• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM MALEAT SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG TERHADAP SIFAT TERMAL DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN ASAM MALEAT SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG TERHADAP SIFAT TERMAL DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA) SKRIPSI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

SKRIPSI

TRIANA NELI PUTRI 130802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

TRIANA NELI PUTRI 130802024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Penambahan Asam Maleat Sebagai Agen Pengikat Silang Terhadap Sifat Termal Dan Sifat Fisik Dari Film Polivinil Alkohol (PVA)

Kategori : Skripsi

Nama : Triana Neli Putri

Nomor Induk Mahasiswa : 130802024

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Oktober 2017

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si Dr. Darwin Yunus Nasution, MS NIP. 196106141991031002 NIP. 195508101981031006

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si NIP. 197405051999032001

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM MALEAT SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG TERHADAP SIFAT

TERMAL DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2017

Triana Neli Putri 130802024

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di hari akhir. Amin.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, untuk Ayahanda Supriadi dan Ibunda tercinta Neliana, kak Neni, bang Putra, serta adik-adik tercinta Indra, Nurul dan Aldi terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan materi dan moril, dan doa terbaik untuk penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS dan Bapak Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang telah dengan sabar memberi petunjuk dan membimbing penulis dari awal penelitian hingga skripsi ini selesai, terima kasih juga kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si., M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, S.Si., M.Si selaku ketua jurusan dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. Kepada Bapak Drs. Darwis Surbakti, M.S selaku dosen pembimbing akademik dan juga kepada Bapak dan Ibu Dosen Ilmu kimia yang telah memberikan motivasi, ilmu dan arahan yang baik selama masa perkuliahan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Adib Fitri selaku sahabat penulis dan sekaligus partner dalam melakukan penelitian yang telah memberikan motivasi, arahan, semangat dan kesabaran dalam menghadapi penulis. Teman-Teman Kimia stambuk 2013 yang sangat membantu dalam proses perkuliahan hingga skripsi penulis. Keluarga besar Laboratorium Kimia Fisika dan Kimia Polimer rekan-rekan asisten 2013 (Irene, Monti, Zain, Arifin) dan adik- adik tercinta (stambuk 2014-2015), terkhusus Bang Emir, Bang Enka, Erfi, Masitah, Mitha yang selalu memberikan motivasi, arahan, dan menemani penulis dalam setiap proses perkuliahan hingga skripsi ini selesai.

Semoga Allah melindungi dan mengabulkan Doa kita dan membalas kebaikan kalian kepada penulis. Amiin Ya Rabbal’Alamin.

Penulis

(6)

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM MALEAT SEBAGAI AGEN PENGIKAT SILANG TERHADAP SIFAT

TERMAL DAN SIFAT FISIK DARI FILM POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan asam maleat sebagai agen pengikat silang terhadap sifat termal dan sifat fisik dari film polivinil alkohol (PVA). Film PVA/asam maleat diperoleh dengan melarutkan polivinil alcohol sebanyak 3% dengan menggunakan pelarut air (H2O). Kemudian ditambahkan asam maleat dengan variasi berat 0,03g, 0,05g dan 0,07g yang bertindak sebagai pengikat silang. Selanjutnya campuran tersebut dicetak dan dikeringkan pada suhu 50oC. Film PVA/asam maleat yang terbentuk dikarakterisasi dengan analisa termal menggunakan Differential Scanning Calorymetri (DSC), derajat swelling dan analisa struktur kimia menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infra- Red (FTIR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Film PVA dengan penambahan asam maleat 0,05 g memiliki derajat swelling yaitu 303,75%. Data FTIR mengindikasikan telah terjadinya ikat silang antara PVA dengan asam maleat.

Pada analisa termal diperoleh informasi suhu transisi gelas dari film PVA, film PVA dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g dan dengan penambahan H2SO4 adalah 105,55oC, 123,53oC, 91,02oC, 91,81oC dan 101,56oC.

Kata kunci : Polivinil Alkohol (PVA), Ikat Silang, Asam Maleat, DSC, FT-IR

(7)

THE EFFECT OF MALEIC ACID ADDITION AS A CROSSLINKING AGENT TO THE THERMAL

AND PHYSICAL PROPERTIES OF POLYVINYL ALCOHOL (PVA)

FILM

ABSTRACT

Research of the effect maleic acid of addition as a crosslinking agent to the thermal and physical properties of polyvinyl alcohol (PVA) film. PVA/maleic acid film was obtained by 3% PVA dissolving using a water (H2O). Then maleic acid was added with weight variation of 0,03 g, 0,05 g and 0,07 g which acted as a crosslinker. The mixture was molded and dried at 50 °C. The PVA/maleic acid film was characterized by thermal analysis using Differential Scanning Calorymetry (DSC), degree of swelling and chemical structure analysis using Fourier Transform Infra-Red (FTIR) spectroscopy. The results indicated that PVA film with 0,05 g maleic acid addition had 303,75% degree of swelling. FTIR analysis showed a cross-linkage between polyvinyl alcohol and maleic acid. On thermal analysis, the PVA transition temperature information was obtained from PVA film, PVA film with maleic acid weight variation of 0.03 g, 0.05 g, 0.07 g, and with H2SO4 addition were 105.55oC, 123.53oC, 91,02oC, 91,81oC and 101,56oC.

Keywords: Polyvinyl Alcohol (PVA), Crosslink, Maleic Acid, DSC, FT-IR

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRA K vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

Bab 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Lokasi Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer 7

2.2 Polivinil Alkohol 7

2.3 Pencampuran Kimia (Blending) 9

2.4 Asam Sulfat 10 2.5 Film Polimer 11 2.6 Asam Maleat 11

2.7 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer 13

2.7.1 Fourier Transform Infrared (FT-IR) 13

2.7.2 Differential Scanning Calorimetry (DSC) 15

2.7.3 Derajat Swelling 17 Bab 3 METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat Penelitian 19

3.2 Bahan-bahan Penelitian 19

3.3 Prosedur Penelitian 20

3.3.1 Pembuatan Larutan 20

3.3.1.1 Larutan PVA 3% 20

3.3.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat

Silang dengan Asam Maleat 20

3.3.3 Proses Penambahan H2SO4 terhadap Film PVA/Asam Maleat

Optimum 20

3.4 Karakterisasi yang Digunakan dalam Penelitian 21 3.4.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR (Fourier Transform

Infra-Red) 21

(9)

3.4.2 Analisa DSC (Differential Scanning Calorymetry) 21

3.4.3 Derajat Swelling 22

3.5 Bagan Penelitian 23

3.5.1 Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang

dengan Asam Maleat 23

3.5.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat Menggunakan Katalis Asam

Sulfat 24

3.5.3 Uji Swelling 25

Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 26

4.1.1 Hasil Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR 26

4.1.2 Pengukuran Derajat Swelling 27

4.1.3 Hasil Analisa Differential Scanning Calorimetry (DSC) 27

4.2 Pembahasan 28

4.2.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR 28

4.2.2 Pengukuran Derajat Swelling 30

4.2.3 Analisa Termal dengan DSC 32

Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN 35

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Pita Serapan Gugus Fungsi Hasil Analisa Spektrum FT-IR 30 Tabel 4.2 Data % Swelling Film PVA/Asam Maleat 31 Tabel 4.3 Suhu Transisi Gelas, Kristalisasi dan Titik Leleh

yang Diukur dengan DSC 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur PVA 8

Gambar 2.2 Termogram dari DSC 17

Gambar 4.1 Hasil Analisa FTIR Film PVA/Asam Maleat 26

Gambar 4.2 Grafik Sifat Mengembang Film PVA/Asam Maleat 27

Gambar 4.3 Hasil Analisa DSC dari film PVA/Asam Maleat 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bahan Penelitian 40

Lampiran 2. Film PVA / Asam Maleat 41

Lampiran 3. Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian 42

Lampiran 4. Spektrum FT-IR PVA 43

Lampiran 5. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,03 g 43

Lampiran 6. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g 44

Lampiran 7. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,07 g 44

Lampiran 8. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g dengan penambahan katalis asam sulfat 45

Lampiran 9. Termogram DSC PVA 46

Lampiran 10. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,03 g 46

Lampiran 11. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g 47

Lampiran 12. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,07 g 47

Lampiran 13. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g dan dengan penambahan katalis asam sulfat 48

Lampiran 14. Perhitungan Nilai derajat swelling (% Swelling ) Film PVA/Asam Maleat 49

(13)

DAFTAR SINGKATAN AAm = AcrylAmide

DSC = Differential Scanning Calorimetry FTIR = Fourier Transform Infrared KGy = Kilograys

LCD = Liquid-Crystal Display MA = Maleic Acid

PVA = Polivinyl Alcohol

Tc = Temperature Crystallization Tg = Transition Glass

Tm = Temperature Melting XRD = X-Ray Diffraction

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Industri polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu industri yang berkembang cukup baik dewasa ini dengan angka pertumbuhan permintaan pasar rata-rata sebesar 14% pertahun di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Polivinil alkohol adalah salah satu dari sedikit polimer yang bersifat dapat larut dalam air. Sifat kimia dan fisika dari polivinil alkohol membuat polimer ini memiliki andil penting dalam dunia perindustrian sehingga diproduksi secara luas di dunia. Polivinil alkohol pertama kali ditemukan oleh Haehnel dan Herrman melalui reaksi adisi alkali pada larutan bening alkohol polivinil asetat yang kemudian menghasilkan larutan berwarna cokelat muda yang kemudian diketahui merupakan polivinil alkohol. Polivinil alkohol kemudian diperkenalkan pertama kali secara komersial pada tahun 1927 (Kirk-Othmer, 1979).

PVA memiliki sifat hidrofilik sehingga selektif terhadap air. Sifat hidrofilik ini disebabkan adanya gugus –OH yang berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen. Akibatnya membran PVA ini mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) bila terdapat air dari umpan yang akan dipisahkan PVA dapat larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada temperatur diatas 90oC. PVA memiliki berat molekul 85.000-146.000, mempunyai temperatur transisi gelas (Tg) sebesar 228-256

oC (Jie, 2003)

Polivinil alkohol (PVA) merupakan plastik dengan ciri termoplastik dan memiliki warna kuning keputihan. PVA dapat larut dalam air. PVA tidak berbau dan tidak memberikan uap yang berbahaya. PVA memiliki sifat adhesive (bahan perekat) dan dapat direnggangkan dengan kuat dan fleksibel. Aplikasi penggunaan PVA yakni

(15)

terkandung dalam sampo, obat salep, lem, dan hairsprays sebagai bahan perekat dan bahan pengental (Peters, 2011).

PVA komersial mengandung pengotor berupa gugus keton yang terisolasi yang mungkin membentuk ikatan asetal dengan gugus hidroksil dari rantai lain sehingga molekul cabangnya membentuk crosslink. Gugus hidroksil yang terdapat pada rantai polimer menyebabkan membran PVA bersifat polar. Sifat hidrofilik dan kepolaran membran akan menentukan selektivitas dan fluks membran pada proses pervaporasi campuran organic-air (Jie, 2003)

Mahalakshmi, (2016) telah melakukan penelitian mengenai efek dari Asam Adipat terhadap PVA berdasarkan konduktivitas proton polimer elektrolit dimana konduktivitas proton polimer elektrolit zat padat pada polivinil alkohol (PVA) dengan asam adipat (C6H10O4) memiliki konsentrasi larutan yang berbeda-beda. Polimer elektrolit ini dianalisa dengan XRD, DSC, AC impedansi dan polarisasi Wanger’s.

Analisa XRD digunakan untuk melihat sifat dari polimer elektrolit tersebut. Analisa DSC digunakan untuk menganalisa ion yang terdapat pada sampel polimer elektrolit 75 PVA:25 C6H10O4 yang memiliki kestabilan termal yang baik. Konduktivitas ion tertinggi pada polimer elektrolit adalah 7,50x10-5 Scm-1 dengan suhu 303 K pada 75 PVA:25 C6H10O4. Nilai konduktivitas tertinggi pada sampel adalah 0,95 yang menunjukkan polimer elektrolit pada sampel tersebut adalah ion proton konduktor.

Erizal dan Rahayu, (1998) telah melakukan penelitian tentang karakterisasi hidrogel polivinil alkohol (PVA) hasil polimerisasi radiasi dimana larutan PVA yang diiradiasi dengan sinar gamma menghasilkan hidrogel berikatan silang ditunjukkan dengan menaiknya dosis hingga 50 kGy, fraksi gel menaik hingga >80%. Hidrogel PVA hasil iradiasi gamma menunjukkan sifat reaksi asam-basa yang peka terhadap perubahan pH pada rentang pH (7,4 - 9,5), perubahan pH ini relalif stabil. Hidrogel PVA hasil iradiasi juga menunjukkan sifat rasio swelling yang peka terhadap perubahan polaritas dari pelarut dan perubahan suhu.

(16)

Jihar, (2008) telah melakukan penelitian tentang studi film PVA dimodifikasi dengan Acrylamide (AAm)sebagai material sensitif terhadap kelembaban, dimana karakteristik sifat mekanis menunjukkan fraksi gel dari film tidak berubah, sedangkan sifat swelling dan kekuatan tarik film PVA-AAm sedikit meningkat dibandingkan dengan film PVA. Spektrum absorpsi film PVA dan film PVA-AAm dari hasil FTIR tidak dapat dibedakan dengan baik, sebab sifat PVA yang mudah menyerap molekul air memberikan pelebaran spektrum absorbsi dari film. Hasil-hasil menunjukkan bahwa antara PVA dan AAm diduga hanya mengalami kopolimerisasi, sehingga sifat mekanisnya tidak mengalami perubahan yang besar.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membuat film polivinil alkohol (PVA) yang terikat silang dengan asam maleat. Dimana PVA 3% ditambahkan dengan asam maleat dengan variasi berat 0,03g; 0,05g dan 0,07g. Selanjutnya akan diteliti bagaimana sifat termal dan fisik bahan tersebut dengan pengaruh penambahan asam sulfat yang berfungsi sebagai katalis yang dapat meningkatkan sifat termal dan sifat fisik bahan polimer.

I.2 Permasalahan

1. Bagaimana pengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap sifat termal dengan menggunakan DSC dan derajat swellingdari film PVA 2. Berapa perbandingan campuran PVA dan asam maleat yang optimum

3. Apakah terjadi pengikatan silang antara polivinil alkohol dengan asam maleat

(17)

I.3 Pembatasan Masalah

1. Pembuatan film PVA/Asam Maleat dilakukan dengan penambahan asam sulfat sebagai katalis

2. Dalam penelitian ini polivinil alkohol 3% ditambahkan dengan asam maleat yang dilakukan dengan variasi berat 0,03g; 0,05g dan 0,07g

3. Parameter yang dianalisa dari film berbasis PVA dengan asam maleat meliputi ketahanan termal dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC), derajat swelling serta analisa gugus fungsi dengan FT-IR

I.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahuipengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap sifat termal dengan menggunakan DSC dan derajat swelling dari film PVA

2. Untuk mengetahuiperbandingan campuran PVA dan asam maleat yang optimum

3. Untuk mengetahui pengikatan silang yang terjadi antara polivinil alkohol dengan asam maleat

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa dengan adanya penambahan asam maleat dalam PVA dapat menghasilkan film yang memiliki sifat termal dan derajat swelling yang lebih baik sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi terutama dalam bidang industri.

(18)

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Polimer dan Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumetera Utara, Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada, dan Laboratorium Mikroskop Elektron Politeknik Kimia Industri Medan.

1.7 Metodologi penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahapan pembuatan film polivinil alkohol yang terikat silang dengan asam maleat dimana dilarutkan 3 gram Polivinil Alkohol (PVA) kedalam 100 ml aquadest. Dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan diaduk menggunakan magnetik stirer. Kemudian ditambahkan asam maleat dengan variasi berat 0,03 g, 0,05 g dan 0,07 g dan dilakukan pencampuran dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

2. Tahapan penambahan H2SO4 terhadap film PVA/Asam maleat optimum dimana asam maleat 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian dirangkai alat refluks, ditambahkan H2SO4(p) ke dalam labu leher tiga, lalu dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer, kemudian ditambahkan PVA 3% ke dalam larutan yang telah tercampur tadi, selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan di keringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

(19)

3. Tahap karakterisasi film PVA/Asam maleat. Karakterisasi bahan yang dihasilkan dengan menggunakan analisa gugus fungsi dengan FT-IR, Derajat swelling, serta ketahanan termal dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah : - Variabel tetap :

Suhu melarutkan PVA 900C Konsentrasi larutan PVA 3% (b/v) Volume larutan PVA 100 mL

- Variabel bebas :

Berat asam maleat adalah 0,03 g, 0,05 g dan 0,07 g

- Variabel terikat :

Gugus fungsi dengan menggunakan FT-IR Derajat swelling

Ketahanan termal dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC)

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer

Polimer merupakan senyawa molekul yang ciri-cirinya memiliki massa molar yang tinggi, mulai dari ribuan hingga jutaan gram, dan terbuat dari banyak unit berulang.

Sifat fisik dari apa yang dikenal juga sebagai makromolekul ini berbeda jauh dari sifat molekul biasa yang kecilnya (monomernya) (Chang, 2003).

Sebagian besar makromolekul adalah polimer. Polimer adalah suatu molekul panjang yang terdiri atas banyak blok penyusun yang identik atau serupa yang dihubungkan dengan ikatan-ikatan kovalen. Unit-unit yang disusun berulang-ulang yang berfungsi sebagai blok penyusun suatu polimer adalah molekul kecil yang disebut monomer. Monomer-monomer dihubungkan melalui suatu reaksi dimana dua molekul berikatan secara kovalen satu sama lain melalui pelepasan satu molekul air, reaksi ini disebut reaksi kondensasi atau dehidrasi (Campbell, 2002).

2.2 Polivinil Alkohol

Polivinil Alkohol merupakan salah satu jenis polimer hidrofilik yang tidak beracun dan larut dalam air panas ≥ 80oC pada batas konsentrasi < 20% (b/v). PVA komersial mengandung pengotor berupa gugus keton yang terisolasi yang mungkin membentuk ikatan asetal dengan gugus hidroksi dari rantai lain sehingga molekul cabangnya membentuk ikatan silang. PVA yang dipolimerisasi dengan cara pemanasan akan menghasilkan gel yang bila dikeringkan pada suhu kamar menghasilkan film transparan. Namun demikian film ini dapat mengembang kembali dalam air berupa gel yang rapuh (Saxena, 2004).

(21)

PVA memiliki berat molekul antara 26.300-30.000, titik leleh 180-190oC, derajat hidrolisis 86,5-89%, memiliki rumus kimia [(C2H4OH)n] dan dapat terdegradasi secara alami. Hal ini menyebabkan PVA banyak digunakan sebagai bahan kemasan alternatif yang menjanjikan karena sifatnya yang sangat baik dalam pembentukan kemasan, tahan terhadap minyak dan lemak, memiliki kekuatan tarik dan fleksibilitas tinggi. Namun sifat ini sangat tergantung pada kelembaban, semakin tinggi kelembaban maka akan semakin banyak air yang diserap dari lingkungan sekitar. Akibatnya akan mengurangi kekuatan tarik, meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek dari film PVA (Tang & Alavi, 2011).

Struktur PVA dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini :

Gambar 2.1 Struktur PVA

PVA digunakan sebagai bahan aditif dalam proses-proses sintesis produk kimia. Kegunaan utama dari PVA adalah sebagai bahan adesif (perekat), sebagai protective colloid bagi proses emulsi polimerisasi serat, bahan pembuat polivinil butiral, serta sebagai pelapis kertas. PVA dalam jumlah yang kecil dimanfaatkan sebagai emulsifier untuk kosmetik, lapisan film pelindung, dan perekat tanah untuk menghindari erosi. PVA juga dapat digunakan sebagai polarizer dan banyak digunakan di daerah Asia sebagai bahan pembuatan panel liquid-crystal display (LCD), dimana pada daerah ini terdapat beberapa produsen besar alat-alat elektronik yang menggunakan LCD seperti televisi, telepon selular, komputer, dantablet. Polimer ini merupakan perekat yang baik serta memiliki ketahanan terhadap minyak dan pelumas. Film PVA memiliki daya tegang yang tinggi serta tahan terhadap abrasi. Selain itu tegangan permukaan polimer ini juga rendah

CH

2

CH OH

n

(22)

sehingga dapat memfasilitasi emulsifikasi yang baik dan memiliki sifat sebagai protective colloid.

Kegunaan PVA lainnya adalah sebagai bahan pengemulsi dan agen penstabil pada industri petrokimia, bahan aditif pada semen yang berfungsi menambah sifat kohesi dan fluiditasnya, serta bahan pengatur ukuran benang pada industri tekstil. Berbagai kegunaan tersebut menjadikan PVA sebagai salah satu komoditas yang penting dan banyak dibutuhkan dalam industri rekayasa produk kimia.

Berbeda dari senyawa polimer pada umumnya yang diproduksi melalui reaksi polimerisasi, poli(vinil alkohol) diproduksi secara komersial melalui hidrolisis poli(vinil asetat) dengan alkohol karena monomer dari vinil alkohol tidak dapat dipolimerisasi secara alami menjadi PVA (Kirk-Othmer, 1981).

2.3 Pencampuran Kimia (Blending)

Dalam kimia, suatu pencampuran adalah sebuah zat yang dibuat dengan menggabungkan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi (obyek tidak menempel satu sama lain). Sementara tak ada perubahan fisik dalam suatu pencampuran, sifat kimia suatu pencampuran, seperti titik lelehnya, dapat menyimpang dari komponennya. Pencampuran dapat bersifat homogen atau heterogen (Tarigan, 2011).

Blending kimia akan menghasilkan kopolimer. Interaksi yang terjadi dalam poliblen adalah ikatan van der Waals, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol.

Paduan polimer ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Poliblen komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam, dan polimer alam dengan polimer alam. Poliblen yang dihasilkan berupa poliblen homogen dan

(23)

poliblen heterogen. Poliblen homogen terlihat homogen dan transparan, mempunyai titik leleh tunggal dan sifat fisiknya sebanding dengan komposisi masing-masing komponen penyusunnya, sedangkan poliblen heterogen terlihat tidak jelas dan mempunyai beberapa titik leleh (Prendika, 2013)

2.4 Asam Sulfat

Asam sulfat merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton dengan nilai perdagangan seharga US$8 juta.Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan penggilingan minyak. Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alamidi bumi karena sifatnya higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang).Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk berbagaikeperluan:

 10%, asam sulfat encer untuk keperluan laboratorium

 33,53%, asam baterai

 62,18%, asam bilik atau asam pupuk

 73,61%, asam menara atau asam glover

 97%, asam pekat.

Terdapat juga asam sulfat pekat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah murni dan seringkali berwarna, namun cocok digunakan untuk membuatpupuk. Mutu murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat warna. (Ötles, 2004)

(24)

2.5 Film Polimer

Metode pembuatan polimer dapat dipisahkan menjadi: yang menghasilkan film, serat atupun objek yang dicetak besar. Film memiliki rantai polimer yang umumnya berporos tunggal dan lurus searah ketika ditekan. Film terlihat kuat pada arah horizontal tetapi terlihat lemah ketika berdiri tegak lurus (Allcock,2003). Ketebalan film tergantung pada aplikasi dan pembuatannya. Pada sebagian besar aplikasinya, untuk film plastik biasanya dibawah 125 µm (Kroschwitz, 1990).

2.6 Asam Maleat

Asam maleat adalah senyawa organik yang merupakan asam dikarboksilat.

Molekul ini terdiri dari gugus etilena yang berikatan dengan dua gugus asam karboksilat. Asam maleat adalah isomer cis dari asam butenadioat, sedangkan asam fumarat merupakan isomer transnya. Isomer cis kurang stabil; perbedaan kalor pembakarannya adalah 22,7 kJ/mol. Sifat-sifat asam maleat sangatlah berbeda dengan asam fumarat. Asam maleat larut dalam air, sedangkan asam fumarat tidak; titik lebur asam maleat adalah (130-139 °C), juga lebih rendah dari titik lebur asam fumarat (287 °C). Perbedaan sifat ini dapat dijelaskan oleh ikatan hidrogen intramolekul yang terjadi pada asam maleat. Dalam bidang industri, asam maleat diturunkan dari maleat anhidrida dengan hidrolisis. Maleat anhidrida diproduksi dari benzena dan butena melalui proses oksidasi. Ion maleat adalah bentuk terionisasi dari asam maleat. Ia merupakan zat yang penting dalam biokimia. Ion maleat berguna dalam biokimia sebagai inhibitor reaksi transminase. Ester asam maleat juga disebut sebagai maleat, misalnya dimetil maleat (James & Williams, 1974)

(25)

Reaksi Esterifiksi Antara PVA Dan Asam Maleat :

Produk intermolekul dari reaksi Produk intramolekul dari reaksi antara PVA dan Asam Maleat antara PVA dan Asam Maleat

Asam maleat juga dapat diikat silang dengan PVA pada konsentrasi yang tinggi (30 sampai 40%) dan temperatur yang tinggi (140oC), yang digunakan dalam waktu 90 menit. Film yang terbentuk memiliki nilai swelling index yang tinggi dan stabilitas kimia dari bahan aslinya. (Gohil, 2006)

(26)

2.7 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

2.7.1 Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Konsep Radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel pada 1800 melalui percobaannya dalam mendispersikan radiasi matahari dengan prisma, dimana pada daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak menerima kalor (Mulja, 1995).

Fourier Transform-Infra Red spectroskopy atau yang dikenal dengan FT-IR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semi konduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif (Gunawan. 2010)

Fourier transform infrared (FTIR) adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah penyerapan, emisi, fotokonduktivitas atau hamburan raman dari padat, cair, atau gas. Spektrometer FTIR secara bersamaan mengumpulkan data spektral dalam berbagai spektrum yang luas. Mendapat keuntungan yang signifikan atas spektrometer dispersif yang mengukur intensitas sedikit rentang panjang gelombang pada suatu waktu. Hasil spektrum memperlihatkan absorbsi dan transmisi molekular yang membentuk sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua struktur molekul berbeda yang memiliki spektrum inframerah yang sama (Lawson, 2001).

(27)

Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah dan masing-masing molekul hanya menyerap sinar inframerah pada frekuensi tertentu. Hal ini menunjukkan karakteristik khas untuk setiap molekul. Masing-masing jenis molekul hanya menyerap pada frekuensi tertentu dan akan terbentuk pola spektrum absorpsi yang khas atau sidik jari pada spectrum inframerah.

Pancaran inframerah yang serapannya kurang dari 100 cm-1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul, namun spektrum getaran tampak bukan seperti garis- garis melainkan berupa pita-pita. Hal itu disebabkan oleh perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi getaran putaran. Dengan pita getaran putaran yang khususnya terletak antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 X (2,5-1,5 µm) yang membuat kimiawan organik berkepentingan. Kerapatan atau panjang gelombang penyerapan bergantung pada masa nisbi, tetapan gaya ikatan dan geometri atom-atomnya. Spektroskopi bermanfaat untuk kajian mikrostruktur maupun gugus fungsi dalam polimer (Hartono,1995).

Komponen spektrofotometer inframerah (IR) terdiri dari lima bagian pokok yaitu:

1. Sumber sinar 2. Tempat sampel 3. Monokromator 4. Detektor 5. Rekorder (Gunawan, 2010)

(28)

Beberapa keuntungan dari FT-IR untuk analisa suatu material, antara lain : a. Tidak merusak sampel,

b. Metode pengukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi tanpa harus dilakukan librasi ulang

c. Proses analisis berlangsung lebih cepat d. Sensitif

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah inframerah dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada panjang gelombang versus transmitansi (Mulja, 1995).

Banyak spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus %T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan %T dan terlihat di dalam spectrum sebagai suatu bentuk, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spectrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (base line), yang di dalam inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden, 1982)

2.7.2 Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan suatu teknik analisa termal yang digunakan untuk mengukur energi yang diperlukan untuk membuat perbedaan temperatur antara sampel dan pembanding mendekati nol, yang dianalisa pada daerah suhu yang sama, dalam lingkungan panas atau dingin dengan kecepatan yang teratur.

Hal ini memungkinkan untuk mendeteksi dalam bentuk lelehan, transisi kaca,

(29)

perubahan fasa dan pemanasan. DSC biasanya digunakan dalam bidang industri, farmasi, polimer, makanan, kertas, pencetakan, sektor manufaktur, pertanian dan elektronik. Keuntungan terbesar dari DSC adalah kecepatan dan kemudahan dalam melihat transisi dari material (Perkinelmer, 2013).

Prinsip DSC tidak jauh berbeda dengan prinsip kalorimetri biasa, hanya dalam hal ini digunakan sampel dari polimer yang agak jauh lebih kecil (maksimum 50 mg, misalnya 10 mg) dan peralatan kalor lebih teliti (David I. Bower, 2002). Hasil pengujian DSC merupakan kurva termogram yang dapat digunakan untuk menentukan suhu transisi glass dan suhu leleh (Cheremisinoff, N.P, 1996). Suhu sampel dan pembanding selalu dipertahankan sama dengan menggunakan panas. Bila terjadi perubahan kapasitas kalor sampel selama kenaikan suhu, pemanas sampel berusaha mengatur banyaknya kalor yang diberikan.

Dalam polimer kristal, rantai polimer yang diberikan ada di atau melewati beberapa zona kristal dan amorf. Zona kristal terdiri dari keselarasan antar molekul dan intramolekul atau susunan yang teratur dan karenanya erat dikemas molekul atau segmen rantai, dan kurangnya hasil dalam pembentukan zona amorf.

Atas dasar berikut perubahan parameter sifat mekanik seperti modulus geser dengan perubahan (kenaikan) dalam suhu pengamatan untuk sistem bahan polimer, dapat diamati berturut-turut yaitu transisi gelas dan fenomena transisi leleh, lebih mudah dari plot grafis, dan juga mungkin memiliki umuran suhu transisi gelas (Tg) dan suhu leleh (Tm) (Ghosh, 2006).

Terdapat perbedaan yang signifikan antara DSC dan DTA terutama dalam instrumentasinya. Pada DTA, sampel dan referensi keduanya dipanaskan oleh sumber pemanasan yang sama, dan dicatat perbedaan temperatur antaranya keduanya. Ketika terjadi suatu transisi dalam sampel tersebut, temperatur sampel akan tertinggal dibelakang temperatur referensi jika transisi tersebut endotermik, dan akan

(30)

mendahului jika transisi tersebut eksotermik. Sedangkan pada DSC, sampel dan referensi diberikan dengan pemanasnya masing-masing, dan energi disuplai untuk menjaga suhu-suhu sampel dan referensi tetap konstan (Stevens, 2001). Kurva grafik dari DSC disebut dengan termogram, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Termogram dari DSC

Termogram hasil DSC dari termogram polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalinitas (Tc) yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan dan titik dekomposisi (Td) yaitu saat polimer mulai rusak (Nurjannah, 2008).

2.7.3 Derajat Swelling

Derajat swelling merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat penyerapan dari suatu material polimer terhadap larutan atau cairan. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah terjadinya penyerapan air (Coniwanti, 2014).

(31)

Persentase Swelling dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Persentase Swelling

(%) =

... (2.1) Dimana Wakhir adalah berat sampel setelah direndam dan Wawal adalah berat sampel sebelum direndam.

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock, 2003).

(32)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

Nama Alat Merck

Alat-alat gelas Pyrex

Neraca Analitis Radwag

Termometer Fisher

Hot plate Cimarec

Oven Carbolite

Magnetic Stirer Aluminium foil Cetakan Kaca Desikator

Seperangkat alat FT-IR Shimadzu

Seperangkat alat DSC DSC-60 plus

3.2 Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Bahan Merck

Polivinil Alkohol Merck

Asam Maleat Merck

Aquadest Merck

H2SO4(p) Merck

(33)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan

3.3.1.1 Larutan PVA 3 %

Sebanyak 3 g serbuk PVA dilarutkan dalam aquadest sebanyak 100 mL dan campuran dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan didinginkan

3.3.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat

Dilarutkan 3 gram Polivinil Alkohol (PVA) ke dalam 100 mL aquadest.

Dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam dan diaduk menggunakan magnetic stirer. Kemudian ditambahkan asam maleat dengan variasi konsentrasi 0,03 g, 0,05 g dan 0,07 g dan dilakukan pencampuran dengan menggunakan magnetic stirer. Selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

3.3.3 Proses Penambahan H2SO4 terhadap Film PVA/Asam Maleat Optimum

Asam maleat 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian dirangkai alat refluks, ditambahkan H2SO4(p) ke dalam labu leher tiga, lalu dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirer, kemudian ditambahkan PVA 3% ke dalam larutan yang telah tercampur tadi, selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan kaca dan di keringkan di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.

(34)

3.4. Karakterisasi yang Digunakan dalam Penelitian

3.4.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR (Fourier Transform Infra-Red)

Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu IR Prestige- 21. Sampel di preparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan–lempengan garam yang datar. Pengujian film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat kearah sinar infra merah. Hasilnya akan ditampilkan sebagai kurva bilangan gelombang dari 4000-300 cm-1.

3.4.2 Analisa Termal dengan DSC (Differential Scanning Calorymetry)

Analisa DSC menggunakan instrumen DSC-60 Plus Shimadzu yang mengandung gas nitrogen. Sampel ditimbang dengan massa dan dipanaskan pada suhu kamar sampai 500o dengan waktu pemanasan 10oC/menit. Analisa dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap dan berat terhadap temperatur. Suhu dalam metode pengujian mencapai 500oC. Perubahan berat akibat proses pemanasan dapat ditentukan langsung dari termogram yang diperoleh. Setelah data diperoleh dapat diketahui nilai DSC-nya yang dilihat dari puncak dekomposisinya.

(35)

3.4.3 Derajat Swelling

Film PVA 3% yang ditambahkan asam maleat dengan variasi berat 0,03 g; 0,05 g dan 0,07 g dipotong dengan ukuran 2,5 cm x 2,5 cm. Kemudian ditimbang masing-masing berat film. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang masing- masing berisi 50 ml aquadest. Dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan dari film. Kemudian diangkat dan ditimbang masing-masing sampel dalam keadaan basah. Persentase Swelling dari masing-masing film dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Persentase Swelling

(%) =

x 100%... (3.1)

Dimana Wakhir adalah berat sampel film setelah direndam dan Wawal adalah berat sampel film sebelum direndam.

(36)

3.5 Bagan Penelitian

3.5.1 Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat

Dilakukan prosedur yang sama dengan variasi berat Asam Maleat 0,03 g, 0,05 g, dan 0,07 g.

(37)

3.5.2 Proses Pembuatan Film Polivinil Alkohol (PVA) yang Terikat Silang dengan Asam Maleat Menggunakan Katalis Asam Sulfat

(38)

3.5.3 Uji Swelling

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR untuk PVA terikat silang dengan asam maleat. FTIR menganalisa struktur kimia dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang muncul pada setiap sampel yang dianalisa.

Hasil FTIR PVA/Asam Maleat dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Analisa FTIR Film PVA/Asam Maleat

(40)

4.1.2 Pengukuran Derajat Swelling

Pengukuran derajat mengembang (% Swelling) dilakukan dengan menghitung massa film yang telah direndam dalam aquadest lalu ditiriskan dikurang massa film yang telah kering sebelum direndam dibagi dengan massa film kering sebelum direndam dikalikan dengan 100%. Dengan menguji tingkat swelling dapat diketahui jumlah molekul air yang diserap oleh massa suatu film. Hasil pengujian tingkat swelling dapat dilihat pada grafik gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Sifat Mengembang Film PVA/Asam Maleat

4.1.3 Hasil Analisa Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Pada analisa ini sampel yang digunakan adalah film PVA 3% yang ditambahkan dengan asam maleat dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g dan PVA/asam maleat dengan penambahan H2SO4. Analisa termal dari film PVA/Asam maleat dapat dilihat pada Gambar 4.3

0 200 400 600 800 1000 1200

0 0,03 0,05 0,07 0,05 +

H2SO4

Swelling (%)

Variasi Massa Asam Maleat (gram)

(41)

Gambar 4.3 Hasil Analisa DSC dari film PVA/Asam Maleat

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisa gugus fungsi secara kualitatif dilakukan dengan menginterprestasikan puncak-puncak serapan dari spektrum inframerah. Analisa ini dikenal sebagai salah satu teknik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun anorganik. Adanya kombinasi pita serapan yang khas dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat dalam suatu bahan. Identifikasi pita adsorbs yang khas disebabkan oleh berbagai gugus fungsi yang merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Sitorus, 2016).

(42)

Jika dilihat pada Gambar 4.1 sebelumnya, pada proses pembentukan film PVA dengan film PVA terikat silang asam maleat dengan berat 0,03 gtidak ada gugus fungsi baru terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa film yang dihasilkan merupakan proses pencampuran secara fisik. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari hasil FT-IR terlihat adanya gugus OH pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 dan serapan gugus C-O alkohol pada bilangan gelombang 1080,14 cm-1, hasil FT-IR asam maleat (0,03 g) terlihat adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1, dan adanya serapan C=C aromatis pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1, hasil FT-IR film plastik PVA dengan menggunakan asam maleat (0,05 g) menunjukkan adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3371,57 cm-1, adanya serapan gugus C=C aromatis pada bilangan gelombang 1566,20 cm-1 dan serapan gugus C-O ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm-1, hasil FT-IR film PVA dengan menggunakan asam maleat (0,07 g) menunjukkan adanya serapan gugus OH pada bilangan gelombang 3425,58 cm-1, adanya serapan gugus C=C aromatis pada bilangan gelombang 1561,63 cm-1 dan serapan gugus C-O ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm-

1. Kemudian setelah penambahan H2SO4 (Gambar 4.1) spektrum FT-IR hampir sama dan tidak ada menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan tetapi mengalami sedikit pergeseran. Serapan gugus OH juga terlihat pada daerah yang sama yaitu 3448,72 cm-1 yang mengalami pelebaran karena adanya interaksi dan adanya serapan air yang tinggi pada film tersebut.

Terdapat untuk gugus-gugus yang lainnya memiliki daerah serapan yang hampir sama yang terlihat pada Gambar 4.1, yaitu untuk gugus C-H alkana terdapat pada bilangan gelombang 1435,04 cm-1 dan serapan gugus C-O alkohol terdapat pada bilangan gelombang 1095,57 cm-1 yang terlihat pada masing-masing hasil FT-IR. Adapun pita serapan gugus fungsi hasil analisis FT-IR dapat dilihat pada Tabel 4.1

(43)

Tabel 4.1 Pita Serapan Gugus Fungsi Hasil Analisa Spektrum FT-IR Gugus Fungsi Bilangan Gelombang

(cm-1)

Standar Bilangan Gelombang (cm-1)

CH (Alkana) 1435,04 1470 - 1350

OH (Alkohol)

3410,15 3448,72 3371,57 3425,58 3448,72

3600 - 3200

CO (Alkohol)

1080,14 1095,57 3448,72

1300 - 1000

C=C (Aromatis)

1435,04 1566,20 1561,63

1600 - 1475

CO (Ester) 1735,93 1750 - 1730

(Pavia, 1979)

Berdasarkan analisa spektrum FTIR dapat diduga bahwa penambahan berat asam maleat relatif tidak mengalami perubahan sifat mekanis yang besar.

Film PVA/asam maleat adalah merupakan campuran polimer dengan polimer (co- polimer).

4.2.2 Pengukuran Derajat Swelling

Sifat ketahanan film terhadap air ditentukan dengan uji Swelling, yaitu kemampuan film untuk menyerap cairan sampai terjadi kesetimbangan. Uji Swelling merupakan persentase penggembungan film oleh adanya air. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau

(44)

keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah terjadinya penyerapan air (Coniwanti, 2014).

Tabel 4.2 Data % Swelling film PVA/Asam Maleat Asam Maleat (g) % Swelling

0 558,89

0,03 658,16

0,05 303,75

0,07 556,41

0,05 + H2SO4 1065,34

Peningkatan jumlah asam maleat dalam film berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan terhadap air. Tingkat swelling film PVA tanpa asam maleat besarnya 558,89 %. Perbedaan berat asam maleat yang ditambahkan pada film PVA sebanyak 0,03 g, 0,05 g, dan 0,07 g mengalami perubahan nilai swelling yaitu 658,16 %, 303,75 %, dan 556,41%. Namun pada penambahan H2SO4 ke dalam campuran film PVA/asam maleat meningkatkan nilai swelling yaitu mencapai 1065,34%. Adanya gugus hidroksil di dalam PVA menghasilkan ikatan hidrogen yang kuat, sehingga dapat mempengaruhi kelarutan PVA di dalam air (Gohil, 2006). Pada Tabel 4.2terlihat bahwa variasi campuran antara PVA dan asam maleat yang memiliki ketahanan terhadap air terbaik adalah dengan penambahan asam maleat 0,05 g, yaitu dengan nilai swelling terendah 303,75%.

Hal ini dikarenakan perbedaan nilai swelling pada film PVA akibat asam maleat yang bertindak sebagai agen pengikat silang ditambahkan kedalam film PVA tersebut dan mengikat silang gugus hidroksil yang terdapat pada gugus PVA.

Dimana gugus karboksil pada asam maleat akan mengikat silang gugus hidroksil pada PVA sehingga menyebabkan ketahanan film terhadap air semakin meningkat. Dimana jika gugus karboksil pada asam maleat dapat mengikat silang gugus hidroksil pada PVA akan mengahasilkan film yang kuat. (Gohil, 2006).

(45)

4.2.3 Analisa Termal dengan DSC

Analisa termal dengan menggunakan DSC dilakukan untuk mengetahui suhu transisi gelas, titik leleh dan kestabilan termal dari film PVA/asam maleat yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari DSC dapat digunakan dalam mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, dan titik kritis. Dari gambar 4.3 terdapat hasil analisa DSC dari film PVA/asam maleat yang dihasilkan dan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Suhu Transisi Gelas, Kristalisasi dan Titik Leleh yang Diukur dengan DSC

Asam Maleat (g) Transisi gelas (Tg) oC

Kristalisasi (Tc) oC

Titik leleh (Tm) oC

0 105,55 252,71 395,96

0,03 123,53 222,67 293,68

0,05 91,02 304,22 433,53

0,07 91,81 318,43 428,35

0,05 + H2SO4 101,56 162,67 437,96

Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan salah satu sifat fisik penting dari polimer yang menyebabkan polimer tersebut memiliki daya tahan terhadap panas atau suhu yang berbeda-beda. Dimana pada saat temperatur luar mendekati temperatur transisi gelasnya maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan yang keras kakumenjadi lunak seperti karet, suhu transisi gelas ini disebabkan oleh faktor-faktor yang meliputi panjang molekul polimer, berat molekul polimer, efek statik seperti polarisabilitas, momen dwi kutub, stereokimia dan stereoregularitas rantai polimer maupun interaksi intermolekuler dari polimer melalui ikatan hidrogen dan gaya london (Steven, 2001). Apabila suatu polimer berada pada kondisi di atas Tg maka semakin tinggi sifat plastis dan fleksibel suatu polimer. Suhu terendah dari termogram DSC menunjukkan suhu transisi kaca dan suhu tertinggi pada termogram menunjukkan suhu dekomposisi pada suatu bahan yang terjadi secara eksotermik. Dari tabel diatas dapat disimpulkan

(46)

bahwa suhu transisi gelas pada film PVA dengan variasi berat asam maleat0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, 0,05 g + H2SO4 memiliki Tg yang tidak jauh berbeda, Tg yang tertinggi dimiliki oleh film PVA dengan berat asam maleat yang ditambahkan 0,03 g yaitu 123,53oC dan Tg terendah dimiliki oleh film PVA dengan berat asam maleat 0,05 g yaitu 91,02 oC. Ini dapat disimpulkan bahwa berat molekul terendah dimiliki oleh film PVA dengan penambahan berat asam maleat 0,05 g.

Transisi kaca polimer memiliki banyak mobilitas. Mereka terus bergerak dan tidak pernah tinggal di satu posisi untuk waktu yang lama. Mereka jenis seperti penumpang mencoba untuk mendapatkan nyaman di kursi maskapai, dan tidak pernah cukup berhasil, karena mereka dapat bergerak lebih. Ketika mereka mencapai suhu yang tepat, mereka akan telah mendapatkan energi yang cukup untuk pindah ke pengaturan yang sangat memerintahkan, yang kita sebut kristal.

Ketika polimer jatuh ke dalam pengaturan kristal, maka polimer tersebut akan mengeluarkan panas. Suhu pada titik terendah puncak biasanya disebut suhu kristalisasi polimer, atau Tc. Tapi yang paling penting, puncak ini memberitahu kita bahwa polimer sebenarnya dapat mengkristal. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada film PVA dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, 0,05 g + H2SO4dapat mengkristal, tetapi suhu yang dibutuhkan untuk kristalisasi cukup tinggi (Widiarti, 2017)

Tidak semua polimer memiliki titik leleh kristal karena tidak akan ada titik leleh kristal bila tidak mempunyai kristalinitas. Titik leleh adalah suhu dimana zat padat berubah menjadi zat cair pada tekanan atmosfer. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Perbedaan titik leleh senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut. Semakin kuat ikatan yang terbentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan kata lain, semakin tinggi juga titik lebur senyawa tersebut. Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diantara sampel film PVA dengan variasi berat asam maleat 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, yang memiliki titik leleh tertinggi adalah dengan penambahan asam maleat 0,05 g, yaitu 433,53oC. Namun ketika dilakukan penambahan dengan menggunakan

(47)

H2SO4, maka titik leleh semakin meningkat yaitu 437,96oC. Hal ini disebabkan film PVA dengan penambahan asam maleat 0,05 g dan H2SO4 memiliki ikatan yang belum terputus karena adanya penambahan H2SO4 sehingga ikatan semakin kuat.

(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh penambahan asam maleat sebagai agen pengikat silang terhadap sifat termal dan sifat fisik dari film PVA, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap sifat termal yaitu dimana pada uji DSC dihasilkan informasi suhu transisi gelas dari film PVA, film PVA dengan variasi berat asam maleat yang ditambahkan 0,03 g, 0,05 g, 0,07 g, dan dengan penambahan H2SO4 yaitu 105,55 oC, 123,53 oC, 91,02 oC, 91,81 oC, 101,56 oC. sedangkan pengaruh penambahan asam maleat yang ditambahkan terhadap nilai derajat swelling didapat hasil yang optimum pada penambahan asam maleat 0,05 g yaitu 303,75 %.

2. Perbandingan campuran PVA dan asam maleat yang optimum adalah terdapat pada penambahan berat asam maleat 0,05 gram

3. Terjadinya pengikatan silang antara polivinil alkohol dengan asam maleat dapat dilihat dari hasil analisa FT-IR dimana terdapatnya gugus ester pada bilangan gelombang 1735,93 cm-1 yang menyatakan terjadinya reaksi ikat silang

5.2 Saran

Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan agen crosslinker yang lain selain asam maleat, sehingga nantinya dihasilkan film dengan sifat yang berbeda dan agar menggunakan plastisizer yang dapat meningkatkan kekuatan dan elastisitas terhadap film plastik yang dihasilkan

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Allcock, H. R. 2003. Contemporary Polymer Chemistry. New Jersey: Pearson Education International

Badan Pusat Statistik, 2013. Produksi Sayuran di Indonesia 2007-2009. www.

bps.go.id

Campbell,2002. Biologi. Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Careda, M.P.2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Tropis. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta Chang, R., 2003. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti. Jilid 2. Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga

Coniwanti, P., Linda, L., Mardiyah, R.A. 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegradabel dari Pati Jagung dengan Penambahan Kitosan dan Pemplastis Gliserol. Journal Teknik Kimia, vol.20, no.4, pp. 22-24.

Palembang.

Fessenden, R.J., dan Fessenden.J.S, 1982. Kimia Organik. Jilid 1&2. Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga

Ghost, P. 2006. Thermal Transitions in Polymers. Polymer Science

Gohil, M. 2006. Studies On The Crosss-Linking Of Poly Vinyl Alcohol. J. Polym.

Res 13 : 161-169

Gunawan, B. Dan Dewi, A. C. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan Scanning Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas Dari Bahan Polymer Poly Ethelyn Glycol (PEG) Jurnal ISSN : 1979-6870

Hartono, A. 1995. Mengenal Pelapisan Logam (elektroplating), Andi offset, Yogyakarta.

James, M.N.G. & Williams, G.J.B. 1974. A Refinement of the Crystal StructureofMaleic Acid. Acta Crystallographica. B30 (5) : 1249-1275 Jie He, 2003. “Modified Fast Climbing Search Auto-Focus Algorithm With

Adaptive Step Size Searching Technique for Digital Camera”. IEEE Transactions on Consumer Electronics Vol.49 No. 2:257-262

Kirk-Othmer, 1981. Encyclopedia Of Chemical Engineering Technology. New York: John Wiley and Sons Inc

(50)

Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis, John wiley and sons,inc: Canada

Kyrikou, I., & Briassoulis, D. 2007. Biodegradation of Agricultural Plastic Films:

A Critical Review. Journal Of Polymers and the Environment.

Lawson, D. 2001. Introduction to Fourier transform Infrared Spectroscopy. USA:

Thermonicolet

Mulja, 1995. Analisis Instrumental, Edisi 1, Airlangga University Press, Surabaya Nurjanah, S. 2008. Modifikasi Pektin untuk Aplikasi Membran dengan Asam

Dikarboksilat sebagai Agen Penaut Silang. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU

Ötles, et al. 2004.Acrylamide in Food. Electronic Journal of Enviromental, Agricultural and Food Chemistry : 723-726

Pavia, L.D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic Chemistry. Saunders College. Philadelphia

Perkinelmer,Inc. www.perkinelmer.com. Copyright 2013-2014, PerkinElmer,Inc.

All right reserved. PerkinElmer is a registered trademark of Perkinelme,Inc. Waltham, USA.

Peters, S., 2011. Material Revolution : Sustainable and Multi-Purpose Materials for Design and Architecture. Birkhauser Publisher, Switzer land

Prendika, W. 2013. Pengaruh Penambahan Pengisi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Komposit Termoplastik Elastomer Dari Polipropilena-Karet Ethylene Propylene Diene Monomer, Medan : USU Press

Rong,L.T.2011.Manufacture of Cellulose Nanocrystals by Cation ExchangeResin- Catalyzed Hydrolysis of Cellulose. Bioresource Technology.102 : 10973- 10977

Saxena, S. K. 2004. Polyvinyl Alcohol (PVA): Chemical and Technical Assessment (CTA). JECFA (61).

(51)

Sitorus, N. H. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan – Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Pradnya

Pratama

Tang dan Alavi, S. 2011. Recent Advances in Strach, polyvinyl alcohol based polymer blends, nanocomposites and their biodegradabillity, carbohydrate polymers, 7-10

Tarigan, W. 2011. Studi Temperatur Optimal Terhadap Sifat Mekanik Dengan Campuran Bahan Polypropylene Dan Polyethylene Pada Proses Mixing., Medan: Universitas Sumatera Utara

Widiarti, L. 2017. Sintesis Dan Karakterisasi Karet Alam Siklis Berat Molekul Rendah Melalui Degradasi Oksidatif (Metode Brosse). Medan: Universitas Sumatera Utara

(52)

LAMPIRAN

(53)

Lampiran 1. Bahan Penelitian

Polivinil alkohol (PVA) Asam Maleat

Aquades asam sulfat (H2SO4)

(54)

Lampiran 2. Film PVA / Asam Maleat

1 2 3

4 5

Keterangan variasi berat asam maleat 1 = Tanpa penambahan asam maleat 2 = Penambahan asam maleat 0,03 gram 3 = Penambahan asam maleat 0,05 gram 4 = Penambahan asam maleat 0,07 gram

5 = Penambahan asam maleat optimum yaitu 0,05 gram dan H2SO4

(55)

Lampiran 3. Instrumentasi yang digunakan dalam penelitian

Alat FT-IR Alat DSC

Oven Cetakan Film

(56)

Lampiran 4. Spektrum FT-IR PVA

Lampiran 5. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,03 g

(57)

Lampiran 6. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g

Lampiran 7. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,07 g

(58)

Lampiran 8. Spektrum FT-IR PVA 3% dengan massa asam maleat 0,05 g dengan penambahan katalis asam sulfat

(59)

Lampiran 9. Termogram DSC PVA

Lampiran 10. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,03 g

(60)

Lampiran 11. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g

Lampiran 12. Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,07 g

(61)

Lampiran 13.Termogram DSC PVA 3 % dengan massa asam maleat 0,05 g dan dengan penambahan katalis asam sulfat

(62)

Lampiran 14. Perhitungan Nilai Derajat Swelling ( % Swelling ) Film PVA / Asam Maleat

Asam Maleat (g) Wawal (g) Wakhir (g)

0 0,0309 0,2036

0,03 0,0251 0,1903

0,05 0,0639 0,258

0,07 0,0468 0,3072

0,05 + H2SO4 0,2101 2,4484

Dapat dihitung melalui rumus :

dimana :

Wakhir = Berat sampel yang mengembang sesudah direndam dalam air Wawal = Berat sampel awal

Perhitungannya :

a. Untuk sampel tanpa penambahan asam maleat

% Swelling =

= 558,89 %

b. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,03 gram

% Swelling =

= 658,16 %

c. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,05 gram

% Swelling=

= 303,75 %

(63)

d. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat 0,07 gram % Swelling=

= 556,41 %

e. Untuk sampel dengan penambahan asam maleat optimum yaitu 0,05 gram dan H2SO4 % Swelling=

= 1065,34 %

Gambar

Gambar 2.2 Termogram dari DSC
Gambar 4.1 Hasil Analisa FTIR Film PVA/Asam Maleat
Gambar 4.2 Grafik Sifat Mengembang Film PVA/Asam Maleat
Gambar 4.3 Hasil Analisa DSC dari film PVA/Asam Maleat
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penambahan asam lemak omega-3 dalam pakan juga diharapkan dapat meningkatkan bobot kuning telur dan warna kuning telur karena adanya akumulasi asam lemak yang

Penambahan PVP (1%, 3% dan 5%) granul effervescent ekstrak buah asam gelugur memenuhi syarat sifat fisik dimana kelarutan semakin menurun terhadap

Penelitian tentang pengaruh penambahan asam laurat sebagai pendispersi pada komposit PVC dengan pengisi serbuk kulit pisang raja telah dilakukan. Analisa yang dilakukan meliputi

Penelitian tentang pengaruh penambahan asam laurat sebagai pendispersi pada komposit PVC dengan pengisi serbuk kulit pisang raja telah dilakukan. Analisa yang dilakukan meliputi

Reaksi yang terjadi antara asam dan basa dalam air dapat menghasilkan karbonat yang diharapkan dapat menutupi rasa pahit dari ferro sulfat pada tablet effervescent, karena

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai analisa sifat komposit biodegradabel dari α -selulosa ampas tebu Bz 132 ( Saccharum Officinarum ) dan polipropilena

Oleh karena adanya konsentrasi aluminium pada tanah Ultisol yang tinggi, diharapkan dengan penambahan bakteri asam laktat dan Tithonia akan dapat merubah kelarutan