• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Wisata dan Peluangnya Memotong Mata Rantai Kemiskinan

Dewi Cahyani Puspitasar

A. Desa Wisata dan Peluangnya Memotong Mata Rantai Kemiskinan

Kondisi kemiskinan yang ada di wilayah Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk,Kabupaten Gunungkidulterjadikarena adanya keterbatasan sumber daya alam dan infrastruktur sehingga menyebabkan desa ini termasuk ke dalam wilayah terisolir.Selain itu dari sisi ketersediaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan ekonomi warga juga terbatas karena terdiri dari bukit karst kapur dan tanah litosol yang tidak optimal untuk lahan pertanian. Pada saat musim kemarau, ketersediaan air sangat terbatas, wargasetempat hanya bisa memanfaatkan pengairan dari mata air yang mengalir dilereng gunung purba, itupun dengan kapasitas debit air yang tidak begitu besar yang mengakibatkan produksi pertanian yang dihasilkan mayoritas petani Desa Nglanggeran tidak optimal. Berdasarkan hasil survei penduduk miskin (Ekora,2009) menunjukkan pertanian menjadi pekerjaan utama sebesar 71%, dan buruh tani 7%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun usaha pertanian tidak memberikan pengaruh besar kepada pendapatan keluarga, namun usaha di bidang ini tetap dilakukan karena memang tidak ada pilihan yang lain.

Kondisi yang terjadi di Desa Nglanggeran menjadi fenomena umum pertaniandi Indonesiadimana produksi sepenuhnya hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsisten). Survei Ekora (2009) menunjukkan bahwa kaitannya dengan kinerja ekonomi penduduk Nglangeran adalah produk yang dihasilkan berupa bahan mentah yang langsung dijual ke pasar. Dengan menjual produk mentah ke pasar maka nilai tambah atau keuntungan ekonomi yang dihasilkan petani dalam memproduksi barang menjadi relatif kecil. Dilain pihak, masyarakat pada umumnya membeli produk baik berupa makanan maupun barang olahan lain yang diproduksi di tempat lain, yang sebenarnya dapat diproduksi sendiri oleh keluarga atau oleh salah satu warga desa yang mau dan jeli melihat peluang pasar di wilayahnya. Kondisi ini senada dengan kajian dari Mafruhah (2009) menunjukkan adanyaketidakmenarikan sektor pertanian(vicious cycle) dari pertanian yaitu hasil pertanian tidak memadai bagi petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama untuk pengembangan pendidikan dan keterampilan. Hal ini mengakibatkan sektor pertanian dipandang tidak menarik dengan sektor lain. Namun karena kurang pendidikan dan adanya kesenjangan dalam pemahaman teknologi yang

disebabkan oleh kultur yang masih tradisional maka para petani dan generasinya sulit memperoleh kesempatan untuk memasuki sektor lain.

Kondisi penghidupan masyarakat Nglanggeran mulai ada indikasi kegiatan pertanian yang ditinggalkan sekitar tahun 1998. Masyarakat mulai melihat potensi sektor pariwisata sebagai salahsatu strategipembangunan desa. Dari dokumentasi sejarah pengelolaan Nglanggeran (2016), masyarakat Desa Nglaggeran memasuki tahun 1999 mulai mengembangkan ekowisata Gunung Api Purba. Pada awalnya pengembanganKawasan Ekowisata Gunung Api Purba ini dilakukan oleh Kelompok Pemuda Karang Taruna desa Nglanggeran sejak tahun 1999, dengan adanya kesadaran peduli lingkungan bersama masyarakat menanam pohon-pohon di area gunung yang merupakan gunung yang gundul/gersang diantara bongkahan-bongkahan batu pencakar langit. Dengan berbagai kegiatan aktif dilakukan oleh kelompok pemuda dan masyarakat selanjutnya pemerintah Desa Nglanggeran mempercayakan pengelolaan lahan seluas 48 Ha untuk dikelola pemuda (Karang Taruna Bukit Putra Mandiri) yang tertuang dalam SK Kepala Desa Nglanggeran No.05/KPTS/1999 tertanggal Desa 12 Mei 1999. Keberadaan lahan seluas 48 Ha mulai dilakukan penghijauan oleh warga masyarakat dan juga pemuda karang taruna. Setelah kondisi lingkungan mulai hijau, semakin nyaman dan memiliki daya tarik wisata, mendapatkan dukungan dari Dinas Budpar Gunungkidul melalui promosi (FAM Tour) ditahun 2007. Seiring dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemuda Nglanggeran yang melakukan studi dan juga mengenal teknologi, promosi menggunakan media teknologi informasi sangat mendukung dalam pengenalan Gunung Api Purba menjadi kawasan wisata.

Dari gambaran di atas menunjukkan adanya upaya pengembangan potensi lokal desa yang dilakukan oleh komponen masyarakat Desa Nglanggeran. Sektor pariwisata dianggap mampu menjadi bagian dari strategi penganggulangan kemiskinan yang di desain berdasarkan realitas kehidupan masyarakat yang impelementasinya sinergis dengan unsur stakeholders termasuk pemerintah,swasta dan masyarakat. Hal ini secara konsep dijelaskan oleh Argyo Demartoto (Argyo Demartoto,dkk,2009) adanya implementasi konsep pembangunan pariwisata berbasis masyarakat diarahkan pada upaya memberikan manfaat sosial ekonomi pada kelompok masyarakat miskin sehingga dapat menjadi bentuk pengurangan kemiskinan serta penghapusan kemiskinan yang kemudian dikenal dengan Pro-Poor Tourism (PPT). Dalam konsep ini Pro-Poor Tourism bukan suatu produk wisata namun merupakan suatu pendekatan dalam upaya pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Pendekatan ini berupaya menciptakan dan meningkatkan hubungan baik antara pengusaha jasa pariwisata dengan kelompok masyarakat miskin sehingga dapat membantu upaya pengentasan dan penanggulangan kemiskinan.

Strategi pengembangan pariwisata untuk kelompok masyarakat miskin secara khusus berhubungan dengan dampaknya kepada ‘the poor’ meskipun kelompok masyarakat lainnya juga dapat menikmati dampak positifnya. Pro-Poor Tourism tidak terbatas pada industri atau usaha jasa yang dimiliki masyarakat setempat melainkan dapat melibatkan berbagai pelaku usaha dari wilayah lain yang dapat membangkitkan iklim usaha bagi daerah setempat serta memberikan keuntungan dan manfaat dalam berbagai dimensi masyarakat setempat (Argyo Demartoto,dkk,2009). Pendapat tersebut dalam konteks Nglanggeran menjadi menarik karena adanya unsur inovator muda yang menggulirkan gagasan kewirausahaan sosial berbasis komunitas oleh Sugeng Handoko. Melalui gagasan tersebut dapat memberikan peluang bagi masyarakat Desa Nglanggeran dalam membuka akses dan ruang partisipasi pemuda dan masyarakat dalam pembangunan desa khususnya pengelolaan desa wisata. Dengan menciptakan konsep pasar bagikegiatan kepariwisataan di Desa Nglanggeran, lambat laun tingkat kesejahteraanpenduduk di sektor ekonomi telah mengalami kenaikan. Penduduk Nglanggeranyang dahulu hanya bisa bekerja di sektor pertanian setelah adanya inisiatif pemuda dapat bekerja sebagai penyedia jasa layanan wisata.

Dari sumber dokumentasi sejarah pengelolaan (2016) terjadi dinamika dalam pengelolaan wisata. Sebelum 2007 terjadi kevakuman pengelolaan saat setelah terjadi gempa 26 Mei 2006 hingga ditahun 2007, dan karang taruna mulai lagi muncul kepermukaan untuk melakukan pengelolaan kawasan wisata dengan pendampingan dari dinas Budpar Gunungkidul sejak tahun 2007. Dibuatlah sebuah lembaga BPDW (Badan Pengelola Desa Wisata) yang melibatkan dari seluruh komponen masyarakat dari Ibu PKK, Kelompok Tani, Pemerintah Desa dan juga pemuda karang taruna. Setelah terbentuk BPDW disepakati dan ditetapkan untuk pengelola teknis lapangan adalah pemuda-pemudi karang taruna selaku pengelola Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba. Dengan mendapatkan beberapa pelatihan dari Dinas Budpar Gunungkidul dan Dinas Pariwisata DIY serta adanya beberapa SDM dari pengurus yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi maka perkembangan wisata di Desa Nglanggeran bisa dikatakan memiliki perkembangan positif yang signifikan.

Pembahasan di atas menunjukkan adanya relasi produktif tersebut terutama dilihat pada proses pembentukan lembaga pengelolaan wisata, aktualisasi kewirausahaan sosial, pemanfaatan wisata melalui perintisan usaha kolektif yang dapat dilakukan sinergis oleh pemuda, masyarakat dan stakeholders setempat. Relasi produktif sering diasosiasikan dengan modal sosial. Respon insiator terhadap krisis sosial ekonomi berupa kemiskinan mampu mendorongpelibatan masyarakat secara kolektif dalam mekanisme kewirausahaan sosial dan didukung dengan modal sosial memiliki peluang strategis yang mengarah pada tujuan untuk memberikan manfaat sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Nglanggeran.