• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

2.7.3 Derajat Swelling

Derajat swelling merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat penyerapan dari suatu material polimer terhadap larutan atau cairan. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah terjadinya penyerapan air (Coniwanti, 2014).

Persentase Swelling dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Persentase Swelling

(%) =

... (2.1) Dimana Wakhir adalah berat sampel setelah direndam dan Wawal adalah berat sampel sebelum direndam.

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock, 2003).

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

Nama Alat Merck

Seperangkat alat DSC DSC-60 plus

3.2 Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Bahan Merck

Polivinil Alkohol Merck

Asam Maleat Merck

Aquadest Merck

H2SO4(p) Merck

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan

3.3.1.1 Larutan PVA 3 %

Sebanyak 3 g serbuk PVA dilarutkan dalam aquadest sebanyak 100 mL dan campuran dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan didinginkan

3.3.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat

Dilarutkan 3 gram Polivinil Alkohol (PVA) ke dalam 100 mL aquadest.

Dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan diaduk menggunakan magnetic stirer. Kemudian ditambahkan asam maleat dengan variasi konsentrasi 0,03 g, 0,05 g dan 0,07 g dan dilakukan pencampuran dengan menggunakan magnetic stirer. Selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

3.3.3 Proses Penambahan H2SO4 terhadap Film PVA/Asam Maleat Optimum

Asam maleat 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian dirangkai alat refluks, ditambahkan H2SO4(p) ke dalam labu leher tiga, lalu dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer, kemudian ditambahkan PVA 3% ke dalam larutan yang telah tercampur tadi, selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan di keringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

3.4. Karakterisasi yang Digunakan dalam Penelitian

3.4.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR (Fourier Transform Infra-Red)

Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21. Sampel di preparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan–lempengan garam yang datar. Pengujian film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat kearah sinar infra merah. Hasilnya akan ditampilkan sebagai kurva bilangan gelombang dari 4000-300 cm-1.

3.4.2 Analisa Termal dengan DSC (Differential Scanning Calorymetry)

Analisa DSC menggunakan instrumen DSC-60 Plus Shimadzu yang mengandung gas nitrogen. Sampel ditimbang dengan massa dan dipanaskan pada suhu kamar sampai 500o dengan waktu pemanasan 10oC/menit. Analisa dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap dan berat terhadap temperatur. Suhu dalam metode pengujian mencapai 500oC. Perubahan berat akibat proses pemanasan dapat ditentukan langsung dari termogram yang diperoleh. Setelah data diperoleh dapat diketahui nilai DSC-nya yang dilihat dari puncak dekomposisinya.

3.4.3 Derajat Swelling

Film PVA 3% yang ditambahkan asam maleat dengan variasi berat 0,03 g; 0,05 g dan 0,07 g dipotong dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm. Kemudian ditimbang masing berat film. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang masing-masing berisi 50 ml aquadest. Dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan dari film. Kemudian diangkat dan ditimbang masing-masing sampel dalam keadaan basah. Persentase Swelling dari masing-masing film dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Persentase Swelling

(%) =

x 100%... (3.1)

Dimana Wakhir adalah berat sampel film setelah direndam dan Wawal adalah berat sampel film sebelum direndam.

3.5 Bagan Penelitian

3.5.1 Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat

Dilakukan prosedur yang sama dengan variasi berat Asam Maleat 0,03 g, 0,05 g, dan 0,07 g.

3.5.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat Menggunakan Katalis Asam Sulfat

3.5.3 Uji Swelling

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR untuk PVA terikat silang dengan asam maleat. FTIR menganalisa struktur kimia dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang muncul pada setiap sampel yang dianalisa.

Hasil FTIR PVA/Asam Maleat dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Analisa FTIR Film PVA/Asam Maleat

4.1.2 Pengukuran Derajat Swelling

Pengukuran derajat mengembang (% Swelling) dilakukan dengan menghitung massa film yang telah direndam dalam aquadest lalu ditiriskan dikurang massa film yang telah kering sebelum direndam dibagi dengan massa film kering sebelum direndam dikalikan dengan 100%. Dengan menguji tingkat swelling dapat diketahui jumlah molekul air yang diserap oleh massa suatu film. Hasil pengujian tingkat swelling dapat dilihat pada grafik gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Sifat Mengembang Film PVA/Asam Maleat

4.1.3 Hasil Analisa Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Pada analisa ini sampel yang digunakan adalah film PVA 3% yang ditambahkan dengan asam maleat dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g dan PVA/asam maleat dengan penambahan H2SO4. Analisa termal dari film PVA/Asam maleat dapat dilihat pada Gambar 4.3

0

Gambar 4.3 Hasil Analisa DSC dari film PVA/Asam Maleat

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisa gugus fungsi secara kualitatif dilakukan dengan menginterprestasikan puncak-puncak serapan dari spektrum inframerah. Analisa ini dikenal sebagai salah satu teknik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun anorganik. Adanya kombinasi pita serapan yang khas dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat dalam suatu bahan. Identifikasi pita adsorbs yang khas disebabkan oleh berbagai gugus fungsi yang merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Sitorus, 2016).

Jika dilihat pada Gambar 4.1 sebelumnya, pada proses pembentukan film PVA dengan film PVA terikat silang asam maleat dengan berat 0,03 gtidak ada gugus fungsi baru terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa film yang dihasilkan merupakan proses pencampuran secara fisik. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari hasil FT-IR terlihat adanya gugus OH pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 dan serapan gugus C-O alkohol pada bilangan gelombang 1080,14 cm-1, hasil FT-IR asam maleat (0,03 g) terlihat adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1, dan adanya serapan C=C aromatis pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1, hasil FT-IR film plastik PVA dengan menggunakan asam maleat (0,05 g) menunjukkan adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3371,57 cm-1, adanya serapan gugus C=C aromatis pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1 dan serapan gugus C-O ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm-1, hasil FT-IR film PVA dengan menggunakan asam maleat (0,07 g) menunjukkan adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3425,58 cm-1, adanya serapan gugus C=C aromatis pada bilangan gelombang 1561,63 cm-1 dan serapan gugus C-O ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm

-1. Kemudian setelah penambahan H2SO4 (Gambar 4.1) spektrum FT-IR hampir sama dan tidak ada menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan tetapi mengalami sedikit pergeseran. Serapan gugus OH juga terlihat pada daerah yang sama yaitu 3448,72 cm-1 yang mengalami pelebaran karena adanya interaksi dan adanya serapan air yang tinggi pada film tersebut.

Terdapat untuk gugus-gugus yang lainnya memiliki daerah serapan yang hampir sama yang terlihat pada Gambar 4.1, yaitu untuk gugus C-H alkana terdapat pada bilangan gelombang 1435,04 cm-1 dan serapan gugus C-O alkohol terdapat pada bilangan gelombang 1095,57 cm-1 yang terlihat pada masing-masing hasil FT-IR. Adapun pita serapan gugus fungsi hasil analisis FT-IR dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Pita Serapan Gugus Fungsi Hasil Analisa Spektrum FT-IR Gugus Fungsi Bilangan Gelombang

(cm-1)

Berdasarkan analisa spektrum FTIR dapat diduga bahwa penambahan berat asam maleat relatif tidak mengalami perubahan sifat mekanis yang besar.

Film PVA/asam maleat adalah merupakan campuran polimer dengan polimer (co-polimer).

4.2.2 Pengukuran Derajat Swelling

Sifat ketahanan film terhadap air ditentukan dengan uji Swelling, yaitu kemampuan film untuk menyerap cairan sampai terjadi kesetimbangan. Uji Swelling merupakan persentase penggembungan film oleh adanya air. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau

keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah terjadinya penyerapan air (Coniwanti, 2014).

Tabel 4.2 Data % Swelling film PVA/Asam Maleat Asam Maleat (g) % Swelling

Peningkatan jumlah asam maleat dalam film berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan terhadap air. Tingkat swelling film PVA tanpa asam maleat besarnya 558,89 %. Perbedaan berat asam maleat yang ditambahkan pada film PVA sebanyak 0,03 g, 0,05 g, dan 0,07 g mengalami perubahan nilai swelling yaitu 658,16 %, 303,75 %, dan 556,41%. Namun pada penambahan H2SO4 ke dalam campuran film PVA/asam maleat meningkatkan nilai swelling yaitu mencapai 1065,34%. Adanya gugus hidroksil di dalam PVA menghasilkan ikatan hidrogen yang kuat, sehingga dapat mempengaruhi kelarutan PVA di dalam air (Gohil, 2006). Pada Tabel 4.2terlihat bahwa variasi campuran antara PVA dan asam maleat yang memiliki ketahanan terhadap air terbaik adalah dengan penambahan asam maleat 0,05 g, yaitu dengan nilai swelling terendah 303,75%.

Hal ini dikarenakan perbedaan nilai swelling pada film PVA akibat asam maleat yang bertindak sebagai agen pengikat silang ditambahkan kedalam film PVA tersebut dan mengikat silang gugus hidroksil yang terdapat pada gugus PVA.

Dimana gugus karboksil pada asam maleat akan mengikat silang gugus hidroksil pada PVA sehingga menyebabkan ketahanan film terhadap air semakin meningkat. Dimana jika gugus karboksil pada asam maleat dapat mengikat silang gugus hidroksil pada PVA akan mengahasilkan film yang kuat. (Gohil, 2006).

4.2.3 Analisa Termal dengan DSC

Analisa termal dengan menggunakan DSC dilakukan untuk mengetahui suhu transisi gelas, titik leleh dan kestabilan termal dari film PVA/asam maleat yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari DSC dapat digunakan dalam mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, dan titik kritis. Dari gambar 4.3 terdapat hasil analisa DSC dari film PVA/asam maleat yang dihasilkan dan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Suhu Transisi Gelas, Kristalisasi dan Titik Leleh yang Diukur dengan DSC

Asam Maleat (g) Transisi gelas (Tg) oC

Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan salah satu sifat fisik penting dari polimer yang menyebabkan polimer tersebut memiliki daya tahan terhadap panas atau suhu yang berbeda-beda. Dimana pada saat temperatur luar mendekati temperatur transisi gelasnya maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan yang keras kakumenjadi lunak seperti karet, suhu transisi gelas ini disebabkan oleh faktor-faktor yang meliputi panjang molekul polimer, berat molekul polimer, efek statik seperti polarisabilitas, momen dwi kutub, stereokimia dan stereoregularitas rantai polimer maupun interaksi intermolekuler dari polimer melalui ikatan hidrogen dan gaya london (Steven, 2001). Apabila suatu polimer berada pada kondisi di atas Tg maka semakin tinggi sifat plastis dan fleksibel suatu polimer. Suhu terendah dari termogram DSC menunjukkan suhu transisi kaca dan suhu tertinggi pada termogram menunjukkan suhu dekomposisi pada suatu bahan yang terjadi secara eksotermik. Dari tabel diatas dapat disimpulkan

bahwa suhu transisi gelas pada film PVA dengan variasi berat asam maleat0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, 0,05 g + H2SO4 memiliki Tg yang tidak jauh berbeda, Tg yang tertinggi dimiliki oleh film PVA dengan berat asam maleat yang ditambahkan 0,03 g yaitu 123,53oC dan Tg terendah dimiliki oleh film PVA dengan berat asam maleat 0,05 g yaitu 91,02 oC. Ini dapat disimpulkan bahwa berat molekul terendah dimiliki oleh film PVA dengan penambahan berat asam maleat 0,05 g.

Transisi kaca polimer memiliki banyak mobilitas. Mereka terus bergerak dan tidak pernah tinggal di satu posisi untuk waktu yang lama. Mereka jenis seperti penumpang mencoba untuk mendapatkan nyaman di kursi maskapai, dan tidak pernah cukup berhasil, karena mereka dapat bergerak lebih. Ketika mereka mencapai suhu yang tepat, mereka akan telah mendapatkan energi yang cukup untuk pindah ke pengaturan yang sangat memerintahkan, yang kita sebut kristal.

Ketika polimer jatuh ke dalam pengaturan kristal, maka polimer tersebut akan mengeluarkan panas. Suhu pada titik terendah puncak biasanya disebut suhu kristalisasi polimer, atau Tc. Tapi yang paling penting, puncak ini memberitahu kita bahwa polimer sebenarnya dapat mengkristal. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada film PVA dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, 0,05 g + H2SO4dapat mengkristal, tetapi suhu yang dibutuhkan untuk kristalisasi cukup tinggi (Widiarti, 2017)

Tidak semua polimer memiliki titik leleh kristal karena tidak akan ada titik leleh kristal bila tidak mempunyai kristalinitas. Titik leleh adalah suhu dimana zat padat berubah menjadi zat cair pada tekanan atmosfer. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Perbedaan titik leleh senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut. Semakin kuat ikatan yang terbentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan kata lain, semakin tinggi juga titik lebur senyawa tersebut. Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diantara sampel film PVA dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, yang memiliki titik leleh tertinggi adalah dengan penambahan asam maleat 0,05 g, yaitu 433,53oC. Namun ketika dilakukan penambahan dengan menggunakan

H2SO4, maka titik leleh semakin meningkat yaitu 437,96oC. Hal ini disebabkan film PVA dengan penambahan asam maleat 0,05 g dan H2SO4 memiliki ikatan yang belum terputus karena adanya penambahan H2SO4 sehingga ikatan semakin kuat.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh penambahan asam maleat sebagai agen pengikat silang terhadap sifat termal dan sifat fisik dari film PVA, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap sifat termal yaitu dimana pada uji DSC dihasilkan informasi suhu transisi gelas dari film PVA, film PVA dengan variasi berat asam maleat yang ditambahkan 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, dan dengan penambahan H2SO4 yaitu 105,55 oC, 123,53 oC, 91,02 oC, 91,81 oC, 101,56 oC. sedangkan pengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap nilai derajat swelling didapat hasil yang optimum pada penambahan asam maleat 0,05 g yaitu 303,75 %.

2. Perbandingan campuran PVA dan asam maleat yang optimum adalah terdapat pada penambahan berat asam maleat 0,05 gram

3. Terjadinya pengikatan silang antara polivinil alkohol dengan asam maleat dapat dilihat dari hasil analisa FT-IR dimana terdapatnya gugus ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm-1 yang menyatakan terjadinya reaksi ikat silang

5.2 Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan agen crosslinker yang lain selain asam maleat, sehingga nantinya dihasilkan film dengan sifat yang berbeda dan agar menggunakan plastisizer yang dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas terhadap film plastik yang dihasilkan

DAFTAR PUSTAKA

Allcock, H. R. 2003. Contemporary Polymer Chemistry. New Jersey: Pearson Education International

Badan Pusat Statistik, 2013. Produksi Sayuran di Indonesia 2007-2009. www.

bps.go.id

Campbell,2002. Biologi. Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Careda, M.P.2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Tropis. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta Chang, R., 2003. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti. Jilid 2. Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga

Coniwanti, P., Linda, L., Mardiyah, R.A. 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegradabel dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemplastis Gliserol. Journal Teknik Kimia, vol.20, no.4, pp. 22-24.

Palembang.

Fessenden, R.J., dan Fessenden.J.S, 1982. Kimia Organik. Jilid 1&2. Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga

Ghost, P. 2006. Thermal Transitions in Polymers. Polymer Science

Gohil, M. 2006. Studies On The Crosss-Linking Of Poly Vinyl Alcohol. J. Polym.

Res 13 : 161-169

Gunawan, B. Dan Dewi, A. C. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan Scanning Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas Dari Bahan Polymer Poly Ethelyn Glycol (PEG) Jurnal ISSN : 1979-6870

Hartono, A. 1995. Mengenal Pelapisan Logam (elektroplating), Andi offset, Yogyakarta.

James, M.N.G. & Williams, G.J.B. 1974. A Refinement of the Crystal StructureofMaleic Acid. Acta Crystallographica. B30 (5) : 1249-1275 Jie He, 2003. “Modified Fast Climbing Search Auto-Focus Algorithm With

Adaptive Step Size Searching Technique for Digital Camera”. IEEE Transactions on Consumer Electronics Vol.49 No. 2:257-262

Kirk-Othmer, 1981. Encyclopedia Of Chemical Engineering Technology. New York: John Wiley and Sons Inc

Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis, John wiley and sons,inc: Canada

Kyrikou, I., & Briassoulis, D. 2007. Biodegradation of Agricultural Plastic Films:

A Critical Review. Journal Of Polymers and the Environment.

Lawson, D. 2001. Introduction to Fourier transform Infrared Spectroscopy. USA:

Thermonicolet

Mulja, 1995. Analisis Instrumental, Edisi 1, Airlangga University Press, Surabaya Nurjanah, S. 2008. Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam

Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU

Ötles, et al. 2004.Acrylamide in Food. Electronic Journal of Enviromental, Agricultural and Food Chemistry : 723-726

Pavia, L.D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Saunders College. Philadelphia

Perkinelmer,Inc. www.perkinelmer.com. Copyright 2013-2014, PerkinElmer,Inc.

All right reserved. PerkinElmer is a registered trademark of Perkinelme,Inc. Waltham, USA.

Peters, S., 2011. Material Revolution : Sustainable and Multi-Purpose Materials for Design and Architecture. Birkhauser Publisher, Switzer land

Prendika, W. 2013. Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena-Karet Ethylene Propylene Diene Monomer, Medan : USU Press

Rong,L.T.2011.Manufacture of Cellulose Nanocrystals by Cation ExchangeResin-Catalyzed Hydrolysis of Cellulose. Bioresource Technology.102 : 10973-10977

Saxena, S. K. 2004. Polyvinyl Alcohol (PVA): Chemical and Technical Assessment (CTA). JECFA (61).

Sitorus, N. H. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan – Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pradnya

Pratama

Tang dan Alavi, S. 2011. Recent Advances in Strach, polyvinyl alcohol based polymer blends, nanocomposites and their biodegradabillity, carbohydrate polymers, 7-10

Tarigan, W. 2011. Studi Temperatur Optimal Terhadap Sifat Mekanik Dengan Campuran Bahan Polypropylene Dan Polyethylene Pada Proses Mixing., Medan: Universitas Sumatera Utara

Widiarti, L. 2017. Sintesis Dan Karakterisasi Karet Alam Siklis Berat Molekul Rendah Melalui Degradasi Oksidatif (Metode Brosse). Medan: Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan Penelitian

Polivinil alkohol (PVA) Asam Maleat

Aquades asam sulfat (H2SO4)

Lampiran 2. Film PVA / Asam Maleat

1 2 3

4 5

Keterangan variasi berat asam maleat 1 = Tanpa penambahan asam maleat 2 = Penambahan asam maleat 0,03 gram 3 = Penambahan asam maleat 0,05 gram 4 = Penambahan asam maleat 0,07 gram

5 = Penambahan asam maleat optimum yaitu 0,05 gram dan H2SO4

Lampiran 3. Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian

Alat FT-IR Alat DSC

Oven Cetakan Film

Lampiran 4. Spektrum FT-IR PVA

Lampiran 5. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,03 g

Lampiran 6. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g

Lampiran 7. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,07 g

Lampiran 8. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g dengan penambahan katalis asam sulfat

Lampiran 9. Termogram DSC PVA

Lampiran 10. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,03 g

Lampiran 11. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g

Lampiran 12. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,07 g

Lampiran 13.Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g dan dengan penambahan katalis asam sulfat

Lampiran 14. Perhitungan Nilai Derajat Swelling ( % Swelling ) Film PVA / Asam

Wakhir = Berat sampel yang mengembang sesudah direndam dalam air Wawal = Berat sampel awal

Perhitungannya :

a. Untuk sampel tanpa penambahan asam maleat

% Swelling =

= 558,89 %

b. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,03 gram

% Swelling =

= 658,16 %

c. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,05 gram

% Swelling=

= 303,75 %

d. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,07 gram % Swelling=

= 556,41 %

e. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat optimum yaitu 0,05 gram dan H2SO4 % Swelling=

= 1065,34 %

Dokumen terkait