• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kabupaten Pati

Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Jepara (batas utara), Kabupaten Rembang dan Laut Jawa (batas timur), Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan (batas selatan), Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara (batas barat). Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 21 Kecamatan, 401 Desa, 5 Kelurahan, 1.106 Dukuh serta 1.474 RW dan 7.524 RT. Jumlah penduduk Kabupaten Pati menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 1.190.993 jiwa, sedangkan proyeksi untuk tahun 2014 sebanyak 1.221.332 jiwa. Luas wilayah juga dibagi berdasarkan lahan sawah sebesar 39,09% dan luas bukan sawah sebesar 60,76%, dimana memiliki karakteristik tanah seperti tanah red yellow, latosol, alluvial, hidromer, regosol, dan gromosol.

Kabupaten Pati memiliki moto “Pati Bumi Mina Tani” kependekan dari

Berbudaya Upaya Menuju Identitas Pati yang Makamur Ideal Normatif Adil Tertib Aman Nyaman Indah.

Karakteristik Kecamatan Gembong

Kecamatan Gembong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pati, yang secara geografis terletak di lereng Gunung Muria serta mempunyai kebun kopi yang sangat luas yang terdapat di desa Jolong dan desa Klakahkasian. Kecamatan Gembong berbatasan langsung dengan Kabupaten Kudus dan memiliki luas wilayah seluas 6.730 hektar, sebagian besar berupa hutan dan perkebunan. Daerah ini berada pada ketinggian 20-900 meter dpl (diatas permukaan laut) dan tanahnya berjenis latosol. Jumlah penduduk di Kecamatan Gembong berjumlah 40.780 jiwa pada tahun 2006. Sebagian besar penduduk Kecamatan Gembong bermata pencaharian sebagai petani baik petani padi maupun perkebunan. Di Kecamatan Gembong terdapat perkebunan kopi rakyat dan perkebunan kopi negara yang dikelola oleh PTPN IX. Perkebunan kopi negara terletak di Desa Jolong dan memiliki luas lahan sebesar 527 hektar yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda. Sedangkan perkebunan kopi rakyat terletak di Desa Klakahkasian yang memliki luas lahan sebesar 63 hektar dan dengan hasil panen mencapai 120 ton biji kopi pada tahun 2014 (Radio PASFM Pati, 2014).

Deskripsi Petani Kopi

Karakteristik petani kopi yang diamati adalah karakteristik 52 petani kopi di Kecamatan Gembong yang terdiri dari 32 yang mengambil kredit dan 20 yang tidak mengambil kredit. Dalam hal ini akan dikaji beberapa hal, yaitu: karakteristik petani kopi, karakteristik berkebun, dan pendapatan rumahtangga petani.

Karakteristik Petani Kopi

Karakteristik petani kopi responden yang meliputi umur petani, tingkat pendidikan, dan tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. petani kopi yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki usia yang sangat produktif yaitu diantara usia 20 – 60 tahun. Semua petani kopi yang mengambil kredit berusia ≤

50 tahun, sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit hanya sebagian besar berusia ≤ 50 tahun dan sisanya usia 51 – 60 tahun. Usia merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kinrja petani kopi dan hasil produksinya. Umur petani kopi yang semakin tua akan mengurangi kinerja dalam berproduksi kopi dikarenakan tenaga petani kopi tersebut semakin menurun.

Tabel 6. Karakteristik Responden

No. Karakteristik Responden Mengambil Kredit Tidak Mengambil Kredit Jumlah % Jumlah % 1 Umur petani (Tahun)

20-30 9 28,13 2 10

31-40 11 34,38 8 40

41-50 12 37,49 7 35

51-60 - - 3 15

2 Lama Pendidikan (Tahun) Tidak Sekolah (0 tahun) 1 3,12 3 15 SD (1-6 tahun) 20 62,50 8 40

SMP (7-9 tahun) 6 18,75 6 30 SMA (10-12 tahun) 4 12,50 1 5 DIII/S1 (13-16 tahun) 1 3,13 2 10

3 Tanggungan Keluarga (orang)

1 orang 2 6,25 3 15

2 orang 13 40,62 10 50

3 orang 11 34,37 5 25

4 orang 6 18,76 2 10

Petani identik dengan tingkat pendidikaann yang rendah dan banyak yang mengalami buta huruf. Kondisi lapangan menunjukkan masih terdapat 4 orang petani yang tidak bersekolah, namun tidak berarti mereeka buta huruf. Keempat petani tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini mengikuti paket kejar A yang diselenggarakan oleh Kecamatan Gembong (Mustamir, 2015). Rata – rata pendidikan formal petani kopi hanya sampai pada tingkat SD (sekolah dasar), meskipun begitu ada juga petani kopi yang menempuh tingkat pendidikan DIII/S1 sebanyak 1 orang untuk petani kopi yang mengambil kredit dan 2 orang untuk petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani yang memiliki tingkat peendidikan yang tinggi akan dapat meningkatkn kemungkinan petani dalam pengelolaan usahatani yang lebih profesional karena lebih mampu mencari dan mengolah informasi dan teknologi (Ogada et al. 2010).

Dapat dilihat dari Tabel 6. bahwa jumlah tanggungan petani kopi yang mengambil kredit kebanyakan 2 – 3 orang anggota keluarga, yaitu 1 istri dan 2 anak. Sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit memiliki jumlah tanggungan di 2 orang anggota keluarga. Tanggungan keluarga dapat menentukan pengelolaan usahatani karena didalamnya akan ada keputusan pemanfaatan modal dalam bentuk tenaga kerja maupun ketersediaan modal dalam bentuk uang (Wati, 2015). Semakin banyak anggota keluarga di usia produktif, maka pemanfaatan tenaga kerja diutamakan dari dalam keluarga sebaliknya jika tidak bisa bekerja sebagai tenaga kerja pertanian karena usia atau bekerja di sektor lain, maka petani akan menggunakan tenaga kerja dari luar negara.

Karakteristik Dalam Berkebun

Petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar memiliki luas lahan ≤ 2,00 hektar sebanyak 96,88 persen, sedangkan luas lahan yang diatas 2,00 hektar kebanyakan dimiliki oleh petani kopi yang tidak mengambil kredit. Menurut Murbyarto (1989) lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan sarana pendukun hasil produksi yang diperolehnya. Namun dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh luas lahan yang terlaalu besar, yaitu lemahnya pengawasan, tenaga kerja yang banyak, dan keterbatasan modal untuk pemeliharaan lahan (Soekartawi, 1993).

Tabel 7. Karakteristik dalam Berkebun No

. Faktor Produksi

Mengambil Kredit Tidak Mengambil Kredit Jumlah % Jumlah %

1 Luas Lahan (Ha)

0.10-0.50 8 25 1 5 0.51-1.00 13 40,63 3 15 1.01-2.00 10 31,25 6 30 > 2.00 1 3,12 10 50 2 Pengalaman Berkebun(Tahun) 0-5 tahun 9 28,13 1 5 6-10 tahun 19 59,38 9 45 > 11 tahun 4 12,49 10 50

3 Umur Tanaman Kopi (Tahun)

0-4 tahun 9 28,13 - -

5-9 tahun 19 59,38 2 10

10-14 tahun 1 3,13 14 70

15-20 tahun 3 9,36 1 5

> 20 tahun - - 3 15

Pengalaman usahatani merupakan lamanya petani kopi untuk memulai melakukan kegiatan berkebun. Pengalaman berkebun memberikan pengetahuan dan juga informasi teerkait dengan tekniss produksi maupun tren konsumsi yang ada di masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 7. kebanyakan petani kopi yang mengambil kredit memiliki pengalaman berkebun selama ≤ 10 tahun, sedangkan pengalaman berkebun diatas 10 tahun dimiliki petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani kopi yang memiliki pengalaman yang lebih lama akan lebih berani unutk mengambil risiko dibandingkan dengan petani yang belum cukup pengaalaman berkebun (Wati, 2015). Petani kopi yang belum cukup pengalaman berkebun kesulitan dalam mengatur biaya pengeluaran untuk berproduksi, sehingga mereka akan mengalami kerugian dan membutuhkan kredit.

Umur tanaman petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar ≤ 9 tahun,

sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit memiliki umur tanaman yang diatas 9 tahun. Mengingat umur tanaman yang masih muda, perawatan tanaman tersebut lebih intensif di bandingkan dengan umur tanaman yang agak tua. Secara umum, umur tanaman yang ditanam oleh petani kopi merupakan umur ideal bagi tanaman kopi dan apabila umur tanaman melebihi 20 tahun maka tanaman kopi tersebut tergolong tua (Sumirat, 2013). Menurut Pujiyanto (2013), akar tanaman

kopi yang tergolong umur tua sudah tidak optimal lagi dalam menyerap zat – zat dalam tanah dibandingkan dengan akar tanaman kopi yang masih muda.

Pendapatan Total Rumahtangga Petani Kopi

Pendapatan total rumahtangga petani kopi diperoleh dari pendapatan on- farm, off-farm, hasil gadai atau penjualan tanah, dan lain – lain. Pendapatan total rumahtangga dapat dilihat ppada Tabel 8. di bawah ini.

Tabel 8. Penerimaan Rumahtangga Petani Kopi

No. Pendapatan (Rp) Mengambil Kredit Tidak Mengambil Kredit Jumlah % Jumlah %

1 < 20.000.000 - - 2 10

2 20.000.001 - 35.000.000 15 46,87 3 15 3 35.000.001 - 50.000.000 10 31,25 1 5 4 > 50.000.001 7 21,88 14 70

Pendapatan total rumahtangga petani kopi yang mengambil kredit sebagian

besar pada tingkat ≤ Rp 50.000.000 sebanyak 78,12 persen, sedangkan petani kopi

yang tidak mengambil kredit sebagian besar pada tingkat peenddapatan total sebesar diatas Rp 50.000.000 sebanyak 70 persen. Berdasarkan Tabel 5. dapat disimpulkaan bahwa bagi petani kopi yang memiliki pendapatan totaal rendah akan mengalami kesulitan modal untuk melakukan kegiatan berproduksi kopi, sehingga mereka membuat keputusan untuk mengambil kredit tersebut. Sebaliknya, bagi petani kopi yang memiliki pendapatan total tinggi, tidak akan kekurangan modal dalam berkebun, maka mereka tidak mengambil kredit.

Deskripsi Kelompok Tani Sido Makmur Seputar Kelompok Tani Sido Makmur

Kelompok tani Sido Makmur dibentuk pada tahun 1999 di Desa Klakahkasian, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Kelompok tani ini bertujuan untuk berkumpulnya para petani kopi guna membicarakan setiap permasalahan usahatani yang mereka kelola. Pada Tabel 9. dapat dilihat susunan kepengurusan.

Tabel 9. Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur

Pembina : Kepala Desa

Pendamping : CH. Mustamir (Penyuluh)

Ketua : Abdul Kholik

Wakil Ketua : Karsono

Sekretaris : Rukadi

Bendahara : Wiyoto

Seksi Simpan Pinjam : Kusmanto Seksi Peternakan : Abdul Wahid Seksi Tanaman Perkebunan : Rukin Seksi Jasa Pelayanan Rekening Listrik : Ali Ahmadi Seksi Tanaman Kehutanan : Supat Badan Pengawas : Suroso

Pasman Wagimin

Menurut Bapak Mustamir (2015), kelompok tani Sido Makmur ini sering diikut-sertakan dalam beberapa perlombaan kelompok tani se-Kabupaten Pati dan akan membentuk CV. Kelompok tani Sido Makmur ini selain untuk tempat berkumpulnya para petani kopi, juga membuat beberapa usaha lain misalnya koperasi, usaha ternak, usaha pembayaran listrik, usaha tanaman kebun dan usaha tanaman hutan.

Kelompok tani Sido Makmur terletak di Desa Klakahkasihan, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati yang di kembangkan sendiri oleh para petani kopi setempat. Kelompok tani Sido Makmur ini telah mengembangkan usahanya untuk melakukan proses produksi. Pada tahun 2003, petani kopi mendapatkan pelatihan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dan mendapatkan bantuan alat serta modal sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)1). Dana bantuan tersebut dikembangkan oleh para petani kopi, sehingga dana yang dicapai saat ini sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)1). Pada awal pembentukan kelompok tani Sido Makmur beranggotakan 25 orang, namun makin lama makin bertambah menjadi 52 orang. Tahun 2009, Desa Klakahkasian memenangkan lomba perkebunan rakyat terbaik se – Jawa Tengah dan mendapatkan hadiah sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah)1). Semua modal yang didapatkan kelompok tani tersebut dipakai untuk pembayaran rekening listrik, pembelian kopi ose, pembelian kambing, dan melakukan kredit simpan pinjam.

Tujuan awal program simpan pinjam ini adalah membantu petani kopi dalam meningkatkan produksi usahataninya. Kelompok tani Sido Makmur menetapkan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk petani kopi yang sekaligus anggota kelompok tani untuk mengambil kredit yang telah di sediakan. Syarat dan ketentuan yang berlaku antara lain: petani kopi yang merupakan anggota kelompok tani Sido Makmur, memiliki agunan berupa BPKB kendaraan bermotor atau sertifikat pengelolaan lahan tanam, bunga pinjaman sebesar 10 persen per tahunnya, dan lain – lain. Petani kopi di kelompok tani Sido Makmur ini dapat mengambil kredit sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah)1). Kebanyakan kedit yang diambil oleh petani kopi digunakan untuk menambah modal dalam proses produksi.

Modal untuk membiayai beberapa usaha tersebut, para petani kopi tiap bulannya menyetorkan uang sejumlah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada bendahara dan bendahara akan membagi uang tersebut ke setiap usaha yang dikembangkan. Pada Tabel 10. terlihat uraian pembagian modal tiap tahunnya.

Tabel 10. Uraian Pembagian Modal Kelompok Tani Sido Makmur Modal Usaha (Rp/Tahun)

Uraian Jumlah Persen

Koperasi = 54.000.000 41,86

Ternak = 20.000.000 15,50

Listrik = 8.000.000 6,20

Investasi = 32.000.000 24,81

Jasa Sewa Molen = 10.000.000 7,75

Pembibitan = 5.000.000 3,88

Total = 129.000.000 100

Modal yang diberikan untuk usaha koperasi sebesar 41,86 persen, fungsi dari usaha koperasi ini adalah sebagai salah satu sarana simpan pinjam para petani kopi. Usaha simpan pinjam ini memiliki syarat yang mudah, agunan yang meringankan dan bunga yang lumayan rendah dibandingkan bunga bank. Usaha simpan pinjam ini disambut baik para petani kopi yang menjadi anggota.

Usaha ternak mendapatkan jatah sebesar 15,5 persen, usaha ini digunakan untuk membantu para petani kopi yang akan menjadi peternak. Hewan ternak dirawat dengan baik, dan di cek secara berkala oleh dokter hewan setempat. Biasanya hewan ternak mereka akan dijual ke pembeli saat acara Idhul Adha dan para petani kopi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.

Selanjutnya usaha pelayanan listrik, mendapat bagian sebesar 6,2 persen. Pelayanan listrik ini digunakan untuk pembayaran listrik para petani kopi yang masih berhubungan dengan proses produksi kopi. Usaha investasi ini lebih berfokus pada investasi bersama misalkan kandang untuk hewan ternak, pembangunan warung agro, dan tempat penyimpanan biji kopi para petani kopi. Modal yang diberikan lumayan besar yaitu 24,81 persen.

Apabila petani ingin menyewa molen untuk kegiatan produksi mereka dari desa tetangga atau dari KUD (Koperasi Unit Desa), maka uang yang yang digunakan adalah uang khusus jasa sewa molen yang telah tersedia. Penyiapan uang jasa sewa molen ini sebesar 7,75 persen dari modal kelompok tani. Mesin molen tersebut dipakai secara bergantian oleh para petani, dan akan dikembalikan setelah semua kegiatan produksi telah selesai.

Usaha pembibitan disediakan modal sebesar 3,88 persen, dan modal tersebut digunakan untuk membeli bibit unggul dan segala sesuatu yang dibutuhkan selama kegiatan pembibitan. Menurut Bapak Abdul kholik (2015), kelompok tani Sido Makmur pernah mendapatkan bantuan bibit kopi senilai Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) dari pemerintah setempat, namun kualitas dari bibit kopi tersebut dapat dibilang kualitas rendah dan hasilnya sangat jelek.

Permasalahan yang Dihadapi Kelompok Tani

Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh kelompok tani Sido Makmur. Berikut penjabaran dari setiap permasalahan yang dihadapi:

Hama

Masalah yang sering sekali ditemukan para petani kopi adalah hama yang menyerang tanaman kopi. Hama yang sering mengganggu tanaman kopi adalah hama kupu putih, kutu hijau, semut, dan ngengat. Keempat hama tersebut biasanya datangnya bergantian setiap musimnya. Obat atau alat yang digunakan untuk membasmi hama tersebut, para petani kopi lebih memilih secara tradisional. Namun, terkadang para petani menggunakan bahan kimia, misalnya puradan (ngengat).

Pemasaran

Selain hasil produksi tersebut dijual, para petani kopi juga mengkonsumsi sendiri dengan cara diolah menjadi kopi bubuk. Kopi bubuk tersebut ingin sekali dipasarkan ke konsumen, namun terdapat beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi adalah kurang memadainya jalan yang dilewati. Kondisi jalan yang di lalui sangatlah buruk, dimana jalanan banyak yang berlubang, masih tanah, dan menanjak. Saat musim hujan, jalanan tersebut becek dan susah untuk dilalui.

Selain prasarana, penge-pack-an kopi bubuk petani kopi ini dirasa kurang menarik bagi konsumen.

Kerjasama

Kerjasama juga merupakan kendala yang dihadapi para petani kopi, misalnya kemitraan dengan PTPN IX yang berlokasi di Desa Jolong. Namun, menurut mereka kemitraan yang ditawarkan PTPN IX kurang menguntungkan, karena harga dasar yang ditawarkan dibawah harga pasar. Kerjasama yang sangat susah dilakukan oleh para petani kopi adalah kerjasama dalam packaging. Hal tersebut dikarenakan, para petani kopi tidak memiliki link dan petani kopi kurang berusaha mengirimkan proposal ke perusahaan packaging.

Dokumen terkait