• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.3. Densitas Tulang Berdasarkan Gaya Hidup Responden

Pegawai yang mengalami osteopenia lebih banyak yang tidak merokok. Hal ini dapat dimungkinkan karena 4 orang tersebut sering menghirup asap rokok atau dengan kata lain menjadi perokok pasif. Penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Fachry Ambia Tanjung, Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) Jawa Barat, mengatakan perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena

zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar aktivitas estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pengeroposan.25 Menurut Hartono (2001), bahwa penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Norwegia selama 10 tahun (1987-1997) menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki kebiasaan merokok satu batang sehari, dalam satu bulan diperhitungkan terjadi penurunan massa tulang sebesar 0,004%. Apabila ada empat batang rokok yang diisap dalam tempo waktu yang sama, penurunan massa tulang akan meningkat dua belas kali atau menjadi 0,048%. Kelihatannya tidak begitu besar, akan tetapi patut diingat, jika terjadi dalam waktu yang lama, tentunya kerugian yang muncul akan besar pula. Sayang sekali, penelitian tersebut tidak mengkaji faktor si perokok pasif, orang yang secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari lingkungan sekitar. Padahal, justru merekalah yang paling banyak jumlahnya.5

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan osteopenia pada yang minum alkohol lebih sedikit daripada yang tidak minum alkohol. Hal ini berarti osteopenia

yang dialami empat responden tersebut sama sekali bukan karena faktor alkohol. Namun faktor alkohol menjadi faktor risiko pada satu orang yang mengalami

osteopenia kemungkinan ada. Selaras dengan Lane (2003) bahwa konsumsi alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi yang buruk karena peminum berat biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat.6 Menurut Dr. Linda Shanbern dari Universitas Texas, pada dinding dalam lambung terjadi luka-luka kecil dalam waktu waktu singkat, hanya 30 menit setelah mengkonsumsi alkohol. Kerusakan dapat pulih dalam waktu 24-72 jam.

Kerusakan akan terulang ketika alkohol kembali diminum. Adanya luka-luka kecil yang menahun pada lambung akan mengakibatkan perdarahan dilambung. Meskipun kecil bentuk lukanya, karena berjalan dalam waktu yang lama, jumlah darah yang keluar cukup banyak. Padahal senyawa kalsium banyak juga terdapat dalam komponen darah. Karena kebutuhan kalsium tidak bisa ditunda-tunda lagi sementara pasokan dari luar rendah dan diperberat oleh pengeluaran akibat perdarahan dilambung, tabung kalsium dalam tulang harus dibongkar. Jelas pengeroposan tulang menjadi ancaman.5

Hasil pengukuran densitas tulang berdasarkan mengkonsumsi vitamin D dan makanan sumber vitamin D, pada pegawai yang mengalami osteopenia paling banyak adalah tidak mengkonsumsi vitamin D, tetapi mengkonsumsi makanan sumber vitamin D. Osteopenia terjadi dimungkinkan karena faktor umur dan kurang terkena sinar matahari. Menurut Almatsier (2010), absorpsi vitamin D pada orang tua kurang efisien bila kandungan kalsium makanan rendah.26 Menurut Hartono (2001), bahwa vitamin D banyak terletak dibawah kulit. Akan diaktifkan dan berfungsi seperti yang diharapkan dengan bantuan sinar matahari yang banyak mengadung ultraviolet. Jadi kekurangan vitamin D tidak perlu terjadi asalkan kulit cukup terkena sinar matahari. Masalahnya, kemampuan memproduksi vitamin D melalui kulit berkurang dengan bertambahnya usia. Disinilah perlunya tambahan makanan yang cukup mengandung vitamin D seperti susu dan produk olahannya, kuning telur, dan ikan laut.5

Hasil pengukuran densitas tulang berdasarkan mengkonsumsi suplemen yang mengandung kalsium dan makanan sumber kalsium, didapat data, bahwa

kelima orang yang mengalami osteopenia, 3 orang (5,9%) mengkonsumsi suplemen yang mengandung kalsium, 2 orang (3,9%) tidak mengkonsumsi. Tetapi kelima orang tersebut mengkonsumsi makanan sumber kalsium. Walaupun mereka mengkonsumsi suplemen dan makanan sumber kalsium, tetap mengalami osteopenia, hal itu dimungkinkan karena faktor umur,kurang vitamin D dalam tubuh, dan mengkonsumsi garam yang berlebihan.

Penelitian ini sejalan dengan Lane (2003), bahwa ketika orang bertambah tua, kemampuan untuk menyerap kalsium dari sistem usus perut (gastrointestinal) menurun. Selain itu, dengan bertambahnya usia, baik pria maupun wanita sama-sama mengalami kemerosotan laktosa, enzim yang dibutuhkan untuk mencerna susu, sehingga hanya sedikit kalsium yang dapat diserap. Peranan kekurangan kalsium pada osteoporosis harus dipertimbangkan bersama kekurangan vitamin D.6 Juga Dalimartha (2002) mengatakan, vitamin D dibutuhkan untuk penyerapan kalsium di usus. Dengan bertambahnya usia, penyerapan kalsium di usus akan terganggu karena berkurangnya vitamin D dan enzim pencernaan (laktase), rendahnya pengeluaran asam lambung, dan berkurangnya kemampuan usus mengangkut kalsium. Berkurangnya kadar kalsium darah diusia lanjut akan mengakibatkan naiknya kadar hormon paratiroid sehingga tulang melepaskan kalsium agar kadar kalsium darah tetap normal. Selanjutnya, terjadi proses penipisan massa tulang dan terjadi

osteoporosis.12 Sedikit sekali yang tahu bahwa konsumsi garam yang tinggi juga akan merugikan kesehatan tulang. Garam (natrium) akan memaksa kalsium keluar dari tubuh melalui air kencing secara berlebihan.5

Pegawai yang mengalami osteopenia pada penelitian ini tidak minum kopi. Berarti penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan beberapa peneliti yang telah mendapati bahwa orang yang mengkonsumsi banyak kafein memiliki resiko tinggi mengalami osteoporosis. Berarti osteopenia yang dialami dimungkinkan karena faktor umur dan kurang kalsium dalam tubuh, bukan karena kafein, seperti menurut Lane (2003), penelitian terbaru terhadap wanita lanjut usia mendapati bahwa konsumsi kafein yang tinggi mengakibatkan massa tulang yang rendah pada usia mereka, tapi jika mendapatkan jumlah kalsium yang memadai, massa tulang mereka tetap normal. Jika minuman yang mengandung kafein menggantikan kalsium, maka kekurangan kalsium menjadi penyebab berkurangnya, bukan kafein.6 Pada pegawai dengan osteopenia, paling banyak tidak mengonsumsi minuman bersoda. Hal itu dimungkinkan karena faktor lain selain minuman bersoda(fosfor). Seperti menurut Lane (2003) mengatakan, masih belum memahami dengan pasti bagaimana ketidak seimbangan fosfor dan kalsium dapat mengurangi masa tulang. Kemungkinannya adalah makanan yang kaya akan fosfor dapat meningkatkan hormon parathyroid (yang mengeluarkan kalsium dari tulang) dan menyebabkan kalsium dikeluarkan melalui urine.6

Dari data olahraga setiap hari dan aktifitas responden di kantor, bahwa pegawai yang tidak berolahraga lebih banyak dibandingkan yang berolahraga, sementara yang osteopenia tiga orang berolahraga dan hanya dua orang tidak berolahraga. Sementara aktifitas dikantor pada responden yang mengalami

osteopenia adalah lebih banyak duduk dan berjalan. Walaupun responden berolahraga dan beraktifitas, osteopenia yang dialami responden dimungkinkan karena olahraga

maupun aktivitas yang dilakukan kurang efektif. Lane (2003) mengatakan, hidup dengan aktivitas fisik yang penuh semangat dapat menghasilkan masa tulang yang lebih besar, dan itulah sebabnya atlet memiliki masa tulang yang lebih besar daripada non-atlet. Olahraga juga memberikan aspek positif bagi kesehatan tulang, bukan hanya kekuatan otot yang terpelihara, bagian sumsum tulang juga akan dipacu aktif untuk menghasilkan sel-sel darah merah. Dua kondisi itu akan menyebabkan rendahnya pengambilan senyawa kalsium dari tulang. Agar efektif, olahraga yang di pilih seperti jalan kaki, harus dengan intensitas, frekuensi yang cukup dan disertai dengan pola hidup sehat. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan normal dan kegiatan rutin rumah tangga tidak dianggap olahraga yang berdampak pada kekuatan tulang. Kegiatan olahraga yang berdampak bagi kepadatan tulang adalah berjalan cepat selama 20 menit, aerobik, berlari, melompat secara teratur selama lebih dari 2-3 kali seminggu. Kegiatan ini lebih baik lagi bila dilakukan dibawah matahari pagi.6

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait