• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Derajat Infeksi

a. Derajat infeksi berdasarkan core area

Pemeriksaan kuantitatif seperti metode McMaster dimaksudkan untuk mengetahui derajat infeksi kecacingan. Menurut Ancrenaz (2003),Vitazkova dan Wade (2007). derajat infeksi merupakan tingkat kesakitan inang yang dapat diduga dari jumlah parasit dalam tubuh. Adanya cacing parasit saluran pencernaan yang dapat teridentifikasi disampel tinja tidak berarti individu yang

diperiksa dalam keadaan sakit. Populasi primata dapat terinfeksi parasit tanpa efek yang merugikan. Cacing parasit dan telur cacing tidak selalu diekskresikan di tinja, sehingga hasil pemeriksaan yang negatif tidak selalu mengindikasikan bahwa tidak ada infeksi cacing saluran pencernaan karena ada kemungkinan individu sampel belum memasuki tahap mengeluarkan telur cacing saluran pencernaan saat pengambilan sampel dilakukan.

Menurut Kusumamihardja (1995), untuk mengetahui derajat infeksi perlu dilakukan pemeriksaan telur tiap gram tinja (TTGT). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai TTGT diantaranya adalah (1) Kepadatan atau konsistensi tinja hewan yang bervariasi, tinja kering, lembek, kadang-kadang encer. (2) Banyaknya tinja yang dikeluarkan setiap hari oleh hewan seringkali berbeda. (3) Produksi telur harian tiap jenis cacing berbeda. (4) Produksi telur dari satu jenis cacingpun berbeda antara berbagai waktu, misalnya antara siang dan malam. (5) Distribusi telur dalam tinja tidak selalu merata. (6) Produksi telur cacing tua dan muda berbeda, sehingga perbedaan komposisi keduanya juga berpengaruh.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dipelajari bahwa total derajat infeksi cacing saluran pencernaan sebesar 73 TTGT. Angka derajat infeksi tertinggi sampai terendah berturut-turut terdapat pada kelompok monyet yang sering berada di kandang 1 (242 TTGT), kandang 10 (193 TTGT), kandang 2 (161 TTGT), kandang 9 (97 TTGT), kandang 4 (87 TTGT), kandang 6 (60 TTGT), kandang 8 (41 TTGT), dan kandang 3 (12 TTGT). Derajat infeksi pada kelompok monyet yang sering berada kandang 5, 7, 11, dan 12 adalah sebesar 0 TTGT, sedangkan pada kelompok monyet yang sering berada di kandang 11 tidak dilakukan pemeriksaan TTGT sehingga tidak dapat diketahui derajat infeksi kecacingannya.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dipelajari derajat infeksi setiap jenis cacing pada setiap kandang. Infeksi Trichuris dapat terlihat kelompok monyet yang sering berada di kandang 1, 6, dan 9 dengan rataan derajat infeksi sebesar 242 TTGT, 60 TTGT, dan 97 TTGT. Rataan derajat infeksi Ascaris kelompok monyet yang sering berada di kandang 2 adalah sebesar 161 TTGT. Rataan derajat infeksi Oxyurid di kandang 3 sebesar 12 TTGT.

Berdasarkan Tabel 8 dapat dipelajari adanya kelompok monyet yang sering berada pada kandang tertentu diinfeksi oleh lebih dari satu jenis parasit cacing. Misalnya, pada kelompok monyet yang sering berada pada kandang 4 mengalami infeksi dari jenis Ascaris, Strongylid, dan Trichuris dengan rataan derajat infeksi sebesar 19 TTGT, 19 TTGT, dan 39 TTGT. Pada kelompok monyet yang sering berada pada kandang 8 mengalami infeksi dari jenis Ascaris dan Strongylid dengan rataan derajat infeksi sebesar sebesar 14 TTGT dan 28 TTGT. Pada kelompok monyet yang sering berada pada kandang 10 mengalami infeksi dari jenis Hymenolepis dengan rataan derajat infeksi 193 TTGT.

Tabel 8 Derajat infeksi (TTGT) kecacingan saluran pencernaan pada Macaca fascicularis berdasarkan lokasi kandang di Pulau Tinjil

No

Kandang n (ekor)

Rataan Derajat Infeksi (TTGT) Total

rataan TTGT Hymenolepis Ascaris Oxyurid Strongylid Trichuris

1 4 0 0 0 0 242 (0-967) 242 2 3 0 161 (0-483) 0 0 0 161 3 8 0 0 12 (0-97) 0 0 12 4 10 0 19 (0-97) 0 19 (0-97) 39 (0-987) 87 5 2 0 0 0 0 0 0 6 8 0 0 0 0 60 60 7 2 0 0 0 0 0 0 8 7 0 14 (0-97) 0 28 (0-193) 0 41 9 3 0 0 0 0 97 97 10 3 193 (0-580) 0 0 0 0 193 11 0 * * * * * * 12 3 0 0 0 0 0 0 13 3 0 0 0 0 0 0 Total 56 10 14 2 7 40 73

Keterangan: * (tidak dilakukan penghitungan TTGT)

Berdasarkan analisis Tabel 8 dapat dipelajari bahwa nilai derajat infeksi kecacingan saluran pencernaan pada kelompok monyet yang kandangnya berdekatan dengan aktivitas manusia seperti kandang 3, 4, 8, dan 10, ternyata tidak selalu lebih besar apabila dibandingkan dengan kandang pakan lain. Dengan demikian untuk sementara dapat diduga bahwa aktivitas manusia tidak berpengaruh besar terhadap nilai derajat infeksi kecacingan saluran pencernaan pada M. fascicularis di Pulau Tinjil.

b. Gambaran patogenesis kecacingan

Tinggi atau rendahnya TTGT akan berpengaruh kepada derajat infeksi kecacingan. Derajat infeksi kecacingan berhubungan erat dengan mekanisme kejadian penyakit atau patogenesis.

Hymenolepis akan menjadi dewasa di rongga usus halus. Cacing ini tidak menimbulkan gejala dan kelainan, namun apabila ada kelainan ringan maka akan terjadi gangguan gastrointestinal dan diare ringan (Onggowaluyo 2001).

Patogenesis infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan erat dengan migrasi larva. Kerusakan jaringan dan haemoragi dapat terlihat di hati, terutama di vena intralobular, tetapi lesio yang banyak terjadi adalah di paru-paru. Larva yang bermigrasi dapat menyebabkan haemoragi pada alveolus dan bronkiolus, kemudian diikuti dengan deskuamasi epitel alveolar, infiltrasi eosinofil dan sel lain, yang menyebabkan terjadinya pneumonitis (Soulsby 1982).

Gejala utama kecacingan akibat Enterobius sp. (enterobiasis) adalah timbulnya iritasi di sekitar perianal karena migrasi cacing betina meletakkan telurnya. Cacing betina ini juga kadang-kadang bermigrasi ke vagina dan menuju ke tuba falopii dan sering menimbulkan peradangan saluran telur sehingga terjadi pruritus vagina. Penderita menggaruk-garuk daerah sekitar anus dan vagina sehingga sering terjadi luka. Infeksi yang terjadi pada satwa primata biasanya tidak serius tapi akibat pruritus dapat menimbulkan tingkah laku yang agresif (Onggowaluyo 2001, Soulsby 1982).

Gejala klinis yang terjadi akibat infeksi kutaneus Strongylid antara lain adalah rasa gatal pada kulit dan pneumonitis akibat larva yang bermigrasi, nekrosa jaringan usus akibat gigitan dari cacing dewasa, gangguan gizi (kehilangan karbohidrat, lemak, protein, dan Fe), serta anemia akibat dihisap langsung oleh cacing dewasa dan pendarahan terus menerus pada daerah bekas gigitan cacing dewasa yang mengandung zat anti koagulan (Onggowaluyo 2001).

Kelainan patologis akibat cacing dewasa Trichuris terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur, dan status kesehatan umum dari penderita. Cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum pada infeksi

berat. Prolapsus rektum dapat terjadi pada beberapa kasus. Gejala-gejala lain yang dapat terjadi adalah diare yang diselingi disentri, anemia, dan berat badan menurun. Anemia hipokromik dapat terjadi pada kasus infeksi yang lama. Anemia ini terjadi karena penderita mengalami malnutrisi dan kehilangan darah akibat kolon yang rapuh (Onggowaluyo 2001).

BAB V

Dokumen terkait