• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol Dan Nanopartikel Zno Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Berbasis Poli Asam Laktat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol Dan Nanopartikel Zno Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Berbasis Poli Asam Laktat."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL

DAN NANOPARTIKEL ZnO TERHADAP SIFAT

FUNGSIONAL KEMASAN BERBASIS POLI ASAM

LAKTAT

ARDIANI MUTIARA NISA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penambahan Polietilen glikol dan Nanopartikel ZnO Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Berbasis Poli Asam Laktat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Ardiani Mutiara Nisa

(4)

ii

RINGKASAN

ARDIANI MUTIARA NISA. Pengaruh Penambahan Polietilen glikol dan Nanopartikel ZnO Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Berbasis Poli Asam Laktat. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA, TJAHJA MUHANDRI dan EVI SAVITRI IRIANI.

Plastik banyak digunakan sebagai material bahan kemasan karena memiliki sifat fisik dan mekanik yang baik serta murah, praktis serta fleksibel. Namun sifat plastik yang sulit didegradasi serta bahan bakunnya yang tidak dapat diperbaharui menimbulkan masalah lingkungan. Untuk itu perlunya alternatif bahan pengemas yang memiliki sifat dapat didegradasi, bahan bakunya yang dapat diperbaharui namun memiliki sifat fungsional yang baik. PLA merupakan polimer yang banyak dikembangkan karena memiliki sifat mekanik dengan kuat tarik yang baik, termoplastis, barrier yang baik terhadap migrasi flavor dan gas, dapat didegradasi serta bahan bakunya yang dapat diperbarui. Namun PLA memiliki sifat rigid dan rapuh. Selain itu PLA memiliki stabilitas termal dan barrier uap air yang rendah yang membuat aplikasinya sebagai bahan pengemas terbatas. Untuk dapat meningkatkan sifat fungsional kemasan dari PLA maka dapat dilakukan dengan menambahkan pemlastis dan filler berukuran nano.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat fungsional pada film Poli Asam Laktat dengan penambahan Polietilen glikol dan nanopartikel ZnO. Film nanokomposit dibuat dengan metode casting solution. Konsentrasi dari pemlastis PEG yang ditambahkan adalah sebesar 10%, 20% dan 30% dan untuk konsentrasi nanopartikel ZnO adalah sebesar 0%, 1% dan 2%. Karakterisasi film dilakukan dengan menganalisis nilai kuat tarik, persen elongasi, kristalinitas, nilai laju transmisi uap air, sifat termal, parameter warna, struktur morfologi, dan sifat antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penambahan pemlastis PEG

dapat meningkatkan nilai persen elongasi dan nilai ΔE dari film PLA. Sedangkan

penambahan nanopartikel ZnO pada film PLA mampu meningkatkan nilai kuat tarik, sifat barrier terhadap uap air, nilai ΔE serta memberikan aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Escherichia coli. Akan tetapi, penambahan PEG dan nanopartikel ZnO memberikan efek yang tidak diharapkan yaitu penurunan stabilitas termal dari film PLA.

(5)

SUMMARY

ARDIANI MUTIARA NISA. The Effect of Polyethylene Glycol and ZnO Nanoparticles Additions Towards Functional Properties of Polylactic Acid-Based Packaging. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA, TJAHJA MUHANDRI and EVI SAVITRI IRIANI.

Plastic is widely used as a packaging material because it has good physical and mechanical properties and also cheap, practical and flexible. But the characteristic of plastic that is difficult to degrade and its raw materials that cannot be renewed cause environmental problems. Therefore,alternative packaging materials that have degradable properties, made from renewable raw materials and have good functional properties are necessary to be developed. Polylactic Acid (PLA) is a polymer that has been developed because it has mechanical properties with good tensile strength, thermoplastic, good barrier to migration of flavor and gas, degradable and made from renewable raw materials. However, PLA has rigid and fragile characteristics. Moreover, PLA has low thermal stability and water vapor barrier that makes its application as a packaging material is limited. In order to improve the functional properties of PLA packaging,plasticizer and nano-sized filler can be added.

The purpose of this research was to improve the functional properties of PLAfilm with the additions of polyethylene glycol and ZnO nanoparticles. Nanocomposite film was made usingcasting solution method. The concentrations of the PEGplasticizer added were 10%, 20% and 30%, while the concentrations of ZnO nanoparticles added were 0%, 1% and 2%. Film characterization was conducted by analyzing the values of tensile strength, elongationpercentage, crystallinity, water vapor transmission rate, thermal properties, color parameter, morphological structure, and antimicrobial properties against Escherichia coli and

Staphylococcus aureus.

This study results showed that the addition of PEG plasticizer could

improve the elongation percentageand ΔE value of PLA film. While the addition

of ZnO nanoparticles in the PLA film was able to increase the values of tensile strength, barrier properties against water vapor, ΔE and provided antibacterial activity against the growth of Escherichia coli. However, the additions of PEG and ZnO nanoparticles gave undesirable effects such as the decrease of thermal stability of PLA film.

(6)

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PENGARUH PENAMBAHAN POLIETILEN GLIKOL

DAN NANOPARTIKEL ZnO TERHADAP SIFAT

FUNGSIONAL KEMASAN BERBASIS POLI ASAM

LAKTAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)

ii

(9)
(10)

iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Pengaruh Penambahan Polietilen glikol dan Nanopartikel ZnO Terhadap Sifat Fungsional Kemasan Berbasis Poli Asam Laktat. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2) Program Studi Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA., Bapak Dr. Tjahja Muhandri, S.TP MT., Ibu Dr. Ir. Evi Savitri Iriani, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui kegiatan DIPA APBN BB Pascapanen TA 2014. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada penguji luar komisiDr. Ir. Sukarno, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang tesis untuk membuat karya ilmiah ini menjadi lebih baik.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Darno dan Ibu Siti Halimah serta seluruh keluarga besar tercinta, atas segala doa, semangat, dukungan, motivasi dan kasih sayangnya selama ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, teknisi laboratorium dan teman-teman yang telah membantu dan berbagi ilmu dalam penelitian ini. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Pascasarjana Ilmu Pangan IPB. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUTAKA Poli Asam Laktat 4 Pemlastis 8 Biodegradable plastik 9 Nanokomposit 10 Nanopartikel ZnO 13 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat 15 Alat 15 Bahan 15 Prosedur Percobaan 16

Karakterisasi bahan baku 16 Analisis struktur morfologi dan ukuran nanopartikel ZnO 17

Analisis aktivitas antimikroba 17

Pembuatan film nanokomposit 17 Karakterisasi fim nanokomposit 18

Analisis sifat mekanik 18

Analisis kristalinitas 18

Analisis laju transmisi uap air 18

Analisis morfologi permukaan 18

Analisis sifat termal Analisis sifat antimikroba 19

Analisis warna 19

Analisis statistik 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik bahan baku 19 Analisis struktur morfologi dan permukaan 19

(12)

vi

Karakteristik film nanokomposit 20

Sifat mekanik 20

Kristalinitas 22

Laju transmisi uap air 23

Sifat morfologi 24

Sifat termal 25

Sifat antimikroba 26

Analisis warna 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 37

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kelebihan PLA jika digunakan sebagai bahan pengemas 5

2 Penelitian Pembuatan PLA 6

3 Hasil analisis antimikroba dengan metode difusi sumur 21

4 Nilai kuat tarik dan persen elongasi film 21

5 Nilai laju transmisi uap air 24

6 Diameter zona bening film 27

7 Nilai ΔE film 28

DAFTAR GAMBAR

1 Metode polimerisasi asam laktat 5

2 Mekanisme kerja pemlastis 8

3 Kelompok biodegradable polimer 10

4 Dimensi nano filler 11

5 Metode sintesis nanopartikel ZnO pada skala industri 12 6 Perbandingan zona inhibisi nanopartikel oksida logam terhadap

beberapa mikroorganisme 13

7 Diagram alir jalannya penelitian 16

8 Diagram alir proses pembuatan film PLA 19

9 Hasil SEM nanopartikel ZnO pada perbesaran 20.000x 20

10 Difraktogram sinar X film nanokomposit 23

11 Hasil SEM film pada perbesara 200x 25

12 Termogram kestabilan panas film 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis statistik diameter zona bening bakteri E.coli 38 2 Hasil analisis statistik diameter zona bening bakteri S.aureus 38

3 Hasil analisis statistik nilai kuat tarik 39

4 Hasil analisis statistik nilai persen elongasi 40

5 Hasil analisis statistik WVTR film 41

6 Hasil analisis statistik diameter zona bening film 42

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Plastik banyak digunakan sebagai material bahan kemasan karena sifatnya yang praktis, fleksibel, ringan, tahan air, dan harganya relatif murah serta terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, selain itu plastik mudah diproduksi secara massal. Dalam industri pangan, kemasan plastik dapat secara efektif meningkatkan umur simpan bahan karena mampu melindungi bahan dari uap air, udara, mikroba dan tekanan selama proses penyimpanan. Disamping berbagai keunggulan yang ada pada plastik, bahan ini jugamenimbulkan permasalahan berskala global, baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Selain itu bahan baku pembuatan plastik menggunakan sumber daya alam yang ketersediaanya semakin menipis dan sulit diperbaharui. Struktur molekul plastik yang sangat kompleks menyebabkan plastik sulit terdegradasi secara alami sehingga terakumulasi dan menimbulkan pencemaran serta kerusakan lingkungan.

Berbagai usaha dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik seperti daur ulang dan teknologi pengolahan sampah plastik, namun plastik daur ulang memiliki keterbatasan masa pakai dan kualitasnya menurun. Selain itu, penggunaan plastik daur ulang dikhawatirkan akan menimbulkan migrasi monomer plastik yang dapat mencemari produk, khususnya bila digunakan sebagai bahan kemasan pangan. Pengolahan plastik bekas pakai untuk dijadikan bahan baku produk plastik baru dinilai tidak efisien karena prosesnya lebih sulit dan biaya pengolahannya lebih mahal dibandingkan membeli bahan baku plastik yang baru. Teknologi pengolahan sampah plastik melalui pembakaran akan menghasilkan gas CO2 dan dioksin yang beracun bagi manusia dan berdampak pada meningkatnya pemanasan global.

Pemerintah juga turut mendukung dalam mengurangi penggunaan plastik sebagai bahan pengemas dengan mengeluarkan peraturan pemerintah terhadap produsen. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012 pasal 12, 13, 14, dan 15 tentang penggunaan kemasan yang dapat diurai oleh alam. Pemerintah mengatur produsen untuk menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan menimbulkan sampah sesedikit mungkin. Produsen dapat mengalihkan penggunaan kemasannya dengan kemasan yang dapat diurai oleh alam secara bertahap selama 10 tahun ke depan.

Untuk itu perlunya alternatif bahan kemasan yang dapat diurai untuk menggantikan penggunaan plastik sebagai bahan pengemas produk. Polimer alami atau biopolimer telah banyak digunakan untuk menggantikan plastik sebagai bahan pengemas karena sifatnya yang dapat diurai oleh alam dan bahan bakunya yang dapat terus diperbaharui. Berbagai penelitian tentang bipolimer terus dikembangkan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan pengemas dengan karakteristik yang baik dan mampu bersaing dengan kemasan sintetik yang ada. Salah satu biopolimer yang banyak dikembangkan dan telah diproduksi secara massal adalah Poli Asam Laktat.

(16)

2

dengan kuat tarik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan polimer lainnya seperti High Density Polyethylene (HDPE), Polypropilene (PP) dan Polystyrene

(PS) (Dorgan et al. 2010). Polimer ini juga tahan terhadap pelarut dan berfungsi sebagai barier migrasi flavor maupun gas lainnya seperti CO2, O2, N2 serta uap air (Auras et al. 2005). PLA juga memiliki biokompatibilitas terhadap jaringan dalam tubuh sehingga tidak bersifat toksik maupun karsinogenik (Athanasiou et al. 1996). Namun seperti kelompok Polystyrene lainnya, PLA memiliki sifat rigid dan rapuh. Poli Asam Laktat memiliki nilai elongasi yang sangat rendah yaitu dibawah 10% (Rasal dan Hirt 2008). PLA juga memiliki stabilitas termal yang lemah yang membuat aplikasinya sebagai bahan pengemas terbatas (Harada et al. 2007).

Untuk memperluas aplikasi PLA dalam bidang kemasan maka perlu ditingkatkan fleksibilitas, sifat barrier dan stabilitas termalnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut diantaranya adalah dengan pencampuran PLA dengan pemlastis dan filler. Beberapa pemlastis yang telah diteliti untuk memplastisasi film PLA diantaranya adalah ester sitrat (Ljungberg dan Wesslen 2002), Polietilen glikol atau PEG (Baiardo et al. 2003; Pillin et al. 2006), Polipropilen glikol (Piorkowska et al. 2006). Martin dan Averous (2001) melakukan penelitian dengan mencampurkan PLA dengan beberapa jenis pemlastis seperti ester sitrat, PEG monolaurat, polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul 400 serta gliserol dan mendapatkan hasil bahwa PEG berberat molekul 400 Da merupakan pemlastis yang paling efisien untuk PLA. PEG juga mampu menurunkan nilai Tgdari film PLA (Li dan Huneault 2007).

Nanokomposit terdiri dari matriks polimer atau fase kontinyu dan fase diskontinyu dengan setidaknya satu dimensi lebih kecil dari 100 nm. Tidak seperti

filler berukuran mikro atau makro, nanopartikel dapat meningkatkan karakteristik film dengan jumlah penambahan yang sedikit (kurang dari 5%). Penggunaan nanopartikel pada polimer telah diketahui mampu meningkatkan sifat mekanik, termal dan barrier terhadap uap air maupun gas. Ketika akan digunakan sebagai kemasan pangan, nanokomposit lebih baik dibanding kemasan pangan lainnya karena mampu meningkatkan sifat fungsional dari bahan pegemas (Arora dan Padua 2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuat nanokomposit berbasis PLA dengan beberapa filler diantaranya adalah clay (Du et al. 2006; Fukushima et al. 2009; Svagan et al. 2012), nanoselulosa (Gatenholm dan Klemm 2010; Lin et al. 2011; Foturnati et al. 2012; Hossain et al. 2012), karbon (Chrissafis et al. 2010; Manfredi et al. 2011; Wang dan Qiu 2012), logam (Kamyar et al. 2010), dan silicon (Huang et al. 2009; Fina et al. 2010; Kuoa dan Chang 2011).

(17)

nanokomposit yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Eschericia coli dan Staphylococcus aureus (Ma dan Zhang 2009).

Dengan demikian penelitian dengan melakukan pembuatan film berbasis Poli Asam Laktat (PLA) dengan penambahan Polietilen glikol (PEG) sebagai pemlastis dan filler nanopartikel ZnO dapat menghasilkan film dengan sifat mekanik, termal, morfologi maupun sifat fungsional yang baik.

Perumusan Masalah

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas telah menimbulkan masalah global karena sifatnya yang tidak dapat didegradasi dan sumbernya yang tidak dapat diperbaharui. Plastik berbahan dasar biopolimer hadir sebagai solusi alternatif mengatasi permasalahan penggunaan plastik yang bersumber dari minyak bumi. Poli Asam Laktat (PLA) merupakan polimer yang dengan sifat mekanik yang baik, diproduksi dari polikondensasi asam laktat yang dapat terus diperbaharui serta telah banyak diproduksi secara massal. Namun PLA memiliki sifat yang rigid dan rapuh sehingga aplikasinya sebagai bahan pengemas menjadi terbatas. Penambahan pemlastis dan filler dapat memperbaiki karakteristik dari film PLA yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat fungsional film PLA yang dihasilkan dengan penambahan pemlastis Polietilen glikol dan

filler nanopartikel ZnO. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan Polietilen glikol dan nanopartikel ZnO terhadap sifat fungsional film nanokomposit seperti sifat fisik, mekanik, termal, morfologi dan sifat antimikroba.

Hipotesis

Sifat fungsional dari film PLA yang dihasilkan dapat meningkat dengan penambahan PEG pada taraf 10%, 20%, 30% dan penambahan nanopartikel ZnO pada taraf 0%, 1% dan 2%.

Manfaat Penelitian

(18)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Poli Asam Laktat

Poli Asam Laktat atau PLA merupakan hasil polimerisasi dari monomer asam laktat. Asam laktat adalah senyawa asam hidroksi yang paling sederhana dan memiliki atom karbon asimetris yaitu dalam bentuk asam L-laktat dan asam d-laktat.Asam laktat diproduksi dari perubahan gula atau pati yang bersumber dari bahan polisakarida melalui fermentasi bakteri atau petrokimia. Produksi asam laktat melalui bakteri fermentasi strain Lactobacillus lebih sering digunakan sejak tahun 1990 karena lebih aman dan ramah lingkungan.

Menurut Averous (2008), poli asam laktat dapat diproduksi melalui tiga metode, yaitu polikondensasi langsung, polikondensasi azeotropik dan polimerisasi pembukaan cincin (Ring Opening Polimerization). Secara skematik proses polimerisasi asam laktat disajikan pada Gambar 1.

1. Polimerisasi dengan polikondensasi langsung merupakan metode paling murah untuk menghasilkan Poli Asam Laktat, namun sangat sulit untuk mendapatkan Poli asam laktat dengan berat molekul yang tinggi (Averous 2008). Polikondensasi langsung terjadi karena adanya gugus hidroksil dan karboksil pada asam laktat. Namun, reaksi polikondensasi langsung asam laktat ini tidak cukup dapat meningkatkan bobot molekulnya dan pada metode ini dibutuhkan waktu yang sangat lama karena sulitnya untuk mengeluarkan air dari produk yang memadat, sehingga produk air yang dihasilkan justru akan menghidrolisis polimer yang terbentuk. Reaksi polikondensasi konvensional hanya mampu menghasilkan poli asam laktat berbobot molekul rendah dengan cirinya seperti kaca yang getas.

2. Polikondensasi azeotropik merupakan modifikasi dari reaksi polikondensasi langsung yang dapat menghasilkan bobot molekul yang lebih tinggi dan tidak menggunakan chain-extenders atau adjuvents (Averous 2008). Mitsui Chemical (Jepang) telah mengkomersialkan proses ini dimana asam laktat dan katalis didehidrasi secara azeotropik dalam sebuah refluxing, pemanasan dengan temperatur tinggi, pelarut aprotic pada tekanan rendah untuk

menghasilkan poli asam laktat dengan berat molekul mencapai ≥ 300.000.

Reaksi polikondensasi azeotropik menggunakan pelarut seperti difenil eter, xilena, bifenil dan klorobenzena untuk memudahkan pemisahan air dari produk pada atmosfer normal atau tekanan rendah. Reaksi ini juga dapat menggunakan berbagai jenis katalis seperti asam protonat, logam, oksida logam, logam halida dan garam asam organik dari logam.

3. Polimerisasi pembukaan cincin (ring opening polymerization, ROP), secara umum, proses ROP pada produksi poli asam laktat dimulai dari polimerisasi kondensasi asam laktat untuk menghasilkan Poli Asam Laktat dengan bobot molekul rendah (prepolimer), dilanjutkan dengan depolimerisasi untuk menghasilkan dimer laktida yang berbentuk molekul siklik. Laktida kemudian dengan bantuan katalis dipolimerisasi ROP untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi. Polimerisasi pembukaan cincin menghasilkan poli asam laktat dengan berat molekul 2×104 hingga 6.8×105. Mekanisme-mekanisme ROP bisa berupa reaksi ionik (anionik atau kationik) atau

(19)

Menurut Botelho et al. (2004), kelebihan poli asam laktat dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari minyak bumi (konvensional) adalah:

1. Biodegradable, artinya poli asam laktat dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh mikroorganisme.

2. Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh sel atau jaringan biologi.

3. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan dari minyak bumi.

4. 100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk lain.

5. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi poli asam laktat.

6. Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.

Gambar 1. Metode polimerisasi asam laktat (Averous 2008)

Poli Asam Laktat (PLA) memiliki potensi yang tinggi untuk diaplikasi secara luas. Saat ini PLA telah banyak diaplikasikan dalam bidang kemasan, medis dan tekstil. Dalam bentuk film dan bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan penggunaan lain dari jenis plastik ini. Kawashima et al. (2002) menyebutkan beberapa kelebihan dari sifat fungsional PLA jika digunakan sebagai bahan pengemas (Tabel 1).

Tabel 1. Kelebihan PLA jika digunakan sebagai bahan pengemas Sifat fungsional Manfaat dalam bidang kemasan

(20)

6

Sifat barrier Memiliki ketahanan yang baik dari minyak dan terpena.

Heat seal pada temperatur yang rendah

PLA dapat dijadikan kemasan yang ―mudah dibuka‖ namun dengan daya rekat yang kuat

Polaritas yang rendah Mudah dilakukan pencetakkan dengan tinta Status GRAS Dapat kontak dengan bahan pangan

Kelebihan yang dimiliki oleh PLA baik untuk beberapa aplikasi namun tetap membutuhkan perbaikan dari beberapa sifat lain. Seperti contohnya permeabilitas oksigen dan uap air dari PLA masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan plastik sintetik seperti PE, PP, dan PET. Untuk meningkatkan aplikasi PLA dalam bidang kemasan maka fleksibilitas, stabilitas termal, dan sifat barrier perlu ditingkatkan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan PLA disajikan pada Tabel 2.

(21)

butadien-stiren perpanjangan putus

(22)

8

tarik, sifat barrier terhadap gas

Kuoa dan Chang (2011)

Pemlastis

Han (2005) mendefinisikan pemlastis sebagai bahan berbobot molekul rendah yang ditambahkan dalam materi pembentuk film polimerik yang dapat menurunkan suhu transisi gelas polimer. Menurut Gennadios (2002) pemlastis adalah substansi bersifat non volatil, memiliki titik didih yang tinggi, tidak memisah, dan ketika ditambahkan ke dalam materi lain mengubah sifat fisik dan mekanik dari material tersebut. Pemlastis dapat meningkatkan daya aliran dan sifat termoplastik bahan plastik dengan penurunan viskositas polimer, suhu transisi gelasnya (Tg), suhu pelelehan (Tm) dan modulus elastis produk akhir. Sifat dari pemlastis ditentukan oleh struktur kimianya sebab kemampuannya dalam memplastisasi dipengaruhi oleh polaritas dan fleksibilitas molekul. Pemlastis mampu menempatkan dirinya di antara molekul polimer sehingga mengganggu interaksi polimer-polimer dan meningkatkan fleksibilitas (Gambar 2). Pemlastis meningkatkan volume bebas struktur polimer atau mobilitas molekular molekul polimer. Hal ini menunjukkan bahwa pemlastis dapat menurunkan perbandingan bagian kristalin terhadap bagian amorf yang menyebabkan menurunnya suhu transisi gelas. Untuk beberapa aplikasi, jumlah pemlastis yang ditambahkan dapat mencapai 50% dari formulasi bahan untuk alasan kompatibilitas.

Gambar 2. Mekanisme kerja pemlastis (Trotignon et al, 1996)

Polietilen glikol merupakan golongan senyawa polieter dari etilen oksida. Rumus umum polietilen glikol adalah C2nH4n+2On+1 dengan bobot molekul rata-rata sesuai dengan angka yang tertera setelahnya. Polietilen glikol 400, memiliki bobot molekul rata-rata 400 g/mol atau berkisar antara 380-420 g/mol. Menurut Parra et al. (2006), polietilen glikol memiliki sifat kelarutan yang baik di dalam air dan pelarut organik, sifat toksik yang rendah, serta tidak bersifat antigen dan imunogen.

(23)

et al. (2006) juga melaporkan PEG sebagai yang paling efisien untuk menurunkan nilai Tg bila dibandingkan dengan poli (1,3-butanadiol), dan asetil gliserol monolaurat. PLA yang diplastisasi dengan laktida menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap perpanjangan putus namun selama waktu penyimpanan terjadi perpindahan molekul akibat berat molekul rendah ke permukaan (Sinclair 2006; Jacobsen dan Fritz 1999). Ester sitrat (berat molekul 276-402 Da) yang berasal dari asam sitrat alami menghasilkan kelarutan yang tinggi dengan PLA di semua komposisi. Campuran PLA dengan ester sitrat ini menghasilkan perpanjangan putus yang meningkat secara signifikan (Labreque et al. 1997). Ljungberg dan Wesslén (2003) menggunakan triacetine dan tributil sitrat dan berhasil menurunkan Tg film ke ~ 10◦C pada 25% penambahan. Triacetine- atau tributyl-sitrat yang ditambahkan ke dalam film PLA mengalami kristalisasi, dan molekul pemlastis bermigrasi ke permukaan selama waktu penyimpanan karena berat molekul rendah. Campuran beberapa plasticizer telah dilakukan oleh Ren et al.

(2006) dengan mencampurkan triasetin berberat molekul rendah dan poli oligomer (1,3-butilena glikol adipat) dan secara signifikan berhasil meningkatkan elongasi pada film PLA.

Biodegradable plastik

Biodegradable didefinisikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis mikroorganisme, yang bisa diuji dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu. Biodegradable plastik adalah plastik yang dapat digunakan layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Biodegradableplastikmerupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan alga. Biodegradableplastikdapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami.

Menurut Mitrus et al. (2009) polimer yang berasal dari bahan yang dapat diperbaharui dapat dibagi menjadi 3 kategori utama berdasarkan metode produksinya, yaitu:

1. Polimer yang berasal dari ekstrak atau bagian material alami yang umumnya adalah tanaman.

Contoh dari polimer ini adalah polisakarida seperti pati dan selulosa, dan protein seperti kasein dan gluten gandum.

2. Polimer yang dihasilkan dari sintesis kimia yang berasal dari biomonomer. Contoh dari polimer ini adalah polilaktat yang berasal dari polimerisasi monomer asam laktat. Monomer asam laktat dihasilkan dari fermentasi karbohidrat.

3. Polimer yang dihasilkan dari mikroorganisme atau transformasi genetik dari bakteri.

(24)

10

Sedangkan Averous (2008), mengelompokkan polimer biodegradable ke dalam dua kelompok dan empat keluarga berbeda (Gambar 3). Kelompok utama adalah: (1) agro-polimer yang terdiri dari polisakarida, protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester seperti poli asam laktat (PLA), polihidroksialkanoat (PHA), aromatik and alifatik kopoliester.Biopolimeryang tergolong agro-polimer adalah produk-produk biomassa yang diperoleh dari bahan-bahan pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak. Kelompok Polihidroksi-alkanoat (PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Polihidroksi butirat (PHB) dan Poli hidroksibutirat kohidroksivalerat (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesa secara konvensional monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida. Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok terkahir diperoleh dari produk-produk petrokimia yang disintesa secara konvensional dari monomer-monomer sintesis. Kelompok ini terdiri dari polikaprolakton (PCL), poliesteramida, alifatik kopoliester dan aromatic kopoliester.

Gambar 3. Kelompok biodegradable polimer (Averous 2008)

Nanokomposit

Nanosains dan nanoteknologi merupakan pendekatan baru untuk penelitian dan pengembangan yang menyangkut studi fenomena dan manipulasi bahan pada skala atom (Manikantan dan Varadharaju 2011). Nanokomposit adalah suatu

(25)

bahan dimana bahan pengisinya memiliki satu dimensi lebih kecil dari 100 nm. Tidak seperti filler berukuran mikro atau makro, nanopartikel dapat meningkatkan karakteristik film dengan jumlah penambahan yang sedikit (kurang dari 5%). Nanokomposit merupakan alternatif baru pada teknologi konvensional untuk meningkatkan sifat dari polimer. Nanokomposit menunjukan peningkatan sifat barrier, kekuatan mekanik, dan daya tahan panas dibandingkan dengan polimer dan komposit konvensional. Ketika akan digunakan sebagai kemasan pangan, nanokomposit lebih baik dibanding kemasan pangan lainnya karena mampu menahan stress termal pada saat pengolahan, transportasi, dan penyimpanan serta memiliki peningkatan sifat mekanik (Arora dan Padua 2010). Oleh karena itu penggunaan formulasi nanokomposit diharapkan dapat meningkatkan umur simpan dari berbagai jenis pangan.

Pada umumnya, nanofiller yang ada memiliki perbedaan ukuran dan bentuk yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori utama berdasarkan dengan dimensi dari ukuran nanopartikel menurut Herron dan Thorn (1998), yaitu:

1. Nanofiller berbentuk lempeng (1D), merupakan material pelapis yang memiliki ketebalan 1 nm namun memiliki aspek rasio dari kedua dimensinya lainnya paling sedikit 25. Nanofiller 1D yang paling banyak dikenal adalah lapisan silicat.

2. Nanoserat (2D) merupakan filler yang memiliki diameter dibawah 100 nm dan aspek rasio paling sedikit 100. Contohnya adalah nanotube carbon dan

3. Nanopartikel (3D) merupakan filler dengan ketiga dimennsinya berukuran dibawah 100 nm. Contohnya adalah partikel silica, metal oksida, dll

Luas permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan diameter

filler. Semakin kecil diameter dari filler maka semakin besar luas permukaan per unit volumenya (Gambar 4)

Gambar 4. Dimensi nano filler (Herron dan Thorn 1998)

Dalam metode pembuatan nanokomposit polimer Singh et al. (2009) membaginya menjadi 4 metode utama yaitu:

1. Metode casting solution. Metode ini dilakukan dengan melarutkan polimer dan nanofiller ke dalam solvent dan dilanjutkan dengan penguapan dari solven atau dengan presipitasi.

(26)

12

3. In situ polimerisasi. Metode ini dilaukan dengan mendispersikan nanofiller kedalam larutan monomer dan dilanjutkan dengan proses polimerisasi dari monomer yang telah terinkorporasi dengan nanofiller.

4. Sintesis template. Metode ini dilakukan dengan mensintesis nanofiller dengan menggunakan larutan polimer sebagai cetakannya.

Nanopartikel ZnO

ZnO atau seng oksida merupakan bubuk berwarna putih yang hampir tidak larut dalam larutan netral dan bersifat amfoter dan dapat larut dalam larutan asam dan basa kuat. Zink atau unsur seng memiliki peran fisiologi yang penting bagi berbagai proses metanolisme. Nanopartikel ZnO merupakan material yang dapat digunakan pada industri kosmetik, misalnya sebagai tabir surya, pemutih kulit, dan antiaging. Material ini juga dapat digunakan pada industri ban, nanotekstil, cat, farmasi, dan lain sebagainya. Nanopartikel ZnO memiliki potensi yang besar dalam pengembangannya didalam bidang kemasan dibandingkan material lain, selain dari kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan mikroba antara lain karena biaya rendah dan kemampuan proteksi terhadap sinar UV (Llorens et al. 2012). Senyawa inorganik seperti ZnO cenderung bersifat stabil dalam suhu dan tekanan (Sawai 2003).

Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mensintesis nanopartikel ZnO adalah dengan metode fisika dan kimia yaitu antara lain iradiasi UV, teknik aerosol, litografi, ablasi laser, medan ultrasonik dan teknik reduksi fotokimia. Pada skala industri, nanopartikel ZnO dapat disintesis dengan menggunakan dua metode berbeda yaitu mechanochemical processing (MCP) dan physical vapor synthesis (PVS) (Gambar 5).

Gambar 5. Metode sintesis nanopartikel ZnO pada skala industri. (a.mechanochemical processing; b. Physical vapor synthesis) (Espitia et al. 2012)

(27)

ZnO digolongkan sebagai senyawa GRAS oleh FDA, dan diketahui dapat digunakan secar luas dan setiap hari. Sintesis nanopartikel ZnO telah dikembangkan sebagai agen antimikroba dengan diinkorporasikan kedalam matriks polimer pada kemasan (Espitia et al. 2012). Azam et al. (2012) melaporkan bahwa nanopartikel ZnO menunjukkan zona inhibisi yang lebih besar terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureusdibandingkan dengan nanopartikel oksida logam lain (Gambar 6). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel ZnO memiliki spektrum antimikroba yang luas, yaitu terhadap Listeria monocytogenes,

Salmonella Enteritidis, dan Escherichia coli O157:H7 (Jin et al. 2009),

Lactobacillus plantarum (Emamifar et al. 2011), Campylobacter jejuni (Xie et al. 2011), Botrytis cinerea dan Penicillium expansum (He et al. 2011) dan menjadi bahan antibakteri yang efektif terhadap bakteri patogen Gram positif maupun negatif (Tayel et al. 2011).

Gambar 6. Perbandingan zona inhibisi nanopartikel oksida logam terhadap beberapa mikroorganisme (Azam et al. 2012)

Nanopartikel ZnO memiliki beberapa mekanisme untuk membunuh mikroba, diantaranya adalah dengan merusak intregritas sel bakteri dan pembentukan ROS yang menyebabkan kematian sel (Espitia et al 2012). Dengan menggunakan Transmission Electron Microscope, Liu et al. (2009) melaporkan bahwa nanopartikel ZnO merusak membran sel Escherichia coli O157:H7. Rusaknya membran sel ini membuat sel menjadi bocor sehingga komponen-komponen intraseluler keluar mengakibatkan kematian sel.

(28)

14

interaksi langsung antara ZnO dan permukaan sel yang akan berpengaruh pada permeabilitas membran sel dan menginduksi terjadinya stres oksidatif sehingga akan menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian sel.

(29)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014-Januari 2015 bertempat di Laboratorium Balai Besar Litbang Pascapanen Kementerian Pertanian, Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi & Material Universitas Indonesia, dan Laboratorium Uji Polimer LIPI Fisika.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan antara lain magnetic stirrer Fisher Scientific™, cetakan Teflon,High Intensity Ultrasonic QSonica, Scanning Electron Microscopy

(SEM) Carl Zeiss EVO M10, Simultaneous Thermal Analysis Perkin Elmer STA 6000, X-ray Difraction (XRD) Bruker D8, dan Universal Testing Machine

Nexygen Llyoid Instrument Ltd, Gardner Park Permeability cup, Chromameter Minolta CR-300, timbangan analitik Precisa XT220A, vortex IKA MS 3 Basic, Ultraturax IKA T-25 Digital dan alat gelas untuk analisis lainnya.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Poli Asam Laktat seri 3001 D Natureworks LLC, Nanopartikel ZnO berukuran 30-50nm Xuancheng Jingrul New Material co.Ltd China, pemlastis PEG Pro Analisis PT.Merck, Kloroform Pro Analisis PT.Merck, kultur bakteri Escherichia coli ATCC 25923 dan Staphylococcus aureus ATCC 25922, media Nutrient Broth (NB) Oxoid CM001, media Plate Count Agar (PCA) Oxoid CM0325 dan NaCl Pro Analisis PT.Merck.

Prosedur Percobaan

Secara umum penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan. Tahap pertama adalah karakterisasi bahan baku, tahap kedua adalah pembuatan film nanokomposit dan tahap ketiga adalah karakterisasi film nanokomposit. Diagram alir tahapan penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 7.

Karakterisasi bahan baku

Tahapan awal dalam penelitian ini adalah dengan mengkarakterisasi bahan baku yang akan digunakan yaitu nanopartikel ZnO. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis morfologi dan ukuran dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan analisis aktivitas antimikroba dengan metode difusi sumur.

Prosedur pengujian karakterisasi nanopartikelZnO dilakukan sebagai berikut:

a) Analisis Struktur Morfologi dan Ukuran

(30)

16

b) Analisis Antimikroba

Analisis Antimikroba dilakukan dengan menggunan metode difusi sumur. (Narayanan et al. 2012). Sebanyak 1 ml kultur mikroba Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (dengan konsentrasi 106 CFU/ml) di tuangkan ke dalam cawan dan ditambahkan media agar PCA sebanyak 10-15 ml. Selanjutnya agar dilubangi sebesar 6 mm dengan pelubang steril. Beberapa konsentrasi nanopartikel ZnO disiapkan dengan menambahkan sejumlah nanopartikel ZnO kering dengan 100 ml air destilasi steril dalam beaker glass. Larutan nanopartikel ZnO kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan

magnetic stirrer selama 1 jam dan dilanjutkan dengan sonikasi menggunakan High Intensity Sonicator selama 1 jam agar nanopartikel tidak teragregasi. Selanjutnya, lubang agar diisi dengan nanopartikel ZnO dalam konsentrasi yang berbeda (0.2; 0.4; 0.6; 0.8; dan 1 ppm) dan didiamkan selama 1 jam supaya nanopartikel ZnO berfusi kedalam agar. Cawan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30°C dan dilakukan perhitungan diameter zona penghambatannya.

Gambar 7. Diagram alir jalannya penelitian

Karakterisasi film nanokomposit PLA/ZnO

Analisis sifat mekanik dengan UTM (ASTM D 882)

Analisis sifat termal dengan STA (ASTM D 3418)

Analisis sifat Morfologi dengan SEM (ASTM E-2015)

Analisis sifat fisik meliputi WVTR (ASTM D1653) dan warna

Analisis sifat Antimikroba dengan metode cakram

Karakterisasi bahan baku

Nanopartikel ZnO Analisis ukuran dan Morfologi dengan SEM dan analisis Antimikroba dengan metode sumur

(31)

Pembuatan film nanokomposit

Pembuatan film nanokomposit dilakukan dengan metode casting solution

(Jayaramudu et al. 2014 dengan modifikasi) dapat dilihat pada gambar 8.

 Untuk film kontrol dilakukan dengan melarutkan PLA sebanyak 5 gram dalam 100 ml kloroform dan diaduk secara konstan menggunakan magnetic stirrer

pada suhu ruang hingga larut. PLA yang telah larut dicetak menggunakan wadah Teflon ukuran 35 x 25cm lalu didiamkan selama 24 jam. Film yang telah tercetak lalu dilepaskan dari cetakan dan dilakukan pengeringan dengan

oven vakum pada suhu 60˚C selama 3 jam untuk menghilangkan pelarut kloroform yang masih tersisa.

 Untuk film dengan penambahan pemlastis PEG 400, PLA sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 100 ml kloroform dan penambahan PEG sebanyak 10%, 20% dan 30% dari bobot resin dan dilanjutkan dengan pengadukan secara konstan menggunakan magnetic stirrer pada suhu ruang hingga larut. Campuran yang telah larut dicetak ke dalam wadah Teflon lalu didiamkan selama 24 jam. Film yang telah tercetak lalu dilepaskan dari cetakan dan

dilakukan pengeringan dengan oven vakum suhu 60˚C selama 3 jam untuk

menghilangkan pelarut kloroform yang masih tersisa.

 Pembuatan film nanokomposit PLA/nanopartikel ZnO dilakukan sama seperti dengan cara diatas. Namun sebelum dilakukan pencampuran kedalam campuran PLA/PEG, nanopartikel ZnO didispersikan dalam kloroform lalu diaduk secara konstan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam. Nano ZnO yang telah distirrer selanjutnya disonikasi menggunakan High Intensity Ultrasonic Processor selama 1 jam pada suhu ruang. Selanjutnya dilakukan pencampuran dengan campuran PLA/PEG dan diaduk secara konstan dengan

magnetic stirrer lalu dicetak. Film yang telah tercetak lalu dilepaskan dari cetakan dan dilakukan pengeringan dengan oven vakum suhu 60˚C selama 3 jam untuk menghilangkan pelarut kloroform yang masih tersisa.

Karakterisasi film nanokomposit

Pada penelitian tahap ketiga ini dilakukan analisis dari film yang dihasilkan pada tahapan kedua penelitian. Karakterisasi film meliputi:

a) Analisis sifat mekanik

Analisis sifat mekanik dilakukan dengan metode ASTM D 882 menggunakan Universal Testing Machine untuk mengetahui nilai kuat tarik dan persen elongasi. Sampel yang akan diuji terlebih dahulu dikondisikan dalam ruang dengan suhu dan kelembaban relatif standar (230C, 52%) selama minimal 24 jam. Sampel yang akan diuji dipotong sesuai standar. Pengujian dilakukan dengan cara kedua ujung sampel dijepit mesin penguji dengan kekuatan beban 10kN dan kecepatan 50 mm/menit.

b) Analisis kristalinitas

Kristalinitas tiap sampel diuji dengan menggunakan XRD Bruker D8. Sampel dibentuk mengikuti tempat sampel yang berbentuk lingkaran dengan

diameter 5 cm. Analisis dengan menggunakan radiasi Kα Cu (λ=1,54060)

dibawah kondisi operasional pada 40 kV dan 30 mA dengan kecepatan

(32)

18

c) Water Vapor Trasnmission Rate (WVTR)

Analisis Water Vapor Transmission Rate atau laju transmisi uap air dilakukan dengan metode ASTM D1653 menggunakan Gardner Park Permeability Cup.Sampel dipotong berbentuk lingkaran sesuai dengan diameter alat. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap jumlah air yang menguap di dalam wadah selama 24 jam. Pengujian dilakukan pada temperatur 23 ± 1ºC dan RH 50 ± 5%.

d) Analisis morfologi permukaan

Analisis morfologi permukaan film dilakukan dengan menggunakan alat

Scanning Electrone Microscope Zeiss EVO MA10. Sampel film dipotong menjadi potongan kecil (2mm x 2mm) dan di pasang pada penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-side tape. Permukaan sampel di lapisi dengan lapisan emas tipis. Sampel dimasukkan kedalam alat SEM dan diamati permukaannya.

e) Analisis sifat termal

Analisis sifat termal dilakukan dengan metode ASTM E 967 menggunakan alat Simultaneous Thermal Analysis Perkin Elmer STA 600untuk mengetahui stabilitas termal dari film yang dihasilkan. Analisis dilakukan dengan rentang temperatur 300C hingga 4800C. Kecepatan pemanasan adalah 100C/min dan aliran gas argon sebesar 20 ml/min. Analisis kestabilan panas dilakukan dengan menggunakan metode thermogravimetri dari rentang suhu pemanasan yang diujikan. Selanjutnya grafik dibuat dengan memasukkan suhu (ºC) pada sumbu x dan berat sampel (g) pada sumbu y.

f) Analisis sifat antimikroba

Untuk pengujian sifat antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram terhadap bakteri gram negatif Escherichia coli dan bakteri gram positif Staphylococcus aureus. Sebanyak 100 µl sampel kultur bakteri

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dalam media nutrient broth (NB) dengan konsentrasi 105 CFU/ml diinokulasi ke dalam media plate count agar

(PCA). Sampel berukuran lingkaran dengan diameter 1 cm ditempatkan diatas permukaan agar dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC. Pengukuran area zona jernih dilakukan setelah 48 jam inkubasi.

g) Analisis warna

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-300. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sampel film diatas kertas putih. Pengukuran yang dilakukan akan menghasilkan nilai L,a, dan b.

Nilai L,a,b yang didapatkan selanjutnya diubah menjadi nilai ΔE dengan perbedaan nilai L,a,b yang dimiliki kertas putih. Nilai ΔE dihitung dengan

menggunakan rumus:

ΔE= ∆�+∆ +∆

h) Analisis Statistik

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

dengan menggunakan ANOVA pada taraf signifikansi (α) 5% (α = 0,05) dan

(33)

Blending dan Homogenisasi

Nanopartikel ZnO 0, 1, 2% (w/w)

Pelarutan dalam kloroform

Pengadukan konstan selama 1 jam

Sonikasi selama 1 jam dengan amplitudo 50A 5 g PLA

Pelarutan dalam kloroform

PEG 10, 20, 30% (w/w)

Pelarutan dalam kloroform

Pencetakkan dalam wadah Teflon dan didiamkan selama 24 jam

Pengeringan dengan oven vakum 60ºC selama 3 jam

Film PLA

(34)

20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi bahan baku

Analisis morfologi dan ukuran nanopartikel ZnO

Hasil Analisis Morfologi dan Ukuran Nanopartikel Zno dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Morfologi dan ukuran dari nanopartikel ZnO diamati dengan perbesaran 20.000x (Gambar 9).

Gambar 9. Hasil SEM nanopartikel ZnO pada perbesaran 20.000x Dari hasil pengamatan dengan perbesaran 20.000x dapat terlihat bahwa morfologi nanopartikel ZnO berbentuk spherical yang ditandai dengan tanda panah. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa ukuran nanopartikel ZnO tunggal berukuran kurang dari 100 nm, sedangkan agregat dari nanopartikel seng oksida berukuran lebih besar dari 200 nm.

Analisis aktivitas antimikroba

Aktivitas antimikroba dari nanopartikel ZnO pada konsentrasi yang berbeda diukur secara kualitatif dengan menggunakan metode difusi sumur. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3. Mikroba yang diujikan adalah bakteri gram negatif yaitu Escherichia coli dan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus. Zona bening yang terukur berbeda-beda untuk setiap konsentrasinya. Zona hambat dengan diameter terkecil pada konsentrasi terendah yaitu 0.2 ppm dan diameter terbesar pada konsentrasi tertinggi 1 ppm. Diameter zona bening pada cawan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi nanopartikel ZnO. Hal ini menunjukan bahwa nanopartikel ZnO yang diujikan memiliki aktivitas antimikroba dan berpotensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif maupun gram negatif.

Dari Tabel 3 dapat terlihat bahwa aktivitas nanopartikel ZnO pada bakteri

(35)

Tabel 3. Hasil analisis antimikroba dengan metode difusi sumur

Sifat mekanik pada kemasan memiliki peranan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis seperti tekanan fisik, adanya getaran, serta benturan selama proses penyimpanan dan distribusi. Kuat tarik dan persen elongasi pada film mengindikasikan bagaimana suatu film dapat dijadikan sebagai kemasan produk pangan. Nilai kuat tarik diukur dengan cara membagi gaya tarik maksimum untuk memutuskan film dengan luas area film, sedangkan persen elongasi merupakan hasil pembagian antara perpanjangan film saat putus dibagi dengan panjang awal film (Suyatma et al. 2005). Grafik pengujian nilai kuat tarik dan persen elongasi dari film dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai kuat tarik dan persen elongasi film Sampel Nilai kuat tarik

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%

(36)

22

menunjukkan perbedaan yang nyata pada film yang dihasilkan. Penambahan nanopartikel ZnO yang merupakan partikel solid seharusnya mampu meningkatkan kuat tarik dari film. Namun disisi lain, dengan penambahan pemlastis dapat menurunkan nilai kuat tarik karena sifat dari pemlastis yang mampu meningkatkan ruang gerak bebas dari polimer.

Persen elongasi merupakan perubahan panjang maksimum sebelum film akhirnya putus. Persen elongasi mempresentasikan kemampuan film untuk meregang secara maksimum. Untuk nilai persen elongasi film PLA murni adalah sebesar 1.8% dan film PLA dengan penambahan pemlastis PEG memiliki persen elongasi berkisar antara 4.7-6.8% sedangkan film dengan penambahan nanopartikel ZnO memiliki persen elongasi berkisar antara 2.4-3.6%. Dari hasil analisis statistik menujukkan bahwa penambahan pemlastis PEG dan nanopartikel ZnO memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen elongasi dari film yang dihasilkan pada taraf signifikansi sebesar 5%. Persen elongasi dari film PLA meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi pemlastis PEG yang ditambahkan. Menurut Krochta (2001) penambahan pemlastis mampu mengganggu ikatan hidrogen intermolekul dan intramolekul sehingga menyebabkan gerak molekul bebas dari polimer meningkat. Pemlastis akan menempatkan dirinya di antara molekul polimer sehingga mengganggu interaksi polimer-polimer dan meningkatkan fleksibilitas film. Sedangkan penambahan dari nanopartikel ZnO yang merupakan partikel solid mampu menurunkan fleksibilitas film yang menyebabkan penurunan dari persen elongasi film.

Kristalinitas

(37)

Gambar 10. Difraktogram sinar X film nanokomposit.

Hasil pola difraksi sinar X serupa juga dilaporkan oleh Ahmed et al. (2010). Dari Gambar 10 dapat terlihat peak pada 2θ= 15º yang merupakan peak

dari film PLA murni.Penggunaan pemlastis PEG dalam film menimbulkan peak

pada 2θ = 17º, 19º yang berkaitan dengan struktur kristalin yang dimiliki PEG.

Hasil difraktogram juga menunjukkan munculnya peak pada 2θ= 31.5º dan 36.3º yang merupakan struktur kristalin dari ZnO.

Film PLA murni memiliki persen kristalinitas sebesar 55.60% dan persen kristalinitas dari film dengan penambahan PEG memiliki persen kristalinitas antara 40.70%-42.90%. Sedangkan film dengan penambahan nanopartikel ZnO memiliki persen kristalinitas antara 40.90%-52.20%.Penambahan pemlastis PEG menghasilkan penurunan persen daerah kristalin dari film nanokomposit yang dihasilkan. Penambahan pemlastis akan memberikan peak yang semakin lebar

pada sudut 2θ=15º yang menunjukkan semakin meningkatnya daerah amorf pada film PLA. Hal ini disebabkan karena peran dari pemlastis yang mampu mengganggu ikatan hydrogen intermolekul dan intramolekul pada polimer sehingga meningkatkan ruang gerak bebas dari polimer. Sedangkan penambahan dari nanopartikel ZnO cenderung meningkatkan persen kristalin dari film karena sifat kristalin yang dimiliki dari nanopartikel ZnO.

Laju transmisi uap air

(38)

24

pada produk pangan dapat diperkirakan. Hasil pengujian laju transmisi uap air dari film dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai WVTR pada film dengan penambahan pemlastis PEG adalah sebesar 76-109 g H2O/m2/hari dan untuk film dengan penambahan nanopartikel ZnO adalah sebesar 107.5-165.5 g H2O/m2/hari. Dari hasil pengujiaan secara statistik diperoleh bahwa penambahan pemlastis PEG dan nanopartikel ZnO memberikan pengaruh nyata terhadap nilai WVTR pada taraf signifikansi sebesar 5%.

Tabel 5. Nilai laju transmisi uap air film Sampel Laju Transmisi Uap Air

(g H2O/m2.hari)

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%

Shankar et al. (2015) melaporkan bahwa komponen nanopartikel ZnO yang ditambahkan ke dalam polimer menyebabkan fase diskontinyu antara komponen ZnO dan matriks polimer sehingga membentuk porositas pada film dan menghasilkan nilai WVTR yang lebih tinggi. Namun pada film dengan penambahan nanopartikel ZnO sebesar 2% mampu menurunkan nilai WVTR. Hal ini disebabkan nanopartikel ZnO yang berjumlah lebih banyak jumlahnya dapat mengisi poros-poros yang terbentuk pada film seperti yang dapat dilihat dari hasil analisis dengan SEM. Nanopartikel ZnO yang mengisi daerah poros mampu berperan sebagai penghambat terhadap laju dari H2O yang melewati film.

Sifat morfologi

Analisis morfologi film dilakukan pada permukaan dengan menggunakan SEM. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 200x pada permukaan film dapat dilihat pada Gambar 11.

Pengamatan morfologi dari film kontrol PLA menunjukkan film kontrol memiliki permukaan yang halus yang ditunjukkan pada Gambar A. Sedangkan penambahan pemlastis PEG menghasilkan permukaan yang tidak halus dan terlihat seperti berlubang (Gambar B). Penampakan yang terlihat seperti lubang tersebut merupakan struktur polimer dari PLA yang mengalami plastisasi.

(39)

terlihat penyebaran dari nanopartikel ZnO pada permukaan film (Gambar C). Nanopartikel ZnO yang ditambahkan mampu menyebar dan mengisi daerah yang terplastisasi dari film seperti ditunjukkan pada tanda panah.

Gambar 11. Hasil SEM perbesara 200x A) Film kontrol, B) Film dengan penambahan PEG, C) Film dengan penambahan ZnO, B1) Daerah di dalam

lingkaran, C1) Daerah yang ditunjukkan pada tanda panah

Sifat termal

Stabilitas termal dari suatu molekul polimer ditentukan oleh interaksi molekular yang terjadi antar makromolekul dan juga sifat yang dimiliki oleh masing-masing komponen penyusunnya. Kestabilan panas ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan base line aliran panas Termal Gravimetri pada film. Perubahan aliran panas yang menyebabkan pengurangan berat menunjukkan terjadinya reaksi perurairan pada polimer film. Grafik termal gravimetri sampel ditunjukkan pada Gambar 12.

Dari analisis stabilitas panas yang dilakukan terhadap film diatas diperoleh hasil bahwa film PLA murni memiliki kestabilan panas hingga suhu 300ºC sedangkan untuk film dengan penambahan pemlastis PEG memiliki rentang kestabilan terhadap panas pada suhu 222-259ºC dan film dengan penambahan nanopartikel ZnO memiliki rentang kestabilan terhadap panas pada suhu 212-227ºC (ditunjukkan pada tanda panah). Hal ini menunjukkan bahwa kestabilan terhadap panas dari film menurun dengan adanya penambahan pemlastis PEG dan nanopartikel ZnO. Murariu et al. (2011) menyebutkan bahwa penambahan nanopartikel ZnO pada beberapa polimer dapat menyebabkan efek kestabilan maupun degradasi oleh panas. Pada polimer PLA penambahan nanopartikel ZnO dan pemlastis PEG cenderung memberikan efek terhadap degradasi polimer.

(40)

26

Gambar 12. Termogram kestabilan panas film

Film akan mengalami perubahan karakter jika berada pada suhu diatas dari suhu kestabilan panasnya. Salah satu perubahan karakter dilihat dari reaksi peruraian yang akan menyebabkan pengurangan berat dari film. Reaksi peruraian pada film PLA murni terjadi sebesar 96.0% dan film dengan penambahan pemlastis PEG menyebabkan terjadinya pengurangan berat sebesar 96.7-97.7% sedangkan untuk film dengan penambahan nanopartikel ZnO sebesar 97.0-113.3% dari berat semula. Film dengan penambahan nanopartikel ZnO mengalami pengurangan berat yang sangat besar. Abe et al. (2004) menyebutkan bahwa di dalam kondisi isothermal (pada suhu 220-225ºC) komponen Zink dapat mengkatalisis terjadinya reaksi depolimerisasi dari polimer PLA. Semakin besar penambahan konsentrasi nanopartikel ZnO pada film maka pengurangan berat yang terjadi juga akan semakin besar.

Sifat antimikroba

Nanopartikel ZnO yang diinkorporasikan ke dalam matriks film PLA memiliki kemampuan dalam aktivitas antimikroba. Analisis antimikroba dilakukan dengan menggunakan bakteri gram negatif yaitu Escherichia coli dan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus. Diameter area zona bening pada film dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat zona bening pada bakteri E.coli. Diameter zona bening pada film meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah nanopartikel ZnO yang ditambahkan. Dari hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara penambahan nanopartikel ZnO terhadap luas diameter zona bening yang dihasilkan dari film PLA. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara konsentrasi nanopartikel ZnO yang ditambahkan ke dalam matriks maka semakin besar luas area zona bening. Semakin tinggi konsentrasi nanopartikel ZnO yang ditambahkan maka akan semakin tinggi kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri E.coli.

(41)

Tabel 6. Diameter zona bening film

Sampel Diameter zona bening (mm)

% PEG % ZnO E.coli S.aureus

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%

Ada beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan bagaimana nanopartikel ZnO dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Nanopartikel ZnO memiliki beberapa mekanisme untuk membunuh mikroba, diantaranya adalah dengan merusak intregritas sel bakteri dan pembentukan ROS yang menyebabkan kematian sel (Espitia et al 2012). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Zhang et al. (2010) yang menjelaskan bahwa nanopartikel ZnO dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dengan dua mekanisme, yaitu interaksi secara kimia dan fisik. Interaksi kimia terjadi antara nanopartikel ZnO dengan komponen dari selubung sel (lipid bilayer, peptidoglikan, protein membran, lipopolisakarida) yaitu dengan interaksi kimia antara komponen selubung sel dengan ion Zn2+, interaksi kimia antara ion Zn2+ dengan komponen internal sel, interaksi kimia antara selubung sel dengan hidrogen peroksida yang berasal dari nanopartikel ZnO dan interaksi kimia antara hidrogen peroksida yang berasal dari nanopartikel ZnO dengan komponen internal sel. Sementara itu, interaksi fisik antara nanopartikel ZnO dan E.coli terjadi melalui blocking transport channel, abrasi permukaan sel, penetrasi ZnO ke dalam sel dan efek elektrostatik antara ZnO dan selubung sel E.coli.

Analisis warna

Pengukuran intensitas warna filmdilakukan dengan Chromameter Minolta CR-300. Alat ini menggunakan sistem CIE L, a, b. Sistem CIE ini dapat

dikonversi menjadi ΔE yang merupakan nilai dari total perbedaan warna. Nilai ΔE ini berkaitan dengan nilai kejernihan dari suatu film. Semakin besar nilai ΔE yang

dimiliki oleh suatu film, maka menunjukkan film tersebut semakin keruh atau

(42)

28

Tabel 7. Nilai ΔE film Sampel

ΔE

% PEG % ZnO

0 0 3.48±0.17a

10 0 4.68±0.12b

10 1 5.82±0.15c

10 2 6.41±0.19d

20 0 5.86±0.7c

20 1 6.25±0.1d

20 2 7.90±0.03e

30 0 7.19±0.07f

30 1 8.15±0.08f

30 2 8.70±0.09g

Keterangan: Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5%

(43)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Film nanokomposit berbahan dasar Poli Asam Laktat (PLA) telah berhasil dibuat dengan metode solvent casting solution dengan menambahkan polietilen glikol (PEG) dan nanopartikel ZnO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pemlastis PEG mampu meningkatkan sifat fungsional dari film PLA dengan meningkatkan persen elongasi, menurunkan laju transmisi uap air namun memberikan efek terhadap menurunnya stabilitas panas dari film PLA. Penambahan nanopartikel ZnO mampu meningkatkan sifat fungsional dari film PLA dengan meningkatkan nilai kuat tarik, meningkatkan kristalinitas,

menurunkan laju transmisi uap air dan nilai ΔE namun memberikan efek

menurunkan stabilitas panas dari film PLA. Selain itu penambahan nanopartikel ZnO memberikan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli yang membuat film nanokomposit ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan kemasan antimikroba.

Saran

(44)

30

DAFTAR PUSTAKA

Abe H, Takahashi N, Kim K, Mochizuki M, Doi Y. 2004. Thermal degradation processes of end-capped poly(L-lactide)s in the presecence and absence of residual zinc catalyst. Biomacromoleculs. 5: 1606-1614.

Agrawal M, Gupta S, Zafeiropoulos NE, Oertel U, Hssler R, Stamm M. 2010. Nano-level mixing of ZnO into Poly(methyl methacrylate)

.

Macromolecular Chemistry and Physics. 211: 1925-1932

Ahmed J, Varshney SK, Auras R, Hwang SW. 2010. Thermal and Rheological Properties of L-Polylactide/Polyethilene glycol/Silicate Nanocomposites Films. Journal of Food Science. 75(8): 97-108

Arabi F, Imandar M, Negahdary M, Imandar M, Noughabi MT, Akbari-dastjerdi H, Fazilati M. 2012. Investigation anti-bacterial effect of zinc oxide nanoparticles upon life of Listeria monocytogenes. Annals of Biological Research. 3(7):3679-3685.

Arora A, Padua GW. 2010. Review: Nanocomposites in food packaging. Journal of Food Science. 75: 43–48

Athanasiou KA, Niederauer GG, Agrawal CM. 1996. Sterilization, toxicity, biocompatibility and clinical applications of polylactid acid/polyglycolic acid copolymers. Biomaterials. 17:93-102

Auras RA, Singh SP, Singh JJ. 2005. Evaluation of oriented poly(lactide) polymers vs existing PET and oriented PS for fresh food service containers. Packaging Technology & Science. 18: 207-216.

Avérous L. 2008. Polylactic Acid: Synthesis, Properties and Applications.

Monomers, Polymers and Composites from Renewable Resources

1st Editon, Chapter 21. Amsterdam: Elsevier Ltd.

Azam A, Ahmed AS, Oves M, Khan MS, Habib SS, Memic A. 2012. Antimicrobial activity of metal oxide nanoparticles against Gram-positive and Gram-negative bacteria: a comparative study. International Journal of Nanomedicine. 7:6003-6009

Baiardo M, Frisoni G, Scandola M, Rimelen M, Lips D, Ruffieux. 2003. Thermal and mechanical properties of plasticized poly (L-lactide acid). Journal of Applied Polymer. 90: 1731-1738.

Botelho, Nadia, Felipe A. 2004. Polylactic Acid Production from Sugar Molasses,

International Patent WO 2004/057008 A1.

Chen B, Evans JRG, Greenwell HC, Boulet P, Coveney PV, Bowden AA, Whiting A. 2008. A critical appraisal of polymer–clay nanocomposites.

Chemical Society Review. 37: 568-94.

Chrissafis K. 2010. Detail kinetic analysis of the thermal decomposition of PLA with oxidized multi-walled carbon nanotubes. Thermochimica Acta.

511:163-7.

Dorgan JR, Lehermeier H, Mang M. 2010. Thermal and rheological properties of commercial-grade poly(lactic acid)s. Journal of Polymer Environment.

8:1–9.

Du M, Guo B, Jia D. 2006. Thermal stability and flame retardant effects of halloysite nanotubes on poly(propylene). Journal of European Polymer.

(45)

Duquesne E, Moins S, Alexandre M, Dubois P. 2007. How can nanohybrids enhance polyester/sepiolite nanocomposite properties. Macromolecular Chemistry and Physic. 208:2542-50.

El kader FHA, Hakeem NA, Elashmawi IS, Ismail AM. 2013. Structural, Optical and Thermal Characterization of ZnO Nanoparticles Doped in PEO/PVA Blend Films. Australian Journal of Basic & Applied Science. 7(10):608-619

Emamifar A, Kadivar M, Shahedi M, Soleimanian-Zad S. 2011. Effect of nanocomposite packaging containing Ag and ZnO on inactivation of

Lactobacillus plantarum in orange juice. Food Control. 22:408-413

Espitia P.J.P, Soares NFF, Coimbra JSR, Andrade NJ, Cruz RS, Medeiros EAA. 2012. Zinc oxide nanoparticles: synthesis, antimicrobial activity and food packaging applications. Journal Food and Bioprocess Technology 5(5): 1447-1464.

Fina A, Monticelli O, Camino G. 2010. POSS-based hybrids by melt/reactive blending. Journal of Material Chemistry. 20:9297-305.

Fortunati E, Armentano I, Zhou Q, Iannoni A, Saino E, Visai L, Berglund LA, Kenny JM. 2012. Multifunctional bionanocomposite films of poly(lactic acid), cellulose nanocrystals and silver nanoparticles. Carbohydrate Polymers. 87:1596-605.

Frone AN, Berlioz S, Chailan JF, Panaitescu DM, Donescu D. 2011. Cellulose Fiber- Reinforced Polylactic Acid. Polymer Composite. 32:976-85.

Fukushima K, Tabuani D, Camino G. 2009. Nanocomposites of PLA and PCL based on montmorillonite and sepiolite. Material Science and Engineering C. 29:1433-41.

Galeski A, Piorkowska E, Kulinski Z, Masirek R. 2006. Plasticization of semicrystalline poly(L-lactide) with poly(propylene glycol). Polymer. 47: 7178-7188

Gatenholm P, Klemm D. 2010. Bacterial nanocellulose as a renewable material for biomedical applications. MRS Bulletin. 35:208-13.

Gaur MS, Singh PK, Chauhan RS. 2010. Optical and thermo electrical oroperties of ZnO nanoparticles filled polystyrene. Journal Applied Polymer Science.

118: 2833-2840.

Gennadios A. 2002. Protein Based Films and Coating. Florida : CRC Press. Han J. 2005. Innovations in Food Packaging. London : Elsevier Science &

Technology Books.

Harada M, Ohya T, Iida K, Hayashi H, Hirano K, Fukuda H. 2007. Increased impact strength of biodegradable poly(lactic acid)/poly(butylenes succinate) blend composites by using isocyanate as a reactive processing agent. Journal Applied Polymer Science. 106:1813–20.

He L, Liu Y, Mustapha A, Lin M. 2011. Antifungal activity of zinc oxide nanoparticles against Botrytis cinerea and Penicillium expansum.

Microbiology Research.166:207-215

Herron N, Thorn DL. 1998. Nanoparticles: Uses and relationships to molecular cluster compounds. Advance Materials. 10:1173-84.

Gambar

Tabel 1. Kelebihan PLA jika digunakan sebagai bahan pengemas
Tabel 2. Penelitian Pembuatan PLA
Gambar 2. Mekanisme kerja pemlastis (Trotignon et al, 1996)
Gambar 3. Kelompok biodegradable polimer (Averous 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

RESULTS: When the statistical findings of pre and post questionnaire improvement in asthenopia and computer vision syndrome questionnaires were compared between the case and control

Tujuan pembuatan web ini menyediakan aplikasi penjualan kaos, jacket, action figure, anime stuff, komik dll betemakan anime/kartun yang terhubung langsung ke

khususnya mahasiswa menjelang lengsernya Presiden Soeharto ada enam hal. 1) Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Penghapusan

Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19

Dari penelitian lain didapatkan hasil aspect rasio material pengisi berhubungan dengan konduktivitas listriknya, dimana resistivitas komposit dengan partikel besar lebih

Dalam pelaksanaan pembelajaran model students teams achievment division berbantuan media audiovisual deskriptor yang ditampakkan dalam ketrerampilan bertanya adalah

The technique for analyzing data is data reduction, data display, and conclusion and verification.The results of this study are: (1) the strategies for improving vocabulary applied

 Secara proporsional luasan kawasan yang memiliki kelerengan > 45 % cukup luas dalam wilayah KPH Kendal. -

Seleksi Umum ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan (Memiliki Ijin Usaha Jasa Konsultansi melakukan Kegiatan Usaha Jasa Perencanaan