• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Judul Tesis : Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan

Nama : Nurudin Mahmud NIM : G551060201

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Paian Sianturi

Mochamad Tito Julianto, M.Kom. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Matematika Terapan

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini ialah masalah perpindahan kelompok belalang, dengan judul Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan.

Ucapan terima kasih atas pengorbanan dan permohonan maaf atas kurangnya perhatian serta kasih sayang penulis sampaikan kepada istri tercinta

Anita Ellyana Hardiyati. Selanjutnya ucapan terima kasih dengan iringan doa penulis semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan kepada:

1 Dr. Paian Sianturi dan Mochamad Tito Julianto, M.Kom. selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran Memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2 Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritiknya.

3 Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan biaya kepada penulis selama menempuh pendidikan program magister di Institut Pertanian Bogor.

4 Ibu, ibu mertua, kakak ipar, dan seluruh keluarga di Piyaman, Wonosari, GK. 5 Teman-teman mahasiswa S-2 Matematika Terapan IPB angkatan 2006. 6 Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu sumbangsih kritik dan saran demi kemajuan tulisan selanjutnya sangat penulis dambakan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008 Penulis,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 10 Oktober 1978 dari ayah Suradi dan ibu Ngakisah. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Playen Gunungkidul dan pada tahun 1998 masuk Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penulis memilih Jurusan Pendidikan Matematika pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Sarjana dan selesai pada tahun 2004.

Tahun 1997 s.d. 2003 penulis menjadi staf pengajar di MTs Muhammadiyah Wonosari, tahun 1999 s.d. 2004 menjadi staf pengajar di MTs Al-I’tisham Wonosari dan MA Al-I’tisham Wonosari, dan tahun 2002 s.d. 2006 menjadi staf pengajar di SMK Muhammadiyah 1 Wonosari. Pada tahun 2004 masuk PNS dan mulai mengajar pada tahun 2005 di MTs Negeri Rongkop. Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Program Magister Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.

x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xiv I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 II LANDASAN TEORI ... 3 2.1 Persamaan Keseimbangan ... 3 2.2 Konveksi ... 3 2.3 Matematika Difusi ... 4 2.4 Hukum Ficks ... 4 2.5 Persamaan Difusi Kelompok Belalang ... 4 2.6 Pola Penyebaran Belalang ... 5 2.7 Tarikan (Attraction) dan Tolakan (Repulsion) ... 5 2.8 Gelombang Berjalan ... 5

2.8.1 Persamaan Fisher ... 6 2.8.2 Penondimensionalan ... 7 2.8.3 Proses Pelinearan ... 7 2.8.4 Orbit ... 9 2.9 Momen Sebaran Belalang ... 9 2.10 Konvolusi Fungsi ... 10 2.11 Fungsi Kernel ... 11 III MODEL MATEMATIKA KEPADUANKELOMPOK BELALANG ... 12

3.1 Model I: Kepaduan Belalang Bergantung pada Konveksi Difusi dan

Kecepatan Belalang Terbang ... 14 3.1.1 Gelombang Berjalan (TravellingFront dan TravellingBand) . 15 3.1.2 Analisis Persamaan Gelombang Berjalan ... 16 3.2 Model II: Kecepatan Terbang Bergantung pada Kepadatan Lokal (Local

Density) ... 20 3.3 Model III: Kecepatan Terbang dan Gerakan Belalang di Tanah

Bergantung kepadatan lokal ... 21 3.4 Model IV: Perubahan Arah Terbang Bergantung Kepadatan (Density

Dependent) ... 23 3.5 Model V: Gerakan Aktif Belalang Terbang Bergantung Kepadatan

Individu ... 25

xi

IV METODE DAN PEMBAHASAN ... 28 4.1 Analisis Model V ... 28 4.2 Nilai-Nilai Parameter untuk Model V ... 32 4.3 Simulasi Model V ... 33 4.4 Hasil Simulasi Model V ... 34 V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40 5.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ... 42

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Nilai-nilai parameter model V ... 37

4.2 Klasifikasi model belalang berkelompok………... 38

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur perputaran tipe kelompok belalang Schistocerca ... 13 2 Populasi kelompok belalang terbang dengan kepadatan lebih kecil

bergabung ke kelompok belalang yang mempunyai kepadatan lebih besar. 34 3 Populasi kelompok belalang terbang dengan kepadatan lebih kecil terpisah

dari kelompok belalang yang mempunyai kepadatan lebih besar ... 35 4 Populasi kelompok belalang di tanah pada saat t = 100 ... 36 5 Populasi kelompok belalang di tanah pada saat t = 250 ... 36

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hubungan antara momen kedua dan ragam (persamaan (4.5)) ... 43 2 Pusat massa (persamaan (4.7)) ... 44 3 Ragam sebaran (persamaan (4.8)) ... 46 4 Nilai konvolusi (persamaan (4.8)) ... 48 5 Nilai ragam dari persamaan (4.19) ... 52 6 Prosedur simulasi model V ... 53 7 Prosedur penelitian ... 54 8 Program untuk simulasi model V ... 55

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok, gerakan internal individu-individu tidak sepenuhnya dipahami. Ketika berpindah terjadi pertukaran tempat yang kontinu di antara belalang yang berada di tanah dan belalang yang terbang.

Beberapa model perilaku kelompok belalang disusun oleh Edelstein-Keshet

et al. (1998) dengan tujuan memahami bagaimana kepaduan kelompok dapat dipertahankan dalam populasi yang besar (diatas 109 individu) pada jarak yang jauh (di atas ribuan mil) dan dalam periode waktu yang lama (di atas satu minggu). Untuk merefleksikan hal tersebut, Edelstein-Keshet L (1988) menggunakan variasi spasial (ruang) dasar. Variasi spasial dasar tersebut membahas tentang pengaruh gerakan, sebaran, dan kekompakan kelompok.

Pada umumnya, beberapa populasi tersebar dengan tidak memperhatikan variasi lingkungan, kepadatan populasi dan gerakan dari belalang. Pada tingkat populasi yang besar (kelompok), hal tersebut mempengaruhi kekompakan kelompok dalam melakukan perpindahan. Beberapa populasi yang bergabung dalam kelompok mempunyai ukuran awal yang tidak sama. Dalam beberapa kasus tundaan atau periodik, dapat mempunyai ukuran awal yang sama. Ketika ukuran awalnya sama, setiap populasi bergerak menyerupai gerakan populasi yang besar seiring berjalannya waktu.

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa ukuran sebaran masing-masing populasi sama, populasi bergerak dengan laju jarak yang konstan, dan tidak ada ukuran panjang populasi yang lebih kecil dari jarak tempuh yang ditentukan. Hal ini menyebabkan laju perubahan ukuran populasi belalang analog dengan kecepatan atau laju perubahan lokasi belalang. Setelah dilakukan pentranslasian dari peubah spasial populasi ke ukuran peubah kelompok, dilakukan penghitungan akumulasi kelompok untuk menunjukkan besar rataan dan ragamnya (Edelstein- Keshet L 1988).

Gerakan populasi belalang dapat digunakan untuk merepresentasikan keseimbangan individu yang dinyatakan dengan turunan parsial. Ini dilakukan

2 dengan dua tahap. Pertama, pembuatan argumen sederhana dalam satu dimensi. Kedua, menunjukkan beberapa fenomena dengan memasukkan konveksi, difusi, dan tarikan karena adanya gerakan dari individu. Agar lebih sederhana, turunan persamaan difusi menggunakan hukum Ficks dengan pendekatan yang didasarkan pada model gerakan acak sehingga model direpresentasikan ke dalam Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Kemudian dilakukan peralihan koordinat pada model ini, yaitu koordinat PDP ke dalam koordinat Persamaan Diferensial Biasa (PDB) untuk mengurangi kesulitan pencarian solusi yang kompleks. Sehingga diperoleh dua tipe solusi, yaitu solusi di sekitar titik tetap dan solusi gelombang berjalan (travelling wave).

Pada dasarnya kelompok mengarah ke solusi travelling band (pulse). Beberapa model biologi banyak yang gagal untuk menghasilkan perilaku ideal kecuali dibuat asumsi-asumsi yang tidak biasa dan tidak realistis. Kegagalan ini disebabkan karena kesulitan menemukan model yang serupa dengan fenomena perpindahan dan kesulitan melakukan pendekatan kelompok untuk mengurangi masalah ini. Oleh karena itu, perlu pengkajian ulang penerapan difusi pada model dan penentuan solusi numerik agar diperoleh pendeskripsian yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1 Mengkaji penerapan model difusi pada perpindahan belalang. 2 Menentukan solusi numerik.

II LANDASAN TEORI

2.1 Persamaan Keseimbangan

Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa persamaan keseimbangan adalah dasar dalam sebaran spasial. Dideskripsikan bahwa F x t( , ) adalah kepadatan belalang pada posisi x dan waktu t, J adalah banyaknya belalang yang masuk ke dalam kelompok, x adalah panjang perubahan kepadatan, dan adalah banyaknya belalang masuk dan keluar dari kelompok (source-sink). Berdasarkan pendeskripsian ini, persamaan keseimbangan dapat dinyatakan sebagai ( , ) ( , ) ( , ) ( , ). F x t J x t J x x t x t t x (2.1)

Bila pada persamaan (2.1) diambil limit x 0, maka diperoleh persamaan keseimbangan satu dimensi berikut

( , ) ( , ) ( , ). = F x t J x t x t t x (2.2)

Tanda min pada J x t( , )

x menyatakan bahwa rumus beda hingga dalam

persamaan (2.1) mempunyai tanda yang berlawanan dengan tanda pada definisi turunannya.

2.2 Konveksi

Menurut Edelstein-Keshet L (1988), gerakan belalang dalam kelompok dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kepadatan kelompok. Jika w adalah kecepatan angin, maka banyaknya belalang yang masuk ke dalam kelompok adalah

,

J Fw (2.3)

Jika persamaan (2.3) disubstitusikan ke persamaan (2.2), maka diperoleh persamaan perpindahan (transport) satu dimensi sebagai berikut:

( , )

( , ) ( , ) .

F x t

F x t w x t

4 Kokasih PB (2006) menuliskan persamaan konveksi difusi penyebaran F

yang disebabkan oleh koefisien difusi (D) bergantung pada konveksi karena bergeraknya populasi dengan kecepatan (U), sebagai berikut:

2 2 . F F F D U t x x (2.5) 2.3 Matematika Difusi

Difusi adalah fenomena dari populasi yang menyebar secara keseluruhan menurut gerakan acak tiap individu.

(Okubo A 1980)

2.4 Hukum Ficks

Menurut hukum Ficks, jumlah perpindahan populasi di posisi x dalam satu unit area terhadap satu unit waktu, yakni fluks J x t( , )

x adalah proporsi gradien

kepadatan populasi. Selanjutnya, didefinisikan bahwa J x t( , ) D F

x x , dengan

F adalah kepadatan populasi dan Dadalah laju penyebaran atau koefisien difusi. Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dari kepadatan tinggi menuju kepadatan rendah. Penggunaan hukum Ficks ada dalam persamaan difusi berikut:

( ( , ) / ) . F J x t x F D t x x x (2.6) (Okubo A 1980)

2.5 Persamaan Difusi Kelompok Belalang

Model matematika untuk sebaran spasial populasi dari belalang seperti pola kepadatan kelompok tidak dapat didasarkan pada gerakan acak sederhana. Dalam hal ini harus dimasukkan mekanisme pergerakan populasi belalang yang melawan aksi difusi. Jadi fluks populasi melalui bidang yang tegak lurus dengan sumbu

x yang berisi dua komponen, yakni acak dan tak acak.

Jika proses difusi diasumsikan sebagai komponen acak dan proses adveksi sebagai komponen tak acak, maka fluks dapat di formulasikan D F

5 proses difusi dan uF sebagai proses adveksi. Dalam hal ini, D menyatakan koefisien difusi dan u menyatakan kecepatan rata-rata individu yang melewati bidang.

Pergerakan acak populasi terjadi dari kepadatan tinggi ke kepadatan rendah, sedangkan pergerakan tak acak terjadi dalam arah kecepatan rata-rata. Secara umum D dan u mempengaruhi kekompakan kelompok. Hal ini tergantung pada kepadatan populasi. Total fluks dapat dituliskan

. F J uS D x

(2.7) (Okubo A 1980)

2.6 Pola Penyebaran Belalang

Individu dalam populasi ada yang keluar masuk dalam kelompok ketika kelompok tersebut bergerak. Adanya individu yang keluar masuk dalam kelompok membentuk suatu pola sebaran tertentu. Dengan mengacu pada hukum Ficks tentang perbedaan kedifusian dan ragam dari dua populasi, Okubo A (1980) menyatakan bentuk pola penyebaran tiap populasi sebagai berikut:

2 1 2exp[ ( / ) ], A l x a a (2.8) 2 2 2exp[ ( / ) ], b B l x b (2.9)

dalam hal ini, b a.

2.7 Tarikan (Attraction) dan Tolakan (Repulsion)

Dalam persamaan (2.8) dan (2.9), simbol l1 menyatakan tarikan dan l2

menyatakan tolakan. Bentuk keseimbangan akibat adanya dua sumber (tarikan dan tolakan) yang berlawanan arah diberikan Okubo A (1980) sebagai berikut:

1 2,

L l l (2.10)

2.8 Gelombang Berjalan (GB)

GB merupakan solusi Persamaan Diferensial Parsial (PDP) dengan pola gelombang tetap dan kecepatan konstan. Mengenai GB, Edelstein-Keshet L

6 (1988) menyatakan bahwa f x t( , ) disebut GB jika fungsi tersebut mempertahankan bentuk gelombang pada laju konstan c ketika gelombang bergerak ke kanan. Pengamat bergerak dengan kecepatan sama dan searah dengan gerakan gelombang sehingga terlihat bentuk gelombang yang tidak berubah. Hubungan antara fungsi gelombang yang bergerak ke kanan f x t( , ) dengan fungsi pengamat yang bergerak ( )F z adalah:

( ) ( , ),

F z f x t dengan syarat z x ct, (2.11)

( )

F z adalah fungsi dari peubah tunggal, yaitu jarak sepanjang gelombang dari beberapa titik tetap yang dipilih menuju z 0.

Dengan aturan rantai diferensiasi, persamaan (2.11) dapat diubah ke dalam bentuk berikut: , . F F z F x z x z F F z F c t z t z (2.12)

Sehingga diperoleh bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dari suatu sistem PDP, yang dapat diketahui eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB.

2.8.1 Persamaan Fisher

Mengenai eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB, Edelstein-Keshet L (1988) mengutip Fisher (1937) mengamati gerakan acak dari populasi individu pada suatu daerah tertentu. Ia memisalkan F sebagai proporsi populasi individu yang bergerak acak, S 1 F sebagai proporsi populasi individu pada saat awal,

sebagai koefisien konstan proporsi populasi, dan D sebagai koefisien difusi. Laju perubahan F pada suatu lokasi tertentu dapat dinyatakan ke dalam bentuk persamaan berikut:

2

2 1 .

F F

D F F

t x (2.13)

Persamaan (2.13) untuk mendeskripsikan populasi yang berhubungan dengan masalah logistik dan penyebaran acak. Persamaan (2.13) mempunyai solusi yang variatif bergantung pada syarat batas yang diberikan. Dengan

7 peralihan koordinat z x ct dan perubahan bentuk persamaan menjadi PDB, maka solusi GB dapat dicari dengan lebih mudah. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa domain gelombang berada pada daerah yang tak terbatas. Gelombang penyebaran individu dalam kelompok yang dideskripsikan pada persamaan (2.13) diharapkan sesuai realitas biologis. Untuk menemukan solusi sistem PDP berdimensi kecil dapat digunakan analisis bidang fase.

2.8.2 Penondimensionalan

Dalam suatu sistem PDP, bentuk peubah-peubah ada yang berdimensi tak sama. Oleh karena itu, peubah-peubah tersebut perlu diekspresikan sama agar solusi mudah diperoleh.

Menurut Edelstein-Keshet L (1988), pengekspresian peubah dapat dilakukan dengan cara berikut:

2.8.3 Proses Pelinearan

Untuk menentukan solusi tertutup steady state (solusi yang didekati oleh pelinearan) dari sistem PDP, Edelstein-Keshet L. (1988) memisalkan PDB sebagai berikut: ( , ), dX F X Y dt (2.14) ( , ), dY G X Y dt (2.15)

di mana F dan G adalah fungsi tak linear. Diasumsikan bahwa X dan Y

adalah solusi steady state, yang memenuhi ( , ) ( , ) 0.

F X Y G X Y (2.16)

Solusi tertutup steady state yang sering disebut gangguan (pertubation) memenuhi ( ) ( ), X t X x t (2.17) ( ) ( ). Y t Y y t (2.18) Kuantitas

ukuran = Skalar pengali

Unit yang berdimensi

8 Setelah disubtitusi ke persamaan (2.14) dan (2.15), diperoleh

( ) ( , ), d X x F X x Y y dt (2.19) ( ) ( , ). d Y y G X x Y y dt (2.20)

Sisi kiri diperluas dan dibentuk turunannya oleh definisi dX dt 0 dan 0.

dY dt Sisi kanan diperluas oleh F dan G dalam deret Taylor pada titik (X Y, ). Sehingga diperoleh

2 2

( , ) ( , ) ( , )

bentuk orde , , , dan yang lain,

x y dx F X Y F X Y x F X Y y dt x y xy (2.21) 2 2 ( , ) ( , ) ( , )

bentuk orde , , , dan yang lain,

x y dy G X Y G X Y x G X Y y dt x y xy (2.22)

di mana F X Yx( , ) adalah F x yang dievaluasi pada (X Y, ). Untuk , , ,

y x y

F G G dievaluasi dengan cara yang sama.

Oleh definisi F X Y( , ) G X Y( , ) 0 diperoleh

11 12 , dx a x a y dt (2.23) 21 22 , dy a x a y dt (2.24)

dalam bentuk matriks

11 12 21 22 ( , ) . x y x y X Y F F a a A a a G G (2.25)

Bentuk ini adalah bentuk matriks Jacobian dari sistem persamaan (2.14) dan (2.15). Untuk menentukan kestabilannya dengan cara melihat solusi persamaan (2.23) dan (2.24).

9

2.8.4 Orbit

Ketika suatu sistem PDP berdimensi kecil, maka solusi sistem tersebut dapat dicari dengan menggunakan pendekatan analisis bidang fase. Pendekatan analisis bidang fase merupakan teknik untuk mencari solusi dari sistem PDB yang luas cakupan solusinya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mencari solusi dari sistem tersebut perlu dilakukan pembatasan pada GB yang diberikan. Batas gelombang ini merupakan batas trayektori untuk sistem persamaan pada ruang fase yang berdimensi tinggi. Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa orbit trayektori heteroklinik merupakan cerminan batas gelombang yang menghubungkan dua titik tetap. B atas trayektori yang lain adalah:

i Orbit homoklinik (trayektori yang meninggalkan sebuah titik sadel ketika tak stabil dan kembali ke titik sadel ketika stabil) akan menghasilkan gelombang asimtotik yang mendekati nilai z .

ii Suatu cycle atau orbit periodik yang mencerminkan osilasi penyebaran melimpah pada ruang.

2.9 Momen Sebaran Belalang

Dougherty RD (1990) mendefinisikan nilai awal momen sebaran sebagai berikut:

i Untuk beberapa bilangan bulat tak negatif k, maka nilai awal momen dari peubah acak X adalah:

' k .

k E X (2.26)

ii Jika X kontinu, maka

' k k / .

k E X x f x x dx (2.27)

iii Jika '

0 1, dengan jumlah keseluruhan peluang adalah satu dan '

1 E X x, maka nilai awal momen kedua adalah:

' 2 2

10 Edelstein-Keshet et al. (1998), menuliskan hal tersebut ke dalam bentuk berikut ini:

i F ti( ) x F x t dxi ( , ) , (2.29)

ii V t( ) 1 x X 2F x t dx( , ) ,

N (2.30)

dalam hal ini, F merupakan ukuran sebaran. V adalah ragam, N adalah jumlah total individu dan X adalah pusat massa (kepadatan tertinggi) kelompok.

2.10 Konvolusi Fungsi

Menurut Riley et al. (2006), selain dipengaruhi penyebaran populasi, laju kepadatan populasi juga dipengaruhi kecepatan kelompok. Kecepatan kelompok ini merupakan sebaran yang diamati, yakni dengan memisalkan F x( ') sebagai fungsi yang akan diukur, K y( )sebagai fungsi resolusi yang digunakan sebagai alat ukur, dan ( )v x hasil penghitungan sebaran yang diamati. Fungsi resolusi tidak memberikan nilai keluaran yang benar, maka dimungkinkan bahwa nilai keluaran y 0 akan diganti oleh nilai di antara y dan y dy dan dinyatakan dengan K y dy( ) . Simbol x ', , x dany adalah peubah berukuran sama (panjang atau sudut), tetapi mempunyai perbedaan peran.

Diasumsikan bahwa F x dx( ') ' bergerak menuju ke interval dz, yaitu ke

( ') ,

K x x dx karena adanya resolusi x x'. Kombinasi yang mungkin ada adalah bahwa interval dx 'akan meningkat dalam interval dx, yaitu menuju

( ') ( ') '.

K x x F x dx Penambahan kontribusi dari semua nilai x' mengarah ke dalam range x menuju x dx, sehingga diperoleh bentuk

( ) ( ') ( ') '.

v x K x x F x dx (2.31)

Bentuk ini disebut konvolusi dari fungsi F dan ,K yang sering ditulis dalam bentuk

* .

v K F (2.32)

Menurut Borrelli RL & Coleman CS (1998), bentuk perkalian konvolusi dapat digunakan untuk menemukan respon pada sistem dinamik untuk kecepatan yang terjadi secara mendadak pada amplitudo yang luas dan durasi yang pendek.

11

2.11 Fungsi Kernel

Dalam penelitian ini, untuk fungsi resolusi menggunakan bentuk kernel ganjil karena adanya trayektori homoklinik. Edelstein-Keshet et al. (1998) memberikan definisi fungsi resolusi dalam konvolusi dengan bentuk kernel ganjil sebagai berikut: 2 2 2 exp[ ( / ) ] 2exp[ ( / ) ] , A B K x x a x b a b (2.33)

dalam hal ini, A adalah repulsion (tolakan), B adalah attraction (tarikan), a

adalah jarak tolakan dan b adalah jarak tarikan. Dalam pembahasan selanjutnya kernel ganjil dalam penelitian ini disebut kernel saja.

III MODEL MATEMATIKA KEPADUAN

KELOMPOK BELALANG

Berdasarkan orbit trayektori yang dimiliki, Gelombang Berjalan (GB) di bagi menjadi 2, yaitu Travelling Front (TF) yang dideskripsikan sebagai trayektori heteroklinik dan Travelling Pulse (TP) digunakan sebagai pengganti dari Travelling Band (TB) yang dideskripsikan oleh trayektori homoklinik pada saat awal. Dalam penelitian digunakan trayektori homoklinik sebagai batasnya.

Untuk menghubungkan model penyebaran populasi secara geografis digunakan gelombang invasi. Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Skellam JG (1951) mendeskripsikan model ini berdasarkan hasil pengamatan Fisher (1937), yakni mendeskripsikan kejadian beberapa generasi dengan laju kecepatan sebaran spasial yang merupakan laju pertumbuhan yang tak nol. Ketika berpindah secara acak, terjadi peningkatan secara lokal yang menyebabkan kepadatan populasi yang besar pada daerah tengahnya sehingga model mengarah ke solusi TF, yakni bagian belakang gelombang mewakili ruang yang pernah dilewati, sedangkan bagian depan gelombang adalah daerah yang belum pernah dilewati. Jumlah organisme dalam populasi bertambah seperti bagian depan yang menyebar dalam daerah baru.

Bagaimana menghubungkan gerakan individu dengan gerakan kelompok sebagai satu keutuhan adalah masalah mendasar yang perlu diamati. Menurut Edelstein-Keshet et al. (1998), model pada skala kecil dapat menghubungkan gerakan organisme ke beberapa pengaruh eksternal seperti nutrisi atau makanan. Adanya gradien eksternal (seperti nutrisi, tarikan, atau pengaruh lain) membuat ketaksimetrian yang dapat memberi pengaruh penting. Hal ini tidak kelihatan karena belalang dapat berpindah secara berkelompok tanpa makanan atau gradien eksternal. Sedangkan dalam skala yang besar, skala waktu lebih pendek daripada waktu reproduksi organisme. Oleh sebab itu, tipe solusi diperoleh dengan membuat perkiraan, yaitu dengan membuat jumlah organisme konstan. Artinya, agar TB terlihat, maka perlu menentukan batasan perilaku yang mungkin.

Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Kennedy JS (1951); Uvarov BP (1928) menyatakan bahwa perpindahan belalang Afrika mempunyai dua fase terpisah, yaitu fase tunggal dan fase suka berkawan. Dalam fase tunggal, individu

13

Arah Angin

Persinggahan Zona Interior

Zona Keberangkatan (Settlement)

(Take-off Zone)

tidak sosial dan menjauh dari yang lain. Tetapi, ketika perubahan untuk suka berkawan muncul, individu menjadi lebih kuat sosialnya dan bergabung dengan kelompok yang besar.

Edelstein-Keshet et al. (1998), gerakan kelompok terarah dengan kecepatan konstan dengan skala waktu yang lebih lama dari skala waktu gerakan individu. Pengamatan ini direfleksikan dalam asumsi pendekatan model, yakni pendekatan dinamis kelompok sebagai proses satu dimensi. Individu berada dalam salah satu dari dua kategori, yaitu bergerak dan tidak bergerak. Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Albrecht FO (1967) menyatakan bahwa belalang secara berkelompok mengalami perpindahan terus menerus dengan struktur perputaran yang dilukiskan dalam skema gambar 1.

Gambar 1 Struktur perputaran tipe kelompok belalang Schistocerca. (Edelstein-Keshet et al. 1998)

Sedangkan struktur kelompok mempertahankan bentuk yang tetap dengan kecepatan konstan. Individu dalam kelompok sebenarnya berputar melalui urutan perilaku sebagai berikut:

(i) terbang menuju ke bawah secara berkelompok (biasanya turun bersamaan), (ii) mendarat di tanah, kebanyakan ketika mereka mencapai bagian depan

kelompok,

14 (iii) makan dan beristirahat sampai menyusul bagian tepi kelompok, dan

(iv) berangkat terbang dan naik menuju ketinggian, sesudah itu berputar kembali ke awal lagi.

Belalang-belalang yang terbang di atas memicu pasangan mereka yang berada di tanah sehingga menyebabkan belalang di tanah terbang secara besar-besaran. Kelompok belalang ini diperkirakan menghabiskan waktu untuk terbang pada pendekatan 20 s.d 40 %.

3.1 Model I: Kepaduan Belalang Bergantung pada Konveksi Difusi dan Kecepatan Belalang Terbang

Pendekatan pertama adalah menunjukkan belalang di tanah bergerak tak leluasa dibandingkan pasangan terbang mereka. Sehingga dapat dibangun sebuah model sebagai berikut:

( , ) ( , ) , S R S F S G S F F t (3.1) 2 2 ( , ) ( , ) . F F F D U R S F S G S F F t x x (3.2)

Dalam hal ini, ( , )

F x t = populasi belalang yang terbang pada , ,x t

( , )

S x t = populasi belalang yang tidak terbang (standing) pada , ,x t

( , )

R S F = proporsi belalang berangkat (take-off), ( , )

G S F = proporsi belalang mendarat (landing),

D = laju gerakan acak belalang saat di udara,

U = kecepatan terbang (kecepatan angin + kecepatan terbang aktif) belalang. Laju gerakan acak dan kecepatan terbang belalang yang dipengaruhi kecepatan angin, dan kecepatan terbang aktif diasumsikan konstan. Sesuai pembahasan sebelumnya, digunakan solusi TP dengan jumlah total individu yang terbatas dengan syarat fungsi kepadatan F dan S terbatas dan positif di mana- mana. Untuk TP, nilai fungsi kepadatan F dan S menuju nol ketika peubah x

menjauh ke depan dari kelompok dan menjauh ke belakang dari kelompok

( , 0 untuk )

15

3.1.1 Gelombang Berjalan (TravellingFront dan TravellingBand)

Sistem persamaan model I ditransformasikan ke dalam koordinat GB ,

z x ct dengan c adalah kecepatan gelombang yang konstan, sehingga diperoleh ( , ) ( , ) , S c R S F S G S F F z (3.3) 2 2 ( , ) ( , ) . F F F c D U R S F S G S F F z z z (3.4)

. Kedimensionalan sistem persamaan ini dapat dikurangi dengan cara menambahkan kedua persamaan, mengintegralkan dari ke z, dan mensubstitusikan ke dalam sistem persamaan sehingga diperoleh

( , ) ( , ) , S c R S F S G S F F z (3.5) ( ) konstanta.

Dokumen terkait