Pengertian tentang keadaan sehat dan sakit sangat penting mengingat kita harus dapat menentukan ada/tidaknya permasalahan/penyakit diantara masyarakat dan seberapa banyaknya. Secara sederhana keadaan sakit itu dinyatakan sebagai :
Penyimpangan dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsinya atau
Keadaan dimana tubuh atau organisme atau bagian dari organisme/populasi yang diteliti tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dilihat dari keadaan patologisnya.
Menurut UU RI No. 23 tahun 1992, yang dimaksud dengan keadaan sehat adalah keadaan meliputi kesehatan badan, rohani ( mental ) dan social dan bukan hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat, dan kelemahan sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi. Beberapa aspek yang dapat dihubungkan dengan derajat kesehatan adalah : lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku.
Program pembangunan kesehatan yang selama ini dilaksanakan dapat dikatakan cukup berhasil sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai bebarapa masalah dan hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya yaitu morbiditas dan status gizi masyarakat.
Di Indonesia, Beberapa indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat pada suatu daerah adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Umur Harapan Hidup (UHH) dan Status Gizi. Indikator tersebut ditentukan dengan 4 faktor utama yaitu Perilaku Masyarakat, Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Faktor Genetika.
Adapun indikator hasil antara, yang terdiri atas indikator-indikator untuk keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat, akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta Indikator proses dan masukan, yang terdiri atas indikator-indikator untuk pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan, dan kontribusi sektor terkait.
Keempat faktor utama ini diintervensi melalui beberapa kegiatan pokok yang mempunyai daya ungkit besar terhadap upaya-upaya percepatan penurunan AKI, AKB, AKABA dan Peningkatan Status Gizi Masyarakat serta status Angka Kesakitan dan Kondisi Penyakit Menular.
Keberhasilan upaya-upaya kesehatan yang dilakukan dapat dinilai sebagai indikator output yang cukup signifikan mempengaruhi indikator outcome.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat kesehatan adalah
1. Angka Kematian Bayi ( AKB )
Salah satu indikator yang paling menonjol dalam menilai derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi (AKB = IMR). Angka Kematian Bayi dihitung dari banyaknya kematian bayi berusia kurang 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada waktu yang sama. Manfaat dari IMR ini, adalah untuk mengetahui gambaran tingkat permasalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
Angka kematian bayi di Kabupaten Demak menurut data tabel 6 pada tahun 2007 sebanyak 145. Sedangkan jumlah kelahiran hidup tahun 2007 sebanyak 23.976. Jadi IMR Kabupaten Demak pada tahun 2007 adalah sebesar 6,04 perseribu kelahiran hidup. Jika dibandingkan pada tahun 2006 mengalami peningkatan, Angka kematian bayi tahun 2006 adalah sebesar 4,55 perseribu kelahiran hidup. Dengan asumsi bahwa bila IMR di suatu wilayah tinggi, maka status kesehatan di wilayah tersebut rendah, maka dapat disimpulkan bahwa status kesehatan Kabupaten Demak mengalami penurunan dengan meningkatnya angka kematian bayi tersebut pada tahun 2007.
2. Angka Kematian Balita ( AKABA )
Angka Kematian Balita atau disebut juga Child Mortality Rate (CMR) merupakan jumlah kematian anak balita (1-4 tahun) pada suatu wilayah dan periode waktu tertentu per jumlah penduduk usia 1-4 tahun pada pertengahan tahun dalam wilayah yang sama kali 1.000 (Konstanta) .
Manfaat dari CMR ini adalah untuk mengetahuinya gambaran tingkat permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan dan keberhasilan kegiatan KIA/ Posyandu serta untuk menilai kondisi sanitasi lingkungan, kesehatan anak balita seperti gizi, penyakit menular dan kecelakaan. CMR kabupaten Demak pada tahun 2005 adalah sebesar 0,09,
Angka Kematian balita di Kabupaten Demak dalam beberapa tahun terakhir terlihat mengalami penurunan terus-menerus. Pada tahun 2005 sebanyak 3 Balita, tahun 2006 tidak ada kematian Balita, Tahun 2007 sebanyak 6 Balita
3. Angka Kematian Ibu ( AKI )
Angka kematian ibu merupakan indikator kesehatan yang cukup penting. Angka kematian ibu diketahui dari jumlah kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu nifas per jumlah kelahiran hidup di wilayah tertentu dalam waktu tertentu.
Angka Kematian Ibu mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetric.
Untuk Kabupaten Demak pada tahun 2007 adalah sebesar 75 / 100.000 kelahiran hidup. Dengan asumsi bahwa tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetric rendah, maka dapat dikatakan terjadi peningkatan
angka MMR, yang berarti terjadi penurunan tingkat derajat kesehatan, bila dilihat dari angka kematian ibu.
4. Pravalensi balita gizi baik
Hasil pemantauan status gizi empat tahun terakhir yaitu tahun 2004, 2005,2006 dan tahun 2007 terlihat dalam grafik di bawah ini:
Tabel. 3 : Status Gizi Balita Kabupaten Demak Tahun 2004-2007 No Status Gizi 2004 2005 2006 2007 1 Gizi Lebih 1,96 % 2,59% 2,04 1,86 2 Gizi Baik 78,32 % 77,74% 80,13 80,67 3 Gizi Kurang 17,98 % 17,80% 15,98 15,52 4 Gizi Buruk 1,74 % 1,86% 1,84 1,95 Jumlah 100 % 100% 100% 100%
Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa pravalensi gizi baik balita pada tahun 2007 mengalami peningkatan. Bila dibanding dengan target Indikator Indonesia Sehat pada tahun 2010, yaitu sebesar 80 %, maka dapat dikatakan balita di Kabupaten Demak pada tahun 2007 termasuk kategori baik masih diatas indikator Indonesia sehat 2010. Tetapi bila dilihat dari kondisi balita gizi buruk, maka terdapat peningkatan prosentase balita gizi buruk, yaitu 1,84 % pada tahun 2006 menjadi 1,95 % pada tahun 2007. Seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 4 : Persentase Gizi Buruk Balita Kabupaten Demak Tahun 2004 – 2007
Dengan asumsi bahwa bila di suatu daerah kondisi balita dengan gizi buruknya lebih dari 0,05 % disebut daerah yang rawan pangan, dapat disimpulkan bahwa untuk Kabupaten Demak merupakan daerah rawan pangan karena balita dengan kondisi gizi buruknya sebesar 1,95 %. Hal ini mungkin disebabkan karena masih rendahnya tingkat kemampuan dan pengetahuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan gizi, meningkatnya harga sembako, khususnya pada balita, kurangnya tenaga gizi di puskesmas, masih adanya 5 kecamatan yang rawan pangan dan gizi.
5. Umur Harapan Hidup ( UHH )
Umur harapan hidup, dianggap sebagai indikator umum bagi taraf hidup, maka tingginya umur harapan hidup menunjukkan tingginya tingkat taraf hidup suatu wilayah dan sebaliknya. Manfaat dari angka harapan hidup ini adalah untuk mengetahui berapa lama orang dapat hidup sejak dari usia tertentu.
Persentase Status Gizi Buruk Kabupaten Demak Tahun 2004-2007 1 ,7 4 1 ,8 6 1 ,9 5 1 ,8 4 1,6 1,65 1,7 1,75 1,8 1,85 1,9 1,95 2 2004 2005 2006 2007
Di Kabupaten Demak, untuk perkembangan umur harapan hidupnya berangsur meningkat , yang berarti kondisi yang mendukung taraf hidup semakin baik. Menurut Kantor Statistik Jawa Tengah, pada umur harapan hidup adalah 68,9 tahun.
6. Angka Kesakitan ( Morbiditas )
Angka kesakitan penduduk diperoleh dari data yang berasal dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, dan hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.
1) Penyakit Bersumber Binatang
a) Pemberantasan Penyakit Malaria ( P2 Malaria )
Malaria merupakan salah satu penyakit yang dapat muncul kembali setelah dilakukan upaya eradikasi maupun eliminasi (Re-emerging desease) dan masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat Asia Tenggara, begitu juga di Indonesia penyakit ini menjadi ancaman dan mempengaruhi tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyakit Malaria menyebar cukup merata di seluruh kawasan Indonesia, namun paling banyak dijumpai di luar wilayah Jawa-Bali, bahkan di beberapa tempat dapat dikatakan sebagai daerah endemis malaria. Menurut hasil pemantauan program diperkirakan sebesar 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis Malaria.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk yang terkena malaria sebanyak 4 orang, yaitu di kecamatan kebonagung dan 100 % telah di obati.
b) Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD )
Pada tahun 2007 Angka kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 425 kasus ( IR : 1,41 ). Angka ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang berjumlah 141 kasus.
Gambar 5. Grafik Jumlah Kejadian Penyakit DBD Kabupaten Demak Tahun 2005-2007
Dari grafik diatas terlihat bahwa Angka kesakitan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 selalu mengalami peningkatan.
JUMLAH KEJADIAN PENYAKIT DBD 2005-2007
65 141 425 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 2005 2006 2007
Gambar 6. Grafik Cakupan Rumah/Bangunan Bebas Jentik Kabupaten Demak Tahun 2005-2007
Kalau melihat angka bebas jentik yang masih rendah, sangat wajar kalau di Kabupaten Demak masih menghadapi masalah dengan demam berdarah. Angka yang diharapkan adalah minimal 95% sesuai Standar Pelayanan Minimal.
Upaya pencegahan telah dilakukan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk. Keberhasilan gerakan ini dapat dilihat dari angka bebas jentik (ABJ) maupun jumlah kasus yang terjadi. Tampaknya Kabupaten Demak kurang berhasil dalam melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk ini.
Persentase Cakupan Rumah/Bangunan Bebas Jentik Tahun 2005-2007
88,4 2 83,3 1 75, 20 65 70 75 80 85 90 2005 2006 2007
c) Pemberantasan Penyakit Filariasis ( P2 Filariasis )
Program eliminasi filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu ”The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem The Year 2020”.
Dampak dari serangan penyakit ini adalah menurunkan derajat kesehatan masyarakat karena menurunnya daya kerja dan produktivitas serta timbulnya cacat anggota tubuh yang menetap. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, beberapa jenis nyamuk diketahui berperan sebagai vektor Filariasis antara lain Mansonia, Anopheles dan Culex.
Di Indonesia, sampai dengan tahun 2003 kasus kronis Filariasis telah menyebar ke 30 provinsi pada lebih dari 231 kabupaten dengan jumlah kasus kronis 6.635 orang. Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3 species cacing filaria, yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia Malayi dan Brugia Timori. Di kabupaten Demak meskipun pada tahun 2007 penyakit Filariasis kasusnya meningkat bila dibandingkan pada tahun sebelumnya, Jumlah kasus penyakit filaria pada tahun 2007 sebanyak 4 kasus sedangkan tahun 2006 hanya 1 kasus. Kasus tersebut terjadi di wilayah kerja puskesmas Kebonagung sebanyak 1 kasus, Puskesmas Bonang I sebanyak 2 kasus, dan Puskesmas Karangawen 1 kasus dan ini merupakan kasus lama.
Program P2 Filariasis masih harus diperhatikan karena mengingat tidak menutup kemungkinan penyebarannya akan meluas ke wilayah lainnya jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan.
2) Penyakit Menular Langsung
a) Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru (P2 TB Paru)
WHO memperkirakan pada saat ini, Indonesia merupakan negara penyumbang kasus TB terbesar ke-3 di dunia, yang setiap tahunnya diperkirakan terdapat penderita baru TB menular sebanyak 262.000 orang (44,9% dari 583.000 penderita baru TB) dan 140.000 orang diperkirakan meninggal karena penyakit TBC. Angka tersebut diyakini sangat memungkinkan, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi lingkungan perumahan, sosial ekonomi masyarakat, serta kecenderungan peningkatan penderita HIV/AIDS di Indonesia saat ini.
Di Kabupaten Demak sendiri, menurut data laporan dari 26 Puskesmas jumlah suspek sebanyak 4228 orang. Menurut laporan tersebut penderita yang dinyatakan positif menderita TB Paru tercatat sebanyak 579 orang dan penderita yang diobati sebanyak 579 orang, dengan jumlah penderita yang sembuh sebanyak 534 orang ( 92,28 % ).
Wilayah kerja Puskesmas yang terbanyak penderitanya adalah Puskesmas Mijen 1 yaitu 40 kasus dan terendah adalah Puskesmas Wonosalam 1 yaitu 9 kasus.
Angka ini bila dibandingkan dengan Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA positif sesuai Indikator Sehat 2010 (85%) dapat dikatakan telah mencapai target. Keadaan tersebut disebabkan karena adanya kegiatan sosialisasi, peran serta lintas program dan lintas sektor dalam pemberantasan penyakit ini.
b) Pemberantasan Penyakit Kusta (P2 Kusta)
Jika ditinjau dari situasi global, Indonesia merupakan negara penyumbang jumlah penderita kusta ketiga terbanyak setelah India dan Brazil. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini, sebagian besar penderita dan mantan penderita kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan.
Tahun 2007, jumlah penderita Kusta sebanyak 89 orang yang terdiri 14 orang penderita PB dan 75 orang penderita MB.
c) Pemberantasan Penyakit Diare (P2 Diare)
Perkembangan penderita Diare di Kabupaten Demak mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Gambar 7. Grafik Jumlah Kejadian Penyakit Diare Kabupaten Demak Tahun 2005-2007
JUMLAH KEJADIAN PENYAKIT DIARE 2005-2007
7 3 6 7 2 1 8 6 2 25 1 5 8 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 2005 2006 2007
Dari grafik di atas terlihat bahwa perkembangan penderita penyakit Diare di Kabupaten Demak selalu mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Pada tahun 2007 jumlah kasus diare di Kabupaten Demak berdasarkan laporan puskesmas sebanyak 25.458 kasus. Hal ini dimungkinkan disebabkan karena masih rendahnya cakupan akses masyarakat terhadap ketersedian air bersih (Cakupan akses air bersih tahun 2007 : 51,66%), dan masih rendahnya kepemilikan sarana sanitasi dasar yang terdiri dari kepemilikan jamban keluarga ( Cakupan Jamban sehat : 57,61 % ), kepemilikan tempat sampah di rumah ( Cakupan tempat sampah sehat : 37,35 % ) dan kepemilikan tempat pengeloaaan air limbah ( Cakupan tempat pengelolaan air limbah sehat : 34, 85 % ).
d) Kejadian Luar Biasa ( KLB )
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Demak selama tahun 2007 terjadi di 145 desa keadaan ini menunjukkan bahwa desa/kelurahan yang terkena KLB meningkat jumlahnya bila dibanding dengan tahun sebelumnya. Dari sejumlah desa yang terkena KLB selama tahun 2007 dan telah dilakukan kegiatan penanganan/penanggulangan dengan cepat dalam waktu kurang dari 24 jam sejumlah 145 desa (100 %).
e) Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, campak, polio dan hepatitis B merupakan penyakit menular yang
dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit-panyakit ini timbul karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Di Kabupaten Demak pada tahun 2007 untuk kasus Pertusis, Tetanus, campak, polio dan hepatitis B tidak terjadi kasus, sedangkan untuk Difteri terjadi 1 kasus yaitu di wilayah kerja Puskesmas Sayung I, dan terjadi 2 kasus Tetanus Neonatorum yang masing-masing 1 kasus di wilayah kerja Puskesmas Karangtengah dan Puskesmas Demak II.