BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang akan dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Beberapa tujuam dari penggunaan kemasan adalah mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan produk hasil produksi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton (Mimi, 2002).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk produk yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik (Sinaga, 2011).
Sampah plastik bekas kemasan yang dihasilkan oleh masyarakat menimbulkan masalah terhadap lingkungan tidak dapatnya mikroorganisme yang terdapat dilingkungan untuk merombak dan menguraikan plastik. Informasi mengenai kemampuan lingkungan dalam menerima, merombak, dan menguraikan plastik sangat dibutuhkan saat ini.
Dewasa ini, pengunaan material komposit mulai banyak dikembangkan dalam dunia industri manufaktur. Material komposit yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan teknologi saat ini. Salah satu material komposit yang diharapkan di dunia industri yaitu material komposit dengan material pengisi (filler) baik yang berupa serat alami maupun serat buatan. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matrik. Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik yang banyak digunakan karena kekuatan dan sifat spesifik yang jauh di atas bahan teknik pada umumnya, sehingga sifatnya dapat didesain mendekati kebutuhan (Jones, 1975).
Telah dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan suatu material komposit yang bersifat biodegradabel seperti yang dilakukan oleh (Clemons, 2003) yang membuat suatu material komposit dengan menggabungkan material plastik polipropilena dengan selulosa yang dicampurkan kemudian diproduksi dengan dua cara yaitu dicetak tekan dan dengan sistem penyuntikan bahan matriks polipropilena (PP) untuk menghasilkan suatu komposit biodegradabel. Selulosa dipilih sebagai bahan pengisi karena kestabilannya terhadap panas yang baik dan tingkat kemurniannya yang tinggi. Pada hasil cetak tekan dan metode penyuntikan didapatkan penurunan sifat elastisitas dengan kenaikan persentasi selulosa. Pada hasil metode penyuntikan matriks, didapatkan hasil yang lebih baik pada uji permukaan yang dilakukan, karena susunan selulosa lebih teratur dibanding pada metode cetak tekan.
Fungsionalilsasi dari polipropilena dengan melakukan suatu reaksi grafting dengan suatu monomer tak jenuh seperti contohnya maleat anhidrida (MA), asam akrilat dan berbagai turunannya, dengan menambahan peroksida sebagai suatu bahan inisiator telah menjadi penelitian yang berkembang saat ini (Shi, 2001). Perubahan sifat fungsional dari polipropilena (baik yang berstruktur ataktik maupun isotaktik) akan menghasilkan hasil yang efektif untuk meningkatkan sifat kepolaran dari polipropilena (Zhang, 2005).
Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian yang mengandung unsur lignoselulosa sehingga berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan komposit biodegradabel. Selama ini pemanfaatan tebu masih terbatas pada industri pengolahan gula dengan hanya mengambil airnya, sedangkan ampasnya sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri atau mungkin dibuang sehingga menjadi limbah (Krisna, 2009).
Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu. Bahan
tersebut utamanya terdapat pada tanaman keras, namun demikian pada dasarnya selulosa
terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim, tanaman perdu dan tanaman
rambat bahkan tumbuhan paling sederhana sekalipun. Seperti: jamur, ganggang dan lumut
(Tarmansyah, 2007).
Pemisahan α-selulosa dari serat tongkol jagung telah dilakukan oleh Okhamafe dengan mengambil serat halus dan kering dari tongkol jagung yang kemudian direndam
dalam HNO3 3,5% yang mengandung sejumlah NaNO3 pada suhu 90 0
C selama 2 jam.
Campuran tersebut kemudian direndam dan dipanaskan dengan 2% NaOH dan 2% Natrium
Sulfit pada suhu 50oC selama 1 jam, kemudian diputihkan dengan Natrium hipoklorit (Ohwoavworhua, 2005).
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan membuat komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai
agen pengikat silang. Hasil komposit yang diperoleh dianalisa gugus fungsi dengan uji
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), analisa sifat morfologi dengan uji Spectra
(DTA), analisa sifat mekanis dengan uji tarik, analisa ketahanan terhadap air dengan uji daya
serap air dan analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradabel.
1.2 Permasalahan
Bagaimanakah karakteristik dari komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang sebagai bahan pembuat produk kantong belanja plastik yang mampu terurai dialam?
1.3 Pembatasan Masalah
1. Polipropilena yang digunakan adalah polipropilena komersial yang dijual dipasaran.
2. α-Selulosa dari ampas tebu Bz 132 dipisahkan dengan metode Okhamafe.
3. Pembuatan komposit biodegradabel dilakukan dengan metode kempa tekan (hot press).
4. Jenis tebu (Saccharum Officinarum) yang digunakan adalah tebu Bz 132 yang biasa digunakan untuk pembuatan gula.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik dari komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang sebagai bahan pembuat produk kantong belanja plastik yang mampu terurai di dalam.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai analisa sifat komposit biodegradabel dari α-selulosa ampas tebu Bz 132 (Saccharum Officinarum) dan polipropilena tergrafting maleat anhidrida dan divinil benzena sebagai agen pengikat silang yang diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam membuat kemasan plastik yang ramah lingkungan dan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah ampas tebu.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Dasar Universitas Sumatera Utara, Uji tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, uji SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter PPGL Bandung, uji DTA dilakukan di Perguruan Teknologi Kimia Industri (PTKI), Uji FTIR dilakukan di Laboratorium Bea Cukai Belawan.
1.7 Metodologi Penelitian
FTIR, analisa morfologinya dengan uji permukaan (SEM), analisa ketahanannya terhadap air dengan uji serapan air dan analisa kemampuannya terurai dialam dengan uji biodegradabel.
Variabel – Variabel dalam penelitian ini Variabel terikat (pada tahapan ketiga): 1. Analisa gugus fungsi dengan uji FTIR 2. Analisa sifat mekanis dengan uji tarik
3. Analisa Morfologi dengan uji permukaan (SEM)
4. Analisa ketahanannya terhadap air dengan uji serapan air 5. Analisa sifat thermalnya dengan uji DTA
6. Analisa kemampuannya terurai di alam dengan uji biodegradable
Variabel tetap (pada tahapan pertama):
1. Perbandingan PP dan BPO sebelum degradasi adalah 90:10 2. Perbandingan PPd:MA:BPO adalah 92:6:2
Pada tahapan ketiga Massa polipropilena dan α-selulosa adalah 95:5 Variabel bebas (pada tahapan ketiga):
Perbandingan yang digunakan (berat/berat) 1. PP : α-selulosa ( 95 : 5 )
2. PP : α-selulosa : PP-g-MA ( 95 : 5 : 1)
3. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO ( 95 : 5 : 1 : 1)
4. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO : DVB ( 95 : 5 : 1 : 1 : 1 ) 5. PP : α-selulosa : PP-g-MA : BPO : DVB ( 95 : 5 : 0,5 : 0,5 : 1 ) 6. PP : α-selulosa : BPO : DVB ( 95 : 5 : 1 : 1 )