• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANJUNG KASAU SEBAGI TEMPAT TAHANAN POLITIK (TAPOL) GOLONGAN B

4.1 Pengklasifikasian Para Tahanan Politik

Sejak munculnya tuntutan agar PKI dan ormas-ormasnya dibubarkan, derita orang-orang yang terindikasi anggota PKI dan onderbouwnya baru dimulai. Para pemuda didalam berbagai organisasi yang anti terhadap PKI mulai bergerak. Pemuda Pancasila maupun pemuda Anshar misalnya mulai melakukan penangkapan terhadap mereka yang dikatakan menjadi anggota PKI. Akibatnya terjadi pertarungan antara dua massa masyarakat secara horizontal. Dilain pihak pemerintah pun ragu untuk mengambil tindakan. Hal ini disebabkan di dalam tubuh kelembagaan negara pun diperoleh indikasi yang sama. Artinya ditubuh pemerintahan, militer, polisi maupun

aparat lainnya terdapat orang-orang PKI.45

Situasi membuat suasana di Sumatera Utara umumnya dan kota Medan khususnya menjadi mencekam. Para pemuda dan tokoh ormas-ormas yang anti terhadap PKI segera terus-menerus menuntut pembubaran dan penangkapan anggota PKI. Dilain pihak, tidak semua orang-orang yang terindikasi PKI mengetahui kesalahan mereka. Namun demikian karena kuatnya tuntutan anti PKI maka anggota-anggota PKI lebih banyak bersikap diam bahkan banyak yang melarikan diri. Mereka melakukan perlawanan hanya apabila sudah terdesak. Kondisi seperti ini lah yang

45

53

mengakibatkan terjadi pertumpahan darah. PKI yang memiliki massa lebih sedikit sudah barang tentu selalu dalam pihak korban. Banyak orang yang teraniaya, menderita dan mati tanpa mendapat perlindungan. Baik perlindungan hukum maupun perlindungan keamanan. Keadaan ini apabila terus dibiarkan sudah pasti menjadi sorotan dimana-mana, termasuk dari luar negeri. Dan apabila terus berlangsung tanpa pengendalian tidak tertutup kemungkinan akan mengundang kekuatan pihak luar untuk mengintervensi.

Melihat kondisi yang demikian , Tentara sebagai alat pertahanan dan pembela negara tampil kedepan mengambil peran untuk mengendalikan pemerintahan. ABRI (Tentara) khususnya Angkatan Darat (AD) tampil untuk mengendalikan keamanan. Orang-orang yang terindikasi PKI ditangkap untuk pengamanan. Akhirnya mereka yang ditawan ini tidak lagi dapat ditangkap oleh massa.

Namun perlu kita catat bahwa seorang tentara sebagai aparatur negara harus tetap membela negara. Tetapi sebagai manusia biasa tentara juga memiliki banyak kekurangan. Artinya, tentara juga tidak luput dari sikap anti pati dan simpati terhadap PKI. Berdasarkan kedua sikap itu maka prilaku seorang aparat pun tercermin di dalam proses penangkapan-penagkapan PKI. Bila seorang aparat merasa benci lebih membiarkan tindakan anarkis dari golongan-golongan yang anti komunis. Bahkan adakalanya pura-pura tidak tahu. Demikian pula sebaliknya, sebagai aparat yang pro komunis akan bersifat melindungi. Gambaran ini lah yang mengakibatkan sebelum keadaan lebih tenang tokoh-tokoh pemuda dan ormas-ormasnya selalu mendahului dalam melakukan penangkapan terhadap orang-orang PKI. Sebaliknya posisi ini bermanfaat bagi pihak tentara karena segala kejahatan itu bukan berasal dari mereka,

54

tetapi dari rakyat sendiri. Namun demikian kehadiran ABRI (tentara) dalam mengendalikan keamanan sangat berarti, karena stabilitas kembali dapat ditegakkan.

Sejak ABRI turut serta mengendalikan keadaan maka keadaan mulia kondusif. Pertarungan secara horizontal mulai dapat terkendali, dan anggota PKI yang tertangkap pun mulai di data. Data-data PKI itu diperoleh dari berbagai catatan dan laporan antara lain catatan dan laporan dari tokoh PKI yang tertangkap, lembaga-lembaga instansi pemerintah maupun swasta dan dari kantor-kantor kepala desa.

Setelah data-data in diperoleh maka PKI pun ditangkapi dan dikumpulkan di Tempat Penitipan Sementara (TPS). Ada beberapa TPS di Sumatera Utara yaitu:

1. Gunung Melayu; letaknya dekat rumah sakit Gunung Melayu

2. Sentang; dekat stasiun kereta api

3. Tanjung Balai; di rumah sekolah cina

4. Perbaungan; di rumah sekolah cina

5. Rantau Perapat; di perumahan uniroyal

6. Tebing Tinggi ; di gudang itam

7. Lubuk Pakam; di gudang putih.46

Dari berbagai TPS ini, selanjutnya mereka dibawa ke kodim untuk diperiksa lalu di klasifikasikan golongannya. Di TPS mereka dikonsentrasikan menanti pemeriksaan dan pengklasifikasian golongan. Mereka terkonsentrasi di TPS-TPS ini berbulan-bulan dengan perincian 2 berbulan-bulan pertama hasil dari klasifikasi di tempatkan di tapol golongan masing-masing. Sedangkan selebihnya yang tidak terdata tidak diketahui

46

55

secara jelas beritanya. Berdasarkan informasi mereka dikembalikan, tetapi dalam

kenyataannya banyak yang tidak kembali ke pihak keluarga masing-masing47

Ada tiga pengklifikasian tahanan politik, pertama, Golongan A, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pemberontakan G 30 S/PKI, baik di pusat maupun di daerah. Kedua, Golongan B, yaitu mereka yang telah disumpah atau menurut saksi telah menjadi anggota PKI atau pengurus ormas yang seasas dengan PKI atau mereka yang menghambat usaha penumpasan G 30 S/PKI. Ketiga, Golongan C, yaitu mereka yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun; atau anggota ormas seasas dengan PKI, atau mereka yang bersimpati atau telah terpengaruh sehingga menjadi pengikut PKI.

.

48

Orang yang dimasukan dalam salah satu kategori tersebut tidak

selalu tetap.49

Tindakan hukum tehadap ketiga golongan juga berbeda.

Status seorang Golongan A dapat turun menjadi Golongan B. Begitu pula dengan tahanan Golongan C yang setiap saat dapat naik ke Golongan B. Di kamp konsentrasi B Tanjung Kasau hal ini dialami oleh pak Ngadimin. Dia yang sebelumnya berstatus golongan A kemudian diturunkan menjadi golongan B. Perpindahan status lebih di karenakan tekanan opini internasional, setelah ditemukan bukti baru di samping banyaknya manusia yang ditahan.

50

47

Wawancara dengan Bapak Saparuddin Daulay, Tanggal 15 April 2013, di Tanjung Kasau.

48

Moerdiono, Op.cit., hal. 15.

49

I.G. Krisnadi, “ Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979)”, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, hal 78.

50

Moerdiono, Op.cit., hal 166.

Golongan A diproses melalui sidang-sidang pengadilan militer. Pengadilan Militer itu adalah Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) atau Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti). Hukuman yang dijatuhkan maksimal hukuman mati atau penjara seumur

56

hidup. Sementara untuk Golongan B “dipisahkan” dari masyarakat dengan mengumpulkan mereka di suatu tempat. Mereka “diamankan” dari kemarahan rakyat dan mencegah jangan sampai melakukan kegiatan yang meghambat upaya penertiban yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu tujuan pengamanan adalah agar mereka tidak mengembangkan misi PKI di tengah-tengah masyarakat serta menghilangkan data atau bukti keterlibatan orang lain. Sedangkan Golongan C “hanya” diberi bimbingan dan dibiarkan bebas hidup dalam masyarakat, setelah ditahan selama beberapa waktu dalam proses pengkarifikasian data mereka. Demikian lah pengklasifikasian terhadap para tapol. Untuk Sumatera Utara, Tapol golongan A di Suka Mulia, tapol golongan B di Tanjung Kasau, tapol golongan C di Kodam II Bukit Barisan.

4.2 Perlakuan Terhadap Para Tapol Kamp Konsentrasi B di Tanjung Kasau