DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan merupakan Daerah Hulu Sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha atau 2,97 persen dari luas Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, dan secara geografis terletak diantara 2°50’–3°19’ Lintang Utara dan 97°55’–98°38’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Nangroe Aceh Darusalam).
Ibu kota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, dan mata pencaharian penduduk yang terutama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai 129.749 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo.
4.1.2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Karo menurut kelompok umur disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Karo Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2010
No.
Golongan Umur
Jenis Kelamin Jumlah
(orang) Persentase (%) Laki- laki Perempuan 1 0 – 15 62,021 59,350 121,371 32.75 2 16 – 60 108,673 113,353 222,026 59.90 3 > 61 11,803 15,419 27,222 7.35 Jumlah 182,497 188,122 370,619 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Karo
adalah 370.619 orang. Penduduk yang berusia 0 – 15 tahun sebanyak 121.371 orang (32,75%). Penduduk dengan usia 16 – 60 tahun sebanyak 222.026
orang (59,90%). Dan penduduk dengan usia diatas 60 tahun sebanyak 27.222 orang (7,35%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Karo merupakan penduduk dalam usia produktif.
4.1.3. Sosial Ekonomi
Jumlah Penduduk menurut jenis angkatan kerja dan bukan angkatan kerja disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 4 Jumlah Penduduk menurut jenis angkatan kerja dan bukan angkatan kerja 2010
No. Jenis Kegiatan utama Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Bekerja 218.202 84.14
2. Pengangguran 3 .444 1.33
3. Bukan Angkatan Kerja/ (Sekolah, Mengurus Rumah tangga, dan Lainnya)
37 .683 14.53
Jumlah 259.329 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa di Kabupaten Karo yang terbanyak adalah Jumlah angkatan kerja dengan jumlah 218.202 orang (84,14%). Penduduk yang pengangguran berjumlah 3.444 orang (1,33%). Penduduk yang bukan angkatan kerja berjumlah 37.683 orang (14,53%).
Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010
No. Lapangan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Pertanian 159 .241 72,98
2. Industri 5 .979 2,74
3. Jasa-Jasa 52. 982 24,28
Jumlah 218. 202 100
Sumber: Profil Kabupaten Karo 2010
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha pertanian 159.241 orang (72,98%) lapangan usaha industri sebanyak 5.979 orang (2,74%); dan lapangan usaha di bidang jasa 52.982 orang (24,28%).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Karo memiliki lapangan usaha pertanian yang paling besar di bandingkan lapangan usaha lainnya.
4.2. Karakteristik Sampel
Karakteristik pedagang yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi , umur (tahun), dan pengalaman berdagang (tahun),Volume Pembelian dan harga beli. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6.Karakteristik Sampel Pedagang Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Karo
No. Karakteristik
Petani
Satuan Range Rerata
1. Umur Tahun 32 - 60 42,30
3. Pengalaman Tahun 1 - 12 5,47
4. Volume Beli Kg 51 - 98 75,68
5. Harga beli Rp 7.585 7.585
Sumber: Diolah dari Lampiran 1
Umur Pedagang sampel berkisar antara 32-60 tahun dengan rerataan 42,30 tahun. Pengalaman berkisar antara 1-12 tahun dengan rerataan 5,47 tahun.
Volume pembelian pupuk bersubsidi berkisar antara 51-98 Kg dengan rataan 75,68,Harga beli pupuk bersubsidi Rp.7.585 .
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe.
Harga pupuk bersubsidi di setiap kecamatan di Kabupaten Karo berbeda-beda sesuai dengan jarak antar setiap kecamatan dengan Kecamatan Kabanjahe yang merupakan ibu kota Kabupaten Karo. Pembagian dan pendistribusian pupuk bersubsidi diawali di kecamatan tersebut. Semakin jauh jarak suatu kecamatan dengan Kecamatan Kabanjahe, maka harga jual pupuk bersubsidi di kecamatan tersebut akan semakin tinggi.
5.1.1 Perbandingan Harga Jual Pupuk Urea,SP-36, ZA, NPK Phonska, dan Organik Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer
Perbandingan rata-rata harga jual semua pupuk bersubsidi antar pedagang pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe adalah sebagai berikut.
Tabel 7. Perbandingan Rata-rata Harga Jual Per Kg Antar Pedagang Pengecer Pupuk bBersubsidi di Daerah Penelitian
No.
Pedagang Pengecer di Kecamatan
Rerata Harga Jual Pengecer per Kg (Rp) Urea SP-36 ZA NPK Phonska Organik 1 Kec. Tigapanah 2.060 2.460 1.850 2.700 600 2 Kec. Barusjahe 1.740 2.150 1.550 2.400 550 3 Kec. Simpang IV 1.850 2.250 1.660 2.550 575 4 Kec. Munte 2.160 2.540 1.940 2.850 625 5 Kec. Kabanjahe 1.650 2.050 1.460 2.340 525 Rata-rata 1.892 2.290 1.692 2.590 575
Gambar 4.Grafik Perbandingan Rata-rata Harga Jual Antar Pedagang Pengecer Pupuk bBersubsidi di Daerah Penelitian
Dari Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa Perbandingan rata- rata harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pengecer di beberapa kecamatan berbeda-beda.. Perbedaan harga dapat di lihat dari beberapa kecamatan yang menjual harga pupuk bersubsidi diatas rata- rata harga eceran tertinggi.
Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi untuk pupuk urea dengan harga Rp.1600/Kg, sementara dari tabel 7 dapat kita lihat Pedagang pengecer dibeberapa kecamatan rata-rata menjual pupuk urea sekitar Rp.1.892/Kg dengan demikian Para pedagang menjual pupuk lebih besar dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Dapat kita lihat pada tabel 7 bahwa Harga jual tertinggi
untuk beberapa kecamatan adalah terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.2160/Kg. Sedangkan yang paling rendah harga jual untuk pupuk urea terdapat di Kecamatan Kabanjahe yaitu Rp.1.650/Kg,dari perbandingan tersebut dapat kita jelaskan bahwa semakin jauh jarak kecamatan dari tempat pusat pendistribusian maka akan menjual pupuk diatas rata-rata harga eceran tertinggi,karena banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer
Untuk jenis pupuk SP-36 pedagang pengecer rata-rata menjual Rp.2.290/Kg,sementara harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.2000/Kg dengan demikian para pedagang pengecer menjual harga diatas harga eceran tertinggi,dari tabel 7 dapat kita lihat bahwa harga jual pupuk tertinggi terdapat pada Kecamatan Munte yaitu Rp 2.540/kg dan harga terendah terdapat pada Kecamatan Kabanjahe yaitu Rp.2.050/Kg.
Untuk jenis pupuk ZA menjual dengan harga rata-rata Rp.1.692/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.1400/Kg,jadi para pedagang menaikan harga diatas harga eceran tertinggi,pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk ZA terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.1.940/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk ZA paling rendah terdapat di Kabanjahe yaitu Rp.1.460/Kg.
Untuk jenis pupuk NPK menjual dengan harga rata-rata Rp.2.590/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.2.300/Kg,jadi para pedagang menaikan harga diatas harga eceran tertinggi,pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk NPK terdapat di Kecamatan
Munte yaitu dengan harga Rp.2.850/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk NPK paling rendah terdapat di Kabanjahe dengan harga Rp.2.340
Untuk jenis Organik pengecer menjual dengan harga Rp.575/Kg,dimana harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp 500/Kg, pada tabel 7 dapat kita lihat Kecamatan yang paling tinggi menjual pupuk Organik terdapat di Kecamatan Munte yaitu dengan harga Rp.625/kg dan Kecamatan yang menjual pupuk Organik paling rendah terdapat di Kabanjahe dengan harga Rp.525/kg
Dari keterangan diatas dijelaskan bahwa, petani harus membeli pupuk bersubsidi dengan harga diatas rata-rata yang ditetapkan pemerintah. Adapun kondisi dilapangan yang menyebabkan para pedagang harus menjual pupuk diatas harga eceran tertinggi oleh karena ada berbagai macam faktor yaitu jarak pendistribusian pupuk yang cukup jauh sehingga para pedagang harus mengeluarkan biaya lebih,sehingga para petani harus membeli pupuk bersubsidi diatas harga yang ditetapkan oleh pemerintah,belum lagi jarak rumah petani yang jauh dari kios pupuk bersubsidi sehingga para petani harus mengeluarkan biaya lebih seperti baiaya pengangkutan.
Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan “Ada perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di masing-masing tingkat penjual pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe”.Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah jarak tempuh distribusi pupuk yang cukup jauh, semakin jauh jarak distribusi maka para pedagang pengecer harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengangkutan pupuk bersubsidi,sehingga dengan demikian hipotesis 1 dapat diterima.
5.1.2 Perbandingan Harga Jual Pupuk Bersubsidi Antar Pedagang Pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe Dengan Harga Eceran Tertinggi (HET)
Berdasarkan Permentan No: 22/Permentan/SR.130/4/2011, pemerintah melalui Menteri Pertanian telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi untuk pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer. Harga eceran tertinggi tersebut adalah:
- Pupuk Urea = Rp. 1.600/ kg; - Pupuk SP-36 = Rp. 2.000/ kg; - Pupuk ZA = Rp. 1.400/ kg; - Pupuk NPK Phonska (15 : 15 : 15) = Rp. 2.300/ kg; - Pupuk Organik = Rp. 500/ kg.
Berdasarkan ketetapan diatas, selisih perbandingan harga jual pupuk bersubsidi yang terdapat di daerah penelitian dengan harga eceran tersebut adalah:
Tabel 8. Perbandingan Selisih Harga Jual Pupuk BersubsidiaAntar Pedagang Pengecer dengan HET di DaerahpPenelitian
No.
Pedagang Pengecer Kecamatan
Selisih Rerata Harga Jual Pedagang Pengecer per Kg dengan HET (Rp) Urea SP-36 ZA NPK- Phonska Organik Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % 1 Kec. Tigapanah 460 +28.7 460 +23.0 450 +32.1 400 +17.4 100 +20.0 2 Kec. Barusjahe 140 +8.7 150 +7.5 150 +10.7 160 +7.0 50 +10.0 3 Kec. Simpang IV 250 +15.6 250 +12.5 260 +18.6 250 +10.9 75 +15.0 4 Kec. Munte 560 +35.0 540 +27.0 540 +38.6 550 +23.9 125 +25.0 5 Kec. Kabanjahe 50 +3.1 50 +2.5 60 +4.3 60 +2.6 25 +5.0 Rata-rata 292 18,22 290 14,5 292 20,86 284 12,36 75 15
Gambar 5.Grafik Perbandingan Selisih Harga Jual Pupuk BersubsidiaAntar Pedagang Pengecer dengan HET di DaerahpPenelitian
Dari Tabel ( 8 ) , dijelaskan bahwa Untuk pupuk Urea Pedagang pengecer dibeberapa kecamatan hampir rata-rata menjual pupuk urea sekitar Rp.1.892/Kg, para pedagang menjual pupuk diatas dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan pemerintah untuk urea dengan harga Rp.1.600/Kg , dengan demikian selisih harga penjualan pedagang pengecer dengan harga eceran tertinggi per Kg sekitar Rp.292 dengan harga eceran tertinggi,atau mengalami kenaikan sekitar 18,22% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Untuk jenis pupuk SP-36 pedagang pengecer rata-rata menjual Rp.2.290/Kg,sementara harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.2000/Kg dengan demikian selisih harga jual pedagang pengecer dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp.290/kg atau mengalami kenaikan sekitar 14,5% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Untuk jenis pupuk ZA menjual dengan harga rata-rata Rp.1.692/Kg,sedangkan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.1400/Kg,jadi selisih harga jual antara pedagang pengecer dengan harga eceran yang ditetapkan pemerintah untuk jenis ZA sekitar Rp.292/Kg atau mengalami kenaikan sekitar 20,86% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Untuk jenis NPK-Phonska pedagang menjual dengan harga rata-rata Rp.2.590/kg, harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah Rp.2.300/Kg,dengan demikian selisih harga jual pengecer dengan harga eceran tertinggi pemerintah sekitar Rp.290/Kg atau mengalami kenaikan sekitar 12,36% dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk jenis Organik pengecer menjual dengan harga Rp.575/Kg,dimana harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp 500/Kg,dengan demikian selisih harga jual pengecer dengan HET sekitar Rp.75/kg atau sekitar mengalami kenaikan 15% dari harga dasar eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Dari keterangan diatas, dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan “Harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh dimana para pedagang pengecer harus mengeluarkan banyak biaya tambahan yaitu seperti biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan,biaya bongkar muat, sehingga para petani dengan terpaksa harus
5.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Harga Pembelian Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi ditingkat pedagang pengecer yaitu biaya bongkar muat, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, biaya sewa gudang, biaya plastik dan goni, biaya pajak SIUD, biaya penyusutan timbangan, yang memiliki perbedaan yang nyata diantara kelima daerah penelitian.
Tabel 9. Perbedaan secara nyata Faktor-faktor dalam Pemasaran Pupuk Bersubsidi Berdasarkan Daerah Penelitian
No.
Faktor- faktor yang Berpengaruh
Nilai Signifikansi Hasil Uji Beda Rata-rata
Tigapanah- Barusjahe Tigapanah- Simpang IV Tigapanah- Munte Tigapanah- Kabanjahe Barusjahe- Simpang IV 1 Biaya Bongkar Muat 0,682 0,007 0,060 0,827 0,016
tidak nyata nyata tidak nyata tidak nyata nyata
2 Biaya
Transportasi
0,005 0,001 0,052 0,000 0,666
nyata nyata tidak nyata nyata tidak nyata 3 Biaya Tenaga
Kerja
0,129 0,775 0,097 0,243 0,012
tidak nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 4 Biaya Sewa
Gudang
0,024 1 0,121 0,363 0,005
nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 5 Biaya Plastik
dan Goni
0,800 0,208 0,010 0,245 0,068
tidak nyata tidak nyata nyata tidak nyata tidak nyata 6 Biaya Pajak
SIUD
0,137 0,067 0,289 0,849 0,001
tidak nyata tidak nyata tidak nyata tidak nyata nyata 7 Penyusutan
Timbangan
0,191 0,695 0,048 0,842 0,048
No.
Faktor- faktor yang Berpengaruh
Nilai Signifikansi Hasil Uji Beda Rata-rata
Barusjahe- Munte Barusjahe- Kabanjahe Simpang IV- Munte Simpang IV- Kabanjahe Munte- Kabanjahe 1 Biaya Bongkar Muat 0,284 0,596 0,000 0,005 0,052
tidak nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata
2 Biaya
Transportasi
0,000 0,001 0 0 0
nyata nyata Nyata nyata nyata
3 Biaya Tenaga Kerja
0,497 0,204 0,004 0,272 0,321
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata 4 Biaya Sewa
Gudang
0,005 0,185 0,026 0,025 0,611
nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata 5 Biaya Plastik
dan Goni
0,005 0,383 0,001 0,009 0,150
nyata tidak nyata Nyata nyata tidak nyata 6 Biaya Pajak
SIUD
0,328 0,054 0,002 0,060 0,346
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata 7 Penyusutan
Timbangan
0,638 0,235 0,015 0,611 0,153
tidak nyata tidak nyata Nyata tidak nyata tidak nyata
Sumber: Data Primer Diolah (Lampiran 4)
Untuk faktor biaya bongkar muat pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya bongkar muat untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Simpang IV, Barusjahe-Simpang IV, Simpang IV-Munte dan Simpang IV kabanjahe. Hal ini disebabkan oleh biaya bongkar muat yang dibebankan kepada pedagang pengecer.
Untuk faktor biaya transportasi pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya transportasi untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Barusjahe, Tigapanah-Simpang IV, Tigapanah-Kabanjahe, Barusjahe-Munte, Barusjahe-Kabanjahe, SimpangIV-Munte, Simpang IV- Kabanjahe dan Munte-Kabanjahe.
Untuk faktor biaya tenaga kerja pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya tenaga kerja untuk perbandingan antara Kecamatan Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV-Munte.
Untuk faktor biaya sewa gudang dan kios pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya sewa gudang dan kios untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Kabanjahe, Barusjahe-Simpang IV, Barusjahe- Munte, Simpang IV-Munte dan Simpang IV-Kabanjahe.
Untuk faktor biaya plastik dan goni pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya plastik dan goni untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Munte, Barusjahe-Munte, Simpang IV-Munte dan Simpang IV-Kabanjahe. Untuk faktor biaya pajak SIUD pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya pajak SIUD untuk perbandingan antara Kecamatan Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV-Munte.
Untuk faktor penyusutan timbangan pada pendistribusian pupuk bersubsidi, ada perbedaan yang nyata pada biaya penyusutan timbangan untuk perbandingan antara Kecamatan Tigapanah-Munte, Barusjahe-Simpang IV dan Simpang IV- Munte.
5.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangkaan Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Tigapanah, Kecamatan Barusjahe, Kecamatan Simpang IV, Kecamatan Munte dan Kecamatan Kabanjahe
Kabupaten Karo sebagai salah satu daerah percontohan pertanian pastilah tidak lepas dari berbagai macam permasalahan yang ada akibat distribusi pupuk yang kurang baik. Penyediaan bahan baku produksi yang baik seperti pupuk dan benih tentunya akan membuahkan hasil yang baik pula, oleh karena itu pemerintah daerah Kabupaten Karo selalu berusaha untuk mengatasi segala kendala dalam pertanian untuk meningkatkan produktivitas terutama segala permasalahan tentang kelangkaan pupuk Bersubsidi.
Dalam sistem distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk, titik rawan yang sering menjadi masalah adalah titik pada rantai pasok terakhir, dimana pada setiap rantai pasok terdapat berbagai permasalahan yang akhirnya permasalahan tersebut menumpuk dan harus ditanggung oleh rantai yang terakhir.
Sistem pendistribusian pupuk bersubsidi dilakukan dua kali dalam satu tahun (per semester). Di Kabupaten Karo, pupuk bersubsidi akan datang pada bulan Juni dan bulan Januari.
Dalam pendistribusiannya, kios pupuk memberikan tenggang waktu pembelian kepada seluruh petani yang ada pada desa tersebut untuk membeli pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam RDKK. Apabila petani tidak membeli pupuk tersebut dalam masa waktu yang ditentukan oleh kios pengecer, maka petani tidak dibenarkan lagi membeli pupuk tersebut setelahnya.
Sistem pembelian pupuk bersubsidi yang diterapkan oleh pedagang pengecer yaitu dengan membeli seluruh jatah pupuk dalam satu pembelian. Untuk setiap rumah tangga, diberi jatah pupuk bersubsidi sebesar 250 Kg yaitu dengan rincian 50 Kg Urea (1 sak), 50 Kg ZA (1 sak), 50 Kg NPK- Phonska (1sak), 50 Kg SP-36 (1 sak) dan 50 Kg pupuk organik.
jumlah pupuk bersubsidi yang diterima oleh petani tidak tergantung pada luas lahan usahataninya. Jumlah yang mereka terima sama besar untuk setiap petani yang terdaftar dalam RDKK yaitu 250 Kg pupuk. Hal ini menyebabkan, jumlah pupuk bersubsidi yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan kebutuhan pupuk untuk usahatani. Maka dengan demikian, untuk memenuhi kebuhan pupuk maka petani akan membeli pupuk non-subsidi dengan harga yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa tempat di Kabupaten Karo didapatkan bahwa masalah umum penyaluran dan pengadaan pupuk
bersubsidi yang sering terjadi antara lain :
1. Ketepatan peramalan kebutuhan pupuk bersubsidi yang digunakan petani. 2. Efektifitas pengawasan penyaluran pupuk oleh pemerintah daerah.
3. Perbedaan penyerapan pupuk bersubsidi di setiap daerah. 4. Alokasi pupuk bersubsidi.
5. Dosis pemupukan oleh petani.
Permasalahan tentang distribusi pengadaan dan penyaluran pupuk bisa ditinjau dari prinsip enam tepat seperti yang dijelaskan pada Permendag No 07/M- DAG/PER/2/2009.
Namun pada bagian berikut akan dijabarkan masalah yang diperkirakan mampu menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi pemerintah di Kabupaten Karo berdasarkan pelaku yang beroperasi di tingkat kabupaten :
1.Pengecer
• Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani.
• Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK).
• Kesulitan penjualan untuk pupuk yang rusak kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan.
• Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani ,pupuk yang diperoleh dari distributor.
2.Kelompok Tani
• Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba Prosedur RDKK yang tidak sesuai.
• Prosedur realokasi masih sangat kurang baik.
3.Petani
• Kendala kemampuan finansial dalam pembelian pupuk,Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK).
Selain masalah-masalah di atas, mungkin masih banyak permasalahan lain yang dapat menyebabkan kelangkaan pupuk dan mengganggu proses distribusi pupuk bersubsidi. Hal inilah yang akan selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kabupaten Karo.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
4. Perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
- Terdapat perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer.
- Harga jual pupuk bersubsidi ditingkat pedagang pengecer tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, dimana harga jual semua jenis pupuk bersubsidi berada di atas HET dengan kenaikan harga rata-rata berkisar antara 12 % hingga 20,86 %. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga secara nyata dalam
pemasaran pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
- Pada pemasaran pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer di daerah penelitian adalah biaya transportasi, biaya sewa gudang, biaya plastik dan goni, biaya pajak SIUD, penyusutan timbangan.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Karo
Pengecer: Masalah RDKK : pupuk yang sudah disalurkan oleh distributor tidak ditebus oleh petani, Adanya permintaan pupuk dari petani namun tidak melalui mekanisme (RDKK), Kesulitan penjualan untuk pupuk yang rusak kemasan/bocor (5-10 karung dalam 1 truk) selama proses pengangkutan, Kendala penjadwalan alokasi kepada Kelompok Tani ,pupuk yang diperoleh dari distributor.
Kelompok Tani: Kekurangan jumlah pupuk UREA karena musim tanam tiba Prosedur RDKK yang tidak sesuai, , Prosedur realokasi masih sangat kurang baik.
Petani :Kendala kemampuan finansial dalam pembelian
pupuk,Penyaluran pupuk masih belum tepat sasaran (belum sesuai RDKK).
Saran
1. Kepada Pedagang
Diharapkan pedagang dapat memperhatikan biaya pemasaran seperti biaya transportasi atau bongkar muat, misalnya dengan membuat pengangkutan bersama untuk pedagang dalam satu wilayah yang akan memperkecil biaya. 2. Kepada Pemerintah
- Pemerintah sebaiknya menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sesuai dengan kenyataan harga yang terbentuk di lapangan