• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

2.3 Latar Belakang Sejarah Tanjung Kasau .1 Sejarah Tanjung Kasau Sebelum 1965

2.3.3 Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau

Tanjung Kasau menjadi terabaikan. Keadaan ini memberi peluang terhadap kerajaan-kerajaan Melayu yang berada di bawah pengaruh Aceh untuk menganeksasinya.

Keadaan ini tidaklah memberi keberuntungan kepada Tanjung Kasau sebagai sebuah kerajaan kecil karena terjadi perseteruan secara terus-menerus diantara raja-raja Melayu.

Pertikaian yang terjadi secara terus-menerus membuat kerajaan Tanjung Kasau yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Simalungun lama kelamaan menjadi terpengaruh oleh kerajaan Melayu. Terlebih bahwa kebutuhan ekonomi kerajaan Tanjung Kasau banyak berhubungan dengan kerajaan-kerajaan melayu yaitu keberadan selat Malaka sebagai jalur perdagangan. Raja-raja dan masyarakat Tanjung Kasau pun lebih mendekat kepada melayu dan beragama Islam.Kondisi ini berlangsung hingga kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau dan sekaligus menguasainya pada tahun 1882.

2.3.3 Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau

Pada tahun 1824 telah ditandatangani perjanjian antara Inggris dan Belanda yang disebut dengan Perjanjian London. Tujuan dari traktat ini adalah untuk ssmenghindari pertikaian antara Inggris dengan Belanda mengenai daerah jajahan mereka di sekitar Selat Malaka. Pada prinsipnya perjanjian ini adalah pertukaran jajahan antara Belanda dengan Inggris, yaitu Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Belanda, dan Belanda menyerahkan Malaka kepada Inggris dan tidak lagi menuntut Singapura. Kemudian kedua-duanya berjanji tidak akan meluaskan jajahan ke daerah yang bukan haknya sesuai dengan isi perjanjian tersebut. Seperti Inggris tidak lagi

25

mengganggu ke Sumatera, demikian juga Belanda tidak akan ke Semenanjung Melayu dan juga tidak akan mengganggu kedaulatan Aceh. Tetapi walaupun perjanjian itu telah ada namun karena pertimbangan keuntungan ekonomi, maka masing-masing pihak masih terus secara diam-diam meluaskan daerahnya, seperti Inggris belum menutup mata ke Sumatera dan juga Belanda belum melepaskan tekanannya di Perak dan Selangor. Hal seperti itu mencemaskan Belanda. Belanda takut akan kehilangan haknya di Sumatera sesuai dengan isi perjanjian tersebut.

Untuk dapat menguasai daerah Sumatera Timur maka Belanda harus dapat menguasai kerajaan Siak, karena menurut Sultan Siak seluruh Sumatera Timur adalah daerah jajahannya. Pada tahun 1857, ketika Wilson seorang petualang Inggris menguasai Kerajaan Siak maka Sultan Siak meminta bantuan kepada Belanda yang berpusat di Batavia. Ketika Belanda dapat penguasai petualang Inggris tersebut maka Belanda sudah mulai meminta imbalan jasa dengan mengikat perjanjian dengannya

pada tanggal 1 Februari 1858.12 Perjanjian itu disebut dengan Tracktaad Siak yang

berisikan kesediaan Sultan Siak untuk tunduk di bawah kekuasaan Belanda. Dengan tekanan Belanda, Siak mengakui bahagian dari Hindia Belanda dan tunduk dibawah

kedaulatan Agung Belanda.13

Dalam perjanjian itu juga ada dinyatakan bahwa jajahan dan daerah takluknya seperti Kerajaan Melayu Sumatera Timur di masukkan di bawah lindungan pemerintah Hindia Belanda. Selain itu Siak memohon pula bantuan Belanda untuk mempertahankan daerahnya dari serangan musuh Siak. Atas alasan ini lah maka

12

26

Belanda mulai mengirim ekspedisinya untuk mengakhiri kemerdekaan kerajaan-kerajaan Sumatera Timur.

Sebenarnya setelah ditanda-tanganinya Perjanjian London 1824 Belanda sudah berhak meluaskan kekuasaannya di Sumatera Timaur kecuali Aceh, namun perluasan itu menjadi terhalang karena Belanda belum mendapat alasan yang kuat untuk mengakhir kemerdekaan raja-raja di Sumatera Timur. Disampingitu masih banyak faktor yang turut menghambat peluasan jajahannya ke Sumatera Timur seperti takut akan terulang lagi pengalaman pahit yang dihadapi ketika perang Diponegoro. Sedangkan pada waktu ini Belanda masih perang dengan Paderi, sikap Inggris dari Malaka dan juga tantangan Aceh yang seluruhnya harus diperhitungkan oleh Belanda.

Untuk merealisasikan amanah dari Sultan Siak ini maka pada tahun 1862 datanglah ekspedisi Belanda yang pertama ke Sumatera Timur yang dipimpin oleh

Residen Riau Elisa Netscher.14

14

Tengku Lukman Sinar, Op.cit., hal 64.

Dalam kunjungan Netshcher satu persatu kerajaan di Sumatera Timur membuat suatu perjanjian kepada Belanda dengan cara paksa yaitu dengan mempropagandakan Kerajaan Siak. Sebagai contoh adalah Elisa Netscher cukup banyak memanggil raja-raja yang ia singgahi agar datang ke kapalnya seperti Raja Panai dan Raja Bilah. Setelah Netscher memperoleh tanda tangan kerajaan-kerajaan kecil ini maka ia melanjutkan perjalanannya menuju Asahan, Deli, Serdang, Langkat dan lain sebagainya. Tujuan dari pada perjanjian ini adalah pengakuan raja-raja di Sumatera Timur terhadap kekuasaan Belanda atas daerahnya.

27

Demikian pula halnya dengan Tanjung Kasau pengakuan takluk kerajaan-kerajaan besar di atas turut pula menyeret Tanjung Kasau ke dalam ikatan politik Belanda. Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya di bawah kekuasaan raja-raja simalungun jatuh ke tangan Belanda. Khusus tentang kerajaan Tanjung Kasau ini diungkapkan sebagai berikut Raja Alam Perkasa mempunyai putra, yaitu Raja Bolon dan Raja Muda Indera Jati. Setelah Raja Alam Perkasa mangkat, digantikan oleh raja Bolon, dan Raja Indera Jati menjadi raja muda. Raja Bolon selanjutnya membuka kampung Tanjung Meraja. Raja Bolon mempunya tiga putera, penggantinya adalah raja Sabda. Raja Sabda digantikan raja Said. Raja Said memiliki lima orang purta. Putra pengganti raja Said adalah raja Madsyah(Muhammadsyah). Ketika raja Madsyah inilah Belanda menguasai Tanjung Kasau dengan Besluit 16 oktober 1882

yang dikeluarkan oleh Kontroleur Asahandan Batubara yaitu Van Assen15. Kemudian

Raja Madsyah di gantikan oleh saudaranya Jintanali. Keduduka n Raja Jintanali ini bersama pembesar-pembesarnya disumpah pula oleh kontroleur Batubara, BA

Kroesen tahun 1888.16

15

Tengku H.M. Lahusni, Op.cit., hal. 89.

16

//http//google.com, (Keyword: Artikel Mengenai Sejarah Tanjung Kasau). Diunduh pada tanggal 5 Mei 2013.

Sejak saat itu pula Kerajaan Tanjung Kasau dikeluarkan dari kultur pemerintahan simalungun menjadi wilayah melayu. Selanjutnya sejak 1888 ini kewibawaan Kerajaan Tanjung Kasau sudah hampir sirna. Hal ini disebabkan karena Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya berlandaskan pada sistim kerajaan batak di gantikan dengan sistem melayu, dimana dalam banyak hal kebiasaan tradisi batak banyak yang berbeda dengan sistem budaya melayu. Di dalam pertentangan itulah Raja Morah putra Raja Jintanali melakukan perlawanan terhadap Belanda, tetapi