• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Mahasiswa USU Terhadap Pola-Pola E-Learning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sikap Mahasiswa USU Terhadap Pola-Pola E-Learning"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

SIKAP MAHASISWA USU TERHADAP POLA-POLA

E-LEARNING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi pesyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

STEVIE DUMA

051301046

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul :

Gambaran Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola-Pola E-learning

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2009

STEVIE DUMA

(3)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning

Stevie Duma dan Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Sistem pembelajaran konvensional diakui tidak lagi efektif dalam menyambut tantangan globalisasi dunia yang kini berubah menjadi dunia teknologi. Sekarang ini banyak dikembangkan sistem pembelajaran yang berbasis teknologi dan salah satunya adalah e-learning. Dalam penelitian ini e-learning ini dilihat melalui 4 polanya yaitu individual self-paced e-learning online, individual self-paced e-learning offline, group based e-learning synchroniously, dan group based e-learning asynchroniously. Sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning akan menggambarkan bagaimana kepercayaan atau persepsi, perasaaan, dan kecendrungan perilaku mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala sikap Likert. Pola I mempunyai realiabilitas alpha sebesar 0,740. Pola II mempunyai realiabilitas alpha sebesar 0,780. Pola III mempunyai realiabilitas alpha sebesar 0,812. Pola IV mempunyai realiabilitas alpha sebesar 0,827. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling berupa cluster sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa di seluruh fakultas di USU yang berjumlah 200 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap mahasiswa USU terhadap pola individual self-paced e-learning online adalah subjek penelitian yang termasuk ke dalam kategori sikap positif sebanyak 40 orang (20 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori sikap netral sebanyak 137 orang (68,5 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori bersikap negatif sebanyak 23 orang (11,5 %). Sikap mahasiswa USU terhadap pola individual self-paced e-learning offline

adalah subjek penelitian yang termasuk ke dalam kategori sikap positif sebanyak 42 orang (21 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori sikap netral sebanyak 124 orang (62 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori bersikap negatif sebanyak 34 orang (17%). Sikap mahasiswa USU terhadap pola group based e-learning synchroniously adalah subjek penelitian yang termasuk ke dalam kategori sikap positif sebanyak 33 orang (16,5 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori sikap netral sebanyak 145 orang (72,5 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori bersikap negatif sebanyak 22 orang (11 %). Sikap mahasiswa USU terhadap pola group based e-learning asynchroniously adalah subjek penelitian yang termasuk ke dalam kategori sikap positif sebanyak 26 orang (13 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori sikap netral sebanyak 153 orang (81 %), subjek yang termasuk ke dalam kategori bersikap negatif sebanyak 21 orang (76,5 %).

(4)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

The description of University of North Sumatera students attitude toward

e-learningtype

Stevie Duma and Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

Conventional learning system become an uneffective in responding to the world challenge that concerning in technology. Now a days many learning system developed in technology base and one of them is learning. In this research e-learning is seen by 4 types, that is individual self-paced e-e-learning online, individual self-paced e-learning offline, group based e-learning synchroniously, and group based e-learning asynchroniously. Attitude of University of North Sumatera students toward e-learning type will describe how University of North Sumatera students feel, think by its belief and perception, and tend to behave to e-learning types.

This research aims to know the description of University of North Sumatera students attitude toward e-learning type. Measurement tools that was used is attitude scale from Likert. Reliability of alpha in first type is 0,740. Reliability of alpha in second type is 0,780. Reliability of alpha in third type is 0,812. Reliability of alpha in fourh type is 0,827. Method used was descriptive quantitative and sampling technique was cluster sampling. Sample in this research was 200 student from all the faculty in University of North Sumatera.

The result indicate that University of North Sumatera students attitude toward individual self-paced e-learning online was 40 students (20 %) counted as positive category, 137 students (68,5 %) counted as neutral category, 23 (11,5 %) students counted as negative category. The University of North Sumatera students attitude toward individual self-paced e-learning offline was 42 students (21 %) counted as positive category, 124 students (62 %) counted as neutral category, 34 (17 %) students counted as negative category. The University of North Sumatera students attitude toward group based e-learning synchroniously was 33 students (16,5 %) counted as positive category, 145 students (72,5 %) counted as neutral category, 22 (11 %) students counted as negative category. The University of North Sumatera students attitude toward group based e-learning asynchroniously was 26 students (13 %) counted as positive category, 153 students (81 %) counted as neutral category, 21 (10,5 %) students counted as negative category.

(5)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Skripsi

yang berjudul “Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola-Pola E-learning” dengan

baik. Penulis sangat bersyukur atas petunjuk dan pertolongan Tuhan Yang Maha

Esa dalam penyelesaian tugas ini, karena penulis menyadari bahwa tanpa

petunjuk dan pertolongan-Nya, perjuangan dalam penyelesaian tugas ini akan

begitu berat terasa.

Tugas mata kuliah ini dapat penulis selesaikan karena bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis

dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Seminar ini, antara lain:

1. Ibu Filia Dina A, Mpd selaku dosen pembimbing. Terima kasih penulis

ucapkan atas bantuan, bimbingan dan masukan yang begitu berarti yang

telah Ibu berikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas seminar ini.

2. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi yang membantu

saya untuk lebih memahami penelitian saya.

3. Kepada Ayah, Ibu serta adik-adik dan keluarga penulis, yang selama ini

telah memberikan dukungan dan doanya demi kelancaran dan kesuksesan

penulis dalam penyelesaian seminar ini, penulis ucapkan terima kasih yang

(6)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

4. Teman-teman dan sahabat yang selalu mendukung, memotivasi dan

membantu penulis dalam penyelesaian seminar ini (Yenni, Ira, Dini,

Dinda, Tika, Lili, bang Ronal, bang Fahmi, Ilham, Indah). Terima kasih

penulis ucapkan pada semuanya karena selalu menjadi tempat curhatan

penulis ketika penulis sedang stress, semoga Allah membalas semua

kebaikan yang telah diberikan.

5. Teman-teman satu divisi pendidikan (Jeni, Toni, Acid, dll). Terima kasih

atas bantuannya.

6. Terima kasih buat semua orang yang pernah membantu perkembangan

seminar penulis. Walaupun tidak disebutkan, tapi bantuan yang diberikan

sangat berguna bagi penulis. Semoga Allah membalas dengan banyak

kebaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran

yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini

agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, Agustus 2009

(7)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GRAFIK... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat teoritis ... 11

2. Manfaat praktis ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. E-learning ... 14

1. Pengertian e-learning ... 14

(8)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

3. Fungsi e-learning ... 17

4. Manfaat dan kekurangan e-learning... 19

5. Komponen yang membentuk e-learning ... 21

6. Filosofis e-learning... 22

B. Sikap ... 23

1. Definisi sikap ... 23

2. Komponen sikap... 24

3. Ciri-ciri sikap ... 26

4. Karakteristik sikap. ... 27

5.Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 28

6. Pembentukan sikap dan perubahan sikap...29

7.Pengukuran sikap ... 31

C. Mahasiswa ... 31

D. Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola E-learning... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36

B. Defenisi Operasional ... 37

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel... 38

1. Populasi dan sampel. ... 38

2. Metode pengambilan sampel. ... 39

3. Jumlah sampel penelitian ... 40

(9)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

E. Uji Coba Alat Ukur ... 45

1. Validitas alat ukur ... 45

2. Reliabilitas alat ukur ... 46

3. Hasil uji coba alat ukur ... 47

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 54

1. Tahap persiapan penelitian ... 54

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 56

3. Tahap pengolahan data penelitian ... 57

G. Metode Analisa Data... 57

BAB IV ANALISA DATA ... 58

A. Analisa Data... ... 58

1. Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin ... 58

2. Pengelompokan subjek berdasarkan usia ... 59

3. Hasil penelitian ... 60

a. Gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola individual self-paced e-learning online ... 63

b. Gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola individual self-paced e-learning online ... 65

c. Gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola group based e-learning synchroniously ... 66

d. Gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola group based e-learning asynchroniously ... 69

(10)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

1. Saran metodologis... 77

2. Saran praktis ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(11)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pembagian Fakultas Berdasarkan Cluster... 40

Tabel 2 Perhitungan Pembagian Proporsi pada Setiap Cluster ... 41

Tabel 3 Pembagian Proporsi Disetiap Fakultas ... 42

Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Sikap yang Digunakan dalam Penelitian...44

Tabel 5 Blue Print Skala Sikap Sebelum Uji Coba... 47

Tabel 6 Blue Print Skala Sikap Sebelum Uji Coba... 51

Tabel 7 Blue Print Skala Sikap Sebelum Uji Coba... 52

Tabel 8 Blue Print Skala Sikap Setelah Uji Coba ... 53

Tabel 9 Pengelompokan Usia ... 59

Tabel 10 Pengkategorisasian Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola-Pola E-learning... 61

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola E-learning-Pola I...62

Tabel 12 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola E-learning-Pola II...62

Tabel 13 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola E-learning-Pola III...62

Tabel 14 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola E-learning-Pola IV...62

(12)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Tabel 16 Kriteria kategori Skor Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Individual

Self-Paced E-learning Offline ... ... 65

Tabel 17 Kriteria kategori Skor Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Group

Based E-learning Synchroniously ... ... 67

Tabel 18 Kriteria kategori Skor Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Group

(13)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...59

Grafik 2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Usia...60

Grafik 3 Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Individual Self-Paced

E-learning Online ...64

Grafik 4 Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Individual Self-Paced .

E-learning Online ... 66

Grafik 5 Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Group Based E-learning

Synchroniously ... 68

Grafik 6 Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Group Based E-learning

(14)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Try Out ... 79

Lampiran 2 Skala Penelitian ... 87

Lampiran 3 Data Try Out ... 93

Lampiran 4 Data Penelitian ... 96

Lampiran 5 Reliabilitas Item ... 103

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 111

Lampiran 7 Hasil Statistik Deskriptif SPSS ... 113

(15)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap pencapaian kompetensi lulusan. Sistem pembelajaran telah mengalami

perkembangan yang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) (Widanarko, 2007). Sebelum ada perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi, para pelajar harus puas dengan sistem

pembelajaran konvensional dimana sistem ini adalah sistem yang diterapkan oleh

pengajar kepada pelajar sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan dan

keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Belum sampai kepada meletakan

nilai-nilai wawasan sosial dan kemanusiaan, serta penguasaan bekal hidup yang praktis.

Dalam sistem ini terlihat bahwa hubungan pengajar dan pelajar ibarat hubungan

cerek dan cangkir, yang satu cuma sebatas memberi dan yang lain sekedar

menerima saja (Marjohan, 2007).

Pernyataan di atas didukung oleh Suryadi (2008) yang mengatakan bahwa

sistem belajar konvensional di sekolah makin diyakini sebagai sistem yang sudah

tidak efektif lagi. Berbagai konsep yang menyangkut kemampuan otak,

kecerdasan, dan kreativitas, berkembang makin jauh, dan makin menguatkan

argumentasi yang ingin mengoreksi kelemahan sistem belajar yang selama ini

berlaku secara konvensional. Ciri-ciri sistem pengajaran kuno atau konvensional

(16)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat otoriter, yaitu bersifat

menguasai. Pengajar menganggap bahwa dirinyalah paling benar, yang

mengharuskan setiap pelajar menerima apa yang dikatakan, sehingga interaksi

pengajar-pelajar lebih diwarnai oleh rasa takut. Selain itu sistem pendidikan yang

diterapkan oleh pengajar kepada pelajar bersifat mengulang-ulang dan tidak ada,

atau kurang, kreasi dalam mengembangkan pelajaran dan seni mengajarnya.

Sama-sama dapat diperhatikan bahwa masih ada pengajar yang mana kalau

mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun. Dan

ce-ramah merupakan metode yang lazim diterapkan. Pelajar kurang terlibat secara

aktif dan inilah penyebab suasana kelas dan suasana belajar menjadi serba

membosankan.

Riyanto (2007) menyatakan bahwa penerapan sistem belajar mengajar

secara konvensional adalah suatu ketidakefektifan, sebab dengan perkembangan

zaman, pertukaran informasi menjadi cepat dan instan sehingga institusi yang

masih menggunakan sistem tradisional ini akan tertinggal dari perkembangan

informasi teknologi yang semakin pesat. Banyak kendala yang dialami ketika

penyelenggaraan pendidikan yang masih bersifat konvensional dituntut untuk

memberikan pelayanannya bagi masyarakat luas yang tersebar di seluruh

Nusantara. Kendala-kendala yang dialami antara lain keterbatasan finansial,

jauhnya lokasi, dan keterbatasan institusi (Tafiardi, 2005). Pernyataan di atas

didukung oleh Nurcahyo (2009) yang mengatakan bahwa sistem pembelajaran ini

tidak dapat menjawab tantangan perkembangan teknologi dan informasi yang

(17)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

membaca, berkomunikasi, dan belajar. Keberadaan tersebut juga memungkinkan

semua orang yang mempunyai akses terhadap teknologi dapat memperoleh

informasi apa saja, dimana saja, dan kapan saja (Chaeruman,2008). Menurut

Badrul Khan (dalam Chaeruman, 2008) dengan adanya teknologi, maka

pembelajaran akan lebih bersifat terbuka, fleksibel, dan terdistribusi. Salah satu

hasil dari perkembangan teknologi adalah keberadaan internet yang telah

mengubah paradigma berfikir konvensional serta berhasil menawarkan alternatif

pembelajaran dalam pendidikan (Suryaningtyas, 2008).

Pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, khususnya internet

memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu

institusi pendidikan (Riyanto, 2007). Sistem pembelajaran berbasis elektronik

yang kini sedang marak dibicarakan adalah e-learning. Hal ini ditandai dengan

semakin banyaknya jumlah perguruan tinggi di berbagai negara yang menyajikan

materi perkuliahan secara elektronik, baik sebagai pelengkap maupun pengganti

pelajaran tatap muka (Fachri, 2007). E-learning telah menjadi suatu kebutuhan

bagi sivitas akademika, mengingat baik pengajar, pelajar maupun institusi

pendidikan telah memanfaatkan teknologi komputer dalam proses kegiatan belajar

mengajar (Widanarko, 2007). Sistem pembelajaran e-learning di lingkungan

perguruan tinggi mendorong pendidik untuk memungkinkan pengembangan

layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan

(Suryaningtyas, 2008).

E-learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi

(18)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

sistemnya (Wahono,2005). Menurut Organisation For Economic Co-operation

and Development (OECD)(2005) e-learning mengacu pada penggunaan teknologi

informasi dan komunikasi untuk meningkatkan dan mendukung pembelajaran.

Tetapi untuk lebih luasnya, pelajar yang menggunakan e-mail dan mengakses

materi kuliah secara on-line juga dapat dikatakan e-learning (OECD, 2005).

Senada dengan OECD, Rochaety (2005) mengatakan bahwa e-learning adalah

perpaduan antara metode tatap muka dengan metode online (via internet dan

berbagai pengembangan teknologi informasi lainnya).

Lebih lanjut Koswara (2003) menjelaskan bahwa proses belajar-mengajar

melalui e-learning dilakukan dengan menggunakan berbagai fasilitas teknologi

informasi, seperti komputer baik hardware maupun software, teknologi jaringan

seperti local area network dan wide area network, serta teknologi telekomunikasi

seperti radio, telepon, dan satelit. Penyampaian materi e-learning dapat melalui

synchronous atau asynchronous. Synchronous berarti pengajar dan pelajar

berinteraksi secara waktu nyata (real time), beberapa peralatan yang

menggunakan cara itu harganya relatif mahal. Misalnya dengan two-way

videoconferences, audioconferencing, internet chat, dan desktop video

conferencing. Penyampaian materi dengan asynchronous tidak secara bersamaan.

Dosen menyampaikan instruksi melalui video atau komputer, kemudian pelajar

merespons pada lain waktu. Misalnya, instruksi disampaikan melalui web atau

dan umpan balik disampaikan melalui e-mail (Koswara, 2003).

Terdapat beberapa tipe dari aktifitas e-learning yang dikemukakan

(19)

e-Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

learning online, Kedua, individual self-paced e-learning offline, Ketiga,

group-based e-learning synchronously, Keempat, group-based e-learning

asynchronously. Melalui e-learning, para pelajar dimungkinkan untuk tetap dapat

belajar sekalipun tidak hadir secara fisik di dalam kelas. Kegiatan belajar menjadi

sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu para pelajar.

Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi mahasiswa dengan sumber belajar

yang tersedia dan dapat diakses dari internet (Fachri, 2007).

Implementasi sistem e-learning dewasa ini sangat bervariasi, namun

semua itu didasarkan atas suatu prinsip bahwa e-learning dimaksudkan sebagai

upaya pendistribusian materi pembelajaran melalui media elektronik atau Internet

sehingga peserta didik dapat mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru dunia.

Ciri pembelajaran dengan e-learning adalah terciptanya lingkungan belajar yang

fleksibel dan terdistribusi (Surjono, 2007).

Pemanfaatan informasi dan teknologi sudah merupakan kelaziman di

Amerika Serikat pada dasawarsa yang lalu (Riyanto, 2007). Seperti yang

dilakukan beberapa perguruan tinggi di luar negri, misalnya Kanada, yang telah

menjadikan pembelajaran elektronik sebagai salah satu alternatif pembelajaran

yang dapat dipilih oleh peserta didiknya. Artinya, seluruh kegiatan perkuliahan

diikut i oleh peserta didik melalui pemanfaatan internet, mulai dari pendaftaran

diri, untuk mengikuti kuliah, konsultasi akademik, penyelesaian tugas-tugas,

sampai dengan evaluasi kegiatan belajar peserta didiknya. Dengan demikian,

peserta didik dapat memilih apakah akan mengikuti kegiatan kuliah secara tatap

(20)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Di Indonesia sendiri, lingkungan akademis pendidikan yang sudah akrab

dengan implikasi informasi dan teknologi di bidang pendidikan salah satunya

adalah Universitas Indonesia (UI). Hampir setiap Fakultas yang terdapat di UI

memiliki jaringan yang dapat diakses oleh masyarakat, memberikan informasi

bahkan bagi yang sulit mendapatkannya karena problema ruang dan waktu. Hal

ini juga tentunya sangat membantu bagi calon peserta didik maupun peserta didik

atau bahkan alumni yang membutuhkan informasi tentang biaya kuliah,

kurikulum, dosen pembimbing, atau banyak yang lainnya. Contoh lain adalah

Universitas Swasta Bina Nusantara juga memiliki jaringan internet yang sangat

baik, yang melayakkan mereka mendapatkan penghargaan akademi pendidikan

Indonesia dengan situs terbaik. Layanan yang disediakan pada situs mereka dapat

dibandingkan dengan layanan yang disediakan oleh situs-situs pendidikan luar

negeri seperti Institut Pendidikan California atau Institut Pendidikan Virginia

(Riyanto,2007).

Salah satu peserta didik ataupun pelajar yang menggunakan media

elektronik adalah mahasiswa. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan

tinggi, baik di Universitas, institut atau akademi. Takwin (2008) mengatakan

mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai

mahasiswa. Dalam Santrock (2007) dikatakan bahwa jika pelajar ingin siap kerja,

teknologi harus menjadi bagian integral dari sekolah dan pelajaran di kelas. Jika

dikaitkan dengan pendapat di atas, mahasiswa juga merupakan peserta didik yang

nantinya akan dipersiapkan untuk bekerja sehingga kemampuan berteknologi

(21)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

2007) yang menyatakan bahwa dunia sekarang adalah dunia yang berorientasi

teknologi, sehingga kompetensi orang makin ditantang dan diperluas dengan

cepat. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa

kedepannya akan ditantang kompetensinya dalam bidang teknologi. Sekali lagi

teknologi pendidikan sangat dibutuhkan dalam menjawab tantangan dunia yang

semakin cepat.

Selain perguruan-perguruan tinggi yang sudah disebutkan di atas,

Universitas Sumatera Utara (USU) termasuk salah satu perguruan tinggi yang

sedang mengembangkan sistem pembelajaran dengan menggunakan e-learning.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan sistem e-learning di universitas yang

memiliki 13 Fakultas dan beberapa program studinya ini dapat dilihat dari adanya

portal akademik yang menangani permasalahan mahasiswa yang dulunya

dilakukan secara manual. Seperti contoh pengisian Kartu Rencana Studi (KRS)

yang sekarang dapat dilakukan hanya dengan membuka internet lalu mengakses

portal akademik dan akhirnya KRS pun dapat terelesaikan dalam waktu yang

singkat. Pada beberapa fakultas di USU ini sudah mulai menerapkan sistem

e-learning. Salah satu contohnya adalah Fakultas Psikologi. Baik mahasiswa

maupun pengajar di Fakultas ini sangat sering menggunakan media elektronik

sebagai alat pendukung dalam hal belajar mengajar. Dan media yang paling sering

digunakan adalah komputer, laptop, dan internet. Hasil observasi menunjukkan

bahwa beberapa dosen telah mengunggah (upload) materi perkuliahannya di

internet, tepatnya melalui portal akademik. Menurut Zulharman (2007) berinternet

(22)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan kemampu-terapan informasi yang

mendukung dalam menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil

keputusan. Hasugian (2005) menyatakan hal ini disebabkan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dan dipacu oleh adanya kemudahan

pada penyebarluasan informasi baik melalui media cetak ataupun internet.

Berbagai informasi ilmiah semakin tersedia di berbagai situs di internet dan semua

hal itu merupakan suasana yang kondusif bagi berkembangnya kegiatan

pengajaran di suatu perguruan tinggi. Namun hasil observasi awal menunjukkan

bahwa informasi tentang e-learning di USU belum sempurna. Hal ini bisa terbukti

dari hasil wawancara informal berikut terkait dengan e-learning :

E-learning ya? Pernah dengar si...tapi ga tau pasti pengertiannya. Setahu saya

e-learning itu kalo dari namanya aja dia berhubungan sama kek internet-internet gitu. Tapi ga tau ya apa itu benar atau salah.”

(Komunikasi Personal, Maret 2009).

Wawancara di atas menunjukkan bahwa kata-kata e-learning belum populer di

kalangan mahasiswa USU. Namun begitu bukan berarti mahasiswa di USU buta

akan e-learning. Hal ini terbukti dari hasil wawancara informal terhadap

mahasiswa yang mengetahui e-learning:

e-learning itu menurut saya adalah suatu metode pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah satu contohnya aja ya menurut saya mencari-cari bahan kuliah dengan menggunakan internet itu sudah termasuk e-learning. Penggunaannya sendiri sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas kuliah yang terkadang tidak saya dapatkan hanya dari buku kuliah. Baguslah menurut saya e-learning itu. Kalo bisa si semakin dikembangkan. Terutama untuk jurnal-jurnal, soalnya terkadang akses jurnal itu susah”

(23)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Keberhasilan perkembangan e-learning yang dijabarkan melalui pola-pola

yang dikemukakan oleh Romiszowski (Naidu, 2006) di USU ini dipengaruhi oleh

sikap dari sivitas akademinya yang salah satunya adalah mahasiswa. Sikap sendiri

merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial serta

bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu

terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004). Menurut

Azwar (2005) sikap merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif

dan konatif. Hal ini senada dengan tiga komponen sikap yang diungkapkan oleh

Mann (dalam Azwar, 2003), yaitu: komponen kognitif merupakan persepsi,

kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki oleh individu mengenai sesuatu,

komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi serta komponen konatif berisi tendensi atau

kecendrungan untuk bertindak atau untuk beraksi terhadap sesuatu dengan

cara-cara tertentu. Diasumsikan bagaimana mahasiswa berfikir, merasakan, dan

berperilaku akan mempengaruhi perkembangan penerapan e-learning di USU

yang ditinjau dari adanya pola-pola e-learning. Sikap mahasiswa USU terhadap

pola-pola e-learning dimana pola-pola ini yang akan dijadikan sebagai indikator

perilakunya dipengaruhi oleh pemikiran dan pemahaman mahasiswa itu sendiri

dan pengalaman mahasiswa dengan pola-pola e-learning tersebut.

Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti juga menunjukkan bahwa

pola individual self-paced e-learning online lebih banyak digunakan di USU.

(24)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

mencari sumber belajarnya. Hal ini dikuatkan dengan adanya hasil wawancara

berikut:

“Aku tau e-learning itu ya dari kampus. Karena di kampus aku emang udah ada yang menggunakan e-learning gitu. Jadi di kampus tu udah ada beberapa dosen yang ngasih bahan materinya melalui portal yang nantinya bisa diakses dengan internet. Bahkan ada dosen kami yang ga masuk ke kelas. Hanya ujian aja baru mahasiswanya datang. Jadi bahan-bahannya tu diambil dari internet. Kalo ga salah tu dikirim ke email dan menurut aku emang udah seharusnya e-learning itu lebih dipopulerkan jadi mahasiswa USU tu ga gaptek hehehe...”. (Komunikasi Personal, Maret 2009).

Menurut Azwar (2003), nilai dan opini sangat erat berkaitan dengan sikap.

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu. Apa

yang telah dan sedang dialami oleh individu akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatannya terhadap stimulus sosial. Berdasarkan hasil

wawancara mahasiswa yang mengetahui tentang e-learning, dapat diketahui

bahwa mereka memiliki pandangan yang positif terhadap keberadaan sistem

e-learning karena kemudahan-kemudahan yang mereka rasakan yang sangat

membantu dalam pengerjaan tugas kuliah. Selain itu pendapat positif mahasiswa

terhadap e-learning juga terbentuk dari manfaat yang mereka rasakan seperti

kelenturan sistem e-learning itu sendiri. Namun begitu, menurut Middlebrook

(dalam Azwar, 2003), tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek

akan cenderung membentuk sikap negaif terhadap objek tersebut.

Pengetahuan mahasiswa Universitas Sumatera Utara tentang e-learning

tidak sepesat pengetahuan mahasiswa yang ada di luar Medan, khususnya daerah

Jawa. Padahal sekarang ini sistem e-learning sedang marak-maraknya dibicarakan

dan sedang dikembangkan. Selain itu, penelitian tetang sikap mahasiswa USU

(25)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

mahasiswa terhadap pola-pola e-learning, apakah positif atau negatif.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti merasa penting untuk mendapatkan

gambaran secara kuanitatif bagaimana sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola

(26)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fenomena di atas peneliti ingin mengetahui hal yang

dirumuskan dalam pertanyaan dibawah ini :

Bagaimana gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola

e-learning?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap

mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan ada dua manfaat yang dapat diambil,

diantaranya, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dalam penelitian ini dapat membantu mengembangkan ilmu

psikologi khususnya psikologi pendidikan dan bidang lainnya dalam aplikasinya

dan memberikan sumbangsih karya ilmiah yang berhubungan dengan sikap

mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning.

2. Manfaat Praktis

(27)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

1. Pandangan untuk memetakan kesiapan mahasiswa Universitas Sumatera

Utara dalam menerima perkembangan teknologi pendidikan khususnya

e-learning.

2. Sebagai masukan bagi pihak kampus USU untuk menentukan sistem

e-learning yang tepat sehingga dapat lebih memudahkan kinerja para

pengajar dan memudahkan pembelajaran bagi peserta didik.

E. Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori yang

mendasari masalah yang menjadi objek penelitian.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dalam penelitian yaitu identifikasi

variabel, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, lokasi

penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel,

(28)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. E-learning

1. Pengertian e-learning

Istilah e-learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga

banyak pakar yang menguraikan tentang defenisi e-learning dari berbagai sudut

pandang. Salah satu defenisi yang cukup dapat diterima banyak pihak adalah yang

dikemukan oleh Hartley (dalam Wahono, 2003) yaitu “e-learning merupakan

suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke

siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer

lain”.

Senada dengan yang dikemukakan Hartley, Naidu (2003) mengatakan

bahwa e-learning mengacu pada penggunaan jaringan teknologi dan komunikasi

dalam belajar dan mengajar. Tetapi untuk lebih luasnya, mahasiswa yang

menggunakan e-mail dan mengakses materi kuliah secara on-line juga dapat

dikatakan e-learning (OECD, 2005). E- learning merupakan alternatif

pembelajaran yang relatif baru utuk menunjang keberhasilan proses belajar

mengajar (Koswara, 2008). Menurut Widanarko (2007) e-learning adalah proses

pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

secara sistematis dengan mengintegrasikan semua komponen pembelajaran,

termasuk interaksi pembelajaran lintas ruang dan waktu, dengan kualitas yang

(29)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk

mengirimkan serangkaian solousi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan. E-learning ini sendiri mempunyai beberapa karakteristik seperti

yang telah dikemukakan oleh Suyanto (2005). Ia mengemukakan 4 karakteristik

e-learning yang terdiri dari:

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana pengajar dan

peserta didik, peserta didik dan peserta didik, ataupun pengajar dan

sesama pengajar dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa

dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.

b. Memanfaatkan keunggulan komputer (media digital dan jaringan

komputer).

c. Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri yang dapat

disimpan dikomputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa

kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan

membutuhkannya.

d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan

belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan

yang dapat dilihat setiap saat dikomputer.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa e-learning

adalah suatu sistem dalam pembelajaran yang mengacu pada penggunaan

teknologi informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

(30)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

memanfatkan keunggukan komputer, menggunakan bahan ajar yang bersifat

mandiri, dan memanfaatkan jadwal belajar yang dapat dilihat pada komputer.

2. Pola e-learning

Meurut OECD (2005) pola e-learning berdasarkan penawaran mata kuliah

yang diakses melalui internet atau jaringan online lainnya, e-learning terbagi atas:

a. Web-supplemented, berfokus pada pengajaran yang berdasarkan ruang kelas

tetapi meliputi elemen-elemen seperti penempatan skema mata kuliah dan

catatan dosen secara online, menggunakan e-mail dan jaringan ke sumber

online.

b. Web-dependent, mewajibkan mahasiswa untuk menggunakan internet untuk

elemen kunci dari program-program seperti diskusi online, tugas, proyek atau

kerjasama online, tetapi tanpa pengurangan waktu kelas yang signifikan.

c. Mixed Mode, elemen e-learning mulai menggantikan waktu kelas. Diskusi

online, tugas, proyek atau kerja sama menggantikan pengejaran dan belajar

secara tatap muka.

d. Fully Online, mahasiswa dapat mengikuti mata kuliah yang ditawarkan oleh

universitas pada suatu kota dari kota lain, negara, atau pada waktu lain.

Selain pola-pola yang telah disebutkan di atas terdapat sejumlah pola

e-learning lainnya yang berdasarkan aktivitas pendidikan yang dilakukan

perorangan ataupun kelompok secara online atau offline, dan sinkron atau tidak

(31)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

a. Individual self-paced e-learning online yang mengacu pada situasi dimana

pelajar individu mengakses sumber belajar melalui intranet atau internet.

Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar sendiri atau mengadakan

penelitian pada internet atau jaringan lokal.

b. Individual self-paced e-learning offline yang mengacu pada situasi dimana

pelajar individu menggunakan sumber belajar yang tidak terhubung dengan

intranet atau internet. Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar melalui

perangkat seperti CD dan DVD

c. Group-based e-learning synchronously yang mengacu pada situasi dimana

sekelompok pelajar belajar bersama dalam waktu yang nyata melalui intranet

atau internet. Hal ini meliputi komunikasi dua arah yang menggunakan audio

dan videokonferensi.

d. Group-based e-learning asynchronously yang mengacu pada situasi di mana

sekelompok pelajar tidak harus belajar dalam waktu yang nyata. Contoh

tipikal dari tipe ini meliputi diskusi online melalui email dan konferensi

dengan pembelajaran sistem manajemen.

E-learning mempunyai berbagai macam pola seperti yang dikemukakan di

atas. Dari dua pola-pola e-learning yang telah dijabarkan di atas, peneliti akan

menggunakan pola e-learning menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006).

Dimana pola-pola ini yang nantinya akan dijadikan sebagai indikator perilaku

(32)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

3. Fungsi e-learning

Menurut Siahaan (dalam Fachri, 2007) setidaknya ada tiga fungsi

e-learning terhadap kegiatan pembelajaran dalam kelas, yaitu:

a. Berfungsi sebagai Suplemen (tambahan): apabila peserta didik mempunyai

kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran

elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada kewajiban bagi peserta didik

untuk mengakses materi e-learning. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik

yang memanfaatkannya tentu saja akan memiliki tambahan pengetahuan atau

wawasan.

b. Berfungsi sebagai komplemen (pelengkap): apabila materi pembelajaran

elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima

siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi

pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi pengayaan

(reinforcement) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai

enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai

materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learner)

diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang

memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin

memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang

disajikan guru di dalam kelas. Sedangkan sebagai program remedial, apabila

kepada peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran

(33)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang

memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik

semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di

kelas.

c. Berfungsi sebagai subtitusi: apabila perguruan tinggi atau sekolah memberikan

beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para

mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel

mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain

sehari-hari mahasiswa.

4. Manfaat dan kekurangan e-learning

Menurut Suryaningtyas (2008) dalam proses pembelajaran, terdapat

beberapa manfaat e-learning, yaitu:

a. Fleksibel: Menghemat waktu proses belajar mengajar.

b. Mengurangi biaya perjalanan.

c. Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan,

buku-buku)

d. Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas.

e. Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.

Secara lebih rinci, Fachri (2007) membagi manfaat e-learning ini yang

dapat dilihat dari dua sudut yaitu dari sudut peserta didik dan pengajar. Jika dilihat

(34)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

a. Kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang

tinggi. Artinya peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat

dan berulang-ulang.

b. Peserta didik apat berkomunikasi dengan pengajar setiap saat. Dengan kondisi

yang demikian, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaanya

terhadap materi pembelajaran.

c. Kegiatan e-learning juga dapat memberikan manfaat bagi peserta didik yang

belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah miskin, yang mengikuti pendidikan

di rumah, yang merasa phobia dengan sekolah, atau para peserta didik yang

tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan berbagai macam alasan, dan yang

tidak tertampung di sekolah konvensional (Brown, dalam Fachri 2003).

Dilihat dari sudut pengajar, kegiatan e-learning ini memiliki beberapa manfaat,

yaitu (Soekartawi, dalam Fachri 2003):

a. Lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi

tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang

terjadi.

b. Dapat mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan

wawasan karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak.

c. Dapat mengontrol kegiatan belajar peserta didik.

d. Dengan kegiatan e-learning pengajar dapat memastikan apakah peserta

didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik

(35)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

e. Dapat memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukannya hasilnya

kepada peserta didik.

Walaupun begitu, pemanfaatan e-learning dalam proses pembelajarannya juga

tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik yang disampaikan

Bullen (dalam Suyanto,2005) adalah:

a. Kurangnya interaksi antara pengajar dan peserta didik atau bahkan antara

peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini dapat memperlambat

terbentuknya nilai dalam proses belajar mengajar.

b. Kecendrungan mengabaikan aspek atau aspek sosial dan sebaliknya

mendorong tumbuhnya aspek bisnis dan komersial.

c. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung

gagal.

d. Tidak semua tempat tersedia internet.

e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet.

f. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

5. Komponen yang membentuk e-learning

Menurut Wahono (2003) ada beberapa komponen yang membentuk e-learning

yang terdiri dari:

a. Infrastruktur e-learning: Infrastruktur e-learning dapat berupa

personal computer (PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan

multimedia. Termasuk didalamnya peralatan teleconference apabila ingin

(36)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

b. Sistem dan Aplikasi e-learning: Sistem perangkat lunak yang

mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen

kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian

(rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan

manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut

sering disebut dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak

yang opensource sehingga bisa dimanfaatkan dengan mudah dan murah

untuk dibangun di sekolah dan universitas.

c. Isi e-learning: Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learningsystem

(Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam

bentuk Multimedia-based Content (konten berbentuk multimedia

interaktif) atau Text-based Content (konten berbentuk teks seperti pada

buku pelajaran biasa). Biasa disimpan dalam Learning Management

System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta kapanpun dan

dimanapun.

Sedangkan Actor (pelaku) yang ada dalam pelaksanakan e-learning boleh

dikatakan sama dengan proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu adanya

pengajar (instruktur) yang membimbing, peserta didik yang menerima bahan ajar

(37)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

6. Filosofis e-learning

Menurut Cisco (dalam Suyanto,2005) ada beberapa filosofis dari

e-learning, yaitu:

a. E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan,

pelatihan, secara on-line.

b. E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai

belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap

buku text, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat

menjawab tantangan perkembangan globalosasi.

c. E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di

dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan

isi dan pengembangan teknologi pendidikan.

d. Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara

penyampaiannya. Semakin baik keselarasan antar isi dan alat penyampai

dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada

(38)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

B. SIKAP

1. Definisi sikap

Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah

kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial.

Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial serta

bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu

terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004)

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu

tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi,

membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan

kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi,

bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh

ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa

yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).

Morgan (dalam Sukadji, 1993) menyatakan sikap adalah suatu evaluasi,

yang merupakan predisposisi perolehan belajar. Predisposisi mengarahkan prilaku

yang evaluatif yang konsisten terhadap orang, sekelompok orang, suatu objek,

atau sekelompok objek. Pernyataan evaluatif dapat bermacam-macam, seperti

senang-tidak senang, pro-anti, setuju-tidak setuju, positif-negatif, dan sebagainya.

Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka

pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

(39)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

(unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan

untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema

triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi

komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam

memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap

adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk

bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan

konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku

terhadap suatu objek.

2. Komponen sikap

Mann (dalam Azwar, 2000), menyatakan sikap terdiri dari 3 (tiga)

komponen, yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini

dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut

masalah isu atau problem yang kontroversial. Azwar (2000) menyatakan

kepercayaan terhadap sesuatu datang dari apa yang telah dilihat atau dari

yang telah diketahui. Berdasarkan hal ini kemudian terbentuk ide atau

(40)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

kepercayaan terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang

mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya

berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang

paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah

sikap seseorang. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan

yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi

seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

Azwar (2000) menyatakan bahwa reaksi emosional banyak dipengaruhi

oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi

objek termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak

atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Menurut

Azwar (2000) komponen konatif menunjukkan bagaimana cara

berperilaku sesuai dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsinya adalah

bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.

Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selarasdengan kepercayaan

dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Azwar (2000) menyatakan bahwa ketiga komponen diatas adalah selaras

(41)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang

dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga

komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi

ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap.

3. Ciri-ciri sikap

Walgito (1989) mengatakan sikap mempunyai ciri-ciri yang berbeda

dengan faktor pendorong yang lain. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memiliki objek.

Objek sikap dapat berupa konsep abstrak seperti situasi, merk, maupun

konsep abstrak seperti produk, kelompok atau individu. Sikap itu selain bertujuan

pada suatu objek juga dapat pada sekumpulan objek.

2. Memiliki arah tertentu.

Sikap seseorang menunjukkan bagaimana seseorang menangani suatu

objek sikap yang dinyatakan dengan menyetujui atau tidak, suka atau tidak suka,

sejauh mana tingkat ketidaksukaan dan sejauh mana tingkat keyakinannya.

3. Memiliki struktur.

Sikap tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan bentuk-bentuk

mekanisme psikologis yang lain, sehingga berbentuk suatu kesatuan psikologis

yang kompleks, akibatnya sikap memiliki sifat stabil, konstan dan membentuk

(42)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009. 4. Sikap merupakan hasil belajar.

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi individu memperolehnya melalui

pengalaman nyata seperti informasi dari teman, media massa, dan penjual. Sikap

sebagai hasil belajar cenderung bertambah kuat dan semakin sulit untuk dirubah.

4. Karakteristik sikap

Sax (1980) menjelaskan beberapa karakteristik sikap yaitu:

1. Arah.

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan, yaitu setuju atau tidak setuju,

apakah mendukung atau tidak mendukung terhadap sesuatu atau seseorang

sebagai objek.

2. Intensitas.

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu. Sua orang yang sama

tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah

negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya.

3. Keleluasan.

Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat

mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula

mencakup banyak sekali aspek yang sama pada objek sikap.

4. Konsistensi.

Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya

terhadap objek sikap termaksud.

(43)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya

secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat

dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan

terlebih dahulu agar individu dapat mengemukakannya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Azwar (2005) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap

yaitu :

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami kita alami akan membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimullus sosial. Pandangan dan

perasaan seseorang terpengaruh oleh ingatannya pada masa lalu, oleh apa

yang ia ketahui dan kesannya terhadap apa yang sedang ia hadapi saat ini.

Pengalaman-pengalaman seseorang pada masa lalu akan membawa pada

sikap yang terbuka atau tertutup terhadap dorongan dari orang luar.

2. Kebudayaan

Kebudayaan Dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap kita.

3. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial

yang ikut mempengaruhi sikap kita.

(44)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,

radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

6. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk Mekanisme

pertahanan ego.

6. Perubahan dan pembentukan sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap

dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu.

Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu

yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi

membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya

(45)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau

pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perubahan sikap ke arah

yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman

mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan

proses perubahan sikap.

Kelman (dalam Azwar, 2005) menunjukkan bagaimana sikap dapat

berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi.

Kesediaan terjadi ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau

dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperoleh reaksi atau

tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru

perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap

tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubungan yang

menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi

saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu

dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai

dengan sisterm nilai yang dianutnya.

Kelman (dalam Azwar, 2005) selanjutnya mengatakan bahwa proses mana

yang akan terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung pada sumber

kekuatan pihak yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan

masing-masing proses terjadinya pegaruh, dan implikasinya terhadap permanensi

(46)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

7. Pengukuran sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap manusia

adalah masalah pengukuran sikap. Metode pengungkapan sikap dalam bentuk

self-report hingga kini dianggap sebagai metode yang paling dapat diandalkan.

Metode ini menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh

individu yang disebut sebagai skala sikap. Skala sikap merupakan kumpulan

pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek pada

setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas

sikap seseorang. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyataannya yang dapat

berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurnya, akan tetapi dapat pula

berupa pernyataan langsung yang kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden.

Responden individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) sikap yang berupa

jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator sikap seseorang

(Azwar,2003).

C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di

Universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di

perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Masa

mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,

1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini.

(47)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

Bieter & Pierson (dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa siswa-siswi

yang masih duduk di bangku sekolah sudah dipersiapkan untuk menghadapi dunia

yang nantinya akan berbasis teknologi. Sehingga semenjak duduk di bangku

sekolah mereka telah diperkenalkan dengan teknologi. Hal ini menunjang

kesimpulan bahwa mahasiswa yang juga masih merupakan pelajar di perguruan

tinggi nantinya adalah orang-orang yang akan bergabung di dunia yang berbasis

teknologi. Sehingga penerapan teknologi dalam keseharian mereka juga

dibutuhkan. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya mahasiswa yang menggunakan

berbagai macam alat bantu elektronik dalam penyelesaian tugasnya. Namun

William & Sawyer (2007) mengatakan bahwa saat ini mahasiswa dihadapkan

dengan tantangan-tantangan teknologi informasi yang menyangkut misalnya

apakah boleh laptop dan nirkabel diizinkan di dalam kelas jika hanya untuk

menjelajahi web bukannya mengikuti perkuliahan (Acohido, dalam William &

Sawyer 2007). Hal ini didukung oleh Belson (dalam William & Sawyer 2007)

yang mengatakan bahwa sebagian mahasiswa kecanduan internet bukan untuk

mengerjakan ugas kuliah ataupun yang berkaitan dengan akademik mereka namun

mereka menggunakan internet untuk menjelajahi web, kelompok chatting, dan

membuka situs pornografi.

D. Sikap Mahasiswa USU terhadap E-learning

Thurstone, Likert, dan Osgood (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa

sikap seseorang terhadap objek adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

(48)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Ada tiga komponen dalam

sikap : pertama, komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan

stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu; kedua, komponen afektif

yang merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah

emosi dan ketiga, komponen konatif yang merupakan tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan

cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000).

Sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning dimaksudkan

sebagai tendensi mental yang diaktualkan atau diverbalkan terhadap penerapan

sistem pembelajaran e-learning yang ditinjau dari pola-pola e-learning itu sendiri

yaitu Pertama, individual paced e-learning online, Kedua, individual

self-paced e-learning offline, Ketiga, group-based e-learning synchronously,

Keempat, group-based e-learning asynchronously.

Berkaitan dengan komponen-komponen sikap, maka sikap mahasiswa

USU terhadap e-learning dapat di jelaskan sebagai berikut:

a. Komponen kognitif

Komponen ini merupakan bagian sikap mahasiswa USU yang muncul

berdasarkan persepsi atau kepercayaannya terhadap penerapan sistem

pembelajaran e-learning . Misalnya setiap mahasiswa yang dapat mengutarakan

apa itu e-learning maka ia dapat menjelaskan bagaimana e-learning itu. Secara

umum dapat dikatakan bahwa komponen kognitif menjawab

(49)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009. b. Komponen afektif

Komponen ini merupakan bagian sikap mahasiswa USU yang muncul

berdasarkan apa yang dirasakannya terhadap penerapan sistem pembelajaran

e-learning. Komponen ini menjawab pertanyaan: apa yang dirasakan mahasiswa

USU terhadap penerapan sistem pembelajaran e-learning. Misalnya mahasiswa

USU merasa senang ketika sistem belajar e-learning dapat memudahkan mereka

dalam pengerjaan tugas, maka hal tersebut termasuk komponen afeksi. Perasaan

seperti senang atau tidak senang yang berhubungan dengan penerapan sistem

e-learning, termasuk komponen afektif. Jadi afektif menimbulkan evaluasi

emosional terhadap objek.

c. Komponen konatif

Berdasarkan komponen-komponen kognitif dan afektif nampak adanya

kecenderungan untuk bertindak sebagai reaksi terhadap penerapan sistem

e-learning. Komponen ini menjawab pertanyaan-pertanyaan bagaimana kesediaan

atau kesiapan mahasiswa USU untuk bertindak terhadap penerapan dan

pelaksanaan sistem pembelajaran e-learning. Mahasiswa yang memperlihatkan

tingkah laku seperti aktif mensosialisasikan penerapan dan pelaksanaan

e-learning, mencari informasi menegenai dampak positif penerapan e-learning dan

sebagainya merupakan contoh yang tergolong dalam komponen konatif.

Kemungkinan mahasiswa untuk bersikap positif terhadap pola-pola

e-learning, bisa dikarenakan adanya pengalaman pribadi yang dirasakan individu,

seperti jika ia mempunyai pengalaman dengan keempat pola e-learning yang telah

(50)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

lain yang dianggap penting pun bisa menjadikan sikap mahasiswa menjadi positif,

seperti jika orang yang dianggap penting tersebut pernah mengenalkan ataupun

mampu mempengaruhi seseorang yang dalam penggunaan pola-pola e-learning

yang telah disebutkan ,maka seseorang tersebut juga cenderung untuk besikap

(51)

Stevie Duma : Sikap Mahasiswa Usu Terhadap Pola-Pola E-Learning, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

Sangat disadari bahwa rujukan-rujukan dalam penelitian ini belum

sepenuhnya lengkap. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan karena penelitian ini bertujuan

untuk melihat gambaran gambaran sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola

e-learning.

Menurut Azwar (1998) penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai

sampel atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan

bagaiman sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning

Hasan (2003) menyatakan bahwa hasil penelitian deskriptif berupa

deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan menyajikan frekuensi, angka

rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap kategori di suatu variabel. Dalam

pengolahan dan analisa data menggunakan pengolahan statistik yang bersifat

deskripti

Gambar

Tabel 18   Kriteria kategori Skor Sikap Mahasiswa USU terhadap Pola Group
Grafik 1  Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin..........................59
gambaran secara kuanitatif bagaimana sikap mahasiswa USU terhadap pola-pola
Tabel 1 Pembagian fakultas berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan: model pembinaan karakter dengan Program Tawāṣ i di Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah (KBQT) Salatiga dan Program Muṣ āfaḥ ah di

yards kilometers miles, nautical feet kilometers miles, statute f eet inches grams, metric kilograms tons, long tons, metric kilograms per meter kilograms per square

Selama ini dalam proses pembelajaran kegiatan pembelajaran terkesan masih mengikuti metode lama yaitu posisi guru sebagai subjek dan murid sebagai objek, siswa

SKRIPSI PENGARUH SISTEM DISPERSI

Banks segmented according to the industry to be allocated credit, with a complex supervision structure (encadrement du credit). Since reformation in 1984, the

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) di Air dan Sedimen pada Aliran Sungai Percut Provinsi Sumatera Utara.. Universitas

memiliki nilai yang lenih besar dari baku mutu level bahaya maka harus. segera dilakukan

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar gula berlebihan dalam darah yang dapat mengakibatkan komplikasi berupa penyakit-penyakit kronis seperti