Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel
Sampel Pendidikan
Lama
Lampiran 2a Produksi dan Penerimaan petani tahun 2013
Harga Jual
/ Kg Penerimaan
Jumlah 157.302 133.085 290.387 11.0000 1.109.574.500 14.464.737
lampiran 2b. Produksi dan Penerimaan petani padi tahun 2014 Padi Musim
Hujan
Total Produksi
Harga Jual
/ Kg Penerimaan
Jumlah 160.872 135.400 295.472 113.900 1183.628.600 15153000
Lampiran 3a. Biaya Penggunaan Benih Per Petani Selama Tahun 2013
Musim Hujan Musim Kering Jumlah Total
Benih
Sumber : data primer diolah, 2013-2014
Lampiran 3b. Biaya Penggunaan Benih Per Petani Selama Tahun 2014
No Sampel
Luas Lahan (ha)
Musim Hujan Musim Kering Jumlah
Lampiran 4a. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Selama Tahun 2013
Tahun penggunaan pupuk kandang
Penggunaan Pupuk
Lanjutan Lampiran 4a. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Selama Tahun 2013 pupuk kandang
Penggunaan Pupuk Total
ZA (kg) Nilai (Rp) Pupuk Kandang (kg) Nilai (Rp)
Jumlah(kg) Rata-rata Nilai
Lampiran 4b. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Selama Tahun 2014 pupuk kandang
Penggunaan Pupuk
Lanjutan Lampiran 4b. Biaya Penggunaan Pupuk Per Petani Selama Tahun 2014 pupuk kandang
Penggunaan Pupuk Total
ZA (kg) Nilai (Rp) Pupuk Kandang (kg) Nilai (Rp)
Jumlah(kg) Rata-rata Nilai (Rp) Rata-rata
MK MH MK MH MK MH MK MH
Jumlah 22,82 170 779 892 1402200 1705600 30604 11600 24504000 5500000 57873 4402,672515 66919300 4165343,275
Lampiran 5a . Biaya Penggunaan Obat-Obatan Per Petani Selama Tahun 2013
Herbisida (Liter) Insektisida (Liter) Fungisida (Liter) Urine (Liter) Total
Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah
penggunaan Nilai (Rp)
MK MH MK MH MK MH MK MH MK MH MK MH MK MH MK MH
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
No. Sampel
Luas Lahan
(ha)
Herbisida (Liter) Insektisida (Liter) Fungisida (Liter) Urine (Liter) Total
penggunaan Nilai (Rp) penggunaan Nilai (Rp) penggunaan Nilai (Rp) penggunaan Nilai (Rp) Jumlah penggunaan
Lampiran 6a. Biaya Penggunaan Sarana Produksi Petani Selama Tahun 2013
Sarana Produksi Total Biaya Sarana Produksi (Rp)
Biaya Benih (Rp)
Biaya Pupuk (Rp)
Biaya
Obat-Obatan (Rp) Jumlah Rata-Rata
1 1,4 857500 2000000 10000 2867500
Jumlah 22,82 16320500 64408700 2476000 80605200 759026,32
Rata-Rata 0,82 582875 2300310,71 88428,57 2878757,14 27108,08
Lampiran 6b. Biaya Penggunaan Sarana Produksi Petani Sampel Selama Tahun 2014
Sarana Produksi
Total Biaya Sarana Produksi (Rp)
Rata-rata
Biaya Pupuk (Rp)
Jumlah 22,82 16320500 66919300 2898000 86137800 910226,90
Rata-Rata 0,82 582875 2389975 103500 3076350 32508,10
Lampiran 7a. Biaya Penyusutan Peralatan Per Petani Selama Tahun 2013
Cangkul Sabit Parang
Unit
Lanjutan Lampiran 7a. Biaya Penyusutan Peralatan Per Petani Selama Tahun 2013
Garu / Cakaran Sprayer
Total
Lampiran 7b. Biaya Penyusutan Peralatan Per Petani Selama Tahun 2014
Cangkul Sabit Parang
Lanjutan Lampiran 7b. Biaya Penyusutan Peralatan Per Petani Selama Tahun 2014
Garu / Cakaran Sprayer
mpiran 8a . Biaya Produksi Selama Tahun 2013
Biaya Pengairan (Rp)
Biaya Sarana produksi
(Rp)
9
0
1
0
2 5926000 1829000 12481500 83205200 210220000
1912000
Biaya Pengairan (Rp)
Biaya Sarana produksi
(Rp)
d
0
5 8 0 0
mlah 23,72 5926000 1829000 12481500 86137800 222300000
1912000
6 65321,429 445767,8571 3076350 7939285,714
6828571
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
Lampiran 9a. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Selama Tahun 2013
No. Sampel
Luas Lahan
(ha)
Pengolahan
26 0,16 200000 2 - 95000 1 - 40000
27 0,96 1200000 2 1 140000 1 1 90000
28 1,16 1450000 - 3 140000 1 2 140000
Jumlah 22,82 26070000 51 26 3680000 28 21 2170000
Rata-Rata 0,77 931071,4286 1,82143 0,9286 131428,57 1 0,75 77500 1,214
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
LanjutanLampiran 9a. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Selama Tahun 2013
No. Sampel Luas Lahan (ha)
Panen Total Biaya
Tenaga Kerja / MT(Rp)
Total Biaya T Kerja Rata-R
Rata-Rata 0,77 0 17,14286 2445000 3753928,6 261725,
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
Lampiran 9b. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Selama Tahun 2014
No. Sampel
Luas Lahan
(ha)
Pengolahan
6 0,2 240000 2 0 80000 1 0 40000
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
LanjutanLampiran 9b. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Selama Tahun 2014
No. Sampel Luas Lahan (ha)
Panen Total Biaya
Tenaga Kerja / MT(Rp)
24 0,8 - 20 3000000 4380000
25 1 - 26 300000 1840000
26 0,16 - 8 500000 1040000
27 0,96 - 21 3000000 4750000
28 1,16 - 25 3500000 5510000
Jumlah 22,82 0 513 72750000 111150000 7693
Rata-Rata 0,77 0 18,3214 2598214,3 3969642,286 3846
Lampiran 10a. Pendapatan Selama Tahun 2013 Sistem budidaya No.
Sampel
Luas Lahan
Sawah (ha) Penerimaan (Rp)
Total Biaya
Produksi Pendapatan/petani Pendapa
Organik
Semi Organik
10 2,52 128625000 39832000 88793000 3523
11 2 99820000 38001000 61819000
12 0,74 34772500 17668500 17104000 2311
13 1 47775000 23727000 24048000
28 1,16 53305000 27917800 25387200 2188
Jumlah 22,82 1109574500 514770700 597403800 6526
Rata-Rata 0,815 39627660,71 18384667,86 21335850 2330
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
Lampiran 10b. Pendapatan Selama Tahun 2014 Sistem budidaya
No. Sampel
Luas Lahan
Sawah (ha) Penerimaan (Rp)
Total Biaya
Produksi Pendapatan/petani Pendapa
Organik
Semi Organik
10 2,52 139232000 41803700 97428300 386
11 2 108300000 39364600 68935400
12 0,74 37772000 18935050 18836950 254
13 1 51870000 24412000 27458000
Sumber: Data Primer diolah 2013-2014
15 0,2 10320000 5783900 4536100
16 0,4 18924000 10620400 8303600
17 0,4 22600000 11058600 11541400
18 1,1 58045000 27679500 30365500
19 0,5 26030000 12772050 13257950
20 1 54400000 24433200 29966800
21 0,6 29343600 15104200 14239400 237
22 1 52720000 24904200 27815800
23 0,4 21280000 11113200 10166800
24 0,8 40470000 20375400 20094600
25 1 49134000 18479800 30654200
26 0,16 5940000 4633400 1306600
27 0,96 50464000 24013200 26450800 275
28 1,16 59394000 28635800 30758200 265
Jumlah 22,82 1109574500 1183628600 529783300 653
Lampiran 11. Perkembangan Usaha tani Padi Organik ngan biaya (%) Pendapatan (%)
3 20484375 48937500 28453125
4 21583170 5.36 49483929 1.12 27900759 -1.94
Rata-rata 24175997.75
4.1542585
36 48818677.13 0.484418825 24642679.38 -0.676759688 Sumber : data primer diolah, 2013-2014
Lampiran 12. Perkembangan Usaha tani padi Semi Organik Lama
1 24067069 45952586 21885517
2 24686034 2.57 51201724 11.42 26515690 21.16
2 49237330.38 1.762217974 24765856.25
Lampiran 13. Produktivitas Padi Organik
Sumber : data primer diolah, 2013-2014
Lampiran 14. Produktivitas Padi Semi Organik
Sumber : data primer diolah, 2013-2014
Lama Penggunaan Pupuk Kandang
(tahun)
Produktivitas padi Organik/Ha/Tahun
3 10875
4 10996.42857
5 10235.44818
6 10541.88235
8 10794.11765
9 11279.41176
23 10100
24 11050
jumlah 85872.28852
rata-rata 10734.03606
Lama Penggunaan Pupuk Kandang
(tahun)
Produktivitas Padi Semi organik (Kg/Ha)
1 13129
2 13474
4 12930.6
5 13009
6 13140.5
7 13496.5
10 13042
11 13388.33333
jumlah 105609.9333
Lampiran 15a. Hasil uji beda rata-rata Produktivitas Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
produktivitas organik 8 1.0734E4 410.07194 144.98232
semi organik 8 1.3201E4 220.72865 78.03936
Independent Samples Test
Leven
nces t-test for Equality of Means
F Sig. t df
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
produktivitas Equal
variances
assumed
3.195 .096 -14.984 14 .000 -2467.20560 164.65
120 -2820.34730 -2114.06391
Equal
variances
not
assumed
-14.984 10.74
2 .000 -2467.20560
164.65
120 -2830.66469 -2103.74651
Lampiran 15b. Hasil uji beda rata-rata Biaya Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
biaya Equal
variances
assumed
3.908 .068 -.277 14 .786 -2.95476E5 1.06738E6 -2.58478E6 1.99383E6
Equal
variances
not
assumed
-.277 10.695 .787 -2.95476E5 1.06738E6 -2.65296E6 2.06201E6
Sumber : data Primer diolah, 2013-2014
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya organik 8 2.4176E7 2.66279E6 9.41437E5
Lampiran 15c. Hasil uji beda rata-rata Penerimaan Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
penerimaan organik 8 4.8819E7 2.51199E6 8.88121E5
semi organik 8 4.9237E7 2.53110E6 8.94878E5
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
penerimaan Equal
variances
assumed
.117 .737 -.332 14 .745 -4.18653E5 1.26078E6 -3.12276E6 2.28545E6
Equal
variances
not
assumed
-.332 13.999 .745 -4.18653E5 1.26078E6 -3.12277E6 2.28547E6
Lampiran 15d. Hasil uji beda rata-rata Pendapatan Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Group Statistics
kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
pendapatan organik 8 2.4643E7 4.23385E6 1.49689E6
semi organik 8 2.4766E7 1.74184E6 6.15833E5
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
pendapatan Equal
variances
assumed
22.016 .000 -.076 14 .940 -1.23177E5 1.61862E6 -3.59477E6 3.34842E6
Equal
variances
not
assumed
-.076 9.304 .941 -1.23177E5 1.61862E6 -3.76662E6 3.52026E6
DAFTAR PUSTAKA
BITRA Indonesia. 2013. Data Produksi Padi Organik di Sumatera Utara. Medan.
Crinnon WJ. 1995. Are Organic Foods Really Healthier for you.
Ginting, J. 2012. Kualitas Produk Pertanian yang Dihasilkan dari Sistem Pertanian
Organik. USU. Medan.
Isnaini,M. 2006. Pertanian Organik Untuk Keuntungan Ekonomi dan Kelestarian Bumi
. Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Notarianto. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Padi Organik dan Anorganik (Studi Kasus Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Pindyck, S.R, dan D.L Rubinfield. 2009. Mikroekonomi. Jilid 1. Edisi keenam. PT Index. Jakarta.
Putri, N.I. 2011. Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik di Kampung Ciburuy. Skripsi. Fakultas Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prawirokusumo,S. 1990. Ilmu Usahatani edisi I, BPFE. Yogjakarta.
Prayoga. 2012. Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Organik Lahan Sawah di Desa Sukorejo dan Jambeyan, Kabupaten Sragen. Jurnal. Sekolah Pertanian Pembangunan di Banjarbaru.
Ramadhani,W.2013. Karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan teknologi pertanian semi organik pada komoditi padi sawah Desa Sambirejo, kec.Binjai, Kabupaten Langkat. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Medan.
Sagala, Y.M., 2010. Analisis Komparatif Tingkat Sosial Ekonomi Petani Dampingan Bitra dan Petani Anorganik (Studi Kasus Padi Sawah Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Setiawan, N.2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krecjie dan Morgan : Telaah Konsep dan Aplikasinya. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.
Sriyanto, S. 2010. Panen Duit dari Bisnis Padi Organik. Agro Media. Jakarta Selatan.
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. CV. ALFABETA. Bandung.
Sugiyanto, Catur. 2011. Analisis Ekonomi Produksi Padi Organik di Indonesia. UGM
Press. Yogyakarta.
Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Mikro ekonomi Edisi ketiga. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Sunyoto, Danang. 2011. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi Alat statistik & Analisis
Output Komputer. CAPS. Jogyakarta
Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susetya, Darma. 2006. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik. Pustaka Baru
Press. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarkatan dan
Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.
Suyono, A. dan Hermawan, 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Padi pada
Sistem Pertanian Organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Jurusan Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Yogyakarta.
Winangun YW. 2005. Membangun Karakter Pertanian Organik dalam Era Globalisasi. Kanisius, Yogyakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purpossive, yaitu di Kabupaten Serdang
Bedagai, Kecamatan Perbaungan, Desa Lubuk Bayas. Karena sulitnya memperoleh
data mengenai produksi padi organik sehingga dipilihnya LSM BITRA yang merupakan
institusi yang memberikan pembinaan pertanian padi organik di Sumatera Utara. Desa
Lubuk Bayas dipilih karena merupakan daerah dengan produksi padi organik terbesar
binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara. Luas lahan dan produksi padi organik
menurut binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara pada April 2013 dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik Binaan BITRA di Provinsi Sumatera Utara April 2013.
No Desa Kabupaten
Kelompok
Tani
Luas Lahan
(Ha)
Produksi
(Ton)
1. Lubuk Bayas Serdang Bedagai Tani Subur 21 126
2. Namu Landor Deli Serdang Tani Mandiri 5 30
3. Laguboti Toba Samosir Laguboti 20 120
JUMLAH 46 276
3.2. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang menerapkan usahatani
secara organik dan semi organik. Petani padi organik di Desa Lubuk Bayas telah
mendapat binaan dari BITRA dan diakui oleh pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.
Pada penelitian ini digunakan rumus Krejcie dan Morgan dalam penentuan jumlah
sampel yang digunakan. Dalam Setiawan (2007) rumus Krejcie dan Morgan adalah
sebagai berikut:
n = �2.�.�(1−�) (�−1).�2+ �2.�(1−�)
Keterangan:
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
X2 : nilai Chi kuadrat (2,706)
P : proporsi populasi (0,5)
d : galat pendugaan 10% (0,1)
n= 2,706.48.0,5(1−0,5)
(48−1).(0,1)2+2,706.0,5(1−0,5)
n=32.5 1,15
n=28
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Krejcie dan Morgan diperoleh sampel
sebanyak 28 orang dengan pembagian proposional pada setiap jenis usahatani. Pada
usahatani padi organik, menggunakan seluruh populasi yakni 9 orang sebagai sampel.
Sampel semi organik sebanyak 19 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
Tabel 3. Jumlah Sampel Petani Padi Berdasarkan Cara Usahatani
No Usahatani Populasi (orang) Sampel (orang)
1 Organik 9 9
2 Semi organik 39 19
Jumlah 48 28
Sumber : Kelompok tani
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
Primer diperoleh dari petani melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan
(kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data Sekunder yang berhubungan
dengan penelitian ini diperoleh dari instansi Lembaga Swadaya Masyarakat BITRA
Indonesia seperti data produksi padi organik binaan BITRA di Sumatera Utara, Kantor
Kepala Desa, Dinas Pertanian Serdang Bedagai, dan instansi lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini.
3.2 Metode Analisis Data
Masalah 1 dianalisis dari perkembangan pendapatan/ha usahatani padi organik pada
tahun ke 3, 4, 5, 6, 8, 9, 23 dan 24 tahun pelaksanaan usahatani padi organik.
Masalah 2 dianalisis dari mengidentifikasi waktu optimal perkembangan produksi dan
stabilnya pendapatan petani usahatani padi organik.
Masalah 3 dianalisis dari perkembangan pendapatan/ha usahatani padi semi organik dari
tahun ke 1,2, 4, 5, 6, 7, 10 dan 11 tahun usahatani padi semi organik.
Masalah 4 dianalisis dengan menggunakan Uji beda dua sampel bebas (Independent
uji perbedaan dua mean yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari dua
sampel yang saling bebas atau tidak berpengaruh. Uji t bebas digunakan untuk
mengetahui secara statistik apakah terdapat perbedaan yang nyata terhadap pendapatan
usahatani padi organik dan usahatani padi semi organik, karena walaupun secara
nominal pendapatan petani tersebut tidak sama, namun secara statistik belum tentu
berbeda (Sunyoto, 2011).
Menurut Sunyoto (2011), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum uji t
dilakukan, persyaratannya adalah:
1) Data masing-masing berdistibusi normal,
2) Data dipilih secara acak,
3) Data masing-masing homogen.
Maka, sebelumnya Uji levene’s digunakan untuk menguji kesamaan varians dari
beberapa populasi. Formula levene adalah sebagai berikut :
� =
(� − �)∑ �
����−�..�2
� �=1
(� −1)∑ ∑�� (��� − ���)2
�=1
� �=1
Keterangan:
n = Banyaknya sampel
k = Banyaknya kelompok yang terjadi
�̅�= Rata-rata kelompok i
Menurut Sugiyono (2006), uji beda dua sampel bebas ( Independent Sample T Test)
memiliki rumus:
t1.2 = x�1−x�2
��(n 1−1)s 12 + (n 2n 1+n 2 − 2−1)s 22��n 11+1 n 2�
Keterangan :
t1.2 : uji beda rata-rata antara pendapatan petani organik dan semi organik
x
�1 : rata- rata pendapatan petani organik
x
�2 : rata-rata pendapatan petani semi organik
S12 :varians dari pendapatan petani organik
S22 : varians dari pendapatan petani semi organik
n1 : jumlah sampel petani organik
n2 : jumlah sampel petani semi organik
Adapun kriteria uji sebagai berikut :
Jika thit > t tabel atausignifikansi < 0,05 ; Ho tolak, H1 terima.
Jika thit < t tabel atausignifikansi > 0,05 ; Ho terima, H1 tolak.
Ho : tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan padi organik dan semi organik
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian
ini maka dibuat definisi sebagai berikut:
3.5.1 Definisi
1. Usahatani padi organik adalah usahatani padi yang pembudidayaannya secara
organik yaitu menggunakan pupuk organik dan pestisida organik.
2. Usahatani padi semi organik merupakan usahatani padi yang pembudidayaannya
menggunakan pupuk organik dan pestisida organik, namun tetap menggunakan
pupuk kimia.
3. Produksi adalah hasil panen tanaman padi yang berupa gabah kering panen.
4. Musim tanam padi organik merupakan masa panen yang telah dilalui oleh petani.
5. Tahun lamanya bertani organik ataupun semi organik merupakan waktu yang
digunakan petani dalam memakai pupuk kandang.
6. Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani selama
proses produksi yang terdiri dari : biaya input produksi (bibit, tenaga kerja, pupuk,
dan pestisida), biaya penyusutan, biaya tambahan (sewa tanah, perawatan mesin,
iuran P3A, PBB, dan lain-lain).
7. Penerimaan usahatani total adalah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga
jual.
8. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi seluruh biaya produksi.
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat
batasan operasional sebagai berikut:
1. Daerah penelitian adalah Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten
Serdang Bedagai.
2. Sampel penelitian ini adalah petani padi organik, semi organik yang lahan dan
petaninya tersebut berada di desa Lubuk Bayas.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Wilayah
4.1.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah
Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas
permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata
berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur
umumnya lembung berpasir.
Desa Lubuk Bayas merupakan salah satu desa yang memiliki potensi yang besar
terutama pada sektor pertanian khususnya dalam berusahatani padi organik. Potensi
yang dimiliki desa ini yaitu berupa ternak yang mendukung usahatani padi organik
dalam penyediaan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak yang sudah
difermentasi selama 3 bulan.
Luas Wilayah Desa Lubuk Bayas seluas 481 ha. Desa Lubuk Bayas terletak di
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Lubuk Bayas terletak 14 km
dari Ibukota Kecamatan Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai
dan ± 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Secara administratif mempunyai
batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sainagalawan dan Desa Naga Kisar
Sebelah Selatan berbatasan dengan Sei Buluh dan PT. Socfindo
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu
4.1.2 Tata Guna Lahan
Desa Lubuk Bayas mempunyai luas lahan 481 ha. Sebagian besar lahan digunakan
sebagai lahan persawahan. Penggunaan lahan yang paling luas digunakan adalah untuk
pertanian sawah, dan yang selebihnya digunakan untuk pertanian bukan sawah non
pertanian dan pemukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan
Luas Areal (Ha)
Persentase (%)
1
2
3
4
Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan)
Pertanian Bukan Sawah
Non Pertanian
Pemukiman
385
16
18
62
80,04
3,32
3,74
12,89
Jumlah 483 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa dari keempat jenis penggunaan lahan diketahui
penggunaan lahan yang paling banyak digunakan adalah lahan untuk pertanian sawah
seluas 385 ha (80,04 %). Pada jenis lahan yang digunakan untuk pertanian bukan sawah
seluas 16 ha (3,32 %) dan lahan yang digunakan untuk pemukinan seluas 62 ha (12,89)
dan selebihnya digunakan untuk lahan non pertanian.
4.1.3 Keadaan Penduduk
Desa Lubuk Bayas memiliki empat dusun dan masing-masing dusun memiliki jumlah
Desa Lubuk Bayas pada tahun 2012 diketahui sebanyak 2994 jiwa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Di Desa Lubuk Bayas, Tahun 2013
No. Dusun Jumlah Jiwa Laki – laki Perempuan 1
2
3
4
I
II
III
IV
611
1131
915
525
277
525
477
158
288
501
338
364
Jumlah 3072 1437 1635
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terletak di Dusun II
dengan jumlah penduduk sebanyak 1131 jiwa diantaranya 525 orang laki-laki dan 501
orang perempuan. Dari total jumlah penduduk sebanyak 2994 jiwa diketahui
perbandingan antara jumlah laki-laki hampir sama dengan jumlah perempuan yaitu
sebanyak 1437 dan 1635 orang.
Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk yang terdapat di Desa Lubuk Bayas
dapat digolongkan beberapa kelompok mulai dari kelompok umur di bawah 7 tahun,
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013
Kelompok umur (Tahun)
Total
(Laki-laki+Perempuan)
Persentase (%)
0- 14
15-64
≥ 65
1013
1939
120
32,98
63,12
3,90
Jumlah 3072 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Tabel 6 mempelihatkan bahwa dengan total jumlah peduduk sebanyak 3072 jiwa
diketahui jumlah penduduk terbesar di Desa Lubuk Bayas berumur 15 - 64 sebanyak
1939 jiwa (63,12%). Kelompok umur dari umur 15 - 64 merupakan umur yang
produktif yaitu sebesar 63,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok umur
tersebut, seseorang dianggap sudah mampu untuk menghasilkan pendapatan atau dapat
dikatakan sebagai usia kerja yang berpotensi untuk memberikan sumbangan guna
meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakat. Pada kelompok umur lebih
dari 65 tahun sebanyak 120 orang (3,90%) sudah dikatakan umur yang tidak produktif
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2013 No. Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase (%)
1
Buruh Tani
Wiraswasta
Pegawai Negeri
Pengrajin
Pedagang
Dan lain-lain
487
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2013
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Desa Lubuk Bayas
bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 487 KK dan 121 KK
dengan persentase 47,06 % dan 11,69%. Selain itu masayarakat di desa ini merupakan
bermatapencaharian sebagai pedagang yang diketahui sebanyak 215 KK dengan
persentase sebesar 20,78 %.
4.1.4 Sarana Dan Prasarana
Desa Lubuk Bayas memiliki beberapa sarana dan prasarana yang digunakan untuk
mendukung sektor pertanian khususnya pertanian sawah diantaranya terdapat beberapa
kilang padi dan kios-kios pupuk. Akan tetapi pada saat ini kilang yang dapat digunakan
hanya satu kilang saja dan yang lainnya masih dalam proses sehingga belum bisa
untuk jalan dusun sekitar 12 km dalam keadaan rusak ringan akan tetapi keadaan untuk
jembatan sebanyak 6 unit dikatakan baik.
Selain itu terdapat sarana dan prasarana lainnya seperti prasarana ekonomi, pendidikan,
keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi, dan sosial yang mendukung
perkembangan sumber daya manusia yang terdapat di Desa Lubuk Bayas. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada Tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Sarana dan Prasarana Desa Lubuk Bayas Tahun 2013
No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Kelembagaan ekonomi
a. Kios pupuk dan pestisida
b. Kilang padi
c. Koperasi
2
3
1
2 Lembaga pendidikan
a. SD/Sederajat
b. SMP/Sederajat
c. TK
2
1
1
3 Lembaga kesehatan
a. Puskesmas pembantu
b. Posyandu
1
3
4 Peribadatan
a. Mesjid
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Pendapatan Petani Padi Organik
Pendapatan setiap petani diperoleh dari total penerimaan dari hasil produksi dikurangi
dengan semua biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi. Pendapatan yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan rata-rata dari pendapatan petani dengan lama
penggunaan pupuk organik pada tahun yang sama. Dari hasil analisis yang telah
dilakukan di Desa Lubuk Bayas di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
dapat diketahui bahwa perkembangan pendapatan yang diperoleh petani padi organik
tidak berkaitan dengan lamanya petani tersebut menggunakan sistem tanam dengan
bahan organik. Hasil dari penelitian dapat kita lihat dalam bentuk tabel dan grafik
berikut:
Tabel 9. Perkembangan Pendapatan Usahatani Padi Organik/Ha/Tahun
OR
3 20.484.375 48.937.500 28.453.125
4 21.583.170 5,36 49.483.929 1,12 27.900.759 -1,94 Rata-rata 24.175.997.75 4,15 48.818.677,13 0,48 24.642.679,38 -0,67
Tabel 9 menunjukkan bahwa perkembangan pendapatan petani organik berfluktuasi.
Perkembangan pendapatan petani yang tertinggi yaitu pada tahun ke-8 yaitu 41,69 %.
Hal ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja menurun yang menyebabkan biaya
yang dikeluarkan juga menurun. Sedangkan penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-9
adalah yang tertinggi yaitu Rp. 53.325.000,-. Perkembangan pendapatan petani terendah
yaitu pada masa penggunaan pupuk tahun ke 23 yaitu menurun sebesar 30,32%.
Penurunan ini disebabkan karena penggunaan tenaga kerja dan pembelian input
produksi (urin sapi) yang meningkat sehingga biaya menjadi lebih besar. Selain itu
penerimaan yang diperoleh mengalami penurunan sebesar 14,77%. Penurunan ini juga
diindikasikan karena produksi yang menurun diakibatkan petani tidak konsisten dalam
penggunaan jumlah pupuk dan waktu pemberian pupuk organik. Menurut konsepnya
lama pemberian pupuk akan mempengaruhi pendapatan petani. Dimana semakin lama
penggunaan pupuk organik akan meningkatkan produksi, semakin lama penggunaan
pupuk organik akan menambah unsur hara pada lahan petani organik tersebut.
Peningkatan produksi ini mengakibatkan pada peningkatan pendapatan petani padi
organik.
Perkembangan biaya petani padi organik rata-rata mengalami peningkatan sebesar
4,51%. Perkembangan penerimaan padi organik rata-rata mengalami peningkatan
sebesar 0,48% . Akan tetapi, perkembangan pendapatan rata-rata petani padi organik
mengalami penurunan sebesar 0,67%. Penurunan perkembangan pendapatan ini
diakibatkan oleh besarnya perkembangan biaya daripada perkembangan penerimaan.
Untuk lebih jelas produktivitas dan perkembangan usahatani padi organik di daerah
Gambar 5.1 Grafik Produktivitas Usahatani Padi Organik
Dilihat dari grafik diatas produktivitas padi organik di daerah penelitian yang tertinggi
yaitu pada tahun ke 9 yaitu sebesar 11279,41 kg/ha. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Prayoga (2010) tentang “Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi
Organik Lahan Sawah” yang menyatakan petani padi organik tahun 8 dan tahun
ke-5 lebih produktif dan secara otomatis meningkatkan pendapatan petani organik pada
tahun tersebut. Produktivitas padi organik yang terendah adalah pada tahun ke 23 yaitu
sebesar 10.100 kg/ha.
5.2 Waktu Optimal Usahatani Padi Organik
Waktu optimal usahatani padi organik merupakan waktu berproduksi padi organik
dengan input yang terbatas dan produksi mencapai nilai yang optimum. Yang dimaksud
dengan input terbatas adalah penggunaan jumlah pupuk kandang sebesar 2000
kg/ha/musim tanam serta penggunaan pestisida nabati untuk memberantas hama dan
penyakit. 10000 10200 10400 10600 10800 11000 11200 11400
3 4 5 6 8 9 23 24
P
ro
d
u
kt
iv
it
a
s
(kg
/H
a
)
Tahun
Tabel 10. Jumlah Penggunaan Pupuk dan Total Produktivitas Tahun
Penggunaan Pupuk
Total Penggunaan
Pupuk Kandang(Kg)/Ha Total Produktivitas (Kg/Ha)
3 3.000 10.875,00
4 2.928,57 10.996,43
5 4.432,07 10.235,48
6 4.747,06 10.541,88
8 2.000 10. 794,00 9 2.000 11.279,00 23 4.000 10.100,00 24 4.000 11.050,00
Sumber: Lampiran 4a-b dan lampiran 11
Tabel 10 memperlihatkan produktivitas padi organik pada perkembangan tahunnya
relatif bernilai rata-rata sama. Hal ini menyebabkan kita tidak dapat langsung
mengambil kesimpulan pada tahun ke berapa merupakan tahun optimal. Produktivitas
yang cenderung bernilai rata-rata hampir sama ini diakibatkan oleh penggunaan pupuk
kandang yang tidak sesuai anjuran dan adanya indikasi petani masih memakai
insektsida ataupun herbisida kimia, sehingga hasil produktivitas dari padi organik ini
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada perkembangannya. Hal ini
disebabkan adanya biaya yang tinggi untuk transportasi dari penyedia pupuk dan masi
terbatasnya ketersediaan pestisida nabati.
Tabel 10 hasil penelitian menunjukkan produktivitas padi organik optimal adalah pada tahun ke 9 dimana produktivitas mencapai 11.279 kg/ha dengan penggunaan pupuk
sesuai anjuran 2000 kg/ha. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu Prayoga
(2012) yang menyatakan waktu optimal untuk produksi tahun ke-5 dan ke-8 dimana
pada tahun tersebut padi organik lebih produktif dalam menghasilkan output yang sama
5.3 Perkembangan Pendapatan Petani Padi Semi Organik
Sistem usahatani semi organik merupakan usahatani padi yang telah menggunakan
pupuk organik dan pestisida nabati namun disertai penggunaan pupuk dan pestisida
kimia.
Perkembangan pendapatan petani semi organik didapat dari penghitungan rata-rata
pendapatan petani dengan tahun penggunaan pupuk organik yang sama. Pada usahatani
padi semi organik juga dilihat perkembangan biaya serta perkembangan penerimaan
petani usahatani padi semi organik.
Perkembangan biaya yang digunakan adalah rata-rata dari biaya yang telah digunakan
petani untuk usahatani padi semi organik. Perkembangan penerimaan juga dihitung
melalui penerimaan rata-rata petani padi semi orgnik dengan tahun penggunaan pupuk
organik yang sama. Adapun produktivitas padi semi organik untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik berikut:
Gambar 5.2 Produktivitas Usahatani Padi Semi Organik
Gambar 5.2 grafik produktivitas padi semi organik di daerah penelitian mengalami
kg/ha di tahun ke 7. Produktivitas padi semi organik terendah pada tahun ke 4 dengan
nilai 12.930,6 kg/ha. Adapun masing-masing perkembangan biaya, penerimaan, dan
pendapatan petani padi organik dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11. Perkembangan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik/ Ha/ Tahun
Penggun aan Pupuk Organik (Tahun)
Total Biaya/Ha (Rp)
1 24.067.069 45.952.586 21.885.517
2 24.686.034 2,57 51.201.724 11,42 26.515.690 21,16
24471474,13 1,39
49237330,3
8 1,76
24.765.856,2
5 2,38
Sumber :Lampiran 12
Tabel 11 memperlihatkan perkembangan pendapatan mengalami fluktuasi.
Perkembangan pendapatan tertinggi petani padi semi organik terdapat pada tahun ke-2
yakni terdapat perkembangan pendapatan sebesar 21,16 % dengan nilai pendapatan Rp
26.515.690 Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan pada tahun tersebut masih sedikit dengan produksi yang meningkat. Penggunaan pupuk kimia membantu produksi
tumbuh dengan baik sehingga berdampak ke pendapatan petani semi organik.
Perkembangan pendapatan mengalami penurunan terendah pada tahun ke-10 yakni
14,86% dengan nilai pendapatan Rp 23.049.296. Namun, Rata-rata perkembangan
pendapatan padi semi organik mengalami peningkatan sebesar 2,3% dengan nilai Rp
Tabel 12. Jumlah Penggunaan Pupuk Kandang, Pupuk Kimia Dan Total Produktivitas Usahatani Padi Semi Organik
Tahun Penggunaan
Pupuk
Total Penggunaan Pupuk Kimia (Kg/Ha/Tahun)
Total Penggunaan Pupuk Kandang
(Kg/Ha/Tahun)
Total Produktivitas
(Kg/Ha)
1 841 2.075,00 13.129
2 875 2.287,93 13.474
4 403,4 1.892,50 12.930,6
5 854,11 2.068,86 13.009
6 514,150 2.111,58 13.140,46
7 624,33 2.073,60 13.496,5
10 428 1.850,00 13.042
11 492,00 2.331,99 13.388,33
Sumber: Lampiran 4a dan 4b
Tabel 12 menunjukkan tahun ke empat total produktivitas terendah adalah sebesar
12.930,6 kg dengan perbandingan pupuk kandang yang digunakan sebesar 1.892,5
kg/ha dan pupuk kimia 403,4 kg/ha. Pada tahun ini, pupuk kandang yang digunakan
hanya sebesar 50% dari total keseluruhan penggunaan pupuk pada usahatani padi semi
organik.
Pupuk yang digunakan dalam usahatani padi semi organik juga menggunakan pupuk
kimia dalam proses usahataninya. Pupuk kandang yang digunakan jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan usahatani organik. Memang hasil produksi yang dihasilkan lebih
tinggi pada usahatani semi organik, namun esensi dari usahatani organik adalah tetap
menghasilkan produksi yang optimal dengan tetap memperhatikan keberlangsungan
Dari perbandingan waktu optimal usahatani padi organik dengan semi organik lebih
cepat pencapaian waktu optimal pada usahatani padi semi organik yaitu pada waktu
produksi tahun ke-7 sedangkan usahatani padi organik mencapai waktu optimal pada
tahun ke-9. Hal ini diindikasikan karena penggunaan pupuk kimia merangsang
pertumbuhan padi lebih cepat dibandingkan dengan pupuk kandang.
5.4 Perbandingan Perkembangan Pendapatan Usahatani Padi Organik Dengan Usahatani Padi Semi Organik
5.4.1 Perbandingan Produktivitas Padi Organik dan Padi Semi Organik
Berdasarkan hasil pengujian spss, diketahui nilai sig.di tabel levene’s test for equality of
variances 0,96 > α 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variasi kelompok ada kesamaan, sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan hasil pengujian di kolom Equal
variances assumed. Pada tabel 13 diketahui nilai sig. 2-tailed 0.000 < α 0.05, dari hasil analisis ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan produktivitas antara usahatani padi
organik dengan usahatani padi semi organik.
Tabel 13. Hasil Uji Beda Rata-Rata Produktivitas Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Variabel Nilai
Df 14
Sig (2-tailed) 0.000
Sumber: Lampiran 15
Hasil analisis uji beda rata-rata produktivitas padi organik menunjukkan nilai sign.2
tailed (0.000) < 0,05. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara produktivitas padi
organik dengan padi semi organik. Pada kolom mean di group statistics dapat dilihat
(10734 kg/ha). Hal ini disebabkan karena padi semi organik menggunakan pupuk kimia
untuk meningkatkan produksi sehingga produktivitas padi semi organik lebih tinggi dari
produktivitas padi organik.
Berikut grafik produktivitas padi organik dengan padi semi organik :
Gambar 5.3 Perbandingan Produktivitas Padi Organik dengan Padi Semi Organik
5.4.2 Perbandingan Biaya Padi Organik dan Padi Semi Organik
Berdasarkan hasil pengujian spss, diketahui nilai sig. di tabel levene’s test for equality
of variances untuk biaya 0.68 > α 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variasi kelompok ada kesamaan, sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan hasil pengujian di kolom
Equal variances assumed.
Pada tabel 14 tersebut didapati nilai sig. 2-tailed 0.786 > α 0.05 , artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara biaya padi organik dengan padi semi organik. Biaya
padi organik dengan padi semi organik tidak mengalami perbedaan yang signifikan
karena pada usahatani padi organik biaya tenaga kerja lebih tinggi sedangkan usaha tani
padi semi organik biaya yang lebih tinggi karena penggunaan pupuk kimia, sehingga 10000
Produktivitas Padi Organik
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara biaya padi organik dengan padi semi
organik.
Tabel 14. Hasil Uji Beda Rata-Rata Biaya Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Variabel Nilai
Df 14
Sig (2-tailed) 0.786
Gambar 5.4 Perbandingan Biaya Padi Organik Dengan Padi Semi Organik
Grafik pada Gambar 5.4 menunjukkan perbedaan antara biaya pada usahatani padi
organik dengan usahatani padi semi organik. Biaya yang dikeluarkan pada usahatani
padi organik cenderung meningkat. Biaya yang dikeluarkan usahatani padi organik
pada tahun ke 4 mengalami peningkatan. Sedangkan usahatani padi semi organik grafik
biaya mengalami penurunan pada tahun ke-3. Penurunan biaya pada usahatani semi 20
organik ini disebabkan petani tidak mengeluarkan biaya yang banyak untuk tenaga
kerja. Pada tahun ke-5 usahatani padi semi organik mengalami peningkatan karena
adanya peningkatan pada penggunaan obat-obatan kimiawi ( herbisida, insektisida, dan
fungisida).
5.4.3 Perbandingan Penerimaan Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Berdasarkan hasil uji mengunakan spss, nilai sig. pada kolom Levene’s test for equality
of variances nilai sig. 0.737 > α 0.05 berarti terdapat kesamaan varians kelompok,
sehingga tabel yang digunakan untuk analisis selanjutnya adalah equal variances
assumed.
Pada tabel 15 dapat dilihat nilai sig. 2-tailed 0.745 > α 0.05, berarti tidak ada perbedaan
yang signifikan antara penerimaan padi organik dengan padi semi organik. Hal ini
disebabkan produktivitas padi semi organik yang lebih tinggi dari padi organik namun
harga jual gabah padi semi organik lebih murah dari penjualan gabah padi organik,
sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penerimaan padi organik
dengan padi semi organik.
Tabel 15. Hasil Uji Beda Rata-Rata Penerimaan Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Variabel Nilai
Df 14
Sig (2-tailed) 0.745
Sumber : lampiran 15
Gambar 5.5 Penerimaan Padi Organik Dengan padi Semi Organik
Gambar 5.5 menunjukkan penerimaan padi organik dan semi organik yang berfluktuasi.
Pada Tahun ke 6 padi organik mengalami peningkatan penerimaan dengan nilai Rp
53.325.000. Pada semi organik mengalami peningkatan pada tahun ke 6 dengan nilai Rp
52.622.614.
5.4.4 Perbandingan Pendapatan Padi Organik dan Padi Semi Organik
Berdasarkan hasil pengujian spss, diketahui nilai sig. di tabel levene’s test for equality
of variances untuk biaya 0.000 < α 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa variasi kelompok tidak ada kesamaan, sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan hasil
pengujian di kolom Equal variances not assumed. Pada kolom tersebut didapati nilai
sig. 2-tailed 0.941 > α 0.05 , artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara
pendapatan padi organik dengan pendapatan padi semi organik. 45000000
Penerimaan padi organik
Tabel 16. Hasil Uji Beda Rata-Rata Pendapatan Padi Organik dengan Padi Semi Organik
Variabel Nilai
Df 14
Sig (2-tailed) 0.941
Sumber : lampiran 15
Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pendapatan padi organik dengan padi
semi organik disebabkan oleh biaya dan penerimaan yang tidak mengalami perbedaan
yang signifikan. Secara rata-rata pendapatan padi semi organik lebih tinggi
dibandingkan rata-rata pendapatan padi organik.
Berikut grafik perkembangan pendapatan padi organik dengan padi semi organik:
Gambar 5.6 Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik Dengan Padi Semi
Organik
Grafik pada Gambar 5.6 menunjukkan pendapatan usahatani padi organik dengan padi
semi organik mengalami perbedaan. Pendapatan pada usahatani padi organik
mengalami fluktuasi yang tidak terlalu tajam. Sedangkan pada usahatani padi semi
organik fluktuasi terjadi mengalami peningkatan yang di tahun ke-7. Pada usahatani
padi organik pendapatan mengalami penurunan di tahun ke- 4. Berbanding terbalik 18000000
Pendapatan Padi Organik
dengan usahatani padi semi organik. Hal ini disebabkan pada usahatani padi organik
biaya yang dikeluarkan meningkat di Tahun ke- 4 tersebut, sehingga pendapatan yang
diterima lebih rendah. Sedangkan untuk usahatani semi organik pendapatan di tahun ke-
4 mengalami peningkatan karena biaya yang dikeluarkan juga mengalami penurunan
yang signifikan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2011) tentang “Analisis
Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi Anorganik di
Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede”, bahwa biaya per hektar per musim tanam
yang dikeluarkan oleh usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik.
Biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam yang dikeluarkan petani
penggarap usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik, namun dari sisi
petani pemilik sebaliknya. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total usahatani padi
organik lebih besar dibandingkan anorganik. Hal ini disebabkan produktivitas dan harga
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Usahatani padi organik di daerah penelitian mengalami perkembangan pendapatan
yang menurun.
2. Waktu optimal bagi produksi usahatani padi organik adalah tahun ke 9.
3. Usahatani padi semi organik di daerah penelitian mengalami perkembangan
pendapatan yang meningkat .
4. a. Rata-rata produktivitas padi organik dengan semi organik mempunyai perbedaan
yang signifikan.
b. Rata-rata biaya padi organik tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dengan
padi semi organik.
c. Rata-rata pendapatan padi organik dengan padi semi organik tidak mempunyai
perbedaan yang signifikan.
6.2 Saran
Kepada Petani Padi Organik
Untuk mengembangkan usahatani padi organik, petani padi sebaiknya menerapkan
penggunaan pupuk kompos dan pestisida organik sesuai anjuran agar dicapai
produktivitas, dan pendapatan yang optimal, serta keberlanjutan pertanian yang ingin
dicapai oleh sistem pertanian organik tersebut.
Kepada Pemerintah
1. Diharapkan pemerintah lebih peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh
kilang khusus untuk padi organik dan memperbaiki infrastruktur jalan di Desa
Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Perlu dilakukan pengelolaan yang berkaitan dengan saluran irigasi yang bebas dari
kandungan polutan kimia.
Kepada Peneliti Selanjutnya
Melakukan penelitian terhadap perkembangan pendapatan petani padi organik maupun
semi organik dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan luas wilayah yang lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pertanian Organik
Ada dua pemahaman umum tentang pertanian organik menurut Las,dkk (2006)
dalam Prayoga (2009), yang keduanya sama-sama penting dan patut
dipertimbangkan. Pertama pertanian organik absolut sebagai sistem pertanian
yang sama sekali tidak menggunakan input kimia sintetis, hanya menggunakan
bahan alami berupa bahan organik atau pupuk organik. Sasaran utamanya adalah
menghasilkan produk dan lingkungan yang bersih dan sehat. Kedua, Pertanian
Organik rasional atau pertanian semi organik sebagai sistem pertanian yang
menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai
pembenah tanah dan suplemen pupuk kimia. Pestisida dan herbisida digunakan
secara selektif dan terbatas.
Menurut Standar Nasional Indonesia Sistem Pertanian dalam Ginting (2012),
pertanian organik adalah sistem manajemen produksi pertanian holistik yang
mampu meningkatkan dan memelihara agroekosistem, termasuk keragaman
hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah untuk mencapai produktivitas
yang berkelanjutan. Dari definisi ini dapat dinyatakan bahwa sistem pertanian
organik harus menghindari penggunaan bahan-bahan kimia sehingga
Pangan organik juga lebih sehat dan aman dikonsumsi karena kandungan residu
pestisidanya rendah. Hal ini antara lain sangat bergantung kepada lokasi pertanian
dan berapa lama lahan pertanian tersebut telah dikonversi menjadi lahan organik.
Crinnon (1995) menyatakan, pada lokasi lahan yang belum pernah menggunakan
sistem pertanian konvensional , residu pestisida tidak ditemukan pada hasil
pertaniannya. Tingginya senyawa kimia dari pestisida pada produk tanaman
menyebabkan menurunnya kandungan vitamin pada produk tanaman tersebut.
Vitamin yang paling peka terhadap zat kimia ini adalah vitamin C, beta karoten,
dan vitamin B.
Seiring dengan kesadaran masyarakat untuk membeli produk ramah lingkungan
yang meningkat termasuk didalamnya produk-produk pertanian yang sehat dan
bebas bahan kimia, pertanian organik menjadi alternatif bagi bangsa Indonesia
karena jika pola pertanian modern yang padat bahan kimia tetap dilakukan seperti
sekarang ini dikhawatirkan Indonesia tidak dapat lagi mengekspor
prngoduk-produk pertaniannya. Selain itu, bertani secara organis dapat menjadi pilihan bagi
petani ditengah tingginya harga pupuk dan pestisida kimia. Petani organik
menjadi petani yang mandiri dan merdeka, karena bahan-bahan bertani diperoleh
dari alam sekitar. Selain itu, pertanian organik memberi ruang yang luas bagi
petani untuk mengembangkan kreativitas bertaninya, seperti memanfaatkan
bahan-bahan disekitar menjadi pupuk (Susetya, 2006).
Kelebihan lainnya dari pertanian organik yaitu membantu mengurangi erosi.
Pertanian organik dengan pemakaian pupuk organik menjadikan tanah lebih
Menurut Pracaya (2004 dalam Fardiaz 2008), sistem pertanian organik
mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan sistem pertanian
non-organik. Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik antara lain :
1) Tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air, maupun
udara, serta produknya tidak mengandung racun
2) Produk tanaman organik lebih mahal.
Sistem pertanian organik juga mempunyai faktor kekurangan atau kelemahan,
yaitu sebagai berikut :
1) Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan
penyakit. Umumnya, pengendalian hama dan penyakit masih dilakukan secara
manual. Apabila menggunakan pestisida alami, perlu dibuat sendiri karena
pestisida ini belum ada di pasaran.
2) Penampilan fisik tanaman organik kurang bagus (misalnya berukuran lebih
kecil dan daun berlubang-lubang) dibandingkan dengan tanaman yang
dipelihara secara non-organik.
2.1.2 Pertanian Anorganik (Konvensional)
Sistem pertanian konvensional mampu membuktikan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, ini terbukti saat tahun 1984 disaat Indonesia mampu swasembada
pangan beras. Tetapi, sistem pertanian anorganik (konvensional) tersebut tidak
terlepas dari resiko negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia yang
berlebihan. Meningkatnya kebutuhan pangan yang seiring pertambahan penduduk,
mengakibatkan pertambahan pemakaian pupuk serta pestisida dan zat kimia lain
Schaller dan Winangun (2005) menyatakan beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan dari sistem pertanian konvensional, sebagai berikut:
a. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian.
b. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan
kesehatan makanan.
c. Peningkatan daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida.
d. Penurunan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan dan
berkurangnya bahan organik.
e. Muncul resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pertanian.
2.1.3 Pertanian Semi organik
Pertanian semi organik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke sistem
pertanian organik, hal ini karena perubahan yang ekstrim dari pola pertanian
modern yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian organik yang
mengandalkan pupuk biomasa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil
produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung langsung oleh
pelaku usaha tersebut. Selain itu penghapusan pestisida sebagai pengendali hama
dan penyakit yang sulit dihilangkan karena tingginya ketergantungan mayoritas
pelaku usaha terhadap pestisida (Sutanto, 2002).
Oleh karena itu, pertanian semi organik merupakan langkah awal untuk perubahan
secara gradual menuju pola pertanian organik. Khusus untuk tanaman pangan,
pertanian semi organik akan memberi nilai tambah untuk pelaku usaha dengan
turunnya biaya produksi tanpa harus diiringi dengan turunnya hasil produksi, dan
Sutanto (2002) dalam Ramadhani (2013), memberikan istilah membangun
kesuburan tanah. Swtrategi pertanian organik adalah memindahkan hara
secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa
tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara
dalam larutan tanah. Hal ini berbeda dengan pertanian anorganik yang
memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dan langsung dalam bentuk
larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman.
Pada beberapa daerah penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara
utuh dengan alasan daya adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus
menggunakan bahan organik sepenuhnya. Pada tahap awal banyak petani yang
mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan sistem
pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian
mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan
lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di
masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dihentikan (Ramadhani,2013).
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Notarianto (2011) yang berjudul “Analisis Efisiensi Penggunaan
Faktor-Faktor Produksi pada Usahatani Padi Organik dan Anorganik di
Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen” bahwa Nilai efisiensi teknis dalam
penelitian padi organik ini sebesar 0,963, sedangkan untuk usahatani padi
anorganik, nilai efisiensi teknis sebesar 0,814. Maka dapat disimpulkan bahwa
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa rasio R/C usahatani padi organik
sebesar 4,09, sementara rasio R/C untuk padi anorganik hanya 1,70. Hasil ini
menunjukkan usahatani padi organik lebih menguntungkan jika dibandingkan
dengan usahatani padi anorganik.
Hasil penelitian Wulandari (2011) tentang “Analisis Perbandingan Pendapatan
Usahatani Padi Organik dan Usahatani Padi Anorganik di Kelurahan Sindang
Barang dan Situ Gede”, bahwa biaya per hektar per musim tanam yang
dikeluarkan oleh usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik.
Biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam yang dikeluarkan petani
penggarap usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik, namun dari
sisi petani pemilik sebaliknya. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya total
usahatani padi organik lebih besar dibandingkan anorganik. Hal ini disebabkan
produktivitas dan harga gabah kering panen (GKP) organik lebih besar
dibandingkan anorganik. Usahatani yang dijalankan petani padi organik dan
anorganik sama-sama menguntungkan, namun jika dilihat dari nilai R-C rasionya
maka usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi
anorganik.
Hasil penelitian Sagala (2010) mengenai “Analisis Komparatif Tingkat Sosial
Ekonomi Petani Dampingan Bitra dan Petani Anorganik di Desa Lubuk Bayas”
menyatakan tingkat sosial ekonomi responden petani organik dan petani anorganik
tidak menunjukkan adanya perbedaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
adanya pertanian organik di Desa Lubuk Bayas yang dampingan Bitra tidak memberi
pengaruh pada peningkatan sosial ekonomi para petani organik. Secara rata-rata biaya
Hal ini karena dalam pertanian organik, pupuk yang digunakan kebanyakan adalah
pupuk yang diolah petani sendiri. Biaya penggunaan pupuk pada usahatani padi
anorganik lebih tinggi yakni Rp 2.000.000 per musim tanam, sementara pada
usahatani padi organik biaya penggunaan pupuk senilai Rp 1.000.000 per musim
tanam. Biaya tenaga kerja pada usahatani padi anorganik Rp 1.600.000 per musim
tanam, sedangkan biaya tenaga kerja usahatani organik mencapai Rp 2.000.000 per
musim tanam. Hasil ini menunjukkan biaya tenaga kerja pada usahatani padi organik
lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik, karena usahatani padi
organik memerlukan pengawasan yang intensif sewaktu masa tanam.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Biaya
Biaya usahatani dapat dibedakan atas dua macam yaitu; biaya tetap (fixed cost)
dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang besar
kecilnya tidak mempengaruhi pada hasil produksi. Yang termasuk biaya tetap
antara lain : pajak, sewa tanah, dan penyusutan alat-alat pertanian yang tahan lam
atau modal tetap. Sedangkan biaya tidak tetap yaitu biaya yang besar kecilnya
mempengaruhi pada hasil produksi. Antara lain : biaya sarana produksi, upah
tenaga kerja, pestisida (Prawirokusumo, 1990).
Menurut Sukirno (2004) biaya total merupakan keseluruhan jumlah biaya
produksi yang dikeluarkan. Biaya total didapatkan dengan penjumlahan dari biaya
tetap total dan biaya berubah total. Biaya tetap total merupakan keseluruhan biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang tidak dapat
diubah jumlahnya. Biaya variabel total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
merupakan nilai yang diperoleh dari biaya tetap total untuk memproduksi
sejumlah produk, dibagi dengan jumlah produksi tersebut.
Biaya variabel rata-rata adalah nilai yang diperoleh dari pembagian biaya berubah
total dengan jumlah produksi. Biaya total rata-rata merupakan nilai dari hasil
pembagian biaya total dengan jumlah peroduksi. Biaya marginal merupakan
kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan untuk menambah produksi sebanyak
satu unit (Sukirno, 2004).
2.2.2 Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam
suatu usahatani (Soekartawi,1995).
Dalam Pindyck (2009), Penerimaan total atau total revenue : penerimaan yang
diterima oleh produsen dari setiap penjualan outputnya. Total revenue merupakan
hasil kali antara harga dengan output. Penerimaan rata-rata atau average revenue :
penerimaan produsen per unit output yang dijual. Penerimaan marjinal atau
marginal revenue : perubahan penerimaan yang disebabkan oleh tambahan penjualan 1 unit output .
2.2.3. Pendapatan
Menurut Soekartawi (1995) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan
Menurut Hadisapoetro (1973 dalam buku Suratiyah 2009) ada beberapa
pengertian tentang pendapatan dalam usahatani, yaitu:
1. Pendapatan Petani meliputi upah tenaga kerja keluarga sendiri, upah petani
sebagai manajer, bunga modal sendiri, dan keuntungan.
2. Pendapatan tenaga keluarga merupakan selisih dari pendapatan petani
dikurangi dengan bunga modal sendiri.
3. Keuntungan atau kerugian petani merupakan selisih dari pendapatan petani
dikurangi dengan upah keluarga dan bunga modal sendiri.
2.3 Kerangka Pemikiran
Usahatani padi organik merupakan sistem budidaya padi dengan mensubstitusi
pupuk dan pestisida kimia menjadi pupuk dan pestisida organik. Usahatani padi
semi organik merupakan budidaya padi dengan penggunaan pupuk organik dan
kimia.
Dalam setiap usahatani petani memerlukan input produksi seperti biaya bibit,
pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya tambahan (sewa tanah,
perawatan mesin, iuran P3A, PBB, dan sebagainya) yang akan dihitung biaya inputnya. Produksi dikalikan harga produk akan menghasilkan penerimaan petani.
Dari penerimaan dikurangi total biaya didapatkan pendapatan.
Pendapatan petani organik akan dibandingkan dengan pendapatan petani padi
semi organik. Kemudian akan dilihat pada tahun berapa produksi dan pendapatan
petani organik stabil. Secara skematis kerangka pemikiran digambarkan sebagai
Keterangan :
= Menyatakan hubungan
TC = Total Biaya
= Perbandingan
TR = Total Penerimaan
Π = Pendapatan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Organik
• 3 – 4 tahun
• 5 – 6 tahun • 8 – 9 tahun • 23 – 24 tahun
TC
π
TR
Semi Organik
• 1 – 2 tahun
• 4 – 5 tahun • 6 – 7 tahun • 10 – 11 tahun
π