• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlakuan Terhadap Para Tapol Kamp Konsentrasi B di Tanjung Kasau Setelah mereka ditangkap dan diklasifikasikan, maka mereka ditempatkan di Setelah mereka ditangkap dan diklasifikasikan, maka mereka ditempatkan di

TANJUNG KASAU SEBAGI TEMPAT TAHANAN POLITIK (TAPOL) GOLONGAN B

4.2 Perlakuan Terhadap Para Tapol Kamp Konsentrasi B di Tanjung Kasau Setelah mereka ditangkap dan diklasifikasikan, maka mereka ditempatkan di Setelah mereka ditangkap dan diklasifikasikan, maka mereka ditempatkan di

kamp-kamp masing-masing Tapol golongan A di Suka Mulia, tapol golongan B di Tanjung Kasau dan tapol golongan C di Kodam II Bukit Barisan. Di kamp-kamp masing-masing mereka diberlakukan sesuai dengan klasifikasi masing-masing.

Tanjung Kasau merupakan kamp konsentrasi golongan B. Sesuai dengan golongannya mereka menjalani kegiatan berdasarkan prosedur dan rutinitas yang seharusnya dilalui dan dilaksanakan tapol golongan B. Kegiatan prosedur yang kita maksud adalah setiap para tapol menjalani proses persidangan sesuai dengan kapasitasnya sebagai anggota PKI. Persidangan ini lah salah satu dasar pemindahan klasifikasi mereka apakah tetap di golongan B atau pindah ke golongan A atau C. Hal

57

ini dilakukan selain melihat keinsyafan mereka tentang bernegara, tentang perkembangan prilakunya, juga karena terlalu padatnya kamp. Sedangkan kegiatan rutinitas adalah aturan kehidupan di kamp yang telah memiliki jadwal-jadwal tertentu dimana para tapol tidak boleh melanggarnya. Kegiatan ini sangat jauh dari kebiasaan-kebiasaan hidup mereka yang bebas dalam arti sesungguhnya (bebas lahir dan batin). Sedangkan setelah di tahanan, kehidupan mereka penuh dengan peraturan yang serba mengekang sehingga tidak mampu mengembangkan diri. Ini mengakibatkan adanya tekanan psikologis terhadap para tapol. Kegiatan rutinitas itu diawali dengan bangun pagi pukul 04.00 dan shalat subuh bagi yang beragama islam. Dilanjutkan dengan senam serta apel pagi pukul 05.00 sampai pukul 06.00, kemudian dilanjutkan dengan mandi dan sarapan hingga pukul 07.00. Pada saat mandi , aktivitas dilakukan secara bersama-sama dalam satu kamar mandi yang cukup luas. Selanjutnya para tapol melakukan pekerjaan sesuai bidang di unit masing-masing. seperti unit kerja kesehatan,pertanian, peternakan, pembatikan, penjahitan dan kerajinan. Pembagian ke dalam unit kerja produksi didasarkan pada keahlian dan keterampilan masing-masing para tapol. Kemudian makan siang dilaksanakan pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00, kemudian lanjut bekerja hingga pukul 16.00. untuk mengisi waktu luang setelah bekerja, para tapol dapat juga melakukan berbagai jenis olahraga seperti bulu

tangkis, voli, tenis meja dan lain-lain. Kemudian ditutup dengan apel malam.51

Hal yang sama terjadi secara nasional termasuk di Tanjung Kasau.Pembagian unit kerja dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki pada umumnya mengerjakan perkerjaan-pekerjaan keras terutama pembukaan-pembukaan lahan,

51

58

pembukaan perkebunan, pertanian dan bangunan. Sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih ringan seperti pekerjaan rumah tangga, pertanian, menjahit, munyulam dan lain-lain. Kedua kelompok ini diklasifikasikan juga berdasarkan tingkat keahlian dan berdasarkan tingkat usia. Bagi mereka yang sudah berusia lanjut, pada umumnya bersifat lebih ringan. Bagi mereka yang sudah berusia lanjut umumnya dipekerjakan sebagai pekerja taman di rumah komandan

kamp. Sedangkan yang lebih muda banyak dikerjakan secara paksa.52

Daerah kerja paksa di Sumatera Utara yang menggunakan orang orang tahanan dari kamp konsentrasi B Tanjung Kasau tahun 1966 sampai dengan tahun 1976 terdapat pada perkebunan Nagaraja, perkebunan Sarang Ginting, perkebunan Mendaris, perkebunan Laut Tador, Perkebunan Rambutan, perkebunan Cina Kasih, perkebunan Sukaluwe, perkebunan Delimuda, perkebunan Bang Abing, perkebunan Siberau, perkebunan Melati dan di kampung Rawang dalam pembuatan Kodam II

Bukit Barisan Kab. Asahan.53

Di perkebunan Rambutan, kerja paksa dikawal oleh empat orang pengawal dari kodim-0201/Tebing Tinggi, sembilan orang pengawal dari Buterpera Tebing Tinggi, dan memakai 6 orang mandur yang diambil dari tahanan Tanjung Kasau (sesama tahanan) serta menggunakan 69 tahanan politik Tanjung Kasau yang dikerja paksakan dari tahun 1966 sampai 1969 (selama tiga tahun) di perkebunan

Rambutan.54

52

Wawancara dengan Bapak Tambono, Pada Tanggal 15 Juni 2013, di Tanjung Kasau.

53

Dokumen Ngadimin, Op.cit.,

54

59

Di perkebunan Laut Tador, kerja paksa memiliki pengawas di bawah seorang anemer yaitu Buyung Hasibuan, dan dengan tiga pengawas yang ditugaskan untuk mengawasi 38 tahanan yang bekerja di perkebunan Laut Tador. Yang pekerjakan dari

tahun 1970 sampai 1971.55

Padaperkebunan Naga Raja Kab. Simalungun, kerja paksa di bawah seorang anemer yang bernama Tan Sukai. Tan Sukai dibantu 9orang pengawas dari veteran yang ditugaskan untuk mengawasi 35 orang tahanan. Mereka dipekerjakan pada

tahun 1969.56

1. Dari pihak militer ada 10 orang anggota TNI yang di siksa sampai cacat

seumur hidup, bahkan mati.

Perlakuan lain yang sangat menyedihkan adalah perlakuan terhadap wanita dimana banyak wanita-wanita yang diperkosa sampai melahirkan anak di luar nikah. Selain diperkosa, banyak pula wanita-wanita yang hilang. Hal ini meninggalkan duka teramat dalam di dalam keluarga.

Selain dari masyarakat biasa yang terlibat seperti di atas terdapat pula dari berbagai instansi baik pemerintah maupun pihak swasta. Sampai saat ini data-data yang baru diperoleh mereka yang terlibat, terindikasi dalam G 30 S/PKI adalah sebagai berikut:

2. Dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdapat 3 orang

3. Dari karyawan Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) sebanyak 12 orang

4. Dari karyawan BUMN PLN sebanyak 4 orang

55

Dokumen Ngadimin, Loc.cit.,

56

60

5. Dari dinas Pekerjaan Umum (PU) sebanyak 3 orang

6. Dari BUMN PN II sebanyak 4 orang

Untuk memenuhi kebutuhan skunder seperti baju dan makanan ringan mereka, maka para tapol diperjakan secara paksa dan mendapat imbalan (upah) yang rendah. Pendapatan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan kualitas atau nilai yang paling rendah seperti rokok dan makanan ringan lainnya. Begitu pula kepada para pengerajin dan para petani kecil di sekitar kamp, mereka mendapatkan uang dari hasil penjualan hasil-hasil kerajinan dan pertaniannya. Mereka diberi peluang seperti itu karena mereka sudah lebih dahulu membayar kepada pihak kamp sehingga mereka mendapat keringanan untuk tidak ikut kerja paksa. Mereka yang bekerja sebagai pengerajin dan petani di sekitar kamp lebih untung, karena dengan hasil pekerjaan mereka itu pula mereka dapat mengirimkan uang ke pihak keluarganya masing-masing.