DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR
2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik memiliki peranan yang sangat penting karena kejatuhan
atau keberhasilan suatu negara bangsa ditentukan oleh “kehebatan” atau
“keunggulan” kebijakan publiknya, bukan oleh sumber daya alam, posisi
strategis, bahkan politiknya. Pemimpin, sistem politik, sumber daya alam, dan
posisi strategis adalah faktor pembentuk atau “input”, “producers”, namun bukan
faktor penentu atau “drivers”. Faktanya sebagian negara gagal dalam membangun
kebijakan yang hebat atau unggul itu disebabkan dua hal. Pertama, tidak mengerti makna dan substansi kebijakan publik. Ketidakmengertian ini tidak hanya dominasi para praktisi di pemerintahan, tapi juga dikalangan akademisi. Kedua, karena analisis kebijakan publik tidak ada, ada tetapi tidak bekerja dengan baik, kalaupun sudah bekerja dengan baik tidak mampu menghasilkan kebijakan yang hebat (Nugroho, 2012: 3).
Sebagai warga akademis yang hendak melakukan penelitian mengenai kebijakan publik, langkah awal yang bisa kita lakukan ialah memahami definisi dari kebijakan publik. Definisi kebijakan publik sendiri telah diungkapkan oleh banyak pakar. Namun demikian, kesemuanya memiliki benang merah yang sama.
Kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan (Dye dalam Agustino 2008:7). Makna yang tersirat dari pengertian ini ialah terdapat perbedaan antara apa yang akan dikerjakan oleh pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan pemerintah. Sedangkan Laswell dan Kaplan dalam Nugroho (2012: 119) mendefinisikan suatu kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan- tujuan tertentu, dan praktik- praktik tertentu.
Ali dan Alam (2012:14) mengurai definisi kebijakan publik dengan lebih eksplisit sebagai berikut :
“Pertama, kebijakan publik adalah setiap tindakan yang berorientasi pada
tujuan yang dikehendaki pada situasi yang memungkinkan berubah secara terus- menerus. Kedua, kebijakan publik mengndung pola atau bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Ketiga, kebijakan publik timbul karena respon terhadap tuntutan, atau penyelesaian atas isu publik.
Keempat, kebijakan publik memuat apa yang pemerintah selalu lakukan,
bukan apa yang hendak pemerintah lakukan atau apa yang pemerintah rencanakan akan dilakukan. Kelima, kebijakan publik bisa mungkin berdampak positif selain berdampak negatif. Ia memuat beberapa bentuk tindakan pemerintah sekaligus dengan sejumlah masalah dimana tindakan
diinginkan (positif)”.
Berdasarkan definisi kebijakan publik menurut Ali dan Alam ini kita dapat memahami bahwa kebijakan publik adalah langkah-langkah yang diambil pemerintah guna merespon suatu fenomena yang terjadi di masyarakat, baik itu berupa tuntutan ataupun isu publik. Kebijakan publik adalah bentuk upaya dari pemerintah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya, Ali dan Alam (2012:15) juga menambahkan bahwa kebijakan pemerintah (kebijakan publik) pada hakikatnya merupakan suatu kebijakan yang ditujukan untuk publik dalam pengertian yang seluas- luasnya (negara, masyarakat dalam berbagai status serta
untuk kepentingan umum) baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang tercermin dalam pelbagai dimensi kehidupan.
Secara konseptual, Hogerwerf dalam Ali dan Alam (2012: 15) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah usaha untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu, dengan sarana- sarana tertentu, dan dalam kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, kebijakan publik memiliki empat unsur pokok yaitu usaha, tujuan, sarana, dan waktu.
Senada dengan pandangan- pandangan pakar diatas, Nugroho (2012:123) mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut:
“Kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara,
sebagai strategi, untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-
citakan.”
Berdasarkan pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu alat atau jalan guna mencapai tujuan nasional.
Salah satu bentuk kebijakan publik ialah kebijakan sosial. Kebijakan sosial adalah kebijakan publik yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Kebijakan sosial dibuat sebagai strategi dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Bessant, Watts, Dalton, dan Smith dalam Suharto (2007:11) menyatakan bahwa: “In short, social policy refers to what governtments do when
they attempt to improve the quality of people’s live by providing a range of
income support, community services and support programs”. Jadi, apapun yang
seperti tunjangan sosial, pelayanan kemasyarakatan, dan program sosial lainnya disebut dengan kebijakan sosial.Selanjutnya, Suharto (2007: 11) juga mendefinisikan kebijakan sosial sebagai berikut:
“Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk
mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (kuratif), dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan), sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak- hak sosial masyarakatnya”.
Adapun wujud daripada kebijakan sosial menurut Midgley sebagaimana yang dikutip oleh Suharto (2007: 11) terdiri dari tiga kategori yakni perundang- undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang- undangan, hukum, atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang- undangan. Penjelasan dari tiga kategoriperwujudan kebijakan sosial adalah sebagai berikut.
1) Peraturan dan perundang- undangan. Pemerintah memiliki kewenangan membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perumahan swasta, agar mengadopsi ketetapan- ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan.
2) Program pelayanan sosial. Sebagian besar kebijakan diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, dan bimbingan sosial (konseling, advokasi, pendampingan).
3) Sistem perpajakan. Dikenal sebagai kebijakan fiskal. Selain sebagai sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupakan instrumen kebijakan yang berrtujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Di negara- negara maju, bantuan publik
(public assistance) dan asuransi soosial (socialinsurance) adalah dua
bentuk jaminan sosial (social security) yang dananya sebagian besar berasal dari pajak.
Selain sebagai bentuk daripada kebijakan, hukum dan perundang- undangan dalam perspektif lain juga dapat dipisahkan dari kebijakan. Hukum atau perundang- undangan merupakan fondasi atau landasan konstitusional bagi kebijakan sosial. Artinya, perumusan kebijakan sosial dirumuskan berdasarkan amanat konstitusi. Contoh di Indonesia, kebijakan sosial yang berkaitan dengan program jaminan sosial dirumuskan dengan merujuk pada UUD 1945 Pasal 34 dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lebih jelasnya posisi hukum dan perundang- undangan dalam kebijakan sosial dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1Hukum, Kebijakan Sosial, Kebijakan Lembaga Sumber: Suharto (2007: 13)
Kebijakan sosial bisa dibedakan dengan kebijakan lembaga, dan praktek aktual. Berdasarkan gambar diatas dapat dikatakan pula bahwa kebijakan sosial dapat dijadikan rujukan oleh sebuah lembaga untuk merumuskan kebijakan lembaga yang kemudian dioperasionalkan dalam bentuk program dan praktek aktual yang di terapkan dilembaga tersebut.
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik
Sebagaimana yang diketahui bahwa kebijakan publik terdiri dari tiga tahapan atau proses. Formulasi, implementasi, dan evaluasi. Namun sesuai dengan fokus penelitian, yang dijelaskan pada skripsi ini hanya mengenai implementasi kebijakan publik.
Agustino (2006: 139) memandang implementasi sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat aktivitas- aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan, yang akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan tersebut. Pengertian implementasi
Kebijakan Sosial Kebijakan Lembaga Program/ Praktek Aktual Hukum
kebijakan yang lebih sederhana ialah sebagaimana yang dinyatakan oleh Nugroho
(2012: 674): “Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya”. Jauh sebelumnya, pada tahun 1975 Van Metter dan Van Horn telah merumuskan implementasi sebagai tindakan- tindakan yang dilakukan oleh individual/ pejabat- pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada tercapainya tujuan- tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan(Wahab, 2012: 135).
The cyclical theory memandang tahap implementasi sebagai suatu
tahapan penting yang berlangsung dalam proses kebijakan, terutama setelah wacana legal formal, biasanya berupa undang- undang, peraturan, ketetapan, atau produk- produk hukum lainnya dianggap usai. The cyclical theory atau teori daur kebijakan akan menempatkan implementasi sebagai aktivitas lanjutan, sesudah diberlakukannya undang- undang atau ketentuan perundang- undangan (Wahab, 2012: 133).
Suatu kebijakan yang bagus dan telah melewati tahap perumusan yang matang tidak akan ada artinya apabila tidak dioperasionalkan atau diselenggarakan. Seorang pakar kebijakan publik asal Afrika, Udoji (1981: 32) dalam Wahab (2012: 126) menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dibandingkan dengan pembuatan kebijakan. Kebijakan- kebijakan hanya akan menjadi impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip apabila tidak diimplementasikan.Pernyataan Udoji mengenai pentingnya implementasi sebelumnya juga telah diungkapkan oleh Andersondalam Parsons (2005:464) :
“Kebijakan dibuat saat dia sedang diatur dan diatur saat sedang dibuat”. Artinya,
pembuatan kebijakan tidak berakhir begitu saja setelah ditentukan atau disetujui. Pada prakteknya, mengimplementasikan suatu kebijakan tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Kita bisa saja percaya bahwa kebijakan- kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah adalah sebuah kebijakan yang bagus. Akan tetapi, apakah kebijakan- kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik, dan mencapai tujuan yang diharapkan, belumlah pasti.Dunsire dalam Wahab (2012:128) mengatakan bahwa di setiap proses kebijakan selalu akan ada kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang secara nyata dicapai sebagai hasil atau kinerja dari pelaksanaan kebijakan atau yang lebih dikenal sebagai implementation gap.
Kita tentu sepakat bahwa setiap kebijakan, apapun bentuknya pasti memiliki kemungkinan atau resiko untuk gagal. Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2012: 129) membagi bentuk kegagalan kebijakan (policy failure) kedalam dua kategori yakni kebijakan yang tidak terimplementasikan (non-
implementation) dan kebijakan yang tidak berhasil dilaksanakan (unsucccessful
implementation).
Hasil yang baik memang ditentukan oleh perencanaan yang baik. Proporsi konsep memegang 60% dari keberhasilan, sisanya adalah implementasi. Akan tetapi 60% tersebut akan hangus sia- sia apabila implementasi tidak berjalan secara konsisten. Faktanya, rata-rata konsistensi implementasi terhadap perencanaan atau kebijakan hanya berkisar 10- 20% saja (Nugroho, 2012: 674).
Karena itu, sebaiknya kita berusaha untuk memberi perhatian terhadap tahap implementasi ini, diantaranya ialah dengan melakukan suatu kajian implementasi kebijakan publik.
2.1.3 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
Terdapat dua pendekatan yang dikenal guna memahami implementasi kebijakan publik, yakni pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan top down merupakan suatu pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan publik. Implementasi kebijakan publik yang menggunakan pendekatan top down dilakukan secara sentralistik, yakni dimulai dari aktor tingkat pusat dan keputusannyapun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan- keputusan politik (kebijakan) yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur- administratur atau birokrat- birokrat pada level bawahnya. Jadi, inti dari pendekatantop down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan ditingkat pusat (Agustino 2008:40).
Berikut ini adalah beberapa model pendekatan implementasi kebijakan publik top down yang diuraikan oleh Agustino (2006: 141-156):
2.1.3.1Model Pendekatan implementasi Kebijakan Publik Donald Van metter dan Carl Van Horn
Model pendekatan top down yang dirumuskan oleh Van Metter dan Van Horn di sebut sebagai A Model of The Policy Implementation. Model
ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.Menurut Van Metter dan Van Horn, ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:
a. Ukuran Tujuan Kebijakan
Ukuran kinerja kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio- kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga dikatakan berhasil. b. Sumberdaya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya yang terpenting adalah sumberdaya manusia yang berkualitas, yakni yang memiliki kompetensi dan kapabilitas yang dibutuhkan kebijakan. Sumberdaya yang diperhitungkan adalah sumberdaya finansial dan sumber daya waktu. Kucuran dana atau anggaran yang cukup sangat dibutuhkan untuk merealisasikan kebijakan, begitu pula dengan sumberdaya waktu. Ketika sumberdaya manusia dengan baik dan dana mencukupi namun terbentur masalah waktu yang terlalu ketat maka akan menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
c. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana dalam implementasi kebijakan mencakup organisasi formal dan informal. Kinerja implementasi akan banyak dipengaruhi oleh ciri- ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksana. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindak laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana dari prooyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan dan sanksi hukum. Sebaliknya, apabila kebijakan publik tersebut tidak bertujuan untuk merubah perilaku dasar manusia, maka agen pelaksana yang diturunkan tidak perlu berkarakter terlalu keras.
Cakupan atau luas wilayah implementasi juga harus diperhitungkan ketika menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka harus semakin besar pula agen yamg dilibatkan.
d. Sikap/ Kecendrungan (Disposition) para Pelaksana
Sikap penolakan atau penerimaan dari agen pelaksana akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
Kebijakan “dari atas” sangat mungkin diputuskan oleh orang yang
tidak mengetahui atau bahkan tidak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan warga yang ingin diselesaikan.
e. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak- pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka akan semakin kecil pula terjadinya kesalahan.
f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Aktivitas Pelaksana
Keberhasilan implementasi kebijakan publik juga ditentukan oleh lingkungan eksternal. Lingkungan sosial, ekonomi, politik yang tidak kondusif dapat menyebabkan kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Berikut adalah model pendekatan implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn(Agustino, 2006: 144):
Gambar 2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn KEBIJAKAN PUBLIK Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik Standar dan Tujuan Karakteristik dari Agen Pelaksana Aktivitas Implementasi dan Komunikasi Antarorganisasi Kecenderungan/ Disposisi dari pelaksana Standar dan Tujuan KINERJA KEBIJAKAN PUBLIK
2.1.3.2Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier disebut sebagai A Framework for Policy Implementation Analysis. Kedua pakar ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel- variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan- tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel- variabel tersebut diklasifikasikan kedalam tiga kategori besar, yaitu:
a. Mudah atau Tidaknya Masalah yang Akan Digarap, meliputi:
1) Kesukaran- kesukaran teknis; tercapai atau tidaknya tujuan
suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya kemampuan mengembangkan indikator- indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip- prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Selain itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi pula oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik- teknik tertentu.
2) Keberagaman perilaku yang diatur; semakin beragam perilaku
yang daiatur maka asumsinya semakin banyak pula pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit pula membuat peraturan yang tegas dan jelas.
3) Presentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok
sasaran;semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran
yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
4) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang
dikehendaki; semakin besar jumlah perubahan perilaku yang
dikehendki oleh kebijakan, maka semakin sulit pula para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar.
b. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat, meliputi:
1) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan- tujuan resmi
yang akan dicapai; semakin mampu suatu peraturan
memberikan petunjuk- petunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala prioritas/ urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan- badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.
2) Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan; memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira- kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan.
3) Ketepatan alokasi sumber dana; tersedianya dana pada tingkat
batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan- tujuan formal.
4) Keterpaduan hirarki didalam lingkungan dan diantara
lembaga- lembaga atau instansi- instansi pelaksana; salah satu
ciri penting suatu yang perlu dimiliki peraturan perundang- undangan yang baik ialah kemampuan untuk memadukan hirarki badan- badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga alpa dilaksanakan, maka koordinasi antar instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah diciptakan.
5) Aturan- aturan pembuat keputusan dari badan- badan
pelaksana; selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi
tujuan, memperkecil jumlah titk- titik veto, dan insentif yang memadai bagi keptuhan kelompok sasaran , suatu undang- undang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara
formal aturan- aturan pembuat keputusan dari badan- badan pelaksana.
6) Kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan; hal
ini sangat signifikan halnya, oleh karena top down
policybukanlah perkara yang mudah untuk diimplankan pada
para pejabat pelaksana di level lokal.
7) Akses formal pihak- pihak luar; faktor lain yang juga
mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauh mana peluang- peluang yang terbuka bagi partisipasi aktor- aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Hal ini dimaksudkan agar kontrol pada para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
c. Variabel- variabel Diluar Undang- undang yang Mempengaruhi Implementasi
1) Kondisi sosial ekonomi dan teknologi; perbedaanwaktu dan
perbedaan diantara wilayah- wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang- undang . Faktor eksternal juga menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan guna keberhasilan implementasi kebijakan publik.
2) Dukungan publik; hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran- kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik dilapangan.
3) Sikap dan sumber- sumber yang dimiliki kelompok masyarakat;
perubahan- perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila ditingkat masyarakat, warga memiliki sumber- sumber dan sikap- sikap masyarakat yang kondusif. Terhadap kebijakan yang ditawarkan oleh mereka. Ada semacam kearifan lokal yang dimiliki warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Dan, hal itu sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki warga sekitar.
4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat
pelaksana;kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi
dari kemampuan undang- undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan- badan pelaksana melalui penyeleksian institusi dan pejabat- pejabat terasnya. Selain itu, kemampuan berinteraksi antar lembaga atau individu di dalam
lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik. Berikut Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier (Agustino, 2006: 149) :
sumber
Gambar 2.3 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier
Mudah Tidaknya Masalah Dikendalikan 1. Dukungan Teori dan Teknologi 2. Keragaman Perilaku Kelompok Sasaran 3. Tingkat Perubahan Perilaku yang Dikehendaki
Kemampuan Kebijakan untuk Menstruktur Proses Implementasi: 1. Kejelasan dan Konsistensi Tujuan
2. Dipergunakannya Teori Kausal 3. Ketepatan Alokasi Sumber Dana 4. Keterpaduan Hirarki antarlembaga
Pelaksana
5. Aturan pelaksanaan dari lembaga pelaksana
6. Perekrutan Pejabat Pelaksana 7. Keterbukaan Kepada Pihak Luar
Variabel Diluar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi:
1. Kondisi Sosio- Ekonomi dan Teknologi 2. Dukungan Publik
3. Sikap dan Sumberdaya dari Konstituen 4. Dukungan Pejabat yang Lebih Tinggi
5. Komitmen dan Kualitas dari Pejabat Pelaksana Output Kebijakan dari Lembaga Pelaksana Kepatuhan Target utk mematuhi Output Kebijakan Hasil Nyata Output Kebijakan Diterimany a Hasil Tersebut Revisi Undang- undang
2.1.3.3Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III Model pendekatan implementasi kebijakan publik top downyang dikembangkan oleh Edward III dikenal sebagai direct and indirect impact
on implementation. Terdapat empat variabel dalam model pendekatan ini
yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
a. Komunikasi
Komunikasi menurut Edward III sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan dan hal ini akan terjadi apabila terdapat komunikasi yang berjalan dengan baik. Kebijakan yang dikomunikasikan secara tepat, akurat, dan konsisten. Dengan demikian