• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: PENYAJIAN DATA

B. Strategi Forcing Conformity untuk Mengembangkan

2. Deskripsi Hasil Akhir Strategi Forcing Conformity

kasus: seorang santri MTs kelas 8D di Pondok Pesantren Assalafi Al- Fithrah Surabaya)

Dari hasil wawancara, observasi bertahap, dan informasi yang konselor peroleh dari guru BK MTs diketahui bahwa konseli secara bertahap telah mengalami perubahan dalam keaktifan di madrasah. Maka berdasarkan pengamatan konselor setelah pelaksanaan pemberian

treatment strategi forcing conformity untuk menumbuhkan penyesuaian

diri terhadap peraturan baru, konselor menemukan perubahan yang terjadi pada diri konseli.

Ustadz Supriyadi selaku guru BK yang menangani kelas delapan dan kelas sembilan mengatakan bahwa ada peningkatan kedisiplinan yang terjadi pada diri klien. itu terlihat dari rekapitulasi absen mingguan dan bulanan, biasanya konseli dalam sebulan pasti tercantum dalam catatan pelanggaran namun pada bulan maret konseli sudah bersih dari catatan buku pelanggaran.93

Konseli sekarang sudah bisa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar, konseli juga terlihat lebih nyaman berada di pondok dan sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan peraturan baru yang ada. Hal ini

93Lihat Lampiran III Hasil Wawancara Dengan Ustadz Supriyadi Pada Tanggal Selasa, 04 April 2017 di Ruang Guru.

98

terbukti saat konselor menanyakan poin terakhir yang dimiliki konseli yaitu yang dulunya konseli bisa mendapatkan sampai 50 sampai 80 poin karena sering membolos dan lain-lain sekarang hanya memiliki 20 poin yang diperoleh konseli bukan karena bolos sekolah melainkan hanya karena tidak membawa kitab.94

Menurut sulaiman teman sekelas konseli mengatakan, konseli juga sudah tidak lagi berpura-pura sakit dikamar atau berkeliaran di luar kelas saat ustadz sedang mengajar di kelas, dan konseli sudah mulai menambal kitabnya yang belum di maknai dengan meminjam kitab temannya karena di akhir semester akan diadakan pemeriksaan kitab.95

Namun ada satu hal yang kadang masih terlihat pada perilaku konseli yaitu saat konseli berada di masjid, konseli terkadang masih saja ngobrol dengan temannya namun terkadang juga konseli ikut membaca dzikir ataupun jika tidak membaca dzikir konseli hanya duduk berdiam diri.96

94 Lihat Lampiran II, Verbatim Pertemuan ke Empat Kamis, 23 Maret 2017 Di Depan Teras Masjid.

95Lihat Lampiran III Hasil Wawancara Dengan Sulaiman Teman Sekelas Konseli, Selasa, 04 April 2017 di Bawah Pohon Beringin.

99

BAB IV ANALISIS DATA

Pada penelitian ini konselor menggunakan analasis deskriptif komparatif yakni membandingkan antara data teori dengan data yang terjadi di lapangan ketika proses penelitian berlangsung sehingga bisa diketahui perbandingan antara konsep teori konseling dengan fakta empiris di lapangan. Oleh karena itu perlu analisis perbandingan antara data di lapangan dengan teori yang ada serta perilaku konseli sebelum dan sesudah proses konseling berlangsung.

Berikut dibawah ini merupakan analisis data tentang proses pelaksanaan serta hasil akhir pelaksanaan strategi forcing conformity untuk menumbuhkan penyesuaian diri santri terhadap peraturan baru (studi kasus: seorang santri MTs kelas 8D di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya).

A. Analisis Proses Pelaksanaan Strategi Forcing Conformity Untuk Mengembangkan Adaptasi Diri Santri terhadap Peraturan Baru (studi kasus: seorang santri MTs kelas 8D di Pondok Pesantren Assalafi Al- Fithrah Surabaya)

Dalam melaksanakan konseling dan pemberian terapi, peneliti yang juga bertindak sebagai koselor telah melakukannya sesuai dengan tahapan dan langkah-langkah teori konseling, yaitu mulai dari identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment, dan follow up / evaluasi. Sehingga berdasarkan penggunaan langkah dan tahapan konseling tersebut, peneliti dapat menjelaskan data dan proses konseling secara deskriptif dan sistematis.

100

Untuk lebih jelasnya, berikut peneliti jelaskan dalam bentuk tabel perbandingan data teori dengan data yang peneliti temukan di lapangan

Tabel 4.1

Perbandingan Teori Dengan Pelaksanaan di Lapangan

No Data Teori Data Empiris (lapangan)

1. Identifikasi masalah Langkah yang digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber yang berfungsi untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang tampak pada diri konseli

Pada tahap ini bisa dikatakan berjalan dengan lancar, konselor melakukan pendekatan dan membangun rapport dengan orang-orang yang akan konselor mintai data dan keterangan yang dapat dijadikan pijakan dalam proses identifikasi masalah, mulai dari asatidz, teman, orangtua, dan dari konseli sendiri Dengan tujuan untuk mengumpulkan data keseluruhan tentang konseli. Pada proses identifikasi ini selain melakukan wawancara dengan sumber data, konselor juga melakukan observasi partisipatori dengan mengikuti kegiatan kewadhifahan dan mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan meminta izin kepada walikelas konseli untuk masuk dan memberi pelajaran sehingga konselor mengetahui langsung bagaimana kondisi konseli saat berada di kelas.

Dalam proses konseling, konselor bertindak aktif dalam bertanya dan menjelaskan lebih rinci meksud pertanyaan maupun penganalogian terhadap situasi yang dialami konseli, karena sikap konseli yang memang tidak banyak berbicara. Dalam mengawali pendekatan, konselor terlebih dahulu meminta keterangan kepada walikelas dan ketua kamar konseli terkait kepribadian konseli selama di pondok pesantren, latar belakang sosial, pendidikan dan lain-lain yang

101

yang berhubungan dengan konseli. Kemudian konselor juga menggali data dan informasi kepada orangtua dan teman-teman konseli untuk mengetahui perilaku keseharian konseli baik keseharian selama dirumah maupun keseharian selama di pondok pesantren.

Dari berbagai wawancara dan observasi yang konselor lakukan diperoleh data yang cukup banyak yang dialami oleh konseli diantaranya :

a. Sering bolos sekolah

b. Pura-pura sakit dan tidur dikamar

c. Saat dikelas konseli juga jarang menulis dan memaknai kitab

d. Saat ustadznya masuk dikelas konseli malah keluar berkeliaran diluar kelas membeli jajan dan lainnya

e. Saat dimasjid konseli sering ngobrol atau tidur saat sedang berwirid.

2. Diagnosis Menetapkan masalah yang dihadapi konseli beserta latar belakangnya

Pada tahap ini konselor melakukan penilaian terhadap gejala-gejala yang konseli alami dan menetapkan jenis masalah konseli. Maka berdasarkan hasil identifikasi yang telah konselor lakukan, konselor menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi konseli adalah belum tumbuhya rasa penerimaan konseli terhadap peraturan baru yang telah diterapkan ini dalam artian lain bahwa konseli belum bisa beradaptasi dengan baik terhadap peraturan baru ini. Hal ini terjadi karena konseli berpikiran bahwa peraturan ini hanya memberatkan para santri, banyak santri yang merasa tertekan dengan adanya peraturan ini termasuk diri konseli sendiri, konseli merasa tertekan hingga akhirnya konseli melakukan

102

perbuatn yang kurang bertanggungjawab sebagai bentuk penolakan terhadap peraturan baru ini.

Peneliti menulisnya lebih terstruktur tentang permasalahan yang dialami konseli sebagai berikut :

1) Konseli belum bisa beradaptasi terhadap peraturan baru dengan sistem poin

2) Konseli merasa tertekan dengan adanya peraturan baru dengan sistem poin

3) Konseli berperilaku menyimpang sebagai bentuk penolakan terhadap peraturan baru dengan sistem poin.

3. Prognosis

Menentukan jenis bantuan atau terapi yang sesuai dengan permasalahan konseli. Langkah ini ditetapkan

berdasarkan kesimpulan dari diagnosis

Setelah konselor menemukan

permasalahan mendasar yang ada pada diri konseli saat ini, pada tahap ini konselor berpikir dan mencari referensi tentang teknik dan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini, dan dalam hal ini konselor menetapkan jenis bantuan yang sesuai berdasarkan masalah yang konseli hadapi, yaitu dengan menggunakan strategi forcing

conformity dimana konseli dipaksa untuk bisa

beradaptasi dengan peraturan baru yang ada meski konseli tidak suka, namun ia harus tetap melakukannya juga demi tercapainya tujuan konseli berada di pondok pesantren.

Konseli juga harus bisa untuk mulai merubah sikap dan perilaku yang kurang baik yang telah konseli lakukan selama ini dengan perilaku yang bermafaat yang tidak merugikan diri konseli sendiri maupun merugikan orang lain.

103 4. Treatment / Terapi proses pemberian bantuan terhadap konseli berdasarkan prognosis. 1. Reframing

Pada tahap ini konselor mengajak konseli untuk berdiskusi mengenai persepsi konseli terhadap peraturan baru yang berlaku, dalam hal ini saat konselor bertanya bagaimana pandangan konseli terhadap peraturan baru ini, konseli mengungkapkan bahwa menurutnya peraturan baru ini bukannya membuat konseli nyaman berada di pondok pesantren melainkan malah membuat konseli merasa tertekan sehingga dalam melakukan kegiatan pondok pesantren konseli merasa bahwa ia melakukannya bukan karena ikhlas melainkan karena takut akan sanksi poin.

a. Reframing content

Pada tahap ini konselor memberikan pemahaman kepada konseli tentang alasan dan tujuan mengapa peraturan baru ini dibuat dan diberlakukan, saat konseli mengatakan bahwa konseli merasa tertekan dengan peraturan ini, konselor langsung memberikan gambaran kepada konseli tentang sanksi yang akan diberikan jika seandainya konseli melanggar peraturan sebelum adanya peraturan baru ini dengan sanksi yang cenderung menggunakan pukulan untuk menghukum konseli dengan peraturan baru ini yang hanya menggunakan poin dan tidak ada unsur kekerasan dan lebih manusiawi.

Konselor juga memberi

pemahaman kepada konseli bahwa tindakan yang telah konseli lakukan

104

sebagai bentuk penolakan diri dari peraturan baru selama ini kurang benar, bukanya membantu konseli untuk merasa nyaman dan bebas, namun sebaliknya itu hanya merugikan diri konseli sendiri dan tentunya akan membuat orangtua konseli kecewa jika konseli tidak segera melakukan perubahan sejak dini.

Konseli juga mengungkapkan bahwa ia tidak ingin melakukan sesuatu jika dilakukan dengan terpaksa atau karena sesuatu dan tidak karena keikhlasan diri sendiri, dalam hal ini konselor memberi pemahaman kepada konseli bahwa tidak semua hal itu harus sesuai dengan yang konseli inginkan bahkan terkadang beberapa hal bisa saja bertentangan dengan kemauan konseli, maka saat konseli sedang berada pada kondisi yang bertentangan dengan yang konseli harapkan dan konseli tidak mampu bahkan tidak memiliki kuasa untuk merubah kondisi tersebut, maka konseli harus bisa memaksakan dirinya untuk menerima kondisi tersebut demi tercapainya tujuan konseli berada di pondok pesantren.

Setelah dilakukannya teknik reframing content ini konseli mulai berpikir atas apa yang telah konseli lakukan selama ini dan mulai menyadari bahwa itu semua salah. Selanjutnya konselor menambahkan pemahaman kepada konseli bahwa para pimpinan

105

pondok beserta para ustadz/ah sangat

antusias untuk membuat dan

memberlakukan peraturan ini semata- mata hanya ingin menumbuhkan kesadaran santri akan pentingnya kedisiplinan dalam pendidikan karena pendidikan yang santri lakukan adalah untuk diri santri sendiri dan bukan orang lain.

b. Reframing context

Konselor memberikan contoh atau peristiwa kisah nabi Musa yang ingin menuntuk ilmu dengan nabiyullah Khidir, pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini yaitu harus adanya ketaatan atau kepatuhan terhadap persyaratan yang telah diberikan nabiyullah Khidir dan telah disepakati oleh nabi Musa, namun karena adanya beberapa kejadian yang menurut nabi Musa itu adalah kejadian yang tidak masuk akal maka dengan terpaksa nabi musa melanggar persyaratan yang telah sama-sama disepakati dan pasa akhirnya nabi musa gagal untuk meneruskan berguru kepada nabiyullah Khidir.

Konselor juga sedikit memberikan gambaran bagaimana para ulama, masyayikh saat beliau-beliau menuntut ilmu terkhusus konseli memberikan gambaran tentang kisah pahit manisnya syaikh Ahmad Asrori dalam menuntut ilmu sampai beliau menjadi mursyid thariqah Qadiriyah wan-Naqsyabadiyah

106

pasti beliau dengan susah payah dengan melakukan begitu banyak amalan- amalan wajib maupun sunnah dan tentunya peraturan yang meskipun bisa dikatakan lebih ketat tidak dijadikan alasan beliau untuk berhenti menuntut ilmu di pesantren.

Dari kisah ini konselor memberi pemahaman kepada konseli bahwa peraturan baru yang konseli rasa sudah memberatkan konseli sehingga konseli merasa tertekan itu belum seberapa dibandingkan dengan peraturan yang ada saat kiyai menuntut ilmu dulu, maka dari itu konseli tidak boleh mudah menyerah dengan keadaan seperti ini apalagi sampai melakukan

perbuatan yang kurang

bertanggungjawab yang malah akan merugikan diri konseli di kemudian hari.

Setelah teknik reframing context ini dilakukan, konseli mulai berpikir logis dan menyadari bahwa apa yang terjadi pada konseli saat ini belumlah ada apa-

apanya dibandingkan dengan

perjuangan para ulama terkhusus syaikh Asrori dalam menuntut ilmu di pesantren.

2. reward and Punishment

pada tahap ini konselor bersama dengan konseli terlebih dahulu menyepakati untuk membuat perjanjian bahwa konseli akan merubah tindakan kurang baik yang konseli lakukan menjadi tindakan yang positif dan

107

lebih bertanggungjawab. Dalam hal ini konseli berjanji untuk tidak melakukan hal yang merugikan lagi seperti membolos sekolah, pura-pura sakit di kamar, tidak memaknai kitab, berkeliaran diluar kelas saat ada ustadznya mengajar, dan ngobrol saat sedang berwirid di masjid.

setelah konselor memberikan terapi, konselor selalu menanyakan bagaimana perubahan konseli apakah janji yang telah disepakati sudah dilakukan konseli atau belum. pada saat konseli telah melakukan apa yang sudah dijanjikan konselor memberikan reward berupa reward sosial maupun dengan memberi reward berupa barang.

5. Follow up/evaluasi

Mengetahui sejauh mana langkah terapi yang dilakukan dalam mencapai hasil.

Pada tahap ini konselor mengamati dan mewawancarai ustadz, teman, dan orangtua konseli. Dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam, konselor melihat adanya perubahan yang terjadi pada konseli setelah dilakukannya strategi forcing conformity. Dengan beracuan pada adanya perkembangan keaktifan dalam kegiatan belajar mengajar, konseli juga sudah mulai menambal kitabnya, dalam beberapa kesempatan konselor melihat bahwa konseli rutin berpuasa sunah senin kamis hal ini konselor ketahui juga dari cerita orangtua konseli saat bertemu di pondok.

108

B. Analisis Hasil Akhir Strategi Forcing Conformity untuk Mengembangkan Adaptasi Diri Santri terhadap Peraturan Baru di Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya

Dalam melakukan strategi forcing conformity untuk mengembangkan penyesuaian diri santri terhadap peraturan baru bisa dikatakan cukup berhasil, walaupun hasilnya masih belum maksimal karena adanya indikator mengobrol saat berwirid di masjid yang terkadang masih dilakukan oleh konseli, namun terlepas dari hal tersebut, berhasil atau tidaknya tindakan penyembuhan yang konselor lakukan dapat dilihat dengan terjadinya perubahan pada diri konseli antara sebelum melakukan proses terapi dan sesudahnya.

Untuk lebih jelasnya, analisis tentang hasil akhir proses terapi strategi

forcing conformity yang dilakukan dari awal penelitian hingga tahap akhir

proses konseling, dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 4.2

Perubahan Perilaku Konseli Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi

No Kondisi Konseli Sebelum Sesudah

A B C A B C

1 Bolos sekolah √ √

2 Tidak memaknai kitab √ √

3 Pura-pura sakit di kamar √ √

4 Berkeliaran di luar kelas saat ustadz mengajar

√ √

5 Mengobrol saat berdzikir di masjid

√ √

Keterangan :

A = Tidak Pernah Tampak B = Kadang-kadang Tampak C = Sering Tampak

109

Pembuktian dari perubahan kebiasaan perilaku konseli dijelaskan pada tabel diatas. Dapat dilihat dari kondisi konseli setelah dilaksanakannya terapi. Dalam tabel tersebut terdapat tiga poin yaitu poin A untuk aspek perilaku yang tidak pernah tampak pada konseli, poin B untuk perilaku yang kadang- kadang tampak pada konseli, dan C untuk perilaku yang sering tampak pada konseli.

Maka untuk memperkuat keberhasilan proses konseling dan terapi tersebut, peneliti menggunakan pedoman prosentase perubahan perilaku dengan kriteria sebagai berikut:97

1. Kurang dari 60% = Kurang Berhasil

2. 60% - 75% = Cukup Berhasil

3. 75%–100% = Berhasil

dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa setelah dilakukannya proses terapi terjadi perubahan perilaku pada konseli. Dimana perilaku yang tidak pernah tampak ada 4 poin dan yang terkadang tampak ada 1 poin. Analisis keberhasilan tersebut dapat diketahui sebagai berikut:

1. Gejala yang tidak pernah tampak = 4 poin

2. Gejala yang terkadang tampak = 1 poin

3. Gejala yang tidak pernah tampak = 0 poin 4/5 X 100% = 80%

1/5 X 100% = 20% 0/5 X 100% = 0%

97Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 210.

110

Sehingga berdasarkan persentase diatas dapat diketahui bahwa hasil akhir dari strategi forcing conformity untuk menumbuhkan penyesuaian diri terhadap peraturan baru dikategorikan berhasil (75% - 100%) dengan prosentase 80%.

111

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat peneliti simpulkan sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan strategi forcing conformity untuk menumbuhkan adaptasi diri santri terhadap peraturan baru di pondok pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya berjalan dengan baik dan lancar meskipun dalam proses pengumpulan data maupun proses konseling terdapat beberapa hal yang bisa dikatakan tidak sesuai rencana seperti jadwal konseling yang tertunda, sempitnya waktu bertemu dan waktu konseling yang kadang sudah larut malam karena beberapa pertemuan memang dilaksanakan pada malam hari, namun itu semua sudah menjadi konsekuensi peneliti yang harus mengikuti jadwal kosong konseli.

2. Hasil akhir dari penerapan strategi forcing conformity untuk menumbuhkan adaptasi diri santri terhadap peraturan baru di Pondon Pesantren Assalafi Al-Fithrah Surabaya ada beberapa hal yang berubah sangat baik namun ada juga hal yang terkadang masih terlihat pada diri konseli.

Dari lima garis besar permasalahan konseli ada empat hal yang sudah bisa konseli atasi diantaranya yaitu konseli sudah tidak membolos sekolah, konseli tidak lagi berpura-pura sakit, konseli tidak lagi

112

berkeliaran diluar kelas saat pembelajaran berlangsung, dan konseli sudah mau untuk menambal kitabnya yang kosong akibat lalainya konseli saat di dalam kelas untuk mencatat pelajaran maupun memaknai kitab, dan ada satu hal yang kadang-kadang masih terlihat dilakukan oleh konseli yaitu saat berdzikir seusai shalat berjamaah konseli masih terlihat ngobrol dengan temannya. Namun dari keseluruhan setidaknya konseli sudah berhasil untuk menyelesaikan masalahnya sendiri meski harus dengan keadaan terpaksa.

B. Saran

Dalam penelitian ini peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk bisa lebih menyempurnakan hasil dari penelitian ini.

1. Bagi peneliti selanjutnya agar lebih memperdalam dan mengkaji lebih dalam lagi dalam menggunakan teknik yang tepat untuk mengaplikasikan strategiforcing conformity.

2. Bagi walikelas agar memberikan perhatian dan selalu membimbing konseli agar tidak melakukan hal-hal yang kurang bertanggungjawab dan merugikan diri konseli sendiri.

3. Bagi konselor dan guru BK harus tetap memantau perkembangan dan menjalin silaturrahim dengan konseli untuk membantu mencapai tujuannya meskipun pelaksanaan konseling telah selesai, dan konselor harus terus belajar memperdalam keilmuan konseling dan melatih diri

113

untuk membantu orang-orang disekitarnya dalam menemukan solusi atas masalah yang di hadapi.

4. Bagi konseli harus semangat dan rajin dalam kegiatan madrasah dan

kewadhifahan, bisa menaati semua peraturan yang berlaku di pondok

pesantren dan lebih meningkatkan minat belajarnya.

5. Bagi mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam dan guru BK yang berada di lingkungan pesantren, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk menangani permasalahan konseli, dalam hal ini yaitu mengembangkan penyesuaian diri santri terhadap peraturan baru.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,Jakarta: Ciputat Pres, 2002.

Arikunto, Suharismi, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990.

,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: PT. Asdi

Mahasatya, 2002.

Baron, Robert A. dan Donn Byrne,Psikologi Sosial,(Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 53.

Budaiwi, Ahmad Ali,Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, Jakarta: Gema Insani, 2002.

Budiarianto, Ahmad, Strategi Konseling (Reframing), (http://ahmadbudiarianto. blogspot.co.id/2014/04/strategi-konseling-reframing.html), Diakses 17 Desember 2016.

Daud, Abu, Kitab Shalat BAB Kapan Anak Kecil Diperintahkan Shalat, (Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist), No. 418.

Fahmi, Mustafa,Kesehatan Jiwa dalam Keluarga,Jakarta: Bulan Bintang, 1982. Fajri, EM Zul dan Ratu Aprillia Senja,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Jakarta:

Difa Publisher.

Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshuri, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Ghufran, Nur dan Rini Risnawati S, Teori-teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Gunarsa, Singgih D. dan Ny, Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak

dan Remaja,Jakarta:PT. Gunung Mulia, 1983.

gembelite.blogspot.com/2011/10/(makalah-perkembangan-pendidikan.html ?m=1) Diakses pada tanggal 11 Oktober 2016.

Hartinah, Siti,Pengembangan Peserta Didik,Bandung: PT. Refika Aditama, 2008. Hasan, Iqbal, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Media Grafika,

http://ditpdpontren.kemenag.go.id/berita/mengapa-harus-pilih-pendidikan- pesantren-ini-jawabannya/, Diakses pada taggal 11 Oktober 2016. Koentjoroningrat,Metode-metode Penelitian,Jakarta: PT. Gramedia, 1980.

Komalasari, Gantika dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling,Jakarta: PT Indeks, 2011.

Mahdi, Adnan, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian

Keislaman, Pati: Staimafa Press, 2013.

Mary, Nosemove, Konsep Dasar Konseling, (http://marynosemove.blogspot.co.id /2013/01/konsep-dasar-konseling.html), Diakses 10 Oktober 2016.

Moeloeng, Lexy J.,Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi),Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2001), hal. 85

Nasir, Ridlwan,Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di

Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005.

Nawawi, Hadari, Dkk, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.

Nazir, Muh.,Metode Penelitian,Jakarta: Grahalia Indonesia, 1988.

Nosemove, Mary, Konsep Dasar Konseling, (http://marynosemove.blogspot.co.id /2013/01/konsep-dasar-konseling.html), Diakses 10 Oktober 2016.

Ormrod, Jeanne Ellis, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan

Berkembang,Jakarta: Erlangga, 2009.

Pramudianto,I’m Coach Strategi Mengembangkan Potensi Diri dengan Coaching, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2015.

Riecowloper’s Blog, (https://riecowlopher.wordpress.com/peraturan-sekolah- disiplin-ketertiban-pelanggaran-hukuman/), Diakses pada tanggal 18 Oktober 2016.

Rifa’I, Muhammad,Sosiologi Pendidikan,Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011.

Dokumen terkait