• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Kewenangan Lokal Berskala Desa Kewenangan lokal berskala Desa,

10. Staf Teknis Pengairan dan Staf Teknis Ketentraman dan Ketertiban

3.3. Desain Kewenangan Lokal Berskala Desa Kewenangan lokal berskala Desa,

sebagaimana Pasal 33 huruf [b] UU Desa, adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa. Kewenangan tersebut digamblangkan lagi dalam Pasal 34 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2014, yang diantaranya adalah: pengelolaan pasar Desa, pengelolaan jaringan irigasi, atau pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu. Artinya, kewenangan lokal berskala desa, sebagaimana penjelasan Pasal 5 Permendesa PDTT No. 1 Tahun 2015, mempunyai kriteria sbb:

1. Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. 2. Kewenangan yang mempunyai lingkup

pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa.

Kewenangan Desa

73 3. Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan

dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa. 4. Kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas

dasar prakarsa Desa.

5. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa.

6. Kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Kewenangan lokal berskala desa meliputi beberapa bidang, yaitu: bidang pemerintahan Desa, bidang pembangunan Desa, bidang kemasyarakatan Desa, dan bidang pemberdayaan masyarakat Desa. Kewenangan lokal berskala desa haruslah kewenangan yang muncul dari prakarsa masyarakat sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kondisi lokal desa. Hal itu supaya kewenangan tersebut sejalan dengan kepentingan masyarakat sehingga akan bisa diterima dan dijalankan. Hanya saja, kewenangan yang terkait

74

dengan kepentingan masyarakat secara langsung ini mempunyai cakupan yang relatif kecil dalam lingkup desa. Apalagi kewenagan yang berkaitan sangat dekat dengan kebutuhan hidup sehari-hari warga desa kurang mempunyai dampak keluar (eksternalitas) dan kebijakan makro yang luas.

Jenis kewenangan lokal berskala desa ini merupakan turunan dari konsep subsidiaritas, sehingga masalah atau urusan berskala lokal yang sangat dekat dengan masyarakat sebaik mungkin diputuskan dan diselesaikan oleh organisasi lokal (dalam hal ini adalah desa), tanpa harus ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi. Menurut konsep subsidiaritas, urusan yang terkait dengan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa desa dan masyarakat setempat, disebut sebagai kewenangan lokal berskala desa.

Pelaksanaan kewenangan lokal tersebut berkonsekuensi terhadap masuknya program-program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 UU Desa menegaskan, bahwa pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] UU

Kewenangan Desa

75 Desa) diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5):

“Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”.

Rangkaian pasal itu menegaskan bahwa kewenangan lokal bukanlah kewenangan pemerintah supra-desa (termasuk kementerian sektoral) melainkan menjadi kewenangan desa. karena selama ini hampir setiap kementerian sektoral memiliki proyek masuk desa yang membawa perencanaan, birokrasi, pendekatan, bantuan dan membangun kelembagaan lokal di ranah desa. Ada desa mandiri energi (ESDM), pengembangan usaha agribisnis perdesaan (pertanian), desa siaga (kesehatan) dan yang lainnya. Dengan UU Desa ini, semua program tersebut adalah kewenangan lokal berskala desa

76

yang dimandatkan oleh UU Desa untuk diatur dan diurus oleh desa.

Tabel 3.1.

Desain Kewenangan Lokal Berskala Desa Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa Eksisting Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa

1. Kependudukan dan catatan sipil: pencatatan, penyedian data, dan pembuatan surat pengantar kependudukan dan catatan sipil

2. Ketenagakerjaan: menghimpun dan mencatat data tentang jumlah penduduk sesuai dengan jenis pekerjaan yang dimiliki, memfasilitasi modal bagi warga yang berani menciptakan wirausaha baru, mengikutsertakan pemuda desa untuk ikut pelatihan-pelatihan produksi dan manajemen usaha.

Kewenangan Desa

77 Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa

Eksisting

pengelolaan arsip, utamanya dokumen-dokumen penting yang berkenaan dengan proses pengambilan keputusan di desa, dokumen perencanaan pembangunan, dokumen pelaksananaan pembangunan, dokumen kepemilikan bondo

desa, bengkok, dan lain sebaginya.

4. Pertanahan dan Penataan ruang: pencatatan terhadap penggunaan lahan dan pembuatan peraturan desa tentang pemanfaatan ruang. Pelaksanaan

Pembangunan Desa

5. Perencanaan pembangunan: Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), penyusunan Rancangan RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa), penyusunan RKPDes, penyusunan Rancangan RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), penyusunan RPJMDes, penyusunan LKPD (Laporan Kinerja Pemerintah Desa), dan penyusunan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban)

78

Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa Eksisting yang berkaitan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM) mulai tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK/RA, Sekolah Dasar (SD)/MI, SMP/MTs, SMA/SMK.

7. Kesehatan: pencatatan Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi, Angka Kematian ibu, Angka Kematian Balita, Presentase balita gizi buruk, Rasio posyandu per satuan balita, rasio puskesmas, poliklinik, cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, cakupan balita gizi buruk, cakupan penemuan dan penangan penyakit (TBC, DBD), cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien (Jamkesmas, Jamkesda). Mengirim kader utk pelatihan bidan, peningkatan sarana prasarana di Poliklinik Kesehatan Desa (PKD), peningkatan manajemen melalui pembentukan Forum Kesehatan Desa (FKD) , menyiapkan ambulan desa siaga, donor darah siaga (data golongan darah warga yang

Kewenangan Desa

79 Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa

Eksisting

siap mendonorkan darahnya kapan saja), informasi (KB, kesehatan balita, kesehatan ibu hamil, kesehatan lansia), program jambanisasi, cakupan air bersih.

8. Pekerjaan umum: pencatatan terhadap jumlah, panjang, kondisi: jalan, jembatan, saluran dan jaringan irigasi, serta bangunan bendung, penyediaan air bersih berskala desa

9. Perumahan: rehab rumah keluarga miskin dan perbaikan lingkungan.

10. Pertanian dan ketahanan pangan,

11. Lingkungan hidup: pembuatan sumur resapan, penanaman pohon tegakan, penghijauan di sekitar hunian, gerakan bersih sungai, dan pengelolaan sampah.

Pembinaan

kemasyarakatan Desa,

12. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri: penyediaan sarana prasarana keamanan dan ketertiban berupa pos kampling, ketersediaanp Petugas Linmas desa, melakukan pendekatan secara

80

Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa Eksisting khusus dimana terdapat kerawanan sosial.

13. Komunikasi dan informatika, 14. Kepemudaan dan olah raga:

mengikutsertakan para pemuda di Karang Taruna dalam berbagai kegiatan desa, seperti proses pengambilan keputusan, berkesenian, pariwisata, dan olah raga.

15. Kebudayaan dan pariwisata: pelestarian dan pengembangan budaya dan seni lokal

Pemberdayaan masyarakat Desa

16. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak: PKK dan Dasa Wisma.

17. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera: pencatatan peserta KB aktif.

18. Sosial: pengumpul dan penyalur zakat infaq dan shodaqoh (UPZIS) bedah rumah bagi warga miskin, dan santunan untuk orang lanjut usia yang tidak memiliki keluarga. pencatatan dan penghimpunan data kuantitatif maupun kualitatif Permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Kewenangan Desa

81 Bidang Kewenangan Kewenangan Lokal Berskala Desa

Eksisting (PMKS) tingkat desa

19. Koperasi dan usaha kecil menengah: pencatatan potensi UKM desa, menfasilitasi para pemilik UKM untuk meningkatkan ketrampilan produksi dan manajemen, memberi akses pada UKM untuk pemasaran, mengundang dan menghadirkan pembeli ke UKM, melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan mutu dan pemasaran produk.

20. Penanaman modal: manarik investor untuk mengembangkan potensi desa

Desain tersebut bisa berjalan sepanjang pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten) taat asas pada asas-asas: rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi; kesetaraan, pemberdayaan; dan keberlanjutan. Dengan asas rekognisi berarti apapun hasil identifikasi

82

kewenangan desa, baik dari hak asal usul maupun kewenangan lokal berskala desa, harus diakui oleh negara.

Dengan hasil ini, maka keberatan terhadap keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2014 jo. PP No. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 43 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 34, menjadi sangat beralasan. Pasal 34 berbunyi:

(1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan

e. pengembangan peran masyarakat Desa. (2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 huruf b paling sedikit terdiri atas kewenangan:

a. pengelolaan tambatan perahu; b. pengelolaan pasar Desa;

c. pengelolaan tempat pemandian umum; d. pengelolaan jaringan irigasi;

Kewenangan Desa

83 e. pengelolaan lingkungan permukiman

masyarakat Desa;

f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;

g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;

h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;

i. pengelolaan embung Desa;

j. pengelolaan air minum berskala Desa.

Kata “paling sedikit” berarti bahwa ada “batasan yang kuat” terhadap apapun hasil identifikasi kewenangan desa yang berdasarkan asal usul maupun kewenangan lokal berskala desa, karena hasil harus memenuhi standar minimal yang sudah ditentukan negara. Sebagai misal, hasil identifikasi kewenangan desa yang berdasarkan hak asal usul desa, yang dilakukan pada tiga desa peneltian, tidak menunjukkan adanya pembinaan hukum adat. Meskipun Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas memiliki Komunitas Bonokeling yang selalu mendasarkan diri pada aturan adat dalam kehidupan sosialnya, namun sistem secara umum

84

tetap menempatkan hukum negara di atas peraturan manapun. Dengan demikian tidak ada yang disebut dengan hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan, sosial, budaya, apalagi politik di masyarakat Desa Pekuncen.

Hal yang sama terjadi pada kewenangan lokal berskala desa. Ketiga desa tidak memiliki tambatan perahu, karena posisinya di pedalaman yang tidak memiliki sungai besar ataupun di pesisir yang dekat dengan laut. Sanggar seni ? Itu menjadi hal mahal, atau bahkan belum terpikirkan manakala masyarakat masih bergulat dengan kebutuhan primernya. Demikian pula perspustakaan desa, embung desa, dan pengelolaan air minum. Hanya Desa Lerep yang sudah mampu mengelola air minum yang terbatas pada masyarakat yang jauh dari pelayanan air minum yang disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Semarang.

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

85 BAB IV

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA 4.1. Posisi dan Peran Kepala Desa

Pengaturan tentang posisi dan peran kepala desa ada di UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, yang disusun sangat rinci. Menyangkut tugas, wewenang, hak, dan kewajiban kepala desa ada dalam pasal 26. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Wewenang kepala desa adalah memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; menetapkan Peraturan Desa; menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; membina kehidupan masyarakat Desa; membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; membina dan meningkatkan perekonomian

86

Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; mengembangkan sumber pendapatan Desa; mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; memanfaatkan teknologi tepat guna; mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

87 memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat desa. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berkewajiban memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; mengelola keuangan dan aset desa; melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; mengembangkan

88

perekonomian masyarakat Desa; membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

Pengaturan selanjutnya, menyangkut kewajiban kepala desa, yang terdiri dari: menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota; menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota; memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran, dalam pasal 27. Menyangkut sanksi terhadap kepala desa yang tidak menjalankan kewajiban ada dalam pasal 28, larangan bagi kepala desa terdapat dalam pasal

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

89 29, dan sanksi melanggar bagi kepala desa ada dalam pasal 30.

Sebagaimana tertuang dalam dalam uraian berikut terurai beberapa temuan terkait dengan adaptasi yang dilakukan kepala desa setempat dalam merespon keberadaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya dalam memaknai penyelenggaraan pemerintahan desa.

Baik Kepala Desa Kemiri maupun Lerep memberikan respon yang hampir sama terkait penyelengaraaan pemerintahan desa saat ini. Sebagaimana yang tertulis dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa bahwa kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Apakah keempat bidang tersebut terpisah dan memiliki makna sendiri-sendiri? Dalam realitasnya pelaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa merupakan bagian tak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan desa. Keberhasilan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan

90

desa diukur dari kemampuannya melaksanakan pembangunan, kemasyarakatan, sekaligus pemberdayaan masyarakat. Bahkan dalam realitasnya kemampuan kepala desa melakukan pemberdayaan masyarakat desa akan berimbas pada tingkat partisipasi masyarakat sebagai daya dukung utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Bagi Lurah Lerep:

“pemberdayaan masyarakat desa menjadi ruh utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa secara luas”. Saat lurah mampu melakukan pemberdayaan masyarakat, maka secara langsung akan mendorong partisipasi masyarakat, dan akhirnya jalan menjadi mudah saat program pembangunan desa dilaksanakan. Itu merupakan cerminans salah satu watak orang desa yaitu melu handarbeni (=menganggap bahwa semua usaha pembanguan di desa adalah tanggungjawab bersama)....bila lihat jalan kampung rusak, lalu ayooo ngrogoh kantong yo gelem untuk iuran memperbaiki jalan”.

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

91 Kearifan lokal masih tetap dipertahankan masyarakat Desa Lerep, seperti tatacara mempertahankan dan memelihara sumber air, disebut tradisi iriban, yang dilaksanakan tiap dua kali setahun. Penduduk desa membawa hewan-hewan, dalam kondisi hidup, lalu disembelih oleh warga di sumber air dimaksud. Ada pembagian tugas, yang sepersepuluh menyembelih hewan, yang sepersembilanpuluh melakukan kegiatan bersih-bersih di sekitar sumber air. Lahan di bagian tebing ditanami ulang jika melihat tanaman sudah rusak, karena tanaman besar dan usia tertentu sangat berguna untuk menangkap air hujan lebih banyak. Bahkan lurah mendorong agar masyarakat menghormati kesakralan tanaman-tanaman yang tumbuh di sekitar mata air. Masyarakat menjadi segan untuk merusak tanaman. Misal: di sekitar sumber air ada pohon beringin besar, masyarakat tidak berani menebang pohonnya, mematahkan rating saja tidak berani, karena tercipta mitos bahwa pohon itu “bernyawa”. Bahkan sampai sekarang masih ada sesajian ditaruh di bawah pohon tersebut. Dengan

92

demikian lurah mampu mengelola mitos lokal dengan tujuan melestarikan lingkungan hidup.

Bagi Lurah Kemiri “tugas kepala desa saat ini lebih pada pelayanan kepada masyarakat dan yang paling penting adalah membangun kebersamaan dengan mayarakat dan pamong desa,karena pada merekalah sebenarnya penyelenggaraan pemerintahan desa bertumpu.” Lurah sering tidak pulang ke rumah, karena tuntutan pelayanan masyarakat. Oleh karena ada penduduk yang tidak bisa datang ke balai desa siang hari untuk mendapatkan pelayanan, maka lurah membuat jadwal “ronda” untuk perangkat desa agar tiap malam bergantian bisa melayani kebutuhan masyarakat di malam hari. Ronda lurah dan perangkat desa sampai subuh. Ini cara pemerintah desa memaknakan perangkat desa sebagai pamong desa.

Untuk proses pengambilan keputusan, para lurah di desa masing-masing tetap menggunakan cara tradisional dengan istilahnya masing-masing. Tilik dusun merupakan aktivitas yang secara teratur dilakukan di Desa Lerep oleh lurah, sebagai upaya untuk menyerap aspirasi dan

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

93 kebutuhan masyarakat. Di Desa Kemiri ada kegiatan poma pomi, merupakan wadah pertemuan bulanan di tingkat RT, dimana tahap pertama dalam proses pengambilan keputusan dilakukan. Poma pami juga sebagai sarana sosialisasi bagi keputusan yang dibuat desa.

Oleh karena pengaturan yang tuntas mengenai posisi dan peran kepala desa, maka Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Desa hanya mengatur beberapa hal, seperti tentang Masa Jabatan Kepala Desa (Pasal 47), yaitu:

(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

(3) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah Indonesia.

(4) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk

94

masa jabatan kepala Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa.

(5) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib:

a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;

b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;

c. menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

Semua termuat dalam bagian Laporan Kepala Desa, Pasal 48. Selanjutnya dalam pasal 49 laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

95 Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa paling sedikit memuat:

a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;

c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa digunakan sebagai bahan evaluasi oleh bupati/walikota untuk dasar pembinaan dan pengawasan.

Dalam Pasal 50 termuat:

(1) Kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain.

(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.

96

(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya; b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam jangka waktu untuk 5 (lima) bulan sisa masa jabatan;

c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan

d. hal yang dianggap perlu perbaikan.

(4) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaporkan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota dalam memori serah terima jabatan.

Dalam Pasal 51 secara rinci memuat tentang laporan pertanggungjawaban:

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

97 (2) Laporan keterangan penyelenggaraan

Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.

(3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.

Kepala Desa menginformasikan secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat Desa sebagimana termuat dalam Pasal 52. Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa diatur dalam Peraturan Menteri (pasal 53).

Kepala desa menyusun Laporan Keterangan Pertanggungjawaban, yang berisikan gambaran umum tentang potensi dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakan yang tercantum dalam APB Desa Desa Lerep pada tahun anggaran yang telah berjalan, disebut LKPJ. Laporan ini masih

98

mendasarkan diri pada peraturan lama penyelenggaraan pemerintahan desa (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), mengingat peraturan menteri dalam negeri belum mengeluarkan peraturan baru yang didasarkan pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

4.2. Struktur dan Organisasi dan Tata Kerja