STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
BERAS ORGANIK
(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
OLEH :
SRI ARIANI SAFITRI 090304038 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
BERAS ORGANIK
(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)
SKRIPSI
OLEH :
SRI ARIANI SAFITRI 090304038 AGRIBISNIS
Diajukan kepada Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, untuk Memenuhi dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Diana Chalil M.Si, Ph. D Emalisa, SP, Msi NIP. 19670303199802001 NIP. 197211181998022001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
SRI ARIANI SAFITRI (090304038/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BERAS ORGANIK (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, MSi, Ph. D dan Ibu Emalisa, SP, MSi.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari residu penggunaan bahan-bahan kimia, maka permintaan akan produk-produk pertanian organik, khususnya beras organik semakin meningkat. Namun peningkatan produksi tidak sebanding dengan peningkatan permintaan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik yang tepat. Untuk menganalisis strategi tersebut dilakukan penelitian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Data dikumpulkan dari responden petani padi organik dan responden dari seluruh subsistem agribisnis beras organik dan dianalisis dengan metode SWOT yang dilengkapi dengan skor dan bobot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara internal luas lahan padi organik, pengalaman bertani padi organik, produksi padi organik, pelaksanaan tahapan pertanian organik, pencatatan kegiatan usahatani, ketersediaan modal dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis beras organik. Secara eksternal faktor yang mempengaruhi adalah sarana produksi pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, mutu beras organik, jaringan pemasaran beras organik, permintaan beras organik, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah, dukungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sarana irigasi. Dengan kondisi tersebut secara umum strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa Lubuk Bayas yang dapat dilakukan adalah strategi Turn Around yaitu dengan mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Secara rinci terdapat 15 alternatif strategi yang dapat dilakukan yang terdiri dari strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT.
RIWAYAT HIDUP
SRI ARIANI SAFITRI dilahirkan di Bandar Pasir Mandoge pada tanggal 24 April 1991. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara dari Bapak H.
Suyono dan Ibu Hj. Nuriken br Tarigan.
Penulis telah menempuh jenjang pendidikan formal sebagai berikut.
1. Jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Piasa PTPN IV Bandar Pasir
Mandoge masuk pada tahun 1996 dan tamat tahun 1997.
2. Jenjang pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 010113 Bandar Pasir Mandoge
masuk pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 2003.
3. Jenjang pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 1 Bandar Pasir
Mandoge, masuk pada tahun 2003 dan tamat pada tahun 2006.
4. Jenjang pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 1 Matauli Pandan
Sibolga, masuk pada tahun 2006 dan tamat pada tahun 2009.
5. Jenjang pendidikan tingkat sarjana (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, masuk tahun 2009 melalui jalur UMB
(Ujian Masuk Bersama) dan tamat pada tahun 2013.
Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Suka Jadi, Kecamatan
Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, pada tahun
2013 dan mengadakan penelitian skripsi di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan
Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, pada tahun 2013.
Penulis aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa antara lain, Ikatan Mahasiswa
Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Perhimpunan Organisasi Profesi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
masa penelitian dan skripsi yang berjudul STRATEGI PENGEMBANGAN
SISTEM AGRIBISNIS BERAS ORGANIK (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Sedang Bedagai). Skripsi ini merupakan
rangkaian dari tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih tulus ikhlas kepada ayahanda
tercinta Bapak H. Suyono dan ibunda tercinta Ibu Hj. Nuriken Tarigan atas segala
do’a dan dukungan yang tidak pernah putus diberikan kepada penulis. Dalam hal
ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, sebagai Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak
Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc, sebagai Sekretaris Program Studi Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, yang telah memimpin dan
mengelola institusi pendidikan di tingkat program studi.
2. Ibu Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D dan Ibu Emalisa, SP, Msi, selaku pembimbing
yang selama ini telah memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dengan
3. Seluruh staf pengajar di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna
kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa.
4. Seluruh staf akademik dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu seluruh
proses administrasi.
5. Petani organik Desa Lubuk Bayas, Pihak LSM BITRA Indonesia, JAPPSA dan
dinas pertanian Serdang Bedagai yang telah memberikan banyak informasi dan
pengalaman berharga kepada penulis.
6. Abang dan kakak penulis Eko Adi Ranto, SH, Irwan Sa’ban, SP dan dr. Sri
Trisna Ningsih atas doa dan dukungannya.
7. Sahabat-sahabat penulis Ari Ismoyo, M. Fadhullah, Sari Vitayasa, Dwina
Astrina, Hardiyanti Fitri, Aldy Yusra Rangkuti, Ummul Khoir, Henny
Febriyanti, Litna Nurjannah Ginting dan semua rekan-rekan di Program Studi
Agribisnis stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu
atas do’a, semangat serta bantuannya.
Sebagai sebuah karya ilmiah, skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan yang
disebabkan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian .. ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8
2.1 Tinjauan Pustaka ... 8
2.1.1 Pengertian beras organik.. ... 8
2.1.2 Perkembangan Konsumsi dan Produksi Beras Organik.. ... 9
2.1.3 Sistem Agribisnis……… ... 12
2.1.4 Penelitian Terdahulu.. ... 16
2.2 Landasan Teori ... 18
2.3 Kerangka Pemikiran ... 20
BAB. III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian... ... 23
3.2 Metode Penentuan Responden ………. ... 24
3.3 Metode Pengumpulan Data ……… ... 25
3.4 Metode Analisis Data ………... ... 25
3.5 Definisi dan Batasan Opersional ……… ... 33
BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN.. ... 35
4.1 Deskripsi Wilayah ... 35
4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 35
4.1.2 Tata Guna Lahan ... 35
4.1.3 Keadaan Penduduk ... 36
4.1.4 Sarana dan Prasarana ... 38
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 42
5.1 Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal Sistem Agribisnis Beras Organik di Desa Lubuk Bayas ……….. ... 42
5.2 Analisis Strategi Pengembangan Beras Organik di Desa Lubuk Bayas ... 55
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1 Kesimpulan ... 72
6.2 Saran ... 74
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Sasaran Produksi Pertanian Organik 2008-2015 3
2. Perkembangan Penjualan Beras Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2008
2012 5
3. Perkembangan Luas Lahan Padi Organik di Desa Lubuk Bayas
Tahun 2008-2013 6
4. Hasil Proyeksi Produksi dan Pasar Produk Padi Organik di Indonesia
(Kuintal) 11
5. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara, 201323
6. Daftar Responden Penelitian 24
7. Nilai Skala Banding Secara Berpasangan 28
8. Matriks analisis SWOT 33
9. Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2013 36
10. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Desa Lubuk Bayas Tahun 2013 36
11. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur Tahun 2013 37
12. Distribusi Penduduk menurut Mata Pencaharian Tahun 2013 37
13. Sarana dan Prasarana Desa Lubuk Bayas Tahun 2013 39
14. Karakteristik Responden 40
15. Skoring Faktor Internal dan Faktor Eksternal 55
16. Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Strategi Pengembangan
17. Pembobotan Faktor Internal (IFAS) 58
18. Pembobotan Faktor Eksternal (EFAS) 59
19. Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal (IFAS) 61
20. Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal (EFAS) 62
21. Gabungan Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal dan Eksternal
Pengembangan Beras Organik di Desa Lubuk Bayas 63
22. Penentuan Alternatif Strategi Pengembangan Beras Organik di Desa Lubuk
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Sistem Agribisnis 13
2. Skema Kerangka Pemikiran 22
3. Kuadran Dalam Analisis SWOT 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Indikator dan Parameter Faktor Internal
2. Indikator dan Parameter Faktor Eksternal
3. Pembobotan Faktor Internal
4. Pembobotan Faktor Eksternal
5. Parameter Penilaian Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Sistem Agribisnis Beras Organik
6. Penentuan Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Sistem Agribisnis Beras Organik
7. Penentuan Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Sistem Agribisnis Beras Organik
8. Hasil Penilaian Faktor Internal (IFAS)\
9. Hasil Penilaian Faktor Eksternal (EFAS)
10. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata Geometris Faktor Internal (IFAS )
11. Normalisasi Faktor Internal (IFAS)
12. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata Geometris Faktor Eksternal (EFAS)
13. Normalisasi Faktor Eksternal (EFAS)
14. Pembobotan Faktor Internal (IFAS)
15. Pembobotan Faktor Eksternal (EFAS)
16. Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal (IFAS)
ABSTRAK
SRI ARIANI SAFITRI (090304038/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BERAS ORGANIK (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, MSi, Ph. D dan Ibu Emalisa, SP, MSi.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya dari residu penggunaan bahan-bahan kimia, maka permintaan akan produk-produk pertanian organik, khususnya beras organik semakin meningkat. Namun peningkatan produksi tidak sebanding dengan peningkatan permintaan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik yang tepat. Untuk menganalisis strategi tersebut dilakukan penelitian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Data dikumpulkan dari responden petani padi organik dan responden dari seluruh subsistem agribisnis beras organik dan dianalisis dengan metode SWOT yang dilengkapi dengan skor dan bobot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara internal luas lahan padi organik, pengalaman bertani padi organik, produksi padi organik, pelaksanaan tahapan pertanian organik, pencatatan kegiatan usahatani, ketersediaan modal dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi sistem agribisnis beras organik. Secara eksternal faktor yang mempengaruhi adalah sarana produksi pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, mutu beras organik, jaringan pemasaran beras organik, permintaan beras organik, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah, dukungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sarana irigasi. Dengan kondisi tersebut secara umum strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa Lubuk Bayas yang dapat dilakukan adalah strategi Turn Around yaitu dengan mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Secara rinci terdapat 15 alternatif strategi yang dapat dilakukan yang terdiri dari strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya
1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga
produksi dalam negeri masih mencukupi. Namun ancaman kekurangan pangan
sudah di depan mata mengingat pertumbuhan penduduk rata-rata 2,5 persen per
tahun. Hal ini juga didorong dengan berkembangnya Teori Malthus yang
menjelaskan bahwa ketersediaan bahan pangan tidak mampu mengimbangi
pertumbuhan penduduk yang semakin pesat. Dengan landasan tersebut maka
lahirlah ”revolusi hijau” dan mulai diberlakukan di Indonesia sekitar tahun
1970-an. Intensifikasi pertanian melalui program BIMAS (Bimbingan
Masyarakat) padi sawah menjadi tumpuan bagi peningkatan produksi pangan
nasional. Usaha peningkatan produksi pangan di Indonesia dilakukan dengan
penggunaan berbagai bahan kimia sintetis mulai dari bibit baru varietas unggul,
pupuk kimia dan pestisida kimia (Sugiyanto, 2011).
Terbukti “revolusi hijau” telah mampu meningkatkan produktivitas subsektor
pertanian pangan beras. Data Departemen Pertanian (2007), menunjukkan bahwa
dari tahun 1980 hingga tahun 1990 produktivitas padi meningkat 40,2 % sejalan
dengan meningkatnya pemakaian pupuk sebesar 50,3 % dan pestisida sebesar
97,7 %. Pada tahun 1984 produksi padi nasional mencapai 38,14 juta ton dengan
produktivitas 3,91 ton/ha, keberhasilan tersebut membuktikan bahwa Indonesia
1990 ke tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 3,9 % walaupun pemakaian
pupuk masih meningkat sebesar 3,47 % dan pemakaian pestisida meningkat
sebesar 74,42 %.
Salah satu faktor utama penyebab penurunan produktivitas padi di Indonesia
adalah penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang menyebabkan tanaman padi
rentan terhadap hama, pencemaran air, udara dan kejenuhan tanah sehingga
menurunkan produktivitas dan kualitas dalam jangka panjang serta menyebabkan
produksi pangan tidak lagi aman untuk dikonsumsi karena menimbulkan penyakit
bagi manusia (Saragih, 2008).
Belajar dari dampak negatif penggunaan pupuk dan pestisida kimia sebagai
alternatif teknik bertanam secara aman, baik untuk lingkungan maupun manusia.
Hal inilah yang kemudian melahirkan teknik bertanam secara organik atau
pertanian organik dengan penggunaan varietas lokal yang alami, pupuk dan
pestisida organik sehingga mampu menyediakan bahan pangan yang aman dan
penghidupan secara berkelanjutan.
Menurut Andoko (2002), pertanian organik mulai berkembang pada tahun 1997,
krisis ekonomi melambungkan harga sarana produksi pertanian berupa pupuk dan
pestisida kimia yang mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi sehingga
keuntungan menurun. Inilah yang menyebabkan petani mulai berpaling ke
pertanian organik dengan memanfaatkan bahan-bahan alami sekitar.
Dalam perkembangan pertanian organik di Indonesia pemerintah juga berperan
mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan
(eko-agribisnis) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani
(Departemen Pertanian, 2007).
Tabel 1. Sasaran Produksi Pertanian Organik 2008-2015
No Komoditi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Satuan
1 Padi 279 562 852 1.146 1.736 2.236 2.948 3.571 1000 ton
2 Kedelai 4 8 12 16 25 33 42 51 1000 ton
3 Sayuran 33.461 68.802 106.103 145.446 224.300 307.471 395.139 487.490 ton
4 Kopi 3.171 6.398 9.682 13.023 19.707 26.507 33.425 40.463 ton
5 Kakao 5.215 11.786 19.975 30.093 51.003 76.838 108.524 147.146 ton
6 Teh 201 403 608 814 1.226 1.642 2.062 2.485 ton
Sumber : Departemen Pertanian, 2007
Berdasarkan data pada Tabel 1. Komoditi padi merupakan komoditi yang menjadi
sasaran produksi paling tinggi jika dibandingkan dengan komoditi lainnya.
Peningkatan sasaran produksi padi organik berkaitan dengan meningkatnya
permintaan produk organik baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini sangat
mendukung pengembangan pertanian padi organik di Indonesia.
Perkembangan program Go Organic 2010 hingga saat ini belum dapat dikatakan berhasil. Cita-cita pemerintah untuk menjadikan Indonesia salah satu produsen
pangan organik utama dunia pada tahun 2010 belum terpenuhi karena terdapat
beberapa kendala yang terkait dengan kurangnya sosialisasi dari pemerintah
mengenai program Go Organic 2010 di seluruh Indonesia, seperti penyuluhan
mengenai pertanian organik, sosialisasi mengenai standar nasional pertanian
organik, bantuan teknis serta sertifikasi dan akses pasar. Namun beberapa output
dan outcome dari kegiatan utama program Go organic sudah mulai mengalami
Data Statistik Pertanian Organik Indonesia menunjukkan bahwa total luas area
pertanian organik di Indonesia pada tahun 2012 adalah 213.023,55 Ha angka ini
turun sekitar 5 % dari total luas area pertanian organik tahun 2011. Luas area
tersebut meliputi luas lahan disertifikasi (organik dan konversi) yaitu 29,16 % dari
total luas area pertanian organik di Indonesia, dalam proses sertifikasi yaitu
0,6776% dari total luas area pertanian organik di Indonesia, dijamin PAMOR
(Penjamin Mutu Organis Indonesia) yaitu 0,0024 % dari total luas area pertanian
organik di Indonesia dan tanpa sertifikasi yaitu 70,16 % dari total luas area
pertanian organik di Indonesia. Pada luas area pertanian organik yang disertifikasi
terjadi tren penurunan sebanyak 31 % dari tahun 2011, hal ini berbeda dengan
area pertanian organik tanpa sertifikasi yang setiap tahunnya selalu mendominasi
(Aliansi Organis Indonesia, 2013).
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi penghasil beras organik. Total luas area
padi organik di Provinsi Sumatera Utara saat ini masih sekitar 46 Ha tersebar di
tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang, Toba Samosir dan Serdang
Bedagai.
Salah satu desa yang telah menerapkan pertanian organik adalah Desa Lubuk
Bayas. Desa ini terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai,
Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas masyarakat di desa ini memiliki mata
pencaharian utama yaitu bertani, terutama bertani padi.
Di desa Lubuk Bayas terdapat 6 Kelompok Tani dan Kelompok Tani Subur
merupakan satu-satunya kelompok pertanian padi organik di desa ini. Kelompok
produksi, seperti pembuatan kompos dengan memanfaatkan kotoran ternak atau
tumbuh-tumbuhan yang dikeringkan dan pembuatan insektisida hayati yang
dibuat dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan, yaitu daun sirih, tembakau,
akar pinang muda dan urin sapi serta sebagai pencegah gulma mereka
memanfaatkan siput murbei. Pada kegiatan pengolahan dari gabah menjadi beras
Kelompok Tani Subur masih bercampur dengan kilang padi anorganik karena
ketersediaan kilang khusus organik masih terbatas.
Beras Organik dipasarkan melalui koperasi Jaringan Pemasaran Pertanian Selaras
Alam (JAPPSA), Lembaga Swadaya Masyarakat BITRA Bahagia dan distributor
distributor. Berdasarkan hasil data pra survey dari bidang pemasaran Kelompok
Tani Subur pada Tabel 2. Penjualan beras organik di Desa Lubuk Bayas
mengalami peningkatan, permintaan akan beras organik mengalami trend
meningkat setiap tahun.
Tabel 2. Perkembangan Penjualan Beras Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2008-2012
Tahun Jumlah Penjualan (ton)
2009 7,5 ton
2010 13 ton
2011 15 ton
2012 35 ton
Sumber : Kelompok Tani Subur, 2013
Menurut salah satu responden selaku pelopor pengembangan padi organik dan
Ketua Kelompok Tani Subur, ide tentang pertanian organik di Desa Lubuk Bayas
mulai muncul pada tahun 1990 namun sosialisasi dan penerapannya mulai
Tabel 3. Perkembangan Luas Lahan Padi Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2008-2013
Tahun Luas Lahan (Ha)
2008 3
2009 3
2010 7
2011 12
2012 21
Sumber : Kelompok Tani Subur, 2013
Berdasarkan Tabel 3. Jumlah luas padi organik di Desa Lubuk bayas yaitu 21 Ha,
luas ini masih jauh bila dibandingkan dengan luas lahan padi anorganik
(konvensional) yaitu 385 Ha. Peningkatan luas lahan padi organik pada Tabel 3.
Merupakan indikasi bahwa perkembangan luas lahan padi organik masih lambat
begitu juga dengan perkembangan kegiatan sistem agribisnis beras organik pada
Kelompok Tani Subur sedangkan permintaan akan beras organik setiap tahunnya
cenderung semakin meningkat. Peningkatan permintaan tidak sebanding dengan
peningkatan produksi.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik yang mencakup
penyediaan sarana produksi (saprodi) pertanian, pelaksanaan usahatani,
penanganan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan penunjang di Desa Lubuk
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan
yang perlu diteliti sebagai berikut :
1. Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan sistem agribisnis
beras organik di daerah penelitian?
2. Bagaimana strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di daerah
penelitian ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi
pengembangan sistem agribisnis beras organik di daerah penelitian
2. Menganalisis strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di
daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
bagi petani padi organik untuk meminimalkan kelemahan dan ancaman dalam
rangka perbaikan dan pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa
Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai sehingga
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam
melaksanakan pertanian organik yang berkelanjutan.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan
dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian mengenai sistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Pertanian Organik
Revolusi hijau di Indonesia yang dikenal dengan swasembada pangan ternyata
memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan.
Terbukti penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul,
penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan.
Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan
manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan
bahan-bahan sintesis lainnya yang dalam penggunaanya berlebihan atau tidak tepat dosis
berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat
selalu tercemar bahan–bahan kimia sintetis tersebut (Saragih, 2008).
Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai
disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan
produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan
yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alami (back to nature) yang dikenal dengan pertanian organik.
Menurut Departemen Pertanian (Saragih, 2008), pertanian organik adalah sistem
manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi
antara lain: (1) Menghindari penggunaan bibit/benih hasil rekayasa genetika
(2) Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (3) Pengendalian gulma,
hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman
(4) Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis
(5) Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan
mengembalikan residu tanaman, pupuk kandang dan batuan mineral alami, serta
penanaman leguminosa (6) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan
adiktif sintetis dalam makanan ternak.
Pada dasarnya pertanian organik bertujuan untuk mempertahankan kelestarian
sumberdaya dan lingkungan, peningkatan nilai tambah ekonomi produk pertanian
dan pendapatan petani. Penggunaan organik dan pelaksanaan pengendalian hama
dan penyakit secara hayati diharapkan mampu memperbaiki kesuburan tanah
sehingga kuantitas dan kualitas hasil tanaman dapat ditingkatkan serta aman dan
sehat untuk dikonsumsi (Sutanto, 2002).
2.1.2 Perkembangan Konsumsi dan Produksi Beras Organik
Beras organik adalah beras yang dihasilkan melalui proses produksi secara
organik berdasarkan standar tertentu dan telah disertifikasi oleh suatu badan
independen. Secara umum definisi “organik” yaitu tidak menggunakan bahan
kimia sintetis berupa pestisida kimia maupun pupuk kimia, merawat kesuburan
tanah secara alami, menanam tanaman penutup tanah atau cover crop maupun
penggunaan limbah tanaman, menggunakan sistem tanam rotasi, mengendalikan
hama dengan predatornya dan menutup rumput liat dengan jerami/mulsa
Beras organik memiliki keunggulan dibandingkan beras anorganik. Dari segi
lingkungan, sistem produksinya sangat ramah lingkungan karena tidak
menggunakan bahan kimia sintetis sehingga dapat meningkatkan produktivitas
ekosistem pertanian secara alami serta menciptakan keseimbangan ekosistem
yang terjaga. Dari segi kesehatan (Worthington, dalam Subroto 2008), tanaman
yang ditumbuhkan dengan bahan-bahan organik secara rata-rata akan memiliki
kandungan gizi yang lebih tinggi dan kadar gula yang lebih rendah dibandingkan
dengan tanaman yang dikembangkan dengan pupuk kimia dan pestisida. Dari segi
rasa menurut Sutanto (2002), beras organik memiliki rasa yang lebih pulen
dibandingkan beras anorganik serta lebih tahan lama tidak basi.
IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) dalam Data Statistik dan Tren Pertanian Organik Dunia (2012), menjelaskan bahwa
penjualan akan produk–produk organik cenderung meningkat. Pada tahun 2007
penjualan produk pertanian organik internasional 46,1 miliar dolar AS dan
meningkat pada tahun 2010 telah mencapai 59 miliar dilar AS. Eropa, Amerika
Latin dan Amerika Serikat adalah negara yang pertumbuhan pertanian organik
sektor pangan paling cepat di dunia. Permintaan akan produk organik di kawasan
tersebut telah menyumbang 96% dari pendapatan dunia untuk produk organik.
Terdapat peningkatan preferensi konsumen terhadap produk organik setiap
tahunnya. Hal ini merupakan indikasi bahwa kesadaran masyarakat akan bahaya
kimia sintetis dari segi kesehatan dan kelestarian alam menjadi alasan utama.
Di Indonesia perkembangan konsumsi pertanian organik cenderung meningkat.
Menurut Sulaeman (2007), terdapat perkembangan yang meningkat terhadap
produk-produk organik. Selama 7 tahun terakhir terjadi peningkatan areal produk-produksi:
Bogor, Puncak, Cianjur, Sukabumi, Sragen, Bandung, Bali, Sumbar, NTT, Papua
dan Sumut. Dari hasil survey mengenai preferensi konsumen terhadap produk organik, 87% responden memilih produk organik karena alasan kesehatan. Pada
Tabel 4. Perkembangan proyeksi produksi dan kebutuhan pasar akan produk
organik di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Peningkatan permintaan
melebihi peningkatan produksi akan beras organik di Indonesia. Ini berarti pasar
belum mampu memenuhi permintaan konsumen akan beras organik yang
cenderung terus meningkat.
Tabel 4. Hasil Proyeksi Produksi dan Pasar Produk Padi Organik di Indonesia (Kuintal)
Tahun Produksi Kebutuhan Pasar
2005 550.300 550.300
2006 557.179 660.360
2007 563.856 792.432
2008 570.519 950.918
2009 577.080 1.141.102
Sumber : Sulaeman, 2007
Posisi beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia seharusnya mampu
menjadikan komoditas pertanian organik yang paling berkembang di Indonesia.
Dari data IFOAM ((International Federation of Organic Agricultural Movement)
Indonesia merupakan negara produsen produk organik terbesar keempat seAsia
setelah China, India dan Thailand. Dilihat dari perkembangannya mulai tahun
2007 luas area pertanian organik di Indonesia 57.184 Ha dan pada tahun 2010
telah mencapai 71.208 Ha. Ini merupakan salah satu indikasi bahwa pertanian
Perkembangan pertanian organik di Indonesia masih terbilang lambat, hal ini
dikarenakan perubahan dari penggunaan pupuk kimia menjadi pupuk organik
tidak akan meningkatkan produksi dan pendapatan secara instan. Perlu waktu
sekitar 2-3 tahun setelah beralih menggunakan pupuk organik, setelah itu produksi
padinya meningkat. Selain itu, pasar padi organik juga belum berkembang,
sehingga penjualan padi/beras organik mungkin tidak lancar seperti beras
konvensional. Ditemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan budidaya,
sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia,
kelembagaan dan regulasi (Sugiyanto, 2011).
2.1.3 Sistem Agribisnis
Dalam usaha meningkatkan produksi beras organik, pengembangan sistem
agribisnis merupakan alternatif kebijaksanaan yang tepat. Saragih (2001),
menjelaskan bahwa sistem agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti
luas tidak hanya dilaksanakan secara subsistem melainkan dalam satu sistem dan
agribisnis adalah suatu usaha tani dalam bidang usaha bisnis pertanian dengan
orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat
meningkatkan pendapatan usahatani padi organik adalah dengan penerapan
konsep pengembangan sistem agribisnis beras organik secara terpadu yaitu sistem
agribisnis yang terdiri dari subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem
produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem lembaga
pendukung yang meliputi lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, layanan
informasi agribisnis penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah,
Secara skematis konsep agribisnis ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Sistem Agribisnis, Saragih, 2001
Dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) padi organik yang ditetapkan oleh
Departemen Pertanian (2007), pada subsistem pengadaan sarana produksi
pertanian pelaku kegiatan ini adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah
dan koperasi. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada subsistem
pengadaan sarana produksi pertanian antara lain :
1. Benih organik, yaitu apabila benih tersebut bukanlah hasil rekayasa genetika,
ataupun berasal dari proses produksi kimia, sudah melalui proses adaptasi dan
sudah teruji minimal 3 kali musim tanam dan diutamakan benih lokal.
2. Pestisida organik, yaitu pestisida yang berasal dari bahan-bahan alami bukan
berasal dari bahan kimia sintetis.
Subsistem Penyediaan
Saprodi Subsistem
Produksi
Subsistem Pemasaran
Subsistem Pendukung
Lembaga Keuangan
Transprotasi Penyuluhan
Layanan Informasi Agribisnis Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Pemerintah
Koperasi, Bank dll
3. Pupuk organik, yaitu pupuk yang berasal dari hasil komposiasi atau berasal
dari kotoran ternak dan bukan berasal dari bahan kimia sintetis atau pabrikan,
serta pupuk cair dari bahan alami.
Subsistem produksi usahatani adalah kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana
produksi yang dihasilkan oleh subsistem penyediaan saprodi untuk menghasilkan
produk pertanian organik. Dalam budidaya usahatani secara organik, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan yaitu, pengelolaan lahan harus dilakukan secara
bertahap dan tidak merusak lingkungan, adanya program rotasi tanaman yang
sesuai, penggunaan pupuk dan pestisida organik, pemeliharaan dalam hal
pemberantasan hama ataupun penyakit dilakukan secara mekanik dan tanpa
menggunakan zat kimia sintetis. Sehingga terciptanya usahatani yang intensif dan
sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal
mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian
sumber daya alam.
Subsistem pengolahan hasil, lingkup kegiatan ini tidak hanya pada aktivitas
pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan
mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat
pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah nilai tambah (value added)
dari produksi primer tersebut. Dalam kegiatan pengolahan hasil dalam sistem
pertanian organik harus memperhatikan kontaminasi terhadap bahan kimia atau
penggunaan bahan pengawet sehingga harus ditekankan adanya pembatasan
pengolahan dan sanitasi yang baik dalam prosesnya serta kemungkinan tercampur
Dalam subsistem pemasaran, dimana berlangsung kegiatan mulai dari
pengemasan, penggudangan, pengangkutan, penyimpanan, memasarkan
hasil-hasil pertanian dan sebagainya. Pengembangan pertanian organik mendasarkan
pada proses transaksi perdagangan yang adil (fair) dan setara dengan pihak lain serta kebijakan penetapan harga pada produk organik berdasarkan biaya produksi
sesuai daerah setempat dan menjadi pengikat persaudaraan antara produsen dan
konsumen. Integritas produk-produk organik harus dipertahankan sejak dari lahan
sampai tiba dikonsumen. (Standar Pertanian Organik Indonesia, 2005).
Pada subsistem agribisnis yang terakhir adalah subsistem penunjang agribisnis
yakni seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga
keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga
pendidikan serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung petani dan lain
sebagainya. Subsistem–subsistem tersebut dikembangkan melalui manajemen
agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait (Saragih, 2000).
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Dudiagunoviani (2009) tentang strategi pengembangan usahatani
beras organik di Kota Bogor menunjukkan ada enam strategi yang disarankan,
yaitu : (1) memperluas jaringan pasar, (2) meningkatkan kualitas produk melalui
kemasan, (3) meningkatkan promosi mengenai beras organik kepada masyarakat
melalui penyuluhan ataupun media lain, (4) mengembangkan produksi dengan
menggunakan bibit organik unggul, (5) memperkuat modal melalui
pengembangan kerjasama dengan pihak swasta, pemerintah atau masyarakat
pasar adalah sebagai strategi prioritas dalam pengembangan usahatani beras
organik Kelompok Tani Cibeureum. Oleh karena itu, kelompok tani harus lebih
agresif lagi melihat pasar yang tersedia sehingga produk yang dihasilkan dapat
masuk dan berkembang pada segmentasi pasar yang telah ditetapkan sesuai
dengan peluang-peluang yang ada serta kekuatan-kakuatan yang dimiliki oleh
kelompok tani tersebut.
Hasil Penelitian Siahaan (2009) mengenai strategi pengembangan padi organik di
Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara menunjukkan ada delapan strategi
dalam pengembangan padi organik pada Kelompok Tani Sisandi yaitu,
mengembangkan produk padi organik dengan optimalisasi sumber daya yang ada,
mengembangkan pasar dengan mempertahankan hubungan yang baik dengan
Dinas Pertanian dan menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat
yang peduli pada sektor pertanian, mengembangkan padi organik dengan
meningkatkan permodalan melalui menjalin kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat, mengembangkan produk dengan cara meningkatkan keahlian
budidaya padi organik dilakukan melalui menjalin kerja sama baik dengan Dinas
Pertanian dan konsultan pertanian, penguatan kelembagaan kelompok tani,
pengembangan produk dengan adanya sertifikasi organik, mengembangkan
produk dengan adanya pemahaman pentingnya sektor pertanian untuk menyangga
ekonomi keluarga, menjalin kerjasama dengan para ahli teknologi baik dari
institusi pendidikan maupun instansi terkait untuk mendapatkan teknologi yang
sehat, cepat dan tepat guna.
Hasil penelitian Nafis (2011) mengenai usahatani padi organik dan tata niaga
keterkaitan antara subsistem on-farm dan subsistem off-farm dalam sistem agribisnis beras organik. Subsistem off-farm terutama subsistem tataniaga yang
dilakukan oleh perusahan swasta yang pertama kali mengenalkan pengembangan
sistem agribisnis beras organik di Kabupaten Tasikmalaya dan berperan dalam
memasarkan beras organik dari Kabupaten Tasikmalaya tidak hanya ditujukan
pada pasar domestik namun juga pada pasar internasional (ekspor). Kerjasama
antara Gapoktan Simpatik dengan perusahaan swasta tersebut dalam tataniaga
beras organik dapat dikatakan akan menjadi kerjasama yang saling
menguntungkan antara keduanya dalam jangka waktu yang panjang.
2.2 Landasan Teori
Manajemen strategis menurut David (2006) adalah seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi strategi yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen strategis
menekankan pada pengamatan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan
melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan atau organisasi.
Manajemen strategis terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1. Formulasi Strategi
Pada tahap formulasi strategi yaitu tahap mengembangkan visi dan misi,
mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi atau perusahaan,
menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka
panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang
akan dilaksanakan. Tidak adanya organisasi yang memiliki sumber daya yang
tak terbatas, maka penyusunan strategi harus memutuskan alternatif strategi
2. Implementasi strategis
Implementasi strategis sering kali disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen
strategis. Melaksanakan strategi berarti menempatkan strategi yang telah
diformulasikan menjadi tindakan. Tahap ini dianggap sebagai tahapan yang
paling rumit dalam manajemen strategis, implementasi strategi membutuhkan
disiplin pribadi, komitmen dan pengorbanan. Strategi yang telah
diformulasikan tetapi tidak diimplementasikan tidak memiliki arti apapun.
3. Evaluasi Strategi
Tahap ini merupakan tahap final dalam manajemen strategis. Dalam tahap ini
dapat diketahui strategi yang dilaksanakan berjalan atau tidak seperti
diharapkan. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi
ini. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa yang akan datang karena faktor
internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi
strategi adalah :
a. Meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi
ini
b. Mengukur kinerja dan
c. Mengambil tindakan korektif.
Hal yang paling penting dalam menetapkan strategi pengembangan untuk
mencapai sasaran adalah bagaimana membuat kesimpulan strategis yang bersifat
dinamis dan berkesinambungan sehingga dapat beradaptasi sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi baik lingkungan internal maupun eksternal perusahaan
dan dapat mengantisipasi segala kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang
Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok
untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT. SWOT adalah
singkatan dari lingkungan internal strength dan weakness serta lingkungan eksternal opportunity dan threat yang dihadapi. Menurut Rangkuti (2008) analisis SWOT adalah analisis yang membandingkan antara faktor eksternal peluang
(opportunity) dan ancaman (threat) dengan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) berbagai faktor tersebut diidentifikasi secara sistematis
dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman
(threat) yang bertujuan untuk merumuskan strategi dalam organisasi atau
perusahaan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Beras organik merupakan produk pangan yang ramah lingkungan dan aman untuk
dikonsumsi. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya
dari residu penggunaan bahan-bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida,
maka permintaan akan produk-produk pertanian organik, khususnya beras organik
semakin meningkat.
Perkembangan beras organik saat ini masih jauh dari misi pemerintah tentang
program Go Organik. Adanya permasalahan sistemik dalam kegiatan agribisnis yang mengakibatkan perkembangan beras organik dapat dikatakan lambat. Sistem
agribisnis merupakan suatu kesatuan berbagai kegiatan yang berbeda-beda mulai
dari subsistem penyediaan sarana produksi (saprodi), subsistem produksi,
subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran serta subsistem lembaga
kinerja subsistem lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelancaran
kegiatan dalam pengembangan sistem agribisnis. Oleh karena itu perlu ditetapkan
strategi pengembangan sistem agribisnis yang tepat untuk membantu petani padi
organik mencapai tujuan akhir.
Penentuan alternatif strategi dalam pengembangan sistem agribisnis dengan
menggunakan analisis SWOT, dimana dalam analisis SWOT dapat diidentifikasi
dengan menggunakan faktor internal yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat)
yang berpengaruhdalam sistem agribinis beras organik di daerah penelitian.
Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dengan menggunakan
SWOT, berdasarkan hasil skoring dan pembobotan serta dibuat dalam matriks
posisi dan matriks SWOT, maka kita dapat menentukan strategi pengembangan
apa yang sesuai dan bisa diterapkan untuk mengembangkan sistem agribisnis
Secara sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan :
[image:34.595.114.551.121.625.2]: Menyatakan Hubungan
Gambar 2 . Skema Kerangka Pemikiran SISTEM AGRIBISNIS
Subsistem Penyediaan
Saprodi
Subsistem Produksi
Subsistem Pengolahan
Subsistem Lembaga Penunjang
Faktor Internal Faktor Eksternal
Strength
(Kekuatan)
Weakness
(Kelemahan)
Opportunity
(Peluang)
Threat
(Ancaman)
Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis
Beras Organik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yakni penentuan lokasi penelitian yang sengaja dipilih berdasarkan tujuan tertentu karena di Desa Lubuk Bayas,
Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan lokasi dengan
produksi padi organik terbesar binaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
BITRA Indonesia di Provinsi Sumatera Utara. Sulitnya memperoleh data
mengenai produksi padi organik karena tidak ada ketersediaan data di Dinas
Pertanian Provinsi Sumatera Utara sehingga dipilihnya Lembaga Swadaya
Masyarakat BITRA Indonesia yang merupakan institusi yang memberikan
pembinaan pertanian padi organik di Sumatera Utara. Luas lahan dan produksi
padi organik di Provinsi Sumatera Utara pada April 2013 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara, 2013
No Desa Kabupaten Kelompok
Tani
Luas Lahan (ha)
Produksi (ton) 1. Lubuk
Bayas
Serdang Bedagai
Tani Subur 21 126
2. Namu Landor Deli Serdang Tani Mandiri 5 30
3. Laguboti Toba Samosir Laguboti 20 120
JUMLAH 46 276
Sumber: BITRA Indonesia dan KSPPM, 2013
3.2 Metode Penentuan Responden
Responden adalah orang yang berperan sebagai informan untuk memberikan
keterangan tentang sesuatu berupa fakta/pendapat mengenai permasalahan yang
ketika mengisi angket/lisan ketika menjawab wawancara. Metode yang digunakan
dalam penentuan responden dalam penelitian ini adalah metode Purposive Sampling, yaitu pelaku dari setiap subsistem agribisnis beras organik.
Responden yang diperlukan dalam menentukan strategi pengembangan agribisnis
diambil dari semua subsistem agribisnis beras organik dan petani anorganik di
Desa Lubuk Bayas.
Tabel 6. Daftar Responden Penelitian
No Sumber Responden Jumlah
Responden Keterangan
1 Subsistem penyediaan saprodi 1 CV. Natama
2 Subsistem produksi 5 Petani padi organik
5 Petani Semi Organik
3 Subsistem pengolahan 1 Pemilik Kilang
4 Subsistem Pemasaran 2 JAPPSA dan Agen
Pemasaran Kelompok Tani Subur
5 Subsistem Pendukung 3 Pemerintah, LSM
BITRA dan Kelompok Tani Subur
6 Petani anorganik 3 Petani anorganik
Total Responden 20
Dalam penentuan responden yang menjadi objek penelitian yaitu petani padi
organik dan petani semi organik yang berasal dari subsistem produksi. Subsistem
penyedia saprodi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, subsistem
penunjang dan petani anorganik merupakan responden yang berpengaruh dalam
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden
menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner), seperti petani padi Lubuk Bayas,
lembaga swadaya masyarakat BITRA Indonesia, KSPPM Tobasa, JAPPSA
Medan dan Dinas Pertanian Serdang Bedagai. Data Sekunder yang diperoleh dari
lembaga atau instansi terkait dengan penelitian, tidak tertutup kemungkinan data
juga dicari melalui beberapa website dengan menggunakan fasilitas internet.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis identifikasi masalah (1) digunakan metode analisis deskriptif
yaitu menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang
mempengaruhi strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di daerah
penelitian berdasarkan data pengamatan yang diperoleh.
Untuk menganalisis identifikasi masalah (2) digunakan metode analisis SWOT.
Metode ini dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis yang disebut matriks
SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi petani padi organik disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
internal. Analisis SWOT menghasilkan strategi berbagai alternatif yang dapat
memaksimumkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan dan
ancaman yang ada sehingga kita dapat melihat bagaimana strategi pengembangan
Langkah – langkah dalam analisis SWOT adalah :
1. Pengumpulan informasi yang bertujuan untuk melihat perkembangan sistem
agribinis beras organik di daerah penelitian.
2. Melakukan pra penelitian terhadap beberapa responden dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan beras organik di
daerah penelitian.
3. Kemudian dari faktor-faktor tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan
kelompok tani dan beberapa petani ditentukan faktor strategis untuk
perkembangan sistem agribisnis beras organik di daerah penelitian, antara lain
sebagai berikut :
a. Luas lahan padi organik
b. Pengalaman bertani organik
c. Produksi padi organik
d. Pelaksanaan tahapan pertanian
organik
e. Ketersediaan modal
f. Pendapatan
g. Ketersediaan sarana produksi
h. Mutu beras organik
i. Jaringan pemasaran beras
organik
j. Permintaan beras organik
k. Dukungan Kelompok Tani
l. Dukungan pemerintah
m. Ketersediaan mesin penggiling
dan tempat penjemuran
n. Dukungan Lembaga Swadaya
Masyarakat
4. Setelah diketahui faktor – faktor yang mempengaruhi yang strategis, kemudian
faktor-faktor tersebut diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar, yaitu faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh petani.
b. Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam, yaitu faktor yang dapat dikendalikan
oleh petani.
5. Setelah diklasfikasikan antara faktor internal dan eksternal, kemudian disusun kuisioner
untuk menentukan skor setiap faktor. Skor tersebut menentukan apakah faktor tersebut
termasuk kedalam faktor internal sebagai kekuatan atau kelemahan dan sebagai faktor
eksternal menjadi peluang atau ancaman. Hitung skoring untuk masing–masing faktor
dengan memberikan mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik)
dan nilai 1 (tidak baik) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi organisasi
atau perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai skor untuk faktor peluang
(Opportunity) bersifat positif diberi skor skor +1 untuk peluang yang kecil dan diberi +4
untuk peluang yang semakin besar. Pemberian nilai skor ancaman (Threat) adalah kebalikannya (negatif Untuk). faktor yang termasuk kategori kekuatan (Strength) diberi nilai +1 (sangat buruk) sampai dengan +4 (sangat baik), dan untuk faktor yang termasuk
kategori kelemahan (Weakness) adalah kebalikannya (negatif).
6. Faktor dibagi menjadi empat skoring, yaitu pada faktor internal 1 dan 2 merupakan
kelemahan serta 3 dan 4 merupakan kekuatan. Pada faktor eksternal, 1 dan 2 merupakan
ancaman sedangkan 3 dan 4 merupakan peluang.
7. Setelah diperoleh skoring dari setiap skor, kemudian dilakukan pembobotan dalam tiap
faktor. Pembobotan dilakukan dengan teknik komparasi berpasangan (Pair Comparison)
oleh Saaty (1988) yaitu suatu teknik yang membandingkan faktor satu dengan faktor yang
lain dalam satu tingkat hirarki secara berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan
Tabel 7. Nilai Skala Banding Secara Berpasangan Nilai
Skala
Definisi Penjelasan
1 Kedua faktor sama
pentingnya.
Dua faktor mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai. 3 Satu faktor lebih penting
daripada faktor yang lainnya.
Pengalaman dan penilaian mempengaruhi satu faktor dibanding faktor lainnya.
2 Satu faktor sedikit
lebih penting daripada faktor yang lainnya.
Pengalaman dan penilaian sedikit mempengaruhi satu faktor dibanding faktor lainnya.
Kebalikan
Bila nilai di atas dianggap membandingkan antara faktor A
dan B, maka nilai kebalikannya bila digunakan untuk
membandingkan kepentingan B terhadap A.
Sumber : Saaty, 1988
8. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing dari tiap responden, kemudian dibuat
matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.
9. Setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari rata- rata
perbandingan seluruh responden dengan mencari nilai rata-rata geometris dengan rumus :
Dimana : X1 = Nilai untuk responden 1
X2 = Nilai untuk responden 2
X3 = Nilai untuk responden 3
Xn = Nilai untuk responden n
10. Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut
dinormalisasikan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai ini
yang menjadi bobot faktor.
11. Setelah diperoleh bobot untuk tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara
mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor.
12. Kemudian hasil analisis tersebut dibuat pada matriks posisi, dengan cara mencari selisih
faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan faktor ekstrenal (peluang-ancaman). Posisi
strategi ditunjukkan oleh koordinat cartesius (x,y). Nilai x diperoleh dari selisih faktor
internal (kekuatan-peluang) dan nilai y diperoleh dari selisih faktor eksternal
(peluang-ancaman). faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal yang menggambarkan
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Kondisi tersebut dipetakan dengan cara sebagai berikut :
a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu vertikal
(y) menunjukkan peluang dan ancaman.
b. Posisi strategi pengembangan ditentukan dengan hasil sebagai berikut:
1. Jika peluang lebih besar daripada ancaman maka nilai y > 0 dan sebaliknya ancaman lebih
besar daripada peluang maka nilainya y < 0.
2. Jika kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0 dan sebaliknya kelemahan
lebih besar daripada kekuatan maka nilainya x < 0.
Y (+)
Kuadran III Kuadran I
Strategi turn-around Strategi Agresif
X (-) X (+)
Kuadran IV Kuadran II
Strategi Defensif Strategi Defensif FAKTOR EKSTERNAL
F A K T O R
Gambar 3. Kuadran Dalam Analisis SWOT (Rangkuti, 2008)
Keterangan :
Kuadran I
- Merupakan posisi yang menguntungkan.
- Mempunyai peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang secara
maksimal.
- Menerapkan strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II
- Meskipun menghadapi berbagai ancaman, namun mempunyai keunggulan sumber daya.
- Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
Kuadran III
- Mempunyai peluang besar tetapi sumber dayanya lemah, karena itu dapat memanfaatkan
peluang tersebut secara optimal fokus strategi perusahaan pada posisi seperti inilah
meminimalkan kendala-kendala internal.
Kuadran IV
- Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan.
- Menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumberdaya yang dimiliki mempunyai
banyak kelemahan.
13. Kemudian dilakukan penyusunan faktor-faktor strategis dengan menggunakan matriks
SWOT. Matriks SWOT dibangun berdasarkan faktor-faktor strategis yang telah
ditentukan, faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang
dan ancaman). Hal ini bertujuan untuk menentukan alternatif strategi pengembangan
sistem agribisnis beras organik di daerah penelitian .
Matriks ini menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini
1. Strategi SO (Strength-Opportunity)
Strategi berdasarkan jalan pemikiran organisasi atau perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif.
2. Strategi ST (Strenght-Threat)
Meskipun menghadapi ancaman, organisasi atau perusahaan masih memiliki kekuatan
internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
3. Strategi WO (Weakness-Opportunity)
Perusahaan dalam kondisi menghadapi peluang pasar yang besar, tetapi menghadapi
kendala internal. Fokus strategi ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal
perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang lebih baik.
4. Strategi WT (Weakness-Threat)
Perusahaan dalam kondisi menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi
ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat pertahanan (defensive) dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tabel 8. Matriks analisis SWOT
EFAS IFAS
Kekuatan
Strengths (S)
Kelemahan
Peluang
Opportunities (O)
STRATEGI SO
Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI WO
Minimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang
Ancaman
Treaths (T)
STRATEGI ST
Gunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Minimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2008
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka
perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Definisi
1. Usahatani padi organik adalah usahatani yang membudidayakan padi secara organik
dengan menggunakan pupuk organik dan pestisida organik.
2. Usahatani padi semi organik adalah usahatani yang membudidayakan padi secara semi
organik dengan menggunakan pupuk organik dan pestisida organik, namun tetap
menggunakan pupuk kimia dengan perbandingan pupuk kimia dan pupuk organik 50 : 50.
3. Usahatani padi anorganik adalah usahatani yang membudidayakan padi secara anorganik
dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.
4. Sistem agribisnis adalah keseluruhan kegiatan yang terdiri dari subsistem penyediaan
sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan, sub sistem pemasaran dan
subsistem penunjang.
5. Kekuatan (Strength) internal adalah segala kekuatan yang berhubungan dengan proses pengembangan kegiatan agribinis dan dapat dikontrol oleh petani.
7. Peluang (Opportunity) eksternal adalah segala peluang yang berhubungan dengan proses
pengembangan kegiatan agribisnis dan tidak dapat dikontrol oleh petani.
8. Ancaman (Threath) eksternal adalah segala ancaman yang berhubungan dengan proses kegiatan agribinis dan tidak dapat dikontrol oleh petani.
9. Strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik adalah tindakan yang senantiasa
meningkat dan terus menerus dapat meningkatkan sistem agribisnis secara terintegrasi,
serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan petani dimasa
depan.
Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :
1. Lokasi penelitian adalah Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai.
2. Responden penelitian ini adalah responden yang diambil dari semua subsistem agribisnis
beras organik dan petani padi anorganik di tempat penelitian.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.1 Deskripsi Wilayah
4.1.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah
Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan
laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun.
Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lembung berpasir.
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai (2012), Desa Lubuk Bayas
terletak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah 481 Ha.
Desa Lubuk Bayas terletak 14 km dari Ibukota Kecamatan Perbaungan dengan lama tempuh
30 menit, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan ± 52 km dari Ibukota
Provinsi Sumatera Utara.
Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh
• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu
• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan.
4.1.2 Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di Desa Lubuk Bayas terdiri dari penggunaan lahan terbangun dan
penggunaan lahan non-terbangun. Dimana untuk penggunaan lahan terbangun berupa
penggunaan lahan yang di atas lahannya terdapat bangunan fisik seperti pemukiman, sarana
dan prasarana pemukiman dan lain–lain, sedangkan penggunaan lahan non-terbangun berupa
pertanian bukan sawah, nonpertanian dan lain–lain. Distribusi penggunaan lahan tertera pada
Tabel 9.
Tabel 9. Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha) Persentase (%)
1 2 3 4
Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan) Pertanian Bukan Sawah
Non Pertanian Pemukiman 385 16 18 62 80,04 3,32 3,74 12,89
Jumlah 481 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Dari Tabel 9. Dapat diketahui bahwa penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk
Pertanian Sawah yaitu 385 Ha (80,04 %).
4.1.3Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas tahun 2013 terdiri dari 3072 jiwa dan terbagi atas 4
dusun. Berikut penjelasannya melalui Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013
No. Dusun Jumlah Jiwa Laki - laki Perempuan
1 2 3 4 I II III IV 611 1131 915 522 277 525 477 158 288 501 338 364
Jumlah 3072 1437 1635
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Dari Tabel 10. Dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah di Dusun II.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin penduduk yang mendominasi adalah perempuan yaitu
Tabel 11. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur Di Desa Lubuk Bayas, Tahun 2013 Kelompok umur (Tahun) Total (Laki-laki+Perempuan) Persentase (%) <1 7-15 15-44 45-64 >65 62 951 1029 910 120 2,02 30,96 33,50 29,62 3,90
Jumlah 3072 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Dari Tabel 11. Dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa Lubuk Bayas adalah
yang memiliki kisaran umur 15-44 yaitu 1029 jiwa dengan persentase 33,50%.
Tabel 12. Distribusi Penduduk menurut Mata Pencaharian Tahun 2013
No. Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 Petani Buruh Tani Wiraswasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Dan lain-lain 487 121 93 10 15 215 94 47,06 11,69 8,96 0,97 1,45 20,78 9,09
Jumlah 1035 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Berdasarkan Tabel 12. Diketahui bahwa penduduk di Desa Lubuk Bayas mayoritas yang
memiliki mata pencaharian sebagai petani adalah 487 kk dengan persentase 47,06 %.
Penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang adalah 215 kk dengan
persentase 20,78 %.
Kebutuhan masyarakat di Desa Lubuk Bayas cukup terpenuhi. Untuk menempuh desa ini
dapat menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua yang biasanya dapat ditemui di
simpang Pantai Kelang Desa Sei Buluh. Adanya sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan,
keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi dan sosial yang mampu menunjang
peningkatan sumberdaya yang ada di Desa Lubuk Bayas. Berikut dijelaskan dalam Tabel 13.
[image:49.595.71.426.261.649.2]Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan masyarakat di Desa Lubuk Bayas.
Tabel 13. Sarana dan Prasarana Desa Lubuk Bayas Tahun 2013
No. Sarana Dan Prasarana Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 Kelembagaan ekonomi • Pasar
• Kios pupuk dan pestisida • Kilang padi
• KUD • Koperasi Lembaga pendidikan
• SD/ Sederajat • SD Negeri Lembaga keamanan
• Pos kamling Lembaga kesehatan
• Puskesmas pembantu • Posyandu Peribadatan • Mesjid • Musholla Prasarana irigasi Lembaga Sosial
• Balai Desa • PAM • PLN 1 2 4 1 1 1 1 1 1 2 3 6 2 1 Ada Ada
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
4.2 Karakteristik Responden
Karakteristik seseorang mempengaruhi tindakan, pola pikir dan wawasan yang dimilikinya.
di Desa Lubuk bayas. Karakteristik petani yang menjadi responden pada penelitian ini
meliputi luas lahan organik, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah
tanggungan. Karakteristik petani responden di Desa Lubuk Bayas dapat disajikan pada Tabel
14. Sebagai berikut :
Tabel 14. Karakteristik Responden
No Uraian Rentang Rataan
1 Luas lahan padi organik (Ha) 0,1 – 2 0,72
2 Umur (Tahun) 30-75 44,3
3 Tingkat Pendidikan (Tahun) 3-17 10,5
4 Pengalaman Bertani (Tahun) 2-15 11,4
5 Jumlah Tanggungan (Orang) 1-10 2,2
Sumber : Analisis Data Primer, 2013
Seperti yang disajikan pada tabel 14 bahwa petani responden di Lubuk Bayas memiliki luas
lahan organik rata- rata 0,72 Ha, jumlah luas lahan padi organik yang dimiliki petani untuk
Desa Lubuk Bayas dapat dikatakan rendah.
Rata-rata umur petani responden di Desa Lubuk Bayas sama 44 tahun, hal ini menunjukkan
bahwa petani responden di Desa Lubuk Bayas tergolong dalam usia produktif sehingga masih
besar potensi untuk mengembangkan dan membudidayakan pertanian organik, khususnya
usahatani padi organik.
Rata-rata tingkat pendidikan para petani responden di Desa Lubuk Bayas adalah
10,5 tahun atau setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), hal ini menunjukkan tingkat
pendidikan para petani tergolong sedang. Tingkat pendidikan ini akan berpengaruh pada
pengembangan atau pembudidayaan pertanian organik, khususnya usahatani padi organik.
Untuk rata-rata pengalaman bertani para petani responden di Desa Lubuk Bayas adalah 11,4
tahun. Ini dapat dilihat dari jumlah luas lahan padi organik di Desa Lubuk Bayas yang paling
beberapa petani padi organik di Desa Lubuk Bayas yang berperan sebagai penyuluh petani
untuk membudidayakan usahatani padi organik.
Setiap kepala keluarga petani responden di Desa Lubuk Bayas memiliki jumlah tanggungan 2
jiwa. Jumlah tanggungan ini termasuk sedang dan jumlah tanggungan keluarga ini akan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal Sistem Agribisnis Beras Organik di Desa Lubuk Bayas
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi strategi pengembangan sistem agribisnis beras organik di Desa
Lubuk Bayas. Faktor internal yaitu : luas lahan padi organik, pengalaman bertani, produksi
padi organik, pelaksanaan tahapan pertanian organik, pencatatan kegiatan usahatani,
ketersediaan modal dan pendapatan. Faktor eksternal yaitu : ketersediaan sarana produksi
pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, permintaan beras organik,
jaringan pemasaran, mutu beras organik, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah,
dukungan lembaga swadaya masyarakat dan sarana irigasi.
5.1.1 Deskripsi Faktor Internal
a. Luas lahan padi organik
Petani padi organik di Desa Lubuk Bayas mengusahakan lahannya untuk ditanami padi
organik dengan r