a. Pelaksanaan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual
Untuk melaksanakan pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual ada beberapa komponen pembelajaran yang dapat
dilakukan, diantaranya membuat keterkaitan yang bermakna,
pembelajaran mandiri melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Di sekolah ini juga menerapkan pembelajaran dengan komponen-komponen tersebut, diantaranya ;
a. Membuat keterkaitan yang bermakna
Berbagai cara digunakan oleh guru untuk mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari agar mendapatkan makna dari
65
O. Kegiatan Belajar Mengajar, 2-5-2015. 66
pembelajaran, materi pembelajaran PAI dapat dikaitkan dengan peristiwa yang baru atau sering terjadi dalam lingkungan kehidupan sehari-hari baik yang kita ketahui dari kehidupan sekeliling kita maupun peristiwa yang sering kita lihat dari media, hal ini sangat menarik bagi peserta didik dan meningkatkan semangat belajar mereka, sebagaimana diungkapan oleh Wildan Hanson bahwa :
Pembelajaran PAI dengan cara mengaitkan hal yang paling actual maksudnya yang marak terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita misalnya materi tentang pengendalian diri ini bisa dikatkan dengan perkelahian antar pelajar yang sering terjadi akhir akhir ini. Baik yng diketahuinya dari kehidupan disekitarnya maupun yang dilihat melalui media elektronik seperti tawuran anak SMP,SMA bahkan anak SD, disamping itu kekerasan yang ada di lembaga wakil rakyat sebagai contoh DPR yang melaksanakan sidang dengan baku hantam
karena kurang memahaminya betapa pentingnya
pengendalian diri dan pemahaman bahwa pada dasarnya tidak ada penyelesaian suatu masalah dengan emosi yang
menghasilkan keputusan yang bijaksana.67
Sedangkan Musowidin juga memberikan contoh cara mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari disekitar kita, bahwa ilmu itu sering diketahui oleh manusia hanya setengah-setengah saja tidak mendalam sehingga berakibat kurang baik dalam kehidupan manusia tersebut, maka dari itu untuk bisa hidup lebih baik peserta didik harus mengetahui ilmu secara mendalam
agar kelak jika hidup ditengah masyarakat mampu survive, berikut
ungkapannya :
67
Contoh mengaitkan materi PAI dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita atau yang bisa kita ketahui dari televise atau media internet contohnya dalam hal pernikahan, banyak masyarakat yang menikah tapi tidak tahu makna menikah, pengetahuan tentang pernikahan seharusnya tidak hanya menyangkut hokum nikah saja yakni sunah, mubah, wajib, haram tapi bagaimana menyangkut hubungan suami istri itu halal, kadang apabila sudah menjatuhkan talaq satu yang mestinya mereka itu masih bisa rujuk tapi mereka tidak mengerti, anggapan mereka talaq satu harus menunggu masa iddah yang kemudian harus mbangun nikah lagi. Contoh lain dalam hal ilmu Faraid, pemerintah dalam menetapkan pembagian harta warisan hanya dari segi materi saja,sedang pembagian warisan dalam Islam berlandaskan dari berbagai unsure, dan saya menjelaskan ke anak-anak orang yang mendapat harta warisan tidak dengan menggunakan hokum agama maka hidupnya dipastikan akan sengsara atau tidak bahagia. Untuk meyakinkan hal ini anak-anak saya beri tugas observasi di lingkungan sekitar anak-anak atau lingkungan keluarga kemudian hasil pengamatan itu
dipresentasikan.68
Hal diatas juga di dukung oleh Nena siswi kelas XI MIA 8, sebagaimana diungkapkannya, bahwa ;
Biasanya kita mengaitkan materi dengan mengamati kejadian di sekitar kita atau diputarkan video dan internet sehingga kita bisa mempraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan kalo sekedar teori kita tidak lansung bisa
dan takut salah.69
68
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015. 69
Gambar 12 : Mengaitkan Materi melalui Media Internet70
b. Pembelajaran Mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan salah ciri pembelajaran aktif . Peserta didik senantiasa dilatih kemandirian agar kelak senantiasa hidup dengan mandiri tanpa selalu mengharap belas kasihan orang lain. Dalam pembelajaran kontekstual perlu adanya pembelajaran mandiri. Bentuk-bentuk pembelajran mandiri dapat dilakukan dengan cara peserta didik mencari materi yang akan dipelajari terlebih dahulu dari sumber yang relevan melalui media
yang tersedia di sekolah seperti internet dan fasilitas lainnya71 yang
kemudian didiskusikan bersama di dalam kelas, dengan usahanya sendiri ini peserta didik lebih semangat dalam pembelajaran sebagaimana diungkapkan oleh Musowidin bahwa :
70
D. Menggunakan Media Internet.2015. 71
Kebetulan kita sebagai guru titik-titik bisa IT, agar anak mandiri anak mencari sumber materi sendiri bisa dilakukan dengan browsing dari internet karena dunia ini sudah dekat dengan anak kemudian hasilnya akan dipresentasikan dan ditayangkan di LCD sebagai contoh bagaimana penerapan hukuman zina di Arab, Afganistan dan Negara Islam lainnya, anak sangat tertarik mencari materi ini sendiri.dan kejadian nyata yang lain di dunia ini yang dapat ditemukan dari masing-masing anak, inilah pentingnya pembelajaran mandiri karena akan menemukan lebih banyak pengetahuan baru lainnyal.72
Hal senada juga diungkapkan oleh Wildan dengan mengacu pada kurikulum 2013 dimana peserta didik melakukan proses
mengamati, menanya, mengeksplorasi dan kemudian
mengkomunikasikan.Dalam hal ini menurut Wildan bahwa peserta didik senatiasa dilatih mandiri dan untuk mencari bahan materi sendiri sebelum pembelajaran, materi tidak hanya melalui internet saja namun dari buku-buku yang bisa dibaca diperpustakaan yang kemudian didiskusikan di dalam kelas sebagaimana diungkapkan bahwa :
Iya, Seperti yang ada di kurikulum 2013, diantaranya mempelajari materi sendiri bisa dengan browsing atau kajian perpus, ini merupakan proses mengamati,kemudian bisa ditanyakan hal-hal yang kurang dipahaminya di dalam kelas, kemudian eksplorasi dan dikomunikasikan di dalam diskusi
di dalam kelas.73
72
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015. 73
Data ini juga di dukung oleh observasi peneliti dimana dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik di beri tugas mencari
materi di Internet secara mandiri sebelum di diskusikan bersama.74
c. Melakukan pekerjaan yang berarti
Melakukan pekerjaan yang berarti penting dalam
pembelajaran PAI. Karena ini merupakan salah satu cara pencapaian dalam pembentukan kepribadian. Menurut Harun melakukan pekerjaan yang berarti ini dapat diterapkan dengan cara peserta didik melaksanaan ibadah sunat disamping ibadah wajib setiap harinya seperti puasa sunat Senin Kamis, sholat dhuha dan sholat sunat malam.Kegiatan ini agar berjalan dengan baik harus senantiasa di evaluasi setiap minggunya, disamping itu yang menerapkannya dengan baik diberikan apresiasi berupa poin untuk menambah nilai sebagaimana diungkapkan beliau bahwa :
Anak-anak senantiasa saya anjurkan untuk puasa Senin Kamis, sholat dhuha dan sholat malam. Ini merupakan pekerjaan yang berarti bagi anak. Kegiatan ini saya evaluasi setiap seminggu sekali dan saya akan memberi poin tiap minggunya, minimal melakukan 4 kali kegiatan dalam seminggu akan mendapatkan 1 poin untuk nilai praktek
ibadah. Anak-anak sangat antusias mengerjakannya.75
Banyak hal-hal yang berarti yang dapat dilakukan peserta didik setiap harinya di sekolah seperti mengucapkan salam ketika bertemu, berjabat tangan dengan teman maupun gurunya, menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Ada kegiatan lain yang dilakukan
74
O. Kegiatan Belajar Mengajar, 30-4-2015.` 75
tiap minggu seperti sholat jum‟at, mengadakan kajian Islami,
membaca Surat Yasin dan Tahlil. Disamping itu ada juga kegiatan yang dilakukan dalam tiap tahun seperti mengadakan perlombaan yang bersifat sosial pada bulan Ramadhan, peringatan Hari Kelahiran sekolah dengan melakukan Istighosah dan menyantuni anak yatim begitu juga ketika akan melaksanakan Ujian Akhir Nasional bagi peserta didik kelas akhir dan lain sebagainya hal ini diungkapkan oleh Musowidin bahwa :
Mulai dari aktivitas yang paling kecil sampai kegiatan yang paling besar itu merupakan kegiatan yang berarti bagi kehidupan anak, sebagaimana yang mereka lakukan setiap harinya disamping mengerjakan sholat sunah, puasa sauna seperti mengucapkan salam, berjabat tangan, menjaga kebersihan, bahkan kegiatan dalam rangka membantu orangtua memenuhi kebutuhan hidupnya seperti ada anak yang menjual makanan di sekolah dengan cara pembeli mengambil dan membayar sendiri dan semuanya berperilaku jujur, dan ini sangat berarti bagi keduanya. Kemudian
kegiatan mingguan, seperti jum‟atan, siswa melakukan kajian
Islam, pembacaan yasin tahlil tiap hari jum‟at pagi. Dan
kegiatan tahunan seperti ngabuburit dengan lomba-lomba social, santunan anak yatim, Istigosah yang dilaksanakan pada saat harlah (malam terakhir) dan akan melaksanakan
UAN.76
Hal senada juga diungkapkan Waka Kurikulum, yang menyatakan bahwa ;
Siswa aktif dalam melaksanakan kegiatan keagamaan baik yang bersifat harian seperti sholat berjamaah, sholat dhuha,
senyum salam sapa, mingguan seperti sholat jum‟at,
mengedarkan dan mengisi kotak amal,keiatan bulanan seperti pembacaan surat yasin dan tahlil serta kegiatan tahunan seperti istighosah ketika akan ujuin, even-even yang sifatnya
76
besar, peringatan hari-hari besar dengan mengadakan bakti
sosial, santunan anak yatim dan idul kurban.77
Data ini juga didukung oleh observasi peneliti ketika itu ada seorang guru yang mengumumkan ada salah seorang dari keluarga besar SMAN 1 Boyolangu yang meninggal kemudian anak-anak dihimbau memberikan bantuan shodaqoh seikhlasnya yang akan
diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan.78
d. Kerjasama
Kerjasama dalam pembelajaran diwujudkan dengan kerja kelompok. Dengan pemberian tugas untuk dikerjakan secara berkelompok maka akan muncul kejasama diantara peserta didik,
sebagaimana diungkapkan Musowidin, ”Contoh dalam materi
kutbah jum‟at, anak kerja kelompok untuk membuat materi kutbah jum‟at kemudian dikumpulkan dan di praktekkan di masjid”.79
Selain kerjasama dilakukan untuk kegiatan praktek ibadah seperti yang disebutkan diatas, kejasama dalam bentuk kerja kelompok dapat dilakukan dalam kegiatan diskusi di kelas, peserta didik dibagi dalam kelompok kemudian mereka dengan bekerjasama dengan kelompoknya menyiapkan materi sebagai bahan diskusi. Hal ini diungkapkan Wildan
Dengan cara pembagian kelompok di dalam kelas ketika kita akan melakukan diskusi, mereka mencari materi
77
W. AW.WKU, SMAN 1 Boy., 7-5-2015. 78
O. Ruang Pengumuman, 30-4-2015.
79
sama temannya bisa dengan browsing, kajian perpus atau dari
buku-buku lain yang mereka dapatkan”.80
Hal diatas didukung oleh ungkapan Iklil siswa kelas X IIS
bahwa ; “ Di dalam kegiatan diskusi kita biasanya dibagai menjadi
beberapa kelompok kemudian kita bekerjasama dalam menyiapkan
materinya”.81
Gambar 13: Peserta didik Melakukan Kerjasama82
e. Berpikir kritis dan kreatif
Peserta didik di sekolah ini sangat perlu dilatih untuk berfikir kritis dan kreatif. Berfikir kritis dan kreatif dapat dilakukan dengan memberi kesempatan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, meskipun jika pertanyaaa itu kurang bagus itu lebih baik dari pada selalu diam saja, dan jika peserta didik mampu mengajukan pertanyaan yang bagus dan kritis maka seorang guru harus
80
W. WH.GPAI, SMAN 1 Boy., 28-4-2015.
81
W. IL.PS, SMAN 1 Boy, 6-5-2015. 82
memberikannya apresiasi agar bertambah semangat dalam belajar. Sedangkan sifat kreatif peserta didik dapat dilakukan dengan
kepandaian peserta dalam mencari sumber pengetahuan
sebagaimana diunkapkan Wildan bahwa :
Sangat perlu anak berlatih berpikir kritis yaitu dengan cara memberi kesempatan anak bertanya dalam setiap kegiatan belajar mengajar, karena menurut saya anak yang bertanya namun salah lebih baik dari pada tidak bertanya kemudian pertanyaan yang bagus harus segera diberikan apresiasi meskipun hanya sekedar tepuk tangan hal ini akan membuat anak lebih semangat, disamping itu saya seneng klo ada anak yang membantah atau berbeda pendapat dalam kegiatan diskusi di kelas sehingga membuat guru untuk mencari jawabannya atau sumber-sumber yang lebih banyak, Sedang untuk aspek kreatif anak dengan cara anak banyak membaca
melalui buku atau internet.83
Kreativitas peserta didik dalam belajar dapat juga ditumbuhkan juga dengan keaktifan peserta didik dalam menemukan gejala atau kejadian yang ada di dalam masyarakat yang memerlukan analisa dan pembahasan di dalam kelas, sehingga mereka akan lebih paham apa yang telah dilihat atau ditemukannya di lingkungan mereka sehingga mereka tidak hanya menonton saja namun dapat mengambil pelajaran dan hikmahnyha sebagaimana diungkapkan Musowidin bahwa :
Untuk menumbuhkan kreatif anak dengan cara anak mencari kasus di luar atau mengamati kejadian di lingkungannya, jika mereka tidak faham maka di florkan di kelas untuk didiskusikan bersama-sama dengan teman dan gurunya sebagai contoh ketika ada orang yang meninggal dunia, disitu anak banyak yang bertanya mengapa orang yang meninggal
83
di lingkungan mereka ketika masih ditidurkan di rumah diatas atau utara kepalanya di beri lampu dan mengapa ketika berangkat akan dimakamkan disepanjang jalan yang akan
dilaluinya disapu terlebih dahulu,akhirnya setelah
didiskusikan mereka mengetahui makna dan maksudnya dari kebiasaan tersebut yaitu bahwa keluarga mereka yang ditinggalkan tersebut berharap orang yang meninggal tersebut
“dipadangne kubure dan dijembarne kubure” maksudnya
dijauhkan dari siksa kubur. Namun juga harus dipahamkan ke anak bahwa untuk dilapangkan kuburnya manusia harus melaksanakan sholat yang bagus, akhlaknya yang bagus dan sebagainya dan melaksanakan semua yang diperintahkan
Allah SWT dan menjauhi larangannya.84
Data ini juga didukung oleh observasi peneliti ketika masuk ke dalam kelas dan anak-anak sedang berdiskusi, mereka kritis
bertanya tentang materi yang sedang dibahas.85
f. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
senantiasa ada pengenalan terhadap karakteristik peserta didik . Hal ini dilakukan dalam rangka membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Di SMUN 1 Boyolangu untuk mengenal karakteristik peserta didik melalui proses pembelajaran,
seperti dalam kegiatan praktek membaca Al Qur‟an, praktek sholat,
sikap ketika berada di dalam kelas pada saat kegitan KBM. Dari sini akan nampak karakter masing-masing peserta didik sehingga guru dapat mengenal dan memperhatikannya agar peserta didik dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan
84
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015. 85
kemampuan masing-masing sebagaimana diungkapkan Musowidin bahwa :
Untuk mengenal setiap siswa, kita ini melihat ketika anak
praktek membaca Al Qur‟an, praktek sholat, melihat sikap anak ketika menerima pelajaran di kelas. Ketika mengamati praktek kita bisa mengenali karakter anak, kadang yang
berjilbab itu belum tentu bisa membaca Al Qur‟an namun
mereka biasanya memiliki kepribadian yang santun dan
memahami bahwa menutup aurot itu wajib hukumnya.86
Hal yang sama juga diungkapkan Wildan Hanson bahwa melalui kegiatan praktek ibadah dapat diketahui karakter peserta disamping itu dapat juga dilakukan dengan menanyainya langsung tentang aktivitas sehari-hari mereka di rumah untuk kemudian dianalisa dan ditindak lanjuti oleh guru supaya mereka dapat berkembang ke arah yang lebih baik, demikian penjelasannya :
Melalui kegiatan membaca Al Qur‟an kemudian anak
dikelompokkan sesuai dengan kategorinya dari yang sangat mahir, mahir dan kurang mahir, juga dari keaktifan sholat mulai yang paling aktif, sedang-sedang saja dan yang kurang aktif, kemudian memperhatikan mereka dengan menanyai masing-masing anak tentang kegiatan sehari-hari mulai dari pertanyaan, kamu bangun jam berapa? sholat jam berapa? kenapa tidak sholat? mereka biasanya menjawab dengan jujur yang kemudian saya beri motivasi agar mereka dapat tumbuh
dan berkembang lebih baik.87
Hal diatas di dukung oleh Harim Soejatmiko selaku Kepala Sekolah, mengungkapkan bahwa ;
Siswa disekolah ini heterogen dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda disamping itu bermacam-macam karakteristiknya, karena itu seorang guru harus mampu mengidentifikasi mereka mereka melalui proses pembelajaran
86
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015.
87
baik di dalam kelas maupun di luar kelas agar mereka dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal.88
g. Mencapai standar yang tinggi
Mencapai standar tinggi juga penting dalam pembelajaran kontekstual karena keberhasilan akan ditentukan diberbagai aspek baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada standar nilai
yang diterapkan disekolah ini seperti yang diungkapkan “Disini kan
ada KKM, tapi saya harap anak tidak hanya sekedar memenuhi
KKM baik aspek kognitif, affektik dan psikomotorik”.89
Hal yang sama juga diungkapkan Musowidin bahwa peserta didik diharapkan tidak hanya mampu mencapai KKM tetapi harus melebihi bahkan mendekati nilai sempurna. Tidak hanya nilai aspek kognitif yang harus bagus namun juga aspek sikap dan ketrampilan lebih jauh diungkapkan oleh Musowidin bahwa:
Ya setelah menerima materi anak bisa melakukan menurut kemampuan, untuk nilai harus mendekati sempurna, KKM itu hanya untuk batasan kalangan bawah saja. Disamping itu anak harus mempunyai ketrampilan yang bagus juga sebagai contoh dalam materi warisan siswa-siswa saya mateng dalam penguasaan materi, saya tidak suka memberikan materi setengah-setengah, sehingga anak-anak terampil dalam menghitung harta warisan untuk bagiannya sendiri dan bagian keluarganya. Klo untuk aspek akhlak anak sudah punya pengetahuannya sejak masih SD dan SMP juga sudah diajarkan mereka tinggal maka ditingkat SMA mereka harus banyak merealisasikannya. Karena kesempurnaan manusia,
kuncinya adalah akhlaknya.90
88
W. GU.KS, SMAN 1 Boy., 6-6-2015. 89
W. WH.GPAI, SMAN 1 Boy., 28-4-2015.
90
Hal tersebut diatas didukung oleh ungkapan Waka Kurikulum Agus Winoto, bahwa :
Dalam Pembelajaran nilai anak harus mencapai KKM, jika tidak mereka harus diremidi agar masuk dalam criteria tuntas dalam belajar. Namun disini anak diharapkan tiudak hanya mencapai KKM namun harus mendapatkan nilai yang bagus
baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.91
h. Menggunakan Penilaian Autentik
Penilaian autentik diterapkan dalam kurikulum 2013, sekolah ini pada saat peneliti mengadakan penelitian menerapkan kurikulum 2013 . Penilaian di sekolah ini menggunakan penilaian proses yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik. Seperti yang diungkapkan Wildan Hansen;
Ya meliputi penilaian kognitif seperti ulangan harian, tes lesan, ulangan semester dan ulangan akhir semester, sedangkan aspek afektif dapat diambil dari pengamatan
keaktifan siswa dalam kegiatan sholat Jum‟at, peringatan hari
besar Islam, istigosah, dan aspek ketrampilan dari kemampuan praktek ibadah anak disamping itu tugas membuat porto folio, membuat produk seperti madding yang ada di masjid”.92
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Musowidin bahwa
penilaiaannya menggunakan authentic assessment menambahkan
bahwa :
Penilaian menggunakan penilaian autentik yang meliputi sikap, pengetahuan, psikomotor dimana anak dalam kegiatan
keagamaan selalu ada respon, o…anak ini tekun dalam
ibadahnya, respon terhadap pengumuman dan segera datang,
91
W. AW.WKU, SMAN 1 Boy., 7-5-2015.
92
mendengarkan dan melaksanakan tugas yang diberikan
dengan baik.93
Hal ini di dukung oleh ungkapan Rida siswa kelas XI MIA 2,
bahwa ; “ Dalam pembelajaran PAI penilaiannya banyak ada penilaian pengetahuan, penilaian sikap dan penilaian praktek atau
ketrampilan”.94
b. Implikasi Pembelajaran Contekstual teaching And Learning (CTL)
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dilatar belakangi oleh adanya berbagai macam karakteristik peserta didik. Karena itu pembelajaran harus menggunakan pendekatan yang dapat membelajarkan peserta didik dengan berbagai karakteristiknya. Peserta didik berasal dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda karena itu penting menggunakan pendekatan ini karena pembelajaran tidak hanya mencangkup kognitif saja, namun ketrampilan dan pembentukan sikap sebagaimana diungkapkan Kepala Sekolah SMUN 1 Boyolangu bahwa :
Siswa disekolah ini heterogen dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda disamping itu bermacam-macam karakteristiknya, karena itu harus menggunakan pendekatan belajar yang tepat yang mampu membentuk kepribadian siswa secara terus menerus sehingga pembelajaran tidak hanya mementingkan akademiknya saja namun juga skill dan pembentukan kepribadian, salah satunya pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang akan memenuhi kebutuhan tersebut.95
93
W. MW.GPAI, SMAN 1 Boy., 30-4-2015.
94
W. RD.PS, SMAN 1 Boy., 6-5-2015.
95
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil kepala sekolah tentang pentingnya pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual yang merupakan tuntutan kebutuhan peserta didik pada saat ini agar lebih mendalam dalam memahami materi sehingga berimplikasi pembelajaran tidak sekedar pengetahuan hanya bentuk dogma-dogma saja, namun lebih dari itu, berikut ungkapannya :
Pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual diterapkan karena tuntutan kebutuhaan anak, jika materi diberikan hanya dengan dogma-dogma saja maka anak hanya mengetahui dasar-dasar materi saja namun secara konteks mereka kurang
faham.96
Hal ini di dukung oleh ungkapan Harun yang menyatakan bahwa;
Pembelajaran kontekstual itu menjadikan kita sebagai guru tidak hanya memindahkan pengetauan kepada anak didik saja, namun kita juga bertanggungjawab untuk membentuk ketrampilan dan sikap peserta didik yang kita lakukan dalam
proses pembelajaran setiap harinya.97
Pembelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual akan dapat dilaksanakan dengan baik jika semua yang terkait dengan tanggung jawab pendidikan ikut terlibat, seperti keluarga, lembaga sekolah dengan semua warganya mulai dari Kepala Sekolah, semua guru tidak hanya guru PAI saja, sebagaimana diungkapkan Wildan salah seorang GPAI bahwa :
96
W. AW.WKU, SMAN 1 Boy., 7-5-2015.
97