HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal Sistem Agribisnis Beras Organik di Desa Lubuk Bayas
5.1.1 Deskripsi Faktor Internal
a. Luas lahan padi organik
Petani padi organik di Desa Lubuk Bayas mengusahakan lahannya untuk ditanami padi
organik dengan rata-rata luas lahan hanya < 1 Ha, luas lahan tersebut relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan petani anorganik. Luas lahan merupakan bagian dari subsistem
produksi, hal ini tentu berpengaruh terhadap pengembangan subsistem produksi dan
berdampak terhadap produksi beras organik. Dengan luas lahan yang kecil produksi beras
organik yang dihasilkan juga akan rendah.
Berdasarkan hasil wawancara beberapa responden, petani tidak menggunakan seluruh lahan
sawah yang dimiliki untuk dijadikan lahan sawah padi organik karena produksi padi organik
masih rendah bila dibandingkan dengan produksi padi anorganik. Butuh waktu 3-4 kali
musim tanam untuk meningkatkan produksi padi organik, namun dalam prosesnya petani
menggunakan sebagian lahannya untuk ditanami tanaman padi organik sebagai lahan
sampingan dan sebagian besar tetap ditanami tanaman padi anorganik (konvensional).
Sebagian posisi lokasi lahan padi organik di Desa Lubuk Bayas masih berdampingan dengan
lokasi lahan anorganik (konvensional), hal ini menimbulkan beberapa kerawanan dalam
menjalankan usahatani padi organik. Besar kemungkinkan, lahan yang diusahakan secara
organik terkena kontaminasi pestisida kimia dan pupuk kimia dari lahan anorganik
(konvensional).
b. Pengalaman Bertani Organik
Petani padi organik di Desa Lubuk Bayas memiliki pengalaman bertani cukup baik. Petani
sudah mengenal pupuk organik dan pestisida organik sebelum program Go Organic 2010 dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan memiliki pengalaman bertani organik yang cukup baik,
hal ini merupakan potensi dalam pengembangan subsistem produksi bagi sistem agribisnis
beras organik di Desa Lubuk Bayas.
Pada awalnya alasan petani menerapkan budidaya padi organik adalah untuk kesehatan
pangan dan melestarikan lingkungan. Petani mencoba bertani padi organik dikarenakan
adanya potensi dari subsistem penyediaan sarana produksi dari ketersediaan bahan baku
pupuk organik, yaitu berupa kotoran ternak dan pada tahun 2005 Desa Lubuk Bayas
mendapat bantuan ternak berupa sapi dari pemerintah. Jumlah petani yang mulai
mengaplikasikan pupuk organik dari kotoran ternak untuk mengurangi biaya produksi
usahatani padi semakin bertambah. Pengetahuan akan pertanian organik semakin berkembang
sejak diadakannya pelatihan pertanian organik oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
BITRA Indonesia pada tahun 2007-2008. Petani mulai mengetahui dan mengaplikasikan
pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk kandang serta urin sapi menjadi pupuk organik cair
bahan-bahan alami lokal yang tersedia tersebut mendorong petani untuk melakukan budidaya
pertanian padi organik.
Beberapa pelopor petani organik sudah berperan sebagai penyuluh petani untuk
mengembangkan budidaya pertanian organik di Desa Lubuk Bayas maupun di desa-desa
Kabupaten Serdang Bedagai. Penyuluh petani tersebut mengajak dan mengajarkan petani
untuk mulai menggunakan bahan-bahan alami untuk usahatani padi. Hal ini merupakan suatu
cara untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia berupa pupuk kimia dan pestisida
kimia dan ini juga membantu petani untuk mengurangi biaya produksi usahatani padi.
c. Produksi Padi Organik
Salah satu bagian dari subsistem produksi yaitu produksi padi organik di Desa Lubuk Bayas
lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi padi anorganik. Rata-rata produksi padi
organik di Desa Lubuk Bayas 6-7 ton/Ha/tahun sedangkan produksi padi anorganik dapat
mencapai 7,5-8 ton/Ha/tahun.
Produksi padi organik pada awalnya mengalami penurunan drastis, hal ini karena kondisi
tanah dan tanaman padi yang kesuburannya sudah terbiasa dipicu oleh bahan-bahan kimia,
secara langsung dihentikan dan digantikan dengan bahan-bahan alami. Namun proses ini
secara perlahan akan mengembalikan kembali kesuburan tanah secara alami dan
membutuhkan waktu minimal 3-4 kali musim tanam.
d. Pelaksanaan Tahapan Pertanian Organik
Dalam prosesnya tidaklah mudah untuk merubah secara langsung dari sistem pertanian
anorganik menjadi sistem pertanian organik karena sistem pertanian anorganik sudah
membudaya, sehingga perlu waktu dan proses yang bertahap untuk merubahnya menjadi
Pelaksanaan pertanian organik di Desa Lubuk Bayas, apabila dilihat dari aspek standarisasi
produk dikatakan organik berdasarkan sistem agribisnis, yaitu dari subsistem penyediaan
sarana produksi, petani organik sudah menggunakan benih organik, pupuk organik dan
pestisida nabati. Namun pada penggunaan pupuk, sebagian petani masih menggunakan pupuk
kimia namun dalam kadar yang sudah dikurangi.
Pada subsistem produksi lahan organik masih berdampingan dengan lahan anorganik dan
irigasi bagi lahan organik masih bersatu dengan irigasi lahan anorganik. Pada subsistem
pengolahan, lantai tempat penjemuran gabah organik masih bersatu dengan tempat
penjemuran gabah anorganik dan mesin penggiling organik masih bersatu dengan mesin
penggiling anorganik. Selanjutnya pada subsistem pemasaran, belum adanya sertifikasi
produk organik yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam mengembangkan pemasaran
beras organik di Desa Lubuk Bayas.
e. Ketersediaan Modal
Ketersediaan modal merupakan bagian dari subsistem produksi dalam sistem agribisnis beras
organik. Ketersediaan modal yaitu perbandingan antara modal yang dimiliki dengan biaya
yang akan dikeluarkan. Modal investasi meliputi kepemilikan lahan, ternak dan kepemilikan
alat-alat mesin pertanian sedangkan modal kerja berupa uang yang digunakan untuk membeli
sarana produksi yang dibutuhkan.
Rata-rata petani organik sudah memiliki modal investasi yang cukup berupa lahan, ternak dan
alat-alat pertanian sedangkan dari modal kerja petani dapat menghemat biaya produksi
dengan memanfaatkan bahan-bahan alami lokal untuk dijadikan pupuk organik dan pestisida
nabati. Sehingga biaya produksi untuk pembelian pupuk dan pestisida dapat diminimalkan
dengan menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati.
Salah satu kelemahan petani di Indonesia pada umumnya adalah tidak melakukan pencatatan
dalam kegiatan usahataninya yang meliputi antara lain ; biaya usahatani, hasil produksi,
penjualan hasil dan harga. Pencatatan kegiatan usahatani diperlukan untuk perencanaan dan
evaluasi tentang kegiatan yang terkait dengan satu subsistem dengan subsistem lain dalam
sistem agribisnis,
Hal ini juga terjadi dengan petani di Desa Lubuk Bayas. Dari beberapa petani hanya satu (1)
petani yang melakukan pencatatan dalam kegiatan usahataninya. Dalam pertanian organik,
pencatatan kegiatan usahatani dianggap perlu karena dalam prosesnya membutuhkan waktu
untuk memperoleh peningkatan produksi. Dengan melakukan pencatatan, petani dapat
melakukan perencanaan dan evaluasi mengenai berapa besar penggunaan sarana produksi
sehingga dapat meningkatkan hasil panen pada setiap musim tanam. Hal ini berkaitan pula
dengan biaya produksi yang dikeluarkan serta pendapatan yang diterima oleh petani.
g. Pendapatan
Pendapatan petani padi organik di Desa Lubuk Bayas cukup rendah bila dibandingkan
pendapatan petani padi anorganik karena luas lahan padi organik yang minim dan produksi
yang dihasilkan juga akan rendah. Hal ini berkaitan dengan kegiatan subsistem produksi yang
belum berkembang dengan baik, sehingga mempengaruhi pendapatan petani.
Namun bila dilihat dari aspek harga, harga gabah organik selalu lebih tinggi dibandingkan
gabah anorganik (konvensional). Harga gabah organik berada pada kisaran Rp 4.500–Rp
5.000/kg sedangkan harga gabah anorganil (konvensional) hanya mencapai Rp3.500–Rp
4.000/kg. Hal ini tentu akan meningkatkan posisi tawar petani secara tidak langsung.
Dari aspek pengeluaran biaya produksi berupa pupuk dan pestisida organik, biaya produksi
ini dapat diminimalkan karena petani secara swadaya dapat menciptakan sendiri pupuk dan
pestisida organik, sehingga hal ini akan menghemat pengeluaran biaya produksi. Dilihat dari
banyak bila dibandingkan dengan pertanian anorganik (konvensional), namun hal ini tidak
signifikan karena kebanyakan petani organik hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga untuk usahataninya.