• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.Jenis Kelamin

D. Deskripsi Data Penelitian

Uji mean digunakan untuk melihat tinggi rendahnya motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah. Mean teoritik didapatkan dari hasil membandingkan Mean Teoretis (MT) dan Mean Empiris (ME). Untuk mendapatkan mean teoritik digunakan rumus sebagai berikut :

MT = � ℎ× � ℎ� + ( � � × � ℎ� ) 2 MT = 1×45 +(4×45) 2 MT = 45+180 2 MT = 225 2 MT = 112,5

Dengan rangkuman hasil mean empiris dari Independent Samples T Test , maka perbandingannya adalah :

Tabel 11. Mean Empiris dan Mean Teoretis

Karyawan N Mean Empiris Mean Teoretis Karyawan yang sudah menikah 44 142,30 112,5 Karyawan yang belum menikah 46 144,54 112,5

Rata-rata mean empiris pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah lebih besar dari mean teoretis (142,30 > 112,5 ; 144,54 > 112,5). Artinya, motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah pada PT Hyup Sung masuk ke dalam kategori motivasi yang tinggi.

Uji tiap aspek dilakukan guna melihat tinggi rendahnya kebutuhan tiap aspek pada karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah.

Tabel 12.

Ringkasan Uji Mean Teoretis dan Mean Empiris Tiap Aspek

Aspek MT Married Single ME ME

Kebutuhan Eksistensi 37.5 142.295 144.543 Kebutuhan Berelasi 37.5 142.295 144.543 Kebutuhan Berkembang 35.5 142.295 144.543

Mean empiris kebutuhan eksistensi, kebutuhan berelasi dan kebutuhan untuk berkembang pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah lebih besar dari mean teoretis (142.295 > 37.5 dan 144.543 > 37.5). Artinya, rata-rata kebutuhan eksistensi, kebutuhan berelasi dan kebutuhan untuk berkembang pada subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi.

E. Pembahasan

Dari hasil analisis data penelitian, diperoleh p dari Sig. (2-tailed) sebesar 0,177. Hal ini menunjukkan p > 0,05 (0,177 > 0,05), artinya hipotesis penelitian ini ditolak yaitu tidak ada perbedaan motivasi kerja antara karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah. Hal ini mungkin terjadi karena karyawan yang sudah menikah dan belum menikah memiliki kebutuhan yang sama banyak sehingga mereka memiliki motivasi yang sama untuk memenuhi kebutuhan. Dugaan tersebut didukung oleh keterangan HRD PT. Hyup Sung yang mengatakan bahwa penyebab tidak adanya perbedaan motivasi kerja adalah jumlah kebutuhan yang sama banyak pada karyawan yang sudah menikah dan belum menikah serta sebagian besar karyawan belum menikah memiliki tempat tinggal yang jauh dari pabrik.

Tidak adanya perbedaan motivasi pada karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah terlihat pada nilai rata-rata mean empirisnya. Rata-rata mean empiris pada kedua kelompok karyawan tersebut memiliki skor lebih besar daripada mean teoretisnya. Hal ini terlihat dari ketiga indikator motivasi kerja, yaitu kebutuhan eksistensi, relasi dan berkembang pada dua kelompok karyawan yang tergolong tinggi.

Pada uji tiap aspek, karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah memiliki kebutuhan keberadaan (need of exixtence) yang tinggi. Kebutuhan keberadaan (need of exixtence), yaitu kebutuhan yang berkaitan

dengan kebutuhan materi dan fisik sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan materi dan fisik pada kedua kelompok karyawan tergolong tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor perusahaan yang tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan karyawan seperti gaji yang sesuai sehingga baik karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah pun tidak dapat memenuhi kebutuhan keberadaannya yang semakin tinggi. Hal ini didukung oleh keterangan yang diberikan oleh HRD PT. Hyup Sung bahwa kedua kelompok karyawan memiliki kebutuhan yang sama banyak dan sebagian besar karyawan yang belum menikah memiliki tempat tinggal yang jauh dari pabrik. Pendapat tersebut didukung dengan adanya pandangan bahwa semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan, maka semakin besar pula keinginan untuk memuaskannya (Suwatno & Priansa, 2011). Karyawan yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya maka akan berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan keberadaannya. Selain itu Alderfer (dalam Wijono, 2010) menyebutkan jika sumber yang diinginkan terbatas dan kebutuhan materi tidak dapat terpenuhi maka timbul persaingan. Hal inilah yang menyebabkan kebutuhan keberadaan pada kedua kelompok karyawan tinggi.

Uji aspek kebutuhan berhubungan (need of relatedness) pada karyawan yang sudah menikah dan belum menikah memiliki kebutuhan berhubungan yang tinggi. Kebutuhan berhubungan (need of relatedness) yang tinggi dikarenakan belum terciptanya kerja sama dan saling memberi dukungan satu sama lain dalam

usaha mencapai prestasi kerja yang diinginkan (Wijono, 2010). Hal ini mungkin disebabkan oleh karena gaji yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang berdampak pada persaingan dan kurangnya kerja sama pada karyawan. Dugaan tersebut didukung oleh keterangan HRD PT. HYyup Sung yang menyebutkan bahwa gaji yang diberikan perusahaan tergolong rendah. Selain itu jam kerja yang tinggi pada karyawan yang belum menikah juga menjadi salah satu penyebab kebutuhan relasi yang tinggi.

Karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah sama-sama memiliki kebutuhan untuk berkembang (need of growth) yang tinggi. Kondisi seperti ini dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, karyawan belum dapat mengenali potensi yang dimiliki sehingga belum dapat mengembangkan karier dan prestasi kerjanya secara maksimal (Riggio, 2008). Kedua, belum dapat terpenuhinya kebutuhan sebelumnya, sehingga kebutuhan semakin banyak dan mengakibatkan pada kebutuhan berkembang yang tinggi. Menurut Wijono (2010), kebutuhan untuk berkembang need of growth) merupakan kebutuhan yang paling kurang konkret (abstrak) yang harus dipenuhi setelah kebutuhan-kebutuhan konkret (eksistensi dan berelasi) terpenuhi. Hal tersebut sesuai dengan teori E.R.G. yang menjelaskan salah satu alasan mendasar adanya kebutuhan konkret, yaitu semakin sempurna kebutuhan yang paling konkret dicapai, maka semakin besar pula kebutuhan yang kurang konkret (abstrak) dipenuhi (Wijono, 2010). Ketiga, mungkin perusahaan tidak memfasilitasi karyawan untuk dapat

berkembang sehingga baik karyawan yang sudah menikah maupun karyawan yang belum menikah tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan prestasi dan menentukan jenjang kariernya sendiri.

Selain faktor dari perusahaan, ada faktor lain yaitu karakteristik biografis yang juga mempengaruhi motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan belum menikah. faktor karakteristik biografis yang akan dibahas di sini yaitu, jenis kelamin, umur, pendidikan dan lama bekerja. Seluruh subjek penelitian berjenis kelamin (90 karyawan). Dari beberapa penelitian, Robbins dan Judge (2005) menyatakan bahwa wanita memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi untuk merawat anak dan mencari nafkah. Wanita dianggap lebih dapat menyesuaikan diri terhadap otoritas dan pria dianggap lebih agresif serta memiliki keinginan untuk sukses dibandingkan wanita. Penelitian lain dilakukan oleh Pujisari (2010) menemukan bahwa jenis kelamin memiliki konsistensi yang lemah bahkan hampir tidak ada hubungan dengan kepuasan kerja. Dalam penelitiannya, Muljono (2002) menemukan bahwa kepuasan kerja sendiri memiliki hubungan positif dengan motivasi kerja. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi motivasi kerja.

Mayoritas subjek penelitian berusia antara 20-25 tahun (52,2 %) dan sisanya berusia 26-35 tahun (47,7 %). Penelitian yang dilakukan oleh Roatib, Suhartini dan Supriyadi (2007) pada perawat menemukan bahwa semakin bertambah umur seseorang maka semakin rendah motivasi kerjanya. Robbins dan

Judge (2005) menyat dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kepuasan terus menurun pada kalangan non professional selama usia tengah baya dan mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan pada professional mengalami kenaikan kepuasan kerja secara terus-menerus sesuai bertambahnya usia.

Penelitian yang dilakukan Roatib et al (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan pendidikan terhadap motivasi kerja pada perawat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi minat untuk mengembangkan dan mewujudkan kreatifitasnya. Dalam penelitian ini pendidikan terakhir semua subjek penelitian adalah SMA sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan subjek penelitian sama. Hal ini menjadi penyebab tidak adanya perbedaan motivasi kerja antara karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah sehingga subjek penelitian tidak dapat mengembangkan dan mewujudkan kreatifitasnya dengan maksimal.

Sebanyak 64 karyawan (71 %) telah bekerja selama ≥ 1 tahun. Selebihnya

26 karyawan (28,8 %) bekerja di PT Hyup Sung < 1 tahun. Dilihat dari jumlah karyawan yang bekerja lebih dari satu tahun maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki motivasi kerja rendah karena semakin lama semakin mengalami penurunan motivasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Roatib et al (2007) ditemukan bahwa terdapat hubungan antara

lama bekerja dengan motivasi kerja, yaitu semakin lamanya seseorang bekerja di suatu tempat, maka semakin rendah motivasi kerjanya. Robbins dan Judge (2005) menyimpulkan bahwa lama bekerja atau pengalaman kerja berhubungan negatif dengan ketidakhadiran namun berhubungan positif dengan produktivitas. Sebanyak 71 % subjek penelitian sudah bekerja lebih dari 1 tahun sehingga yang menjadi salah satu penyebab tidak adanya perbedaan motivasi kerja antara karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah pada PT. Hyup Sung.

49

BAB V

Dokumen terkait