• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI DISTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH SERTA STRUKTUR EKONOMI KELAUTAN DI INDONESIA

= dampak umpan balik nilai nilai tambah bruto bagi wilayah A akibat dari peningkatan satu satuan unit Permintaan Akhir atas output sektor j d

5 DESKRIPSI DISTRIBUSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH SERTA STRUKTUR EKONOMI KELAUTAN DI INDONESIA

Distribusi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia

Selama periode 1985-2010, perekonomian Indonesia didominasi oleh aktivitas ekonomi di Wilayah-wilayah dalam Kawasan Barat Indonesia (KBI). Hal ini terlihat dari persentase Produk Domestik Regional bruto (PDRB) wilayah-wilayah di KBI, seprti Wilayah Pulau Jawa yang mencapai 59,43% pada tahun 1985, diikuti oleh kontribusi Wilayah Pulau Sumatera sebesar 23,84% dan Wilayah Pulau Kalimantan sebesar 9,97%. Sementara wilayah-wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki persentase PDRB yang tergolong relative rendah, seperti Wilayah Pulau Papua dan Kepulauan Maluku tercatat memiliki kontribusi PDRB terendah terhadap perekonomian nasional, yaitu hanya sebesar 1,36% (Tabel 19).

Tabel 19 Distribusi PDRB dan Penduduk Menurut Wilayah Pulau Utama di Indonesia, Tahun 1985 dan 2010

Wilayah Pulau Utama PDRB (%) Penduduk (%)

1985 2010 1985 2010

1. Sumatera 23,82 21,07 19,95 21,31

2. Jawa 59,43 61,04 61,10 57,49

3. Kalimantan 9,97 8,58 4,73 5,80

4. Sulawesi 3,17 4,74 7,07 7,31

5. Bali – Nusa Tenggara 2,26 2,82 5,33 5,50

6. Papua – Kep. Maluku 1,36 1,76 1,82 2,59

Total 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS (diolah)

Dalam kurun 25 tahun terakhir (1985-2010), komposisi PDRB tersebut relatif tidak berubah, dimana andil Wilayah Pulau Jawa tetap mendominasi dengan andil mencapai 61,04% pada tahun 2010, disusul oleh Wilayah Pulau Sumatera sebesar 21,07%, dan Wilayah Pulau Kalimantan sebesar 8,12%. Bila pada tahun 2010, PDRB dari ketiga wilayah tersebut, hanya Wilayah Pulau Jawa saja yang mengalami peningkatan dalam distribusinya dibanding periode 1985, sedangkan Wilayah Pulau Sumatera dan Wilayah Pulau Kalimantan mengalami penurunan, maka sebaliknya untuk ketiga wilayah pulau utama lainnya justru mengalami peningkatan, yaitu untuk Wilayah Pulau Sulawesi, Wilayah Pulau Bali-Nusa Tenggara, dan Wilayah Pulau Papua-Kepualauan Maluku masing-masing meningkat menjadi sebesar 4,51%; 3,51%, dan 1,76% (Tabel 19).

Sejalan dengan terkonsentrasinya perekonomian di Pulau Jawa, sebaran penduduk juga mirip dengan distribisu ekonominya, dimana Wilayah Pulau Jawa menjadi tempat domisili bagi 61,10% penduduk di Indonesia pada tahun 1985.

Sementara pada tahun yang sama (1985), Wilayah Pulau Sumatera hanya menampung 19,95% penduduk Indonesia, diiukui Wilayah Pulau Sulawesi sekitar 7,07%. Kondisi yang sebaliknya terdapat di Wilayah Pulau Papua – Kepulauan Maluku yang memiliki luas wilayah lebih seper-empat dari total luas wilayah Indonesia (27,5%) justru hanya menjadi tempat tinggal bagi sekitar 1,82% penduduk Indonesia. Gambaran relatif mirip dengan yang terjadi pada tahun 1985 terjadi pula pada tahun 2010, dimana Wilayah Pulau Jawa menjadi tempat tinggal bagi 57,49% penduduk di Indonesia, diikuti oleh Wilayah Pulau Sumatera sebanyak 21,31% dan Wilayah Pulau Sulawesi sebanyak 7,31%. Sedangkan Wilayah Pulau Papua – Kepulauan Maluku hanya sebanyak 2,59% penduduk Indonesia.

Konsentrasi distribusi ekonomi dan penduduk yang timpang ini telah menimbulkan persepsi bahwa telah terjadi ketimpangan pembangunan selama ini. Premis ini menuntun pada kesimpulan sementara bahwa telah terjadi kekeliruan dalam kebijakan sektoral secara nasional. Terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di Wilayah Pulau Jawa akan mendorong penambahan infrastruktur dalam skala besar seperti jalan raya, jalan tol, pembangkit dan jaringan listrik serta infrastruktur perkotaan seperti pemukiman, pasar dan sarana pendukung lainnya. Proses aglomerasi ini dikhawatirkan akan mendorong daerah maju akan semkain maju dengan pertumbuhan yang lebih tinggi.

Secara nominal, pada tahun 1985 tercatat Wilayah Pulau Jawa memiliki PDRB tertinggi sebesar Rp.380.691 miliar (harga konstan 2000), diikuti oleh Wilayah Pulau Utama Sumatera dan Wilayah Pulau Kalimantan masing-masing sebesar Rp. 152.553 miliar dan Rp. 63.887 miliar. Sementara wilayah pulau utama yang memiliki PDRB per kapita yang terendah adalah Wilayah Papua – Kepulauan Maluku sebesar Rp 8.705 miliar, disusul oleh Wilayah Pulau Bali – Nusa Tenggara dan Wilayah Pulau Sulawesi masing-masing sebesar Rp. 20.278 miliar, dan Rp. 14.461 miliar. Namun kondisinya pada tahun 2010 relatif tetap, PDRB tertinggi tetap dicapai oleh Wilayah Pulau Jawa sebesar Rp.1.356.704 miliar, disusul oleh Wilayah Pulau Sumatera dan Wilayah Pulau Kalimantan masing-masing sebesar Rp. 468.324 miliar, dan Rp. 182.481 miliar. Demikian pula untuk wilayah pulau utama yang memiliki PDRB per kapita yang terendah adalah Wilayah Papua – Kepulauan Maluku, disusul oleh Wilayah Pulau Bali – Nusa Tenggara, dan Wilayah Pulau Sulawesi masing-masing sebesar Rp. 39.060 miliar, Rp. 77.985 miliar, dan Rp. 100.208 miliar (Tabel 20).

Selama kurun waktu 26 tahun relatif tidak terjadi perubahan posisi pada wilayah-wilayah pulau utama dengan PDRB tertinggi dan terendah di Indoneisa Namun tidak demikian halnya dalam peringkat rata-rata pertumbuhan PDRB yang terjadi selama kurun waktu 1985-2010 tersebut, wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki PDRB terendah justru memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang relatif tinggi (dibandingkan wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki peringkat PDRB relatif tinggi) (Tabel 20). Hal ini mengindikasikan adanya gejala yang mengarah pada tendensi semakin konvergennya ekonomi (PDRB) wilayah pulau utama di Indonesia selama periode 1985-2010.

Tabel 20 Perkembangan PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000, Rata-rata Pertumbuhan dan Peringkatnya menurut Wilayah Pulau Utama di Indonesia, Tahun 1985–2010

Wilayah Pulau Utama

PDRB (Milyar Rp.) Rata-rata Pertumbuhan 1985-2010 (%) Peringkat PDRB 1985 & 2011 Peringkat Rata-rata Pertumbuhan 1985-2011 1985 2010 1. Sumatera 152.553 468.324 4,64 (2); (2) (5) 2. Jawa 380.691 1.356.704 5,32 (1); (1) (4) 3. Kalimantan 63.887 180.481 4,50 (3); (3) (6) 4. Sulawesi 20.278 100.208 6,83 (4); (4) (1) 5. Bali – Nusa Tenggara 14.461 77.985 6,08 (5); (5) (2) 6. Papua – Kep. Maluku 8.705 39.060 6,47 (6); (6) (3)

Rata-rata 106.762 370.460 5,64

Sumber: BPS (diolah)

Perkembangan yang terjadi selama tahun 1985-2010 berdampak pada perbedaan perkembangan nilai PDRB per kapita yang mewakili tingkat kesejahteraan penduduk di masing-masing wilayah pulau utama. Pada tahun 1985, tercatat Wilayah Pulau Sumatera memiliki PDRB per kapita tertinggi sebesar Rp.44,21 juta (harga konstan 2000), diikuti oleh Wilayah Pulau Utama Kalimantan dan Wilayah Pulau Jawa masing-masing sebesar Rp. 39,59 juta dan Rp. 25,02 juta. Sementara wilayah pulau utama yang memiliki PDRB per kapita yang terendah adalah Wilayah Bali – Nusa Tenggara sebesar Rp 5,10 juta, disusul oleh Wilayah Pulau Papua – Kepulauan Maluku dan Wilayah Pulau Sulawesi masing-masing sebesar Rp. 6,08 juta, dan Rp. 7,34 juta. Kemudian pada tahun 2010, PDRB per kapita tertinggi tetap dicapai oleh Wilayah Pulau Jawa sebesar Rp.69,82 juta, disusul oleh Wilayah Pulau Kalimantan dan Wilayah Pulau Sumatera masing-masing sebesar Rp. 67,94 juta, dan Rp. 67,92 juta. Demikian pula untuk wilayah pulau utama yang memiliki PDRB per kapita yang terendah adalah Wilayah Papua – Kepulauan Maluku, disusul oleh Wilayah Pulau Bali – Nusa Tenggara, dan Wilayah Pulau Sulawesi masing-masing sebesar Rp. 11,67 juta, Rp. 18,17 juta, dan Rp. 29,12 juta (Tabel 21).

Dengan demikian, selama kurun waktu 25 tahun relatif tidak terjadi perubahan posisi pada wilayah-wilayah pulau utama dengan PDRB per kapita tertinggi dan terendah di Indoneisa Namun tidak demikian halnya dalam peringkat rata-rata pertumbuhan yang terjadi selama kurun waktu 1985-2010 tersebut, wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki PDRB terendah justru memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang relatif tinggi (dibandingkan wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki peringkat PDRB relatif tinggi). Selama periode tersebut, peringkat pertumbuhan PDRB yang relatif tinggi dimiliki oleh Wilayah Pulau Sulawesi, dan disusul Wilayah Pulau Bali – Nusa Tenggara (Tabel 21). Hal ini mengindikasikan adanya gejala yang mengarah pada tendensi semakin konvergennya ekonomi (PDRB) wilayah pulau utama di Indonesia selama periode 1985-2010, meskipun belum secara nyata (tegas).

Tabel 21 PDRB per Kapita atas Dasar Harga Konstan 2000, Pertumbuhan dan Peringkatnya menurut Wilayah Pulau Utama di Indonesia, 1985–2010

Wilayah Pulau Utama

PDRB per Kapita Pertumbuhan 1985-2010 (%) Peringkat PDRB per Kapita 1985 & 2010 Peringkat Pertumbuhan 1985-2010 1985 2010 1. Sumatera 44,21 67,92 1,77 (1); (3) (5) 2. Jawa 25,02 69,82 4,29 (3); (1) (3) 3. Kalimantan 39,59 67,94 1,63 (2); (2) (6) 4. Sulawesi 7,34 29,12 5,09 (4); (4) (1) 5. Bali – Nusa Tenggara 5,10 18,17 4,43 (6); (5) (2) 6. Papua – Kep. Maluku 6,08 11,67 3,02 (5); (6) (4)

Rata-rata 127,35 264,65 3,37 Sumber: BPS (diolah)

Fenomena ini menjelaskan bahwa terdapat wilayah pulau utama yang tumbuh lebih cepat sehingga peringkatnya menjadi berubah meningkat, dan di sisi lain terdapat wilayah pulau utama yang tumbuh lebih lambat sehingga peringkatnya berubah menjadi menurun. Fenomena ini juga menjunjukkan bahwa untuk mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah pulau utama lainnya, wilayah-wilayah pulau utama tersebut memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat. Namun demikian, gejala proses konvergensi yang terjadi antar ekonomi wilayah pulau utama pada kelompok PDRB menengah, mengingat pada wilayah pulau utama dengan pertumbuhan PDRB tertinggi belum bergeser menjadi terendah, dan sebaliknya yang tertinggi belum bergeser ke yang terendah (Tabel 21). Sebagai ilustrasi adanya tendensi proses konvergensi yang terjadi selama periode tahun 1985-2010 antar wilayah provinsi dan wilayah pulau utama di Indonesia dapat diamati pada Gambar 25.

Gambar 25 Plot Pertumbuhan PDRB per Kapita 1985-2010 dengan Logaritma Natural PDRB per Kapita 1985 antar Pulau Utama Indonesia

Gambar 25 memperlihatkan bahwa plot antara pertumbuhan PDRB per kapita wilayah pulau utama di Indonesia dengan logaritma natural pendapatan per kapita pada tahun 1985 (periode awal) wilayah pulau utama di Indonesia yang menunjukkan hubungan negatif seperti telah dijelaskan sebelumnya, yang mengindikasikan adanya gejala yang mengarah pada tendensi proses semakin konvergennya ekonomi (PDRB) wilayah pulau utama di Indonesia selama periode 1985-2010. Wilayah pulau utama yang relatif makmur seperti Jawa; dan pulau utama yang relatif tertinggal seperti Pulau utama Papua dan Kepulauan Maluku terlihat muncul sebagai pencilan (outlier) dalam proses konvergensi ekonomi wilayah provinsi-provinsi di Indonesia selama tahun 1985-2010.

Gambaran mengenai distribusi dan pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia selama periode 1985-2010, selain dapat diamati melalui cakupan wilayah pulau utama, secara lebih rinci juga melalui cakupan wilayah provinsi. Selama periode tersebut (1985-2010), rata-rata pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi di Indonesia adalah sebesar 5,59% dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sulawesi tengah sebesar 7,76% diikuti oleh Papua (Irian Jaya) dan Nusa Tenggara Barat masing- masing tumbuh sebesar 7,20% dan 6,48%. Sementara Provinsi Nangro Aceh Darussalam tercatat tumbuh paling rendah yakni hanya sebesar 0,71%, dan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,71%.

Secara nominal, pada tahun 1985 tercatat Wilayah Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur merupakan tiga wilayah provinsi yang memiliki PDRB tertinggi baik pada tahun 1985 maupun 2010. Demikian pula untuk wilayah provinsi- provinsi yang memiliki PDRB terendah selama periode tersebut tidak mengalami perubahan, yaitu tetap dimiliki oleh Provinsi Bengkulu, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kecenderungan bahwa selama periode tersebut (1985-2010) kedudukan provinsi-provinsi di Indonesia relative tetap pada provisni-provinsi dengan nilai PDRB tertinggi dan terandah (Tabel 22).

Di samping itu, bila diperbandingkan antara besaran nilai PDRB tahun 1985 dengan besaran nilai PDRB tahun 2010 diketahui bahwa selama kurun waktu 25 tahun relatif tidak terjadi perubahan posisi pada wilayah-wilayah provinsi dengan PDRB tertinggi dan terendah di Indoneisa (Tabel 22). Wilayah Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Timur masih menduduki sebagai wilayah dengan nilai PDRB tertinggi baik pada tahun 1985 maupun 2010, demikian pula dengan wilayah yang terendah dalam nilai PDRB masih dimiliki oleh Provinsi Bengkulu, Maluku dan Sulawesi Tenggara baik pada tahun 1985 maupun 2010. Namun apabila kondisi tersebut diperbandingkan dengan peringkat rata-rata pertumbuhan PDRB selama 1985-2010 tampak adanya kecenderungan pergeseran posisi wilayah provinsi yang dilihat berdarsarkan peringkatnya dalam nilai PDRB (1985 dan 2010) dengan peringkatnya dalam rata-rata pertumbuhan PDRB selama periode 1985-2010.

Tabel 22 Perkembangan PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000, Pertumbuhan dan Peringkatnya menurut Wilayah Provinsi di Indonesia, Tahun 1985–2010

Wilayah Provinsi PDRB (Milyar Rp.) Rata-rata Pertumbuhan 1985-2010 (%) Peringkat PDRB 1985 & 2011 Peringkat Rata-rata Pertumbuhan 1985-2011 1985 2010 1. Nangro Aceh Darussalam 29.594 33.118 0.71 (7);(12) 26 2. Sumatera Utara 27.563 118.641 6.09 (8);(6) 9 3. Sumatera Barat 10.696 38.860 5.34 (11);(10) 17 4. Riau 46.428 138.783 4.54 (5);(5) 22 5. Jambi 3.809 17.471 6.33 (21);(21) 7 6. Sumatera Selatan 23.288 74.737 4.94 (9);(8) 20 7. Bengkulu 2.024 8.336 5.87 (26);(26) 12 8. Lampung 9.152 38.378 5.96 (12);(11) 11 9. DKI Jakarta 108.823 395.634 5.44 (2);(2) 16 10. Jawa Barat 109.588 410.750 5.59 (1);(1) 15 11. Jawa tengah 57.288 186.995 4.91 (4);(4) 21 12. DI Yogyakarta 7.066 21.044 4.53 (14);(18) 23 13. Jawa Timur 97.926 342.281 5.22 (3);(3) 19 14. Bali 6.820 28.881 5.99 (16);(16) 10 15. Nusa Tenggara Barat 4.190 21.294 6.84 (19);(17) 3 16. Nusa Tenggara Timur 3.451 12.544 5.33 (22);(22) 18 17. Kalimantan Barat 6.842 30.300 6.21 (15);(15) 8 18. Kalimantan Tengah 4.625 18.804 5.83 (18);(20) 14 19. Kalimantan Selatan 7.451 30.674 5.87 (13);(14) 13 20. Kalimantan Timur 44.969 110.887 3.71 (6);(7) 25 21. Sulawesi Utara 3.998 20.070 6.74 (20);(19) 5 22. Sulawesi Tengah 2.847 17.626 7.76 (23);(23) 1 23. Sulawesi Selatan 11.145 55.944 6.69 (10);(9) 6 24. Sulawesi Tenggara 2.287 11.650 6.79 (24);(24) 4 25. Maluku 2.476 7.287 4.89 (25);(25) 24 26. Papua 6.229 31.773 7.20 (17);(13) 2 Rata-rata 24.637 85.491 5.59 Sumber: BPS (diolah)

Demikian pula hanya, bila kecenderungan tersebut diamati berdasarkan rata- rata pertumbuhan PDRB per Kapita, meskipun terdapat gambaran yang relatif berbeda. Selama periode 1985-2010, Provinsi Sulawesi Utara merupakan wilayah provinsi dengan rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi yaitu sebesar 5,69%, diikuti Sulwesi Selatan dan Sulwesi Tengah masing-masing sebesar 5,62% dan 5,07%; sedangkan yang terendah dimiliki Provinsi Nangro Aceh Darussalam yakni sebesar -0,99% (Tabel 23).

Tabel 23 memperlihatkan bahwa selama kurun waktu 25 tahun (1985-2010) relatif tidak terjadi perubahan posisi pada wilayah-wilayah provinsi dengan PDRB per kapita tertinggi dan terendah di Indoneisa Namun tidak demikian halnya dalam peringkat pertumbuhan yang terjadi selama kurun waktu 1985-2010 tersebut, wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki PDRB per kapita relatif terendah justru

memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang relatif tinggi (dibandingkan wilayah-wilayah pulau utama yang memiliki peringkat PDRB relatif tinggi).

Tabel 23 PDRB per Kapita atas Dasar Harga Konstan 2000, Pertumbuhan dan Peringkatnya menurut Wilayah Provinsi di Indonesia, Tahun 1985–2010

Wilayah Provinsi

PDRB per Kapita Rata-rata Pertumbuhan 1985-2010 (%) Peringkat PDRB per kapita 1985 & 2011 Peringkat Rata-rata Pertumbuhan 1985-2011 1985 2010 1. Nangro Aceh Darussalam 9.96 7.37 -0.99 (4) ; (13) 26 2. Sumatera Utara 2.93 9.14 4.74 (11) ; (4) 6 3. Sumatera Barat 2.89 8.02 4.20 (12) ; (10) 12 4. Riau 18.22 19.23 0.27 (2) ; (3) 24 5. Jambi 2.18 5.65 3.92 (16) ; (20) 16 6. Sumatera Selatan 4.34 8.62 2.97 (6) ; (8) 21 7. Bengkulu 2.15 4.86 3.38 (17) ; (23) 18 8. Lampung 1.55 5.04 4.89 (23) ; (22) 5 9. DKI Jakarta 13.80 41.18 4.59 (3) ; (1) 7 10. Jawa Barat 3.55 7.65 3.28 (8) ; (11) 20 11. Jawa tengah 2.13 5.77 4.15 (18) ; (19) 13 12. DI Yogyakarta 2.41 6.09 3.85 (15) ; (18) 17 13. Jawa Timur 3.13 9.13 4.46 (10) ; (5) 8 14. Bali 2.57 7.42 4.40 (13) ; (12) 9 15. Nusa Tenggara Barat 1.40 4.49 4.90 (25) ; (24) 4 16. Nusa Tenggara Timur 1.13 3.01 4.05 (26) ; (25) 15 17. Kalimantan Barat 2.43 6.98 4.39 (14) ; (14) 10 18. Kalimantan Tengah 4.14 8.35 2.93 (7) ; (9) 23 19. Kalimantan Selatan 3.28 8.81 4.08 (9) ; (7) 14 20. Kalimantan Timur 29.75 34.72 0.67 (1) ; (2) 25 21. Sulawesi Utara 1.73 6.76 5.69 (22) ; (15) 1 22. Sulawesi Tengah 1.88 6.19 5.07 (20) ; (17) 3 23. Sulawesi Selatan 1.69 6.55 5.62 (21) ; (16) 2 24. Sulawesi Tenggara 2.04 5.62 4.27 (19) ; (21) 11 25. Maluku 1.54 2.83 2.92 (24) ; (260 22 26. Papua (Irian Jaya) 4.54 8.84 3.33 (5) ; (6) 19

Rata-rata 4,90 9,55 3,69

Sumber: BPS (diolah)

Kecenderungan tersebut mengindikasikan adanya gejala yang mengarah pada tendensi semakin konvergennya ekonomi (PDRB) wilayah provinsi di Indonesia selama periode 1985-2010, meskipun belum secara nyata (tegas). Fenomena demikian menjelaskan bahwa terdapat wilayah provinsi yang tumbuh lebih cepat sehingga peringkatnya menjadi berubah meningkat, dan di sisi lain terdapat wilayah provinsi yang tumbuh lebih lambat sehingga peringkatnya berubah menjadi menurun. Namun fenomena ini juga menjunjukkan bahwa untuk mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi lainnya, wilayah-wilayah provinsi tersebut harus memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat. Namun demikian, gejala proses konvergensi yang terjadi antar ekonomi wilayah provinsi pada kelompok PDRB menengah, mengingat

pada wilayah provinsi dengan pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi belum bergeser menjadi terendah, dan sebaliknya yang tertinggi belum bergeser ke yang terendah (Tabel 23). Sebagai ilustrasi adanya tendensi proses konvergensi yang terjadi selama periode tahun 1985-2010 antar wilayah provinsi di Indonesia dapat diamati pula pada Gambar 26.

Gambar 26. Plot Pertumbuhan PDRB per Kapita 1985-2010 dengan Logaritma Natural PDRB 1985 per Kapita antar Provinsi di Indonesia

Sumber: Data BPS diolah

Gambar 26 memperlihatkan bahwa plot antara pertumbuhan PDRB per kapita wilayah provinsi di Indonesia dengan logaritma natural pendapatan per kapita pada tahun 1985 (periode awal) wilayah provinsi di Indonesia yang menunjukkan hubungan negatif. Hal ini mengindikasikan adanya gejala yang mengarah pada tendensi proses semakin konvergennya ekonomi (PDRB per kapita) wilayah provinsi di Indonesia selama periode 1985-2010. Beberapa provinsi yang relatif makmur seperti DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Riau; serta provinsi-provinsi yang relatif tertinggal seperti Provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur terlihat muncul sebagai pencilan (outlier) dalam proses konvergensi ekonomi wilayah provinsi-provinsi di Indonesia selama tahun 1985-2010.

Struktur Ekonomi Kelautan Indonesia

Deskripsi struktur ekonomi kelautan di Indonesia, dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan data yang disajikan daalam table IRIO berbasis kelautan tahun 2005 yang mencakup enam pulau utama dan sebanyak 21 sektor (12 sektor kelautan dan 9 sektor non kelautan) dalamm perekonomian Indonesia yang disusun berupa transaksi domestic atas dasar harga produsen.

(1) Analisis struktur permintaan dan penawaran akan barang dan jasa yang terjadi antar wilayah di Indonesia terutama menyangkut kelautan, yang dapatb menunjukkan peranan produksi domestik untuk memenuhi permintaan barang dan jasa domestik utamanya di sektor kelautan.

(2) Analisis struktur output kelautan, yang dapat menggambarkan peranan output sektoral dalam perekonomian,

(3) Analisis struktur nilai tambah bruto kelautan, baik menurut lapangan usaha (sektor) maupun komponennya.

(4) Analisis struktur permintaan akhir kelautan. Yang dapat digunakan untuk melihat distribusi investasi, ekspor, konsumsi rumah tangga atau konsumsi pemerintah dalam perekonomian.

Struktur Permintaan dan Penawaran Kelautan

Pada periode tertentu, jumlah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa akan mencapai jumlah tertentu. Jumlah permintan tersebut akan digunakan oleh sektor produksi dalam rangka kegiatan produksinya (biasanya disebut permintaan antara). Permintaan tersebut juga digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir domestik. Permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dihasilkan setiap sektor perekonomian akan sangat menentukan tingkat perkembangan suatu wilayah. Struktur permintaan mencakup permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan antara menunjukkan jumlah barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi selanjutnya, dengan memanfaatkan output dari sektor perekonomian lainnya. Permintaan akhir berhubungan dengan tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, dan perubahan stok), dan tingkat ekspor barang dan jasa yang dihasilkan dari setiap sektor.

Di lain pihak, struktur penawaran sangat tergantung kepada kemampuan suatu sektor untuk menghasilkan output (barang dan jasa). Kemampuan suatu sektor untuk menawarkan outputnya sangat tergantung dari ketersediaan input, baik input antara maupun input primer. Input antara menunjukkaan jumlah input yang tersedia yang dapat digunakan dalam proses produksi secara langsung antar sektor kegiatan perekonomian, sedangkan input primer berhubungan dengan tingkat upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto, dan jumlah impor dari setiap kegiatan perekonomian. Gambaran struktur permintaan dan penawaran sektor kelautan dan non kelautan menurut wilayah di Indonesia pada tahun 2005 dan 2010 berdasarkan transaksi domestik atas dasar harga produsen dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.

Tabel 24 memperlihatkan bahwa secara agregat keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian wilayah di Indonesia pada tahun 2005 mencapai Rp. 5.081.286.780 jura. Dari sisi permintaan, nilai tersebut dialokasi untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi (input antara) pada berbagai sektor sebesar Rp. 2.167.348.072 juta (42,65%), dan sisanya digunakan untuk konsumsi akhir sebesar Rp. 2.913.938.707 juta (57,35%). Secara sektoral, permintaan tersebut dialokasikan untuk kegiatan produksi di sektor-sektor yang tercakup dalam bidang kelautan sebesar Rp.599.895.817 juta,

dan sisanya untuk kegiatan produksi sektor lainnya (non kelautan) sebesar Rp. 4.481.390.963 juta.

Tabel 24 Struktur Permintaan dan Penawaran Sektor Kelautan menurut Wilayah di Indonesia pada tahun 2005 berdasarkan Transaksi Domestik atas Dasar Harga Produsen Wilayah Permintaan Total Penawaran Permintaan Antara Permintaan Akhir Total Permintaan Sektor-sektor Kelaiutan 1. Sumatera - Nilai (Juta Rp.) 58.990.852 117.868.913 176.859.765 176.859.765 - Persentase (%) 33,35 66,65 100,00 100 2. Jawa - Nilai (Juta Rp.) 108.954.175 123.822.225 232.776.400 232.776.400 - Persentase (%) 46,81 53,19 100,00 100 3. Kalimantan - Nilai (Juta Rp.) 38.791.997 71.767.772 110.559.769 110.559.769 - Persentase (%) 35,09 64,91 100,00 100 4. Sulawesi - Nilai (Juta Rp.) 11.013.924 14.743.801 25.757.725 25.757.725 - Persentase (%) 42,76 57,24 100,00 100

Dokumen terkait