• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) .1 Sekilas Sejarah Kelapa Sawit

2.1.2 Deskripsi Umum Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan satu tanaman yang sangat penting karena menghasilkan minyak nabati yang sampai saat ini berkembang sebagai tanaman liar (hutan), setengah liar dan sebagai tanaman yang dibudidayakan di daerah-daerah tropis Asia Tenggara, Amerika Latin dan Afrika (Setyamidjaja 1991).

Klasifikasi botani kelapa sawit (Palm oil) berasal dari ordo Palmales, famili Palmaceae, sub-familinya adalah Palminae, genus Elaeis dan memiliki dua spesies

6

yaitu Elaeis guineensis Jack (kelapa sawit Afrika) dan Elaeis melanococca atau

Corozo oleifera (kelapa sawit Amerika Latin). Kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang maupun akar cabang karena merupakan tanaman jenis palma. Akar kelapa sawit bertambah banyak dan sangat besar jumlahnya. Batang kelapa sawit tumbuh secara lurus ke atas tetapi pada pangkal batangnya membesar. Diameter batang sekitar 40-60 cm dan pada ujung batangnya terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Pertumbuhan pelepah daun tiap tahun pada tanaman muda yang berumur 4-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua berjumlah antara 20-25 helai (Setyamidjaja 1991).

Tim Penulis PS (1992) menyebutkan bahwa tanaman kelapa sawit dibedakan menjadi bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatifnya meliputi alat perkembangbiakan yaitu bunga dan buah. Akar kelapa sawit tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuartener, tetapi akan tumbuh pula akar nafas yang timbul di atas permukaan air tanah atau di dalam tanah dengan aerasi yang baik. Fungsi utama akar adalah menyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara.

Batang kelapa sawit termasuk tanaman monokotil sehingga tidak mempunyai kambium dan tidak bercabang. Batang tersebut berfungsi sangat penting karena sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Dilihat segi ekonomisnya, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia, atau sebagai sumber energi.

Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk yang mirip dengan daun kelapa. Susunan daunnya membentuk pelepah daun yang panjangnya mencapai kurang lebih 7.5-9 m, jumlah anak daun berkisar 250-400 helai dan biasanya daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Bila tanaman sawit tumbuh normal maka jumlah pelepah daun biasanya berkisar 40-60 buah. Daun kelapa sawit yang tumbuh segar dan tua biasanya berwarna hijau tua, dari bagian daun ini terdapat lidi yang selalu dimanfaatkan sebagai sapu.

Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu dimana pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang terangkai dalam satu batang, bila umur sekitar dua tahun maka kelapa sawit sudah mulai berbunga. Setiap satu rangkaian bunga akan muncul dari pangkal daun dan rangkain bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang, ujung kelopak bunga agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil dibandingkan dengan bunga betina, sedangkan pada bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak bunga agak rata dan garis tengah lebih besar.

Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan per tahun, dan bila umur tanaman kelapa sawit semakin tua maka produktivitasnya menurun menjadi 12-14 tandan per tahun. Warna buah kelapa sawit tergantung varietasnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam, semakin tua warna buah akan menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna kuning (jingga). Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah antara 2-5 cm dan beratnya sekitar 20-30 gr per buah.

Komposisi kimiawi tandan kosong sawit yang terbesar adalah selulosa disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Komponen kimiawi TKKS dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit

Komponen Pratiwi et al. (1998) Azemi et al.(1994)

Kadar Abu (%) 6.04 15.00

Selulosa (%) 35.81 40.00

Lignin (%) 15.70 21.00

Hemiselulosa (%) 27.01 24.00

Sumber: Sa’id (1994) diacu dalam Lukman (2008)

2.1.3 Potensi Kelapa sawit dan Tandan Kosong Kelapa Sawit

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2010 di wilayah Sumatera mencapai 5.641.367 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit adalah 16.445.141 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Jawa adalah 28.057 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 49.759 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan adalah 2.462.207 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 4.853.001 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulawesi adalah 196.302 hektar dan jumlah

8

total produksi kelapa sawit sebesar 475.263 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Maluku dan Papua adalah 57.462 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 134.955 ton. Jadi total luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2010 adalah 8.385.394 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 21.958.120 ton.

Pada tahun 2011, BPS memperkirakan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2011 telah mencapai 6.002.884 hektar di wilayah Sumatera dan jumlah total produksi kelapa sawit Sumatera adalah 16.843.602 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Jawa adalah 28.908 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 50.998 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan adalah 2.606.374 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 4.987.782 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulawesi adalah 210.019 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 487.624 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Maluku dan Papua adalah 60.214 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 138.006 ton. Jadi total luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011 adalah 8.908.399 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 22.508.011 ton.

Pada tahun 2012, BPS juga memperkirakan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 telah mencapai 6.169.258 hektar di wilayah Sumatera dan jumlah total produksi kelapa sawit Sumatera adalah 17.601.789 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Jawa adalah 25.577 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 52.305 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan adalah 2.795.033 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 5.323.107 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Sulawesi adalah 215.377 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 514.597 ton; luas perkebunan kelapa sawit di wilayah Maluku dan Papua adalah 38.088 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit sebesar 88.320 ton. Jadi total luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 9.271.039 hektar dan jumlah total produksi kelapa sawit adalah 23.633.412 ton. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan produksi sawit meningkat dari tahun ke tahun.

Peningkatan tersebut terdongkrak karena banyak petani yang menkonversi lahan karet, tebu dan coklat menjadi lahan sawit (Hardianto 2006 diacu dalam Fuadi 2009). Peningkatan produksi sawit akan meningkatkan produksi tandan kosong kelapa sawit. Tanaman sawit menghasilkan tandan buat sawit yang merupakan bahan baku bagi industri pengolahan pabrik sawit. Pabrik sawit mengolah tandan buah sawit menjadi produk minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). CPO dan PKO merupakan bahan baku industri hilir sawit, industri hilir ini dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu industri pangan yang berupa industri minyak goreng, dan industri non-pangan yang meliputi industri oleokimia seperti, fatty acid, fatty alcohol, stearin, gyserin, dan metallic soap.

Gambar 1 Limbah tandan kosong kelapa sawit

2.2 Perekat Likuida

Perekat adalah suatu bahan yang mempunyai kemampuan untuk menggabungkan material melalui ikatan permukaan. Ruhendi et. al (2000) dalam Jatmiko (2006) menyatakan bahwa perekat likuida kayu dihasilkan dari reaksi antara lignin yang terdapat dalam serbuk kayu dan senyawa aromatik pada suhu yang tinggi, sehingga diperoleh suatu larutan yang digunakan sebagai perekat. Perekat likuida merupakan subsitusi perekat sintetis yang bertujuan untuk menghindari kelangkaan sumberdaya alam akibat penggunaan perekat sintetis tersebut.

Perekat likuida TKKS yang dihasilkan pada penelitian Masri (2005) memiliki karakteristik antara lain: warna hitam kecoklatan dan caoklat tua

10

kemerah-merahan; pH 8; viskositas 30,93 poise; berat jenis 1,2; kadar padatan 71,88%; waktu gelatinasi 5 jam 27,6 menit; dan folmaldehid bebas sebesar 0,1818%. Perekat ini sebagian besar telah memenuhi persyaratan SNI 06-01210-1987. Perekat likuida TKKS menghasilkan perekat yang berkualitas baik menggunakan serbuk berukuran 20-60 mesh dengan rendemen berkisar 60%, pH 8 dan rasio molar F/P 0,5.

Gambar 2 Perekat likuida tandan kosong kelapa sawit

2.3 Melamin Formaldehid

Ruhendi (1989) mengatakan melamin merupakan bahan kimia kristal berwarna putih yang kelarutannya sangat rendah dalam air, alkohol atau pelarut umum lainnya. Tetapi melamin ini dapat larut dalam formalin yang dihangatkan dan membentuk polimer yang bersifat resin dengan cara dipanaskan dan kondisinya agak basa.

Perbandingan antara melamin dan formaldehid adalah 1:(1.5-3.5), pH antara 8-9 dan temperaturnya mendekati titik didih larutan tersebut. Bila pH dalam reaksinya dibawah enam maka polimer yang tidak larut akan terbentuk dengan cepat. Proses pengerasan melamin formaldehid dilakukan dengan kempa panas yang dapat menghasilkan garis rekat yang relatif tahan terhadap pengaruh air dingin maupun air panas.

Kelebihan melamin formaldehid adalah cukup tahan terhadap air panas, yakni dapat direbus dalam air selama tiga jam, stabilitas terhadap panasnya tinggi, dapat mengeras pada suhu yang sangat rendah serta dapat digunakan untuk impregnasi. Kekurangan dari melamin formaldehid adalah harganya relatif mahal dibandingkan urea formaldehid.

2. 4 Papan Partikel

Maloney (1993) menyatakan bahwa komposit adalah setiap potongan kayu kecil dan direkat bersama-sama dengan perekat. Salah satu jenis produk komposit yang dikenal saat ini adalah papan partikel. Papan partikel merupakan panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain dan dikempa panas.

Menurut Rowell (1988), penggunaan bahan baku produk komposit tidak harus berasal dari bahan baku yang berkualitas tinggi tetapi bahan baku yang digunakan dapat diperoleh dari limbah seiring dengan timbulnya isu lingkungan, kelangkaan sumber bahan baku, penggunaan teknologi dan berbagai faktor lainnya. Bahan baku dengan kualitas yang tinggi maupun rendah tidak menjadi suatu masalah karena papan partikel dapat dibuat sesuai dengan kerapatan yang diinginkan.

Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1993) membagi papan partikel menjadi beberapa golongan, yaitu:

a) Papan partikel berkerapatan rendah (low density particle board), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 gr/cm3.

b) Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particle board), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 gr/cm3.

c) Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particle board), yaitu papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 gr/cm3.

Sedangkan berdasarkan keragaman ukuran partikel yang digunakan, papan partikel dibedakan menjadi:

1. Papan partikel homogen (single-layer-particle board), tidak memiliki perbedaan ukuran partikel antara lapisan tengah dengan lapisan permukaan. 2. Papan partikel berlapis tiga (three-layer-particle board), partikel pada

lapisan permukaan lebih halus dibandingkan partikel pada lapisan tengahnya.

3. Papan partikel bertingkat berlapis tiga (graduated three-layer particle board), memiliki ukuran partikel dan kerapatan yang berbeda antara lapisan permukaan dengan lapisan tengahnya (Maloney 1993).

12

Maloney (1993) juga menambahkan bahwa papan partikel memiliki kelebihan dibandingkan dengan kayu asalnya, antara lain:

a. Papan partikel bebas dari mata kayu, pecah dan retak.

b. Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan. c. Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan.

d. Mempunyai sifat isotropis

e. Sifat dan kualitasnya dapat diatur.

Pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku kayu pembentuknya, jenis perekat, dan formulasi yang digunakan serta proses pembuatan papan partikel tersebut mulai dari persiapan bahan baku kayu, pembentukan partikel, pengeringan partikel, pencampuran perekat dengan partikel, proses kempa, dan finishingnya.

3.1Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium SEAFAST CENTER Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium UPT-Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2012.

3.2Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah parang, sarung tangan, masker, alat hitung, trashbag, saringan 20-60 mesh, ember plastik, kantong plastik, peralatan tulis-menulis, oven merk Memmert, desikator, alat pembuat partikel (willey mill), cetakan papan, mesin kempa panas, Instron 1011, timbangan elektrik, indikator pH, penangas air merk Memmert, gelas piala 200 ml, gelas ukur, Haake viscotester 7 plus, alumunium foil, stopwatch dan pengaduk.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan papan partikel dan likuida diperoleh dari pabrik kelapa sawit Kertajaya PT. Perkebunan Nusantara VIII. Serbuk TKKS yang digunakan untuk membuat perekat likuida maupun untuk papan partikel telah diberi perlakuan pendahuluan berupa perendaman air panas selama 6 jam, perekat likuida dari tandan kosong sawit, perekat melamin formaldehid, larutan NaOH 50% sebagai bahan pemasak, H2SO4 98%, larutan phenol teknis dan larutan formaldehid 37%. Untuk melihat terjadinya peningkatan kualitas maka dibuat papan tanpa campuran sebagai kontrol.

3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis faktorial 3x3 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Faktor yang diteliti meliputi faktor A adalah kadar perekat yaitu kadar perekat 10% (A1), kadar perekat 15% (A2), dan kadar perekat 20% (A3) dan faktor B adalah kadar fortifikasi MF yang terdiri dari kontrol (tanpa campuran) (B1), kadar fortifikasi 5% (B2), kadar fortifikasi 10% (B3), dan kadar fortifikasi 15% (B4). Model statistika rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

14

Yijk = µ + αi + βj +(αβ)ij + εijk Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada perlakuan kadar perekat ke-i dan fortifikasi MF ke-j dengan ulangan ke-

µ : Nilai rata-rata umum

αi : Pengaruh akibat perlakuan kadar perekat pada taraf ke-i.

βj : Pengaruh akibat perlakuan penambahan kadar fortifikasi MF pada taraf ke-j.

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara kadar perekat ke-i dan kadar fortifikasi MF ke-j.

εijk : Kesalahan percobaan dari kadar perekat ke-i dan kadar fortifikasi MF ke-j dengan ulangan ke-k.

I : Kadar perekat; 10%, 15%, 20%.

J : Kadar fortifikasi; 0% (kontrol), 5%, 10%, 15%. K : Ulangan 1 dan 2.

Dengan adanya perlakuan kadar perekat dan fortifikasi maka dilakukan analisis keragaman (ANOVA) dengan menggunakan program SAS (Statistic Analysis System), selanjutnya F-hitung yang diperoleh dari ANOVA tersebut dibandingkan dengan F-tabel pada tingkat kepercayaan 95% sehingga pengaruh perlakuan kadar perekat dan fortifikasi MF terhadap sifat fisis mekanis papan partikel yang dihasilkan dapat diketahui yaitu dengan kaidah keputusan:

1. Terima H0 : apabila F-hitung < F-tabel, maka perlakuan tidak memberi pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%.

2. Terima H1 : apabila F-hitung > F-tabel, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata atau sangat nyata pada selang kepercayaan 95%. Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Sifat-sifat papan partikel yang telah dihasilkan, selanjutnya dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) untuk mengetahui kesesuaian kualitas papan partikel dengan standar tersebut.

3.4Pembuatan Perekat Likuida TKKS

Perekat likuida TKKS dipersiapkan melalui prosedur Kausar (2012) dengan tahapan sebagai berikut: perekat likuida dibuat dengan menggunakan serbuk TKKS yang direndam terlebih dahulu dalam air panas selama 6 jam, dikeringkan kemudian dioven sampai kadar air mencapai ±5%. Terhadap serbuk ini ditambahkan larutan H2SO4 98% (5% dari berat fenol) ke dalam wadah dan diaduk sampai merata selama 30 menit. Wadah tersebut kemudian ditutup dengan plastik bening dan didiamkan selama 24 jam, selanjutnya larutan fenol sebanyak lima kali dari berat serbuk TKS dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi serbuk TKS dan larutan H2SO4 98%. Ketiga bahan tersebut kemudian dicampur dan diaduk sampai larutan menjadi homogen. Larutan yang sudah homogen didinginkan dan ditambahkan NaOH 50% sampai pH 11, kemudian ditambahkan larutan formaldehida 37% dengan perbandingan molar fenol:formalin adalah 1:0,5. Larutan kemudian disaring menggunakan kain saring dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100oC selama dua jam sambil diaduk hingga menjadi homogen. Perekat siap digunakan untuk pembuatan papan partikel.

3.5Penyiapan Perekat Campuran

Kadar perekat likuida yang dipersiapkan yaitu pada taraf 10%, 15% dan 20% sedangkan kadar fortifikasi MF yang dipersiapkan yaitu tanpa fortifikasi (kontrol), kadar fortifikasi 5%, 10% dan 15%.

3.6 Pembuatan Papan Partikel

Papan partikel yang dibuat dengan kerapatan sasaran sebesar 0,7 gr/cm3 dengan ukuran papan 30cm x 30cm x 1cm. Proses pembuatannya meliputi tahapan sebagai berikut:

a) TKKS dicacah secara manual dengan menggunakan golok hingga berbentuk partikel kasar, setelah itu partikel dijemur dalam ruangan terbuka kemudian digiling menjadi partikel-partikel yang diinginkan dan dilanjutkan dengan Willey mill. Partikel yang sudah terbentuk, disaring dengan saringan ukuran 20-40 mesh artinya partikel yang digunakan adalah partikel yang lolos

16

pengayak 20 mesh dan tertahan pada saringan 40 mesh. Partikel dikeringkan dalam oven sampai kadar airnya ±5%.

b) Pembentukan lembaran (mat forming) dengan cara menghamparkan partikel TKKS yang telah tercampur dengan perekat pada suatu cetakan. Pembentukan lembaran tersebut bertujuan untuk menghasilkan papan partikel yang seragam berat lembaran papan pada arah melintangnya. (Pencampuran perekat dan serbuk: partikel TKKS dan perekat dicampur dalam blender drum pencampur. Perekat dicampur dalam blender menggunakan spray gun.

Gambar 3 Alat rotary blender

c) Pengempaan: sesudah lembaran terbentuk kemudian masukkan ke dalam mesin kempa dan dilakukan pengempaan pada suhu 1600C selama 10 menit dengan tekanan sebesar 20 kg/cm2. Pemanasan bertujuan untuk menurunkan kandungan air yang terdapat pada partikel dan perekat dalam suatu lembaran (lapik).

d) Pengkondisian papan dengan cara membiarkan papan pada ruangan sehingga suhu papan setelah pengempaan menjadi dingin dengan sendirinya, kemudian papan yang telah dingin ditumpuk dengan menggunakan sticker. Pengkondisian ini dilakukan selama 7 hari dengan tujuan menghilangkan tegangan-tegangan pada papan setelah pengempaan dan memberikan waktu ekstra bagi perekat dalam proses pengerasannya.

Gambar 4 Papan partikel yang Gambar 5 Papan partikel TKKS dikempa panas telah selesai dikempa

Gambar 6 Pengkondisian papan patikel TKKS

3.7Pengujian Papan Partikel (JIS A 5908-2003)