TINJAUAN PUSTAKA Sapi Peranakan Ongole (PO)
Senyawa 1 Deoxynojirimycin Murbe
Peran senyawa aktif dalam ransum dapat berdampak positif, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap performa ternak. Salah satu senyawa aktif yang terdapat pada daun murbei adalah 1-deoxynojirimycin (DNJ) (Oku et al. 2006). Senyawa DNJ (C6H13NO4
Gambar 2. Struktur bangun 1-deoxynojirimycin (Kimura et al. 2004)
Senyawa DNJ memiliki potensi menghambat (α,β) glukosidase secara spesifik. Sebagai contoh, N-butyl DNJ digunakan untuk mengurangi sintesa substrat glikolipid (Mellor et al. 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivate DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan oligosakarida. Senyawa DNJ dapat menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al. 2004). Senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat (Hock & Elstner 2005).
Jagung
) pertama kali diisolasi dari akar tanaman murbei diberi nama moroline. Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan stereokimia dari monosakarida yang memiliki potensi menghambat ceramid glukosyltransferase dan (α, β) glukosidase secara spesifik. Struktur bangun senyawa 1-DNJ (C6H13NO4) dapat dilihat pada Gambar 2.
Jagung merupakan bahan makanan yang kaya energi dan rendah dalam serat serta mineral. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam biji jagung yang terdiri atas amilosa dan amilopektin (Rubatzky & Yamaguchi 1998). Meskipun jagung sumber energi tercerna yang unggul tetapi jagung rendah protein
15
dan proteinnya berkualitas rendah. Protein jagung sekitar 8.5% (National Research Council 1994).
Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara penanaman, iklim dan tingkat kematangan. Komposisi kimia jagung berubah selama pertumbuhan. Kandungan zat-zat makanan dalam jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi zat makanan pada jagung (As Fed)
Komponen Jumlah Bahan Kering (%) 89 Protein (%) 8.5 Lemak (%) 3.8 Serat Kasar (%) 2.2 Ca (%) 0.02 P Non Phytat (%) 0.08 Metionin (%) 0.18
Energi Metabolisme (kkal/kg) 3.35 Sumber : (NRC) National Research Council (1994)
Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Menurut National Research Council (1994) dedak padi merupakan energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12.9%, lemak 13%, serat kasar 11.4%, Ca 0.07%, P tersedia 0.22%, Mg 0.95% serta kadar air 9%.
Pemanfaatan dedak sebagai bahan pakan ternak sapi sudah umum dilakukan bisa mencapai 40%. Dedak padi mempunyai kandungan energi dan protein yang cukup baik. Kandungan protein kasar 12.7-13.5%, lemak 10.6-13.6% dan serat kasar 8.2-12.2% (Mathius & Sinurat 2001). Dedak padi dispesifikasikan berdasarkan kandungan nutrien dapat digolongkan berdasarkan standar mutu dedak padi (Tabel 4).
16
Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu dedak padi (SNI 01.3178-1996)
Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III
Air (%) maksimum 12 12 12
Protein Kasar (%) minimum 11 10 8 Serat Kasar (%) maksimum 11 14 16
Abu (%) maksimal 11 13 15
Lemak (%) maksimum 15 20 20
Asam Lemak Bebas (%) thd lemak mak 5 8 8
Ca (%) 0.3-0.4 0.3-0.4 0.3-0.4
P(%) 0.6-1.6 0.6-1.6 0.6-1.6
Silika (%) maksimum 2 3 4
Sumber : Dewan Standarasasi Nasional (2001)
Onggok
Onggok yang berasal dari umbi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan tepung tapioka. Kandungan zat makanan yang terdapat pada onggok adalah protein 3.6%; lemak 2.3%; air 20.31% dan abu 4.4% (National Research Council 1994). Onggok berpotensi sebagai pakan ternak sapi karena mengandung karbohidrat atau pati yang masih cukup tinggi sehingga biasa dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak IPB, onggok mengandung BETN 71.64% dan energi metabolisme 2488.93 Kal/kg. Menurut Sulyono et al. (1977) koefisien protein onggok lebih tinggi bila dibandingkan dengan koefisien cerna protein dedak padi, hal ini karena kandungan serat kasar onggok lebih rendah yaitu 7.8%. Penggunaan onggok dalam konsentrat sapi bisa mencapai 40%.
Konsumsi Ransum
Ransum adalah makanan, terdiri dari satu atau lebih bahan makanan yang diberikan kepada ternak untuk kebutuhan 24 jam, diberikan sekaligus atau beberapa kali (Perry et al. 2003). Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat
17
makanan temak, yang berarti bahwa tidak hanya memenuhi kandungan zat makanan yang pantas tetapi juga harus dapat dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Apabila penyediaan ransum dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada kemampuan ternak yang bersangkutan untuk mengkonsumsinya, maka akan menyebabkan terjadinya pemborosan.
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum bahan kering ruminansia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a) faktor hewan (bobot badan, umur dan kondisi, stress yang diakibatkan oleh lingkungan), b) makanan yaitu sifat fisik dan komposisi kimia makanan yang mempengaruhi kecernaan yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi. Menurut Church & Pond (1988), faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas dan selera. Palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur dan suhu makanan yang diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar pada ternak. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah kesehatan ternak, stress karena penyakit dan keadaan kandang yang berdesak-desakan, suara ribut dan penanganan yang berlebihan dalam menjaga ternak dapat mengakibatkan penurunan konsumsi.
Tingkat konsumsi makanan adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan ad libitum. Banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi produktivitas ternak. Konsumsi makanan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas makanan dan oleh faktor kebutuhan energi ternak yang bersangkutan. Makin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi makanan seekor ternak. Konsumsi makanan ternak berkualitas baik ditentukan oleh status fisiologi seekor ternak (Perry et al. 2003).
Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor hewan selama sehari perlu diketahui. Dengan mengetahui jumlah bahan kering yang dimakan dapat dipenuhi kebutuhan seekor hewan akan zat makanan yang perlu untuk pertumbuhannya, hidup pokok maupun produksinya. Bahan kering merupakan tolok ukur dalam menilai palatabilitas makanan yang diperlukan untuk menentukan mutu suatu pakan. Kemampuan ternak mengkonsumsi bahan makanan merupakan
18
hal yang perlu diperhatikan karena erat hubungannya dengan tingkat produksi ternak yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan variasi kapasitas produksi yang disebabkan oleh makanan pada berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil pencernaan produk (15%) (Parakkasi 1999).
Pertambahan Bobot Badan
Menurut McDonald et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot dan adanya perkembangan. Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya (Anggorodi 1999). Pertumbuhan merupakan peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ serta deposit lemak jaringan adiposa. Kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.
Maynard et al. (1979) juga menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam ransum. Faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah 45% faktor dalam dan 55% faktor luar/lingkungan. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam mempengaruhi pertambahan bobot badan, terutama keseimbangan energi dan protein serta zat-zat pakan lainnya yang terkandung di dalam pakan.
Pertambahan bobot badan harian sangat tergantung dari jenis sapi. Astuti (2004) melaporkan bahwa angka pertambahan bobot badan harian sapi PO prasapih 0.62 kg dan pascasapih 0.24 kg, untuk umur 4-12 bulan berkisar 0.34- 0.37 kg, umur 13-24 bulan berkisar 0.31-0.40 kg, umur 2 tahun 0.44-0.91 kg. Kenaikan bobot badan sapi yang diberi pakan introduksi rumput alam, dedak dan bioplus yang dipelihara selama 3 bulan di beberapa daerah lahan kering Kabupaten Barito Timur adalah 0.697 kg, di daerah lahan pasang surut Kabupaten Kapuas adalah 0.474 kg (Widjaja et al. 2004).
19
Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan adalah perbandingan antara bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Card & Nesheim (1972) menyatakan bahwa nilai efisiensi penggunaan pakan menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram pakan. Efisiensi pakan merupakan kebalikan dari konversi pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka jumlah pakan yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Lemak dan energi dalam ransum dapat memperbaiki efisiensi pakan karena semakin tinggi kadar lemak dan energi dalam ransum menyebabkan ternak mengkonsumsi pakan lebih sedikit tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi.
Penambahan protein dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Efisiensi pakan dapat ditingkatkan dengan menambahkan lemak pada ransum tetapi akan berakibat penurunan konsumsi pakan. Penambahan lemak dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi karena lemak dalam ransum tersebut akan dideposisi dalam tubuh sehingga akan meningkatkan bobot badan (Parakkasi 1999). Efisiensi penggunaan pakan hasil penelitian Astutik et al. (2002) pada sapi PO yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan formula urea mollases (mollases 40%) menghasilkan konversi pakan sebesar 14.18. Hasil penelitian Umiyasih et al. (2002) diperoleh konversi pakan yang lebih baik sebesar 10.31 pada sapi PO yang diberi jerami padi fermentasi dengan suplementasi dedak padi dan jamu berupa telur ayam 2 minggu sekali sebanyak 3- 5 butir/ekor serta konsentrat komersial pada penelitian tersebut. Liu et al. (1998), mendapatkan nilai efisiensi pakan sebesar 0.1 menggunakan ternak domba yang ditambahkan daun murbei 60 gram dan biji bunga matahari 75 gram dalam pakannya.
Kecernaan Bahan Pakan
Kecernaan bahan pakan adalah bagian pakan yang tidak dieksresikan dalam feses dan dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan
20
makanan dengan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian yang dicerna (McDonald et al. 2002). Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari suatu pakan yang tidak dieksresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan.
Faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan antara lain adalah pakan, ternak dan lingkungan. Ditinjau dari segi pakan, kecernaan dipengaruhi oleh faktor perlakuan terhadap pakan (cara pengolahan, penyimpanan dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak. Menurut Mackie et al. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Selain itu Anggorodi (1999) nilai kecernaan dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan, umur ternak serta kondisi lingkungan seperti derajat keasaman (pH), suhu dan udara juga dapat menentukan nilai kecernaan.
21
METODELOGI PENELITIAN