui dan

meminta bantuan kepada Sultan Aceh untuk mengusir Portugis, dan berhasil.

Kemudian Raja Mansur Shah di rajakan di Tangga Bosi. Kemudian Raja Mansur

Shah memiliki putra Raja Adim yang membuat kampung Tanjung Matoguk. Dan

putra Raja Adim yaitu Raja Ahmad membuka kampung di Tanjung Bolon. Untuk

mendapat pengakuan, Raja Ahmad dengan menaiki Kapal Gajah Ruku(sebuah kapal

yang menandakan sebuah prestise kala itu) menghadap Sultan Aceh. Kemudian

Sultan Aceh melegitimasi dan menabalkan Raja Ahmad menjadi Raja Alam Perkasa

(orang setempat menyebut dengan dialek Rajo Alam Perkoso), hingga Tanjung Bolon

dinamakan Tanjung Perkaso, atau Tanjung Kaso, dam selanjutnya dilafalkan menjadi

Tanjung Kasau.

9

(33)

21

2.3.2 Kedatangan Belanda

Sebelum Belanda datang dan menduduki Sumatera Timur, di Sumatera Timur

telah banyak berdiri kerajaan-kerajaan, baik kerajaan besar maupun kerajaan kecil.

Kerajaan-kerajaan besar itu adalah seperti Kerajaan Deli, Kerajaan Serdang, Kerajan

Asahan, dan Kerajan Kualuh. Kerajaan-kerajaan besar maupun kerajaan-kerajaan

kecil sangat bergantung pada pengakuan ataupun bisluit yang dikeluarkan baik oleh

Kerajaan Aceh, Kerajaan Siak maupun Belanda.

Berdasarkan pengakuan ataupun bisluit yang dikeluarkan Kerajaan Aceh dan

Kerajaan Siak tersebut dapatlah dikategorikan yang termasuk kerajaan-kerajaan besar

antara lain :

• Kerajaan Langkat

• Kerajaan Deli

• Kerajaan Serdang

• Kerajaan Asahan

• Kerajaan Kualuh

• Kerajaan Bilah

• Kerajaan Panai

• Kerajaan Kota Pinang10

Sedangkan kerajaan-kerajaan kecil atau kerajaan lokal lainnya berada

dibawah pengaruh kerajaan- kerajaan besar di atas. Hal ini sangat tergantung kepada

kerajaan yang mempengaruhi atau yang menaklukkannya.

10

(34)

22

Pada prinsipnya semua kerajaan-kerajaan itu memiliki kedudukan yang setara.

Sebaliknya berbagai kerajaan-kerajaan kecil berapliasi bergantung pada

kebutuhannya seperti:

1. Berdasarkan kepentingan ekonomi,

2. Berdasarkan kepentingan budaya.

Meskipun di Sumatera Timur ini pada umumnya adalah suku melayu dan

suku batak yang me-melayu, 11

Berapliasi berdasarkan kepentingan ekonomi yang dimaksud adalah karena

posisi satu kerajaan lebih strategis dalam bidang perdagangan. Hal ini menyebabkan

kerajaan tersebut lebih dihormati dan lebih cepat berkembang. Karena dihormati dan

perkembangan dan besarnya nya kerajaanlah yang membuat kerajaan-kerajaan kecil namun budaya batak sangat banyak yang

mempengaruhi adat istiadat melayu. Perbedaan yang sangat menyolok diantara suku

batak dan suku melayu adalah karena pengaruh marga dan agama. Suku melayu

identik dengan agama islam dan tidak bermarga (menghilangkan marga) sedangkan

suku batak mayoritas (kebanyakan) beragama kristen dan adapula yang masih

beragama nenek moyang, seperti parmalim dan pemena. Adanya perbedaan agama ini

maka banyak pula sistem budaya yang berubah. Apa yang terlarang dalam agama

Islam secara perlahan ditinggalkan dan sistem baru dipakai berdasarkan agama Islam.

Hal ini pulalah yang mengakibatkan di daerah pesisir yang suku melayu posisi

marganya semakin melemah.

11

(35)

23

di bawah pengaruh kerajan tersebut. Contoh ini jelas seperti pada Kerajaan Deli,

Kerajaan Serdang, Kerajaan Asahan, dan lain-lain.

Sementara faktor budaya pada umumnya disebabkan karena perkawinan.

Dalam hal ini terjadi hubungan antara anak beru dan pihak moranya.Demikianlah

pertumbuhan kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur sebelum datangnya Belanda.

Kerajaan-kerajaan tumbuh dan berkembang secara alami asal kerajaan tersebut

menganut agama Islam. Bila terjadi pertikaian biasanya disebabkan oleh masalah

perkawinan, sementara pertikaian karena faktor penguasaan tanah sangat jarang

karena lahan untuk dijadikan sebagai areal pertanian masih sangat luas.

Perlu diketahui bahwa meskipun daerah di Sumatera Timur dikuasai oleh para

raja namun dalam hal pemanfaatanlahan, rakyat diberi keleluasaan. Di pantai timur,

keberadaan raja hanya sebagai pengawas kepada mayarakat dalam hal penguasaan

tanah sekaligus sebagai pemegangsupermasi dalam segala segi kehidupan sosial

masyarakat. Sementara kerajaan yang berada di perbatasan dengan daerah Tapanuli,

penguasaan tanah lebih dipengaruhi adat istiadat.

Demikian juga dengan keberadaan Tanjung Kasau sebagai suatu kawasan.

Daerah ini dahulunya merupakan suatu lahan kosong yang dikuasai oleh

kerajaan-kerajaan kecil. Kerajaan itu berasal dari suku batak simalungun yaitu keturunan

kerajaan Nagur.

Namun karena Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda secara

terus-menerus melakukan perluasan dan pengembangan agama islam, maka kerajaan

(36)

24

Tanjung Kasau menjadi terabaikan. Keadaan ini memberi peluang terhadap

kerajaan-kerajaan Melayu yang berada di bawah pengaruh Aceh untuk menganeksasinya.

Keadaan ini tidaklah memberi keberuntungan kepada Tanjung Kasau sebagai

sebuah kerajaan kecil karena terjadi perseteruan secara terus-menerus diantara

raja-raja Melayu.

Pertikaian yang terjadi secara terus-menerus membuat kerajaan Tanjung

Kasau yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Simalungun lama

kelamaan menjadi terpengaruh oleh kerajaan Melayu. Terlebih bahwa kebutuhan

ekonomi kerajaan Tanjung Kasau banyak berhubungan dengan kerajaan-kerajaan

melayu yaitu keberadan selat Malaka sebagai jalur perdagangan. Raja-raja dan

masyarakat Tanjung Kasau pun lebih mendekat kepada melayu dan beragama

Islam.Kondisi ini berlangsung hingga kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau dan

sekaligus menguasainya pada tahun 1882.

2.3.3 Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau

Pada tahun 1824 telah ditandatangani perjanjian antara Inggris dan Belanda

yang disebut dengan Perjanjian London. Tujuan dari traktat ini adalah untuk

ssmenghindari pertikaian antara Inggris dengan Belanda mengenai daerah jajahan

mereka di sekitar Selat Malaka. Pada prinsipnya perjanjian ini adalah pertukaran

jajahan antara Belanda dengan Inggris, yaitu Inggris menyerahkan Bengkulu kepada

Belanda, dan Belanda menyerahkan Malaka kepada Inggris dan tidak lagi menuntut

Singapura. Kemudian kedua-duanya berjanji tidak akan meluaskan jajahan ke daerah

(37)

25

mengganggu ke Sumatera, demikian juga Belanda tidak akan ke Semenanjung

Melayu dan juga tidak akan mengganggu kedaulatan Aceh. Tetapi walaupun

perjanjian itu telah ada namun karena pertimbangan keuntungan ekonomi, maka

masing-masing pihak masih terus secara diam-diam meluaskan daerahnya, seperti

Inggris belum menutup mata ke Sumatera dan juga Belanda belum melepaskan

tekanannya di Perak dan Selangor. Hal seperti itu mencemaskan Belanda. Belanda

takut akan kehilangan haknya di Sumatera sesuai dengan isi perjanjian tersebut.

Untuk dapat menguasai daerah Sumatera Timur maka Belanda harus dapat

menguasai kerajaan Siak, karena menurut Sultan Siak seluruh Sumatera Timur adalah

daerah jajahannya. Pada tahun 1857, ketika Wilson seorang petualang Inggris

menguasai Kerajaan Siak maka Sultan Siak meminta bantuan kepada Belanda yang

berpusat di Batavia. Ketika Belanda dapat penguasai petualang Inggris tersebut maka

Belanda sudah mulai meminta imbalan jasa dengan mengikat perjanjian dengannya

pada tanggal 1 Februari 1858.12 Perjanjian itu disebut dengan Tracktaad Siak yang

berisikan kesediaan Sultan Siak untuk tunduk di bawah kekuasaan Belanda. Dengan

tekanan Belanda, Siak mengakui bahagian dari Hindia Belanda dan tunduk dibawah

kedaulatan Agung Belanda.13

Dalam perjanjian itu juga ada dinyatakan bahwa jajahan dan daerah

takluknya seperti Kerajaan Melayu Sumatera Timur di masukkan di bawah lindungan

pemerintah Hindia Belanda. Selain itu Siak memohon pula bantuan Belanda untuk

mempertahankan daerahnya dari serangan musuh Siak. Atas alasan ini lah maka

12

(38)

26

Belanda mulai mengirim ekspedisinya untuk mengakhiri kemerdekaan

kerajaan-kerajaan Sumatera Timur.

Sebenarnya setelah ditanda-tanganinya Perjanjian London 1824 Belanda

sudah berhak meluaskan kekuasaannya di Sumatera Timaur kecuali Aceh, namun

perluasan itu menjadi terhalang karena Belanda belum mendapat alasan yang kuat

untuk mengakhir kemerdekaan raja-raja di Sumatera Timur. Disampingitu masih

banyak faktor yang turut menghambat peluasan jajahannya ke Sumatera Timur

seperti takut akan terulang lagi pengalaman pahit yang dihadapi ketika perang

Diponegoro. Sedangkan pada waktu ini Belanda masih perang dengan Paderi, sikap

Inggris dari Malaka dan juga tantangan Aceh yang seluruhnya harus diperhitungkan

oleh Belanda.

Untuk merealisasikan amanah dari Sultan Siak ini maka pada tahun 1862

datanglah ekspedisi Belanda yang pertama ke Sumatera Timur yang dipimpin oleh

Residen Riau Elisa Netscher.14

14

Tengku Lukman Sinar, Op.cit., hal 64.

Dalam kunjungan Netshcher satu persatu kerajaan di

Sumatera Timur membuat suatu perjanjian kepada Belanda dengan cara paksa yaitu

dengan mempropagandakan Kerajaan Siak. Sebagai contoh adalah Elisa Netscher

cukup banyak memanggil raja-raja yang ia singgahi agar datang ke kapalnya seperti

Raja Panai dan Raja Bilah. Setelah Netscher memperoleh tanda tangan

kerajaan-kerajaan kecil ini maka ia melanjutkan perjalanannya menuju Asahan, Deli, Serdang,

Langkat dan lain sebagainya. Tujuan dari pada perjanjian ini adalah pengakuan

(39)

27

Demikian pula halnya dengan Tanjung Kasau pengakuan takluk

kerajaan-kerajaan besar di atas turut pula menyeret Tanjung Kasau ke dalam ikatan politik

Belanda. Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya di bawah kekuasaan raja-raja

simalungun jatuh ke tangan Belanda. Khusus tentang kerajaan Tanjung Kasau ini

diungkapkan sebagai berikut Raja Alam Perkasa mempunyai putra, yaitu Raja Bolon

dan Raja Muda Indera Jati. Setelah Raja Alam Perkasa mangkat, digantikan oleh raja

Bolon, dan Raja Indera Jati menjadi raja muda. Raja Bolon selanjutnya membuka

kampung Tanjung Meraja. Raja Bolon mempunya tiga putera, penggantinya adalah

raja Sabda. Raja Sabda digantikan raja Said. Raja Said memiliki lima orang purta.

Putra pengganti raja Said adalah raja Madsyah(Muhammadsyah). Ketika raja

Madsyah inilah Belanda menguasai Tanjung Kasau dengan Besluit 16 oktober 1882

yang dikeluarkan oleh Kontroleur Asahandan Batubara yaitu Van Assen15. Kemudian

Raja Madsyah di gantikan oleh saudaranya Jintanali. Keduduka n Raja Jintanali ini

bersama pembesar-pembesarnya disumpah pula oleh kontroleur Batubara, BA

Kroesen tahun 1888.16

15

Tengku H.M. Lahusni, Op.cit., hal. 89.

16

//http//google.com, (Keyword: Artikel Mengenai Sejarah Tanjung Kasau). Diunduh pada tanggal 5 Mei 2013.

Sejak saat itu pula Kerajaan Tanjung Kasau dikeluarkan dari

kultur pemerintahan simalungun menjadi wilayah melayu. Selanjutnya sejak 1888 ini

kewibawaan Kerajaan Tanjung Kasau sudah hampir sirna. Hal ini disebabkan karena

Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya berlandaskan pada sistim kerajaan batak

di gantikan dengan sistem melayu, dimana dalam banyak hal kebiasaan tradisi batak

banyak yang berbeda dengan sistem budaya melayu. Di dalam pertentangan itulah

(40)

28

gagal. Dan akibatnya Raja Morah menandatangani kontrak tunduk kepada Belanda

tahun 1990.17

Meskipun telah diadakan Traktat London 1824 yang mengisyaratkan

pembatasan wilayah daerah jajahan antara Inggris dengan Belanda di perairan Selat

Malaka, serta kedua-duanya mengakui kedaulatan Aceh. Tetapi karena ambisi yang

besar dari Belanda, maka Belanda secara terus menerus berupaya menguasai

Sumatera. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengikat kontrak dengan Berdasarkan inilah Belanda menempatkan posisinya sehingga secara

tidak langsung Tanjung Kasau di bawah langsung pemerintahan Belanda. Hal ini

mengakibatkan banyak terjadi kekacauan-kekacauan yang sangat berarti bagi Belanda

dalam menerapkan politik devide et imperanya.

Turut campur Belanda ini terlihat secara jelas ketika terjadi berbagai keributan

dalam kerajaan Tanjung Kasau tahun 1916. Belanda turut campur dengan

mencalonkan mantan Jaksa dari kerajaan Bilah yaitu Abdul Somad dengan gelar

Tengku Busu menjadi pemangku negri Tanjung Kasau berdampingan dengan Raja

Poso dari keturunan Jintanali.

Selanjutnya pada tahun 1920 kerajaan Tanjung Kasau disatukan dengan

beberapa kerajaan lain seperti Batubara, daerah Tanjung, Sipare-pare dan Pagurauan.

Semuanya dijadikan satu kerajaan bernama Indrapura. Sebagai rajanya oleh Belanda

diangkatlah Tengku Abdullah Seman/Somad alias Tengku Busu yang sekaligus

menandatangani perjanjian pendek (korte verklaring) 21 Oktober 1920.

2.4Pembukaan Areal Perkebunan

17

(41)

29

Kerajaan Siak. Karena melalui kontrak itu, berarti seluruh jajahan Siak akan menjadi

daerah taklukanya. Selain itu perubahan haluan politik Belanda dari politik

konservatif menjadi politik liberal mempercepat proses perluasan wilayah ke

Sumatera. Para pemilik modal di Eropa ingin melibatkan diri untuk menanamkan

modal ataupun saham sekaligus membuka perusahaan-perusahaan. Hal ini pasti

membutuhkan lahan. Sumatera, Sumatera Timur khusunya memiliki alam dan daerah

yang sangat menjanjikan. Selain Sumatera Timurmemiliki lahan yang sangat subur,

penduduk yang relatif masih sedikit sehingga dapat dijadikan sebagai lahan-lahan

perkebunan. Hal ini dapat kita lihat ketika Jacobus Nienhuys telah lebih dahulu

membuka perkebunan tembakau sebelum Friedrich Nietzsche datang melakukan

penaklukan.

Keberhasilan Belanda menjadikan Sumatera Timur sebagai daerah jajahan

baik melalui korte verklaring (perjanjian pendek) maupun lange verklaring

(perjanjian panjang) membuka peluang kepada pengusaha-pengusaha Belanda untuk

menanamkan modal. Setelah Sumatera Timur terbuka bagi Belanda sekaligus melihat

potensi wilayah yang sangat besar sejalan pula peta politik di Belanda dari politik

konservatif yang bersifat tertutup menjadi politik pintu terbuka (open door

police).18

18

C.S.T Kansil S.H. “Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia”, Jakarta: Erlangga, 1984, hal 11.

Kebijakan pemerintah Belanda dengan politik pintu terbuka itu mendorong

masuknya penanam modal asing. Dengan demikian Sumatera Timur memiliki banyak

peluang untuk dimasuki pengusaha-pengusaha. Baik pengusaha Belanda maupun

(42)

30

Sumatera Timur umumnya, khusunya Tanjung Kasau mengakibatkan upaya

pembukaan perkebunan terhambat. Baik pemerintah Belanda maupun pengusaha

merasa khawatir untuk mengembangkan usaha mereka karena belum mendapat

jaminan keamanan. Hal ini sejalan dengan berbagai pengalaman mereka di Kerajaan

Deli maupun Serdang, dimana bangsal-bangsal pengeringan daun tembakau banyak

yang dibakar oleh rakyat. Pembukaan perusahaan perkebunan di Tanjung Kasau baru

dimulai tahun 1889, dan jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis karet.19

1. Sedikitnya cadangan pekerja; tenaga kerja dari kalangan penduduk tidak

mencukupi

Khusus di Tanjung Kasau penanaman modal dilaksanakan oleh perusahaan

perkebunan Harison, yaitu suatu perusahaan yang banyak menanamkan modal dalam

bidang aneka tanaman. Khusus di Tanjung Kasau Harison mengembangkan jenis

perkebunan karet.

Untuk membuka perkebunan itu sudah tentu membutuhkan lahan. Lahan

diperoleh melalui pemerintah Belanda setelah melakukan kontrak. Lahan yg di

peroleh seluas 2.591ha. Setelah lahan diperoleh maka pihak perkebunan mulai

mengerjakan lahan untuk dijadikan perkebunan. Para pekerja pada umumnya

didatangkan dari Pulau Jawa melalui sistim kontrak yang disebut dengan kuli kontrak

setelah gagal mendapatkan tenaga kerja dari daerah Tanjung Kasau sendiri.

Kegagalan untuk mendapatkan tenaga kerja itu disebabkan oleh dua faktor yaitu:

19

(43)

31

2. Karena budaya; masyarakat pribumi atau penduduk tempatan tidak dapat

dijadikan tenaga kerja karena adanya suatu pandangan hina jika bekerja

sebagai upahan si perusahaan atau tempat orang lain.

Hal inilah yang menyebabkan Belanda mengupayakan tenaga kerja dari luar

Sumatera Utara.

Secara umum tenaga kerja yang menjadi kuli kontrak di Sumatera Utara untuk

pertama kalinya adalah orang-orang cina yang didatangkan dari Malaysia.

Selanjutnya karena tenaga kerja dari cina belum mencukupi maka disertakan

orang-orang India dan yang terakhir adalah etnis jawa. Khusus di Tanjung Kasau tenaga

kerja yang ada berasal dari Pulau Jawa. Mereka ditempatkan di barak-barak dalam

perkebunan sehingga meskipun mereka di sumatera Utara, mereka tidak memiliki

komunikasi atau hubungan dengan penduduk setempat sehingga pola kehidupan

sangat berbeda. Kehidupan masyarakat setempat yang masih merdeka tetap

mengembangkan diriberdasarkan kehidupan tradisionalnya, sementara kaum buruh

juga mengembangkan prinsip hidup mereka sesuai dengan kontrak.

Namun demikian, walaupun Belanda memisahkan kedua pola kehidupan itu,

lambat laun kontrak dan komunikasi berjalan atau terjalin melalui sesi perdagangan.

Walaupun yang ada pada saat itu perdagangan hanya kecil-kecilan atau tradisional

namun sangat mempengaruhipembauran antara kedua pola kehidupan yang saling

berinteraksi. Adapun rute perdagangan itu adalah Tanjung

Tiram-Limapuluh-Kampung Semujur (Indrapura)- Bandar Tinggi-Tiram-Limapuluh-Kampung Durian (Tanjung

(44)

32

Dengan demikian dapatlah kita pastikan bahwa Tanjung Kasau sangat jauh

dari perhatian masyarakat. Keberadaan Tanjung Kasau mulai dapat diperhatikan

setelah berdirinya rumah sakit Hospital Committee.Demikianlah perkembangan

perkebunan Harison hingga munculnya penetapan pemerintah untuk

menasionalisasikan berbagai perusahaan milik Belanda di Indonesia pada tahun

1957/1958. 20

Pandangan seperti ini mengakibatkan perkebunan horison yang telah menjadi

milik negara mengalami kerugian. Gaji para buruh tidak terbayar, akibatnya para

buruh pun menjarah hasil perkebunan. Mereka berbondong-bondong menyadap hasil

perkebunan pada malam hari dan saling berebut yang mengakibatkan pertikaian antar

penyadap. Begitu pula negara tidak mendapat hasil keuntungan, maka pada tahun

1962 perkebunan Horison diambil alih oleh negara dengan menjadikannya sebagai

Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara (PPDSU).

Memasuki nasionalisasi perkebunan Horison ini bagaikan tak bertuan. Rakyat

menganggap bahwa nasionalisasi itu berarti apa yang dimiliki Belanda sebelumnya

menjadi milik negara, selanjutnya milik negara adalah milik rakyat.

21

Selanjutnya pada tahun 1978 usaha perkebunan karet diganti dengan perkebunan

kelapa sawit hingga saat ini.

20

Sartono Kartodirjo, “ Profil dan Petunjuk Industri Perkebunan Besar di Indonesia”. Jakarta: Alogo Sejahtera, 1989, hal. 11.

21

(45)

33

2.5Berdirinya Rumah Sakit (Hospital Comite)

Sejalan dengan perkembangan perkebunan maka di Tanjung Kasau didirikan

pula rumah sakit yaitu Rumah Sakit Hospital Comite. Rumah sakit ini didirikan pada

tahun 1936. Pendirian rumah sakit ini dilatarbelakangi oleh tuntutan perkembangan

perkebunan di daerah ini. Pihak perkebunan berkewajiban memberikan perlindungan

kesehatan terhadap buruh. Itulah sebabnya rumah sakit ini disebut Hospital Comite

karena bertugas memberi pelayanan kesehatan kepada seluruh kaum buruh dari setiap

perkebunan yang memiliki ikatan kerja dengan Hospital Committee.Melihat

banyaknya perkebunan-perkebunan yang dikembangkan oleh Belanda, maka Hospital

Committee pun didirikan di Tanjung Kasau. Daerah ini dianggap pusat atau

pertengahan dari daerah-daerah perkebunan di Sumatera Utara. Hal ini dapat kita

lihat dari posisi perkebunan yang ada mulai dari Timbang Langkat (Kab. Langkat)

sampai dengan Wing Foot, Aek Nabara Kab. Labuhan Batu. Perlu diketahui bahwa

Hospital Committee ini merupakan rumah sakit pertama yang berdiri di Sumatera

Utara. Hal lain yang mendukung adalah daerah ini cukup jauh dari keramaian

sehingga cukup tenang untuk memberikan perawatan sekaligus kenyamanan kepada

pasien.22

Pada prinsipnya pihak perkebunan telah menciptakan pelayanan kesehatan

kepada para buruh, tetapi bentuk perawatan itu kebanyakan hanya pada tingkat ringan Selain bertugas melayani para kaum buruh, rumah sakit ini juga melayani

masyarakat biasa yang terlepas dari perkebunan. Perbedaan pelayanan adalah kaum

buruh dibiayai oleh perusahaan sementara masyarakat biasa dengan biaya sendiri.

22

(46)

34

atau penyakit-penyakit rutin pada buruh (perawatan di polik klinik). Tetapi apabila

buruh membutuhkan perawatan lebih baik atau penyakit yang diderita sudah pada

tingkat lanjut (serius) sudah barang tentu membutuhkan perawatan yang lebih

intensif. Bila perlu sampai pada rawat inap. Untuk itu dibutuhkanlah rumah sakit.

Demikian lah latar belakang kehadiran Hospital Committee sebagai rumah sakit

pertama untuk menangani kaum buruh dan masyarakat sipil di Sumatera Utara.

Dalam pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit memiliki banyak

kekurangan terlebih-lebih rakyat Indonesia lebih percaya pada mistik. Di sisi lain

terdapat cerita miris yaitu sebuah kisah dimana banyak pasien yang sakit dirawat,

bukannya sembuh tetapi malah meninggal sehingga disebut Rumah Sakit Samber

Nyowo23

Akibatnya muncul penilaian buruk dari masyarakat sehingga keberadaan

rumah sakit itu tidak didukung oleh masyarakat sehingga fungsi rumah sakit tidak

berjalan sebagaimana mestinya. Atas dasar ini lah akhirnya rumah sakit Hospital

Comite ini dipindahkan ke Tebing Tinggi padatahun 1945 dengan merubah nama . Setelah ditelusuri mereka yang justru meninggal kaum buruh/orang-orang

yang berasal dari Solo. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan hal ini

dikarenakan setiap pasien yang berasal dari Solo tidak akan selamat atau mati karena

pada rumah sakit ini dikepalai oleh satu orang dokter saja, dan beberapa mantri yang

membantunya. Dokter itu memiliki dendam pribadi yaitu dikarenakan ayahnya yang

bernama Bong Seng mati dibunuh oleh orang Solo di Yogyakarta pada masa perang

Diponegoro. Oleh sebab itu setiap pasien selalu menyembunyikan identitasnya, jika

ia orang Solo agar terlepas dari maut atau kematian.

23

(47)

35

menjadi Rumah Sakit Sri Pamela. Hal lain yang mendorong perpindahan itu adalah

sesuai dengan keberadaan rumah sakit untuk melayani kesehatan. Dimana rumah

sakit Hospital Comite Tanjung kasau jauh dari jangkauan masyarakat umum.

Demikian pula dengan pergantian nama dari Hospital Comite menjadi Sri Pamela

untuk menghilangkan penilaian buruk.

Pada masa perang kemerdekaan bangunan ini dikosongkan bahkan

menakutkan bagi rakyatkarena banyaknya orang-orang yang meninggal. Hal lain

yang menyebabkan kekosongan itu adalah karena indonesia masih dalam keadaan

perang fisik yaitu perang kemerdekaan sehingga keberadaan bangunan ini tidak

terfungsikan. Begitu pula pihak Belanda tidak dapat memanfaatkannya karena takut

akan serbuan yang dilakukan kaum republik.

Pada tahun 1948 bangunan ini diambil alih oleh negara dan dijadikan sebagai

tempat pelatihan para kadet polisi negara yang saat ini disebut Sekolah Polisi Negara

(SPN). SPN memakai bangunan ini hingga meletusnya G 30 S/PKI 1965. SPN

akhirnya dipindahkan ke Sampali hingga pada saat ini. Sementara bangunan bekas

SPN di Tanjung Kasau dijadikan sebagai Tapol PKI Kamp Konsentrasi B tahun

1965-1978. Pada tahun 1978 bangunan ini dirubuhkan dan dijadikan sebagai bagian

dari perusahaan perkebunan yang dikelolah oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

(48)

36

BAB III

KEBERADAAN TPU TANJUNG KASAU SEBAGAI TEMPAT TAPOL PKI

3.1 Pemberontakan PKI 1965

Meletusnya Partai Komunis Indonesia (PKI) atau lebih dikenal dengan

Gerakan 30 September (G 30 S/PKI) tidak berjalan mulus dengan apa yang

direncanakan mereka. G 30 S/PKI hanya berlangsung satu hari. Tepatnya tanggal 1

Oktober 1965 kegiatan G 30 S/PKI itu terhenti. Kalaupun ada merupakan riak atau

akibat dari kegiatan yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Tokoh-tokoh PKI

yang berhasil melarikan diri dan tokoh-tokohPKI di berbagai daerah turut serta

menindaklanjuti gerakan 30 September itu sebagai upaya mempertahankan diri dari

serangan balik dari lawan-lawan politinya seperti angkatan darat, tokoh-tokoh

agama/ulama serta ormas-ormas yang tidak sepaham dengan PKI.

Namun demikian akibat dari pada gerakan itu sangat menggelegar dan

bergemuruh bukan saja di Indonesia tetapi juga sampai ke berbagai negara lain di

belahan dunia. Di berbagai negara muncul bermacam-macam penilaian dan

penafsiran tentang peristiwa tersebut.24

Dengan menangkap, menganiaya dan membunuh ke tujuh tokoh Angkatan

Darat yaitu Ahmad Yani, Donald Ifak Panjaitan, M.T. Haryono, Piere Tendean, Peristiwa G 30 S/PKI yang dimotori oleh

orang-orang PKI berupaya melakukan pengambil alihan secara paksa kekuasaan

negara (pemerintah), merubah haluan politik Indonesia dan menganut paham

komunis.

24

(49)

37

Siswono Parman, Suprapto dan Sutoyo Siswomiharjo, tokoh-tokoh PKI memulai

aksinya. Keberhasilan mereka menangkap, menganiaya dan membunuh ke tujuh

pembesar Angkatan Darat itu cukup mencengangkan. Hal ini disebabkan karena

tokoh-tokoh tersebut berada di dalam asrama dan dalam pengawalan yang ketat.

Keadaan ini membuat suasana dalam tataran pemerintahan dan politik menjadi

gamang. Keberhasilan Soeharto dengan melakukan Gerakan 1 Oktober menjadikan

kondisi negara sedikit lebih stabil. Dikatakan demikian karena keberhasilan Soeharto

dalam menumpas Gerakan 30 September itu menjadikan sistim pemerintahan

memiliki kepastian hukum. Keberhasilan ini pulalah menjadi awal kegagalan

tokoh-tokoh PKI untuk merebut kekuasaan, merubah haluan politik dan paham idiologi

yang diembannya.Bila ditelusuri lebih jauh, maka kegagalan tokoh-tokoh PKI itu

untuk merebut kekuasaan adalah disebabkan kelemahan sistem birokrasi, tata

organisasi, sistem informasi, dan adanya sifat ambisi, serta penerapan idiologi yang

terlalu ekstrim.25

Kelemahan sistem birokrasi, tata organisasi, dan sistem infomasi jelas terlihat

dalam setiap konsolidasi yang dilaksanakan oleh PKI. Seorang Letnan Kolonel dapat

memimpin seorang Kolonel dan pangkat di atasnya. Selanjutnya pengaturan yang

tidak begitu jelas serta penyampaian berbagai informasi dapat berubah

sewaktu-waktu. Pengaturan yang tidak begitu jelas serta penyampaian berbagai informasi yang

berubah-ubah menjadikan aturan-aturan itu tidak memiliki ketetapan dan kepastian.

Hal ini menciptakan keraguan kepada anggot PKI dan Ormas Onderbouwnya. Apa

25

(50)

38

yang diungkapkan memberikan gambaran seolah-olah negara pada saat itu dalam

keadaan darurat. Padahal bagi rakyat suasana ketenangan dan kesetabilan adalah

merupakan tuntutan. Itulah yang menyebabkan ketika tokoh-tokoh PKI melakukan

aksi kurang mendapat dukungan baik dari onderbow PKI tidak serta merta

memberikan dukungan. Apalagi bagi tokoh-tokoh yang berseberangan dari haluan

komunis.

Kelemahan sistim informasi terlihat ketika aksi dilaksanakan tidak seluruh

anggota partai komunis serta ormas-ormas onderbownya mengetahui sehingga

gerakan tidak dapat dilaksanakan secara serentak. Contoh ini dapat kita lihat dari

dukungan orang-orang PKI dari berbagai daerah. Banyak yang tidak siap mendukung

sepenuhnya, seperti di berbagai daerah. Di Kalimantan Selatan misalnya, pada

tanggal 16 Desember 1965 untuk memenuhi tuntutan rakyat Kalimanatan Selatan,

Penguasa Pelaksana Perang Daerah (Pepelrada) mengeluarkan keputusan bahwa PKI

dan ormas-ormasnya dinyatakan bubar di seluruh Daerah Tingkat I Kalimantan

Selatan.26 Di Sumatera Barat, rencana gerakan gagal dilaksanakan sesudah mereka

mendengar pengumuman bahwa Jendral Soeharto berhasil menguasai keadaan. Para

pimpinan pasukan ragu-ragu dan takut menggerakkan pasukannya, sedangkan

pimpinan PKI masing-masing berusaha untuk menyelamatkan diri27

26

Moerdiono, Op.cit., hal. 114.

27

Moerdiono, Loc.cit., hal. 113.

. Begitu juga

(51)

39

Sumatera Utara, tetapi Gerakan 30 September yang dilaksanakan di Jakarta dengan

cepat dapat digagalkan, akhirnya tidak satupun gerakan dapat dilaksanakannya.28

Secara nyata pemberontakan PKI di Sumatera tidak lah ada. Penulis belum

menemukan berbagai bukti-bukti maupun pernyataan-pernyataan tentang upaya

pemberontakan itu. Yang terjadi adalah upaya makar, yaitu suatu tindakan semi

pemberontakan yang dilakukan berdasarkan kebenaran menurut pribadi atau

kelompoknya yang memiliki satu ide. Contoh ini dapat kita lihat dengan

perebutan-perebutan lahan yang dilakukan oleh BTI yang menuntut hak lahan kepada mereka

sesuai dengan pandangan (penilaian) bahwa mereka juga adalah warga negara 3.2 Pember

Gambar

Gambar 1: Bangunan Tapol Sebelum Dirubuhkan tahun 1971 ( Dokumentasi Bapak     Ngadineming)
Gambar 3: Tungku Masak yang terdiri dari 6 (Tampak Atas), merupakan alat  masak yang digunakan oleh juru masak Tapol untuk para Tapol
Gambar 5: Patok (Batas Wilayah Tapol  PKI Kamp Konsentrasi B).
Gambar 8: Menara Air, digunakan untuk penyimpanan air.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari relasi keluarga yang dimiliki oleh mahasiswa yang melakukan kawin sirri dengan wali hakim, mengetahui pemahaman terhadap

Posisi dalam pekerjaan mendapatkan hasil bahwa ketua tim memiliki ekspektasi terhadap penerapan jenjang karir lebih tinggi dari pe- rawat pelaksana Penelitian Han dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan pola asuh authoritative dan permisive akan menciptakan lebih banyak anak yang memiliki harga diri

AMPAS TAHU DALAM UPAYA PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DI DESA PASUNCEN KECAMATAN TRANGKIL KABUPATEN PATI. PKM Pengabdian

Selain variabel responsiveness (daya tanggap), pada variabel tangible (bentuk fisik) rata-rata jawaban juga menunjukkan jawaban tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

Total phenolicic content of the six seeded pummelo cultivars were 1.24 to 2.28 mg GAE ml -1 , Banyuwangi cultivar had the highest total phenolic content followed

[r]

Selain itu, dampak adanya perkebunan- perkebunan besar karet dan sentra-sentra pembibitan bibit unggul yang terdapat di wilayah Kabupaten Banyuasin juga telah