• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keputusan Pengambilan Kredit Dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi Di Kabupaten Pati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keputusan Pengambilan Kredit Dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi Di Kabupaten Pati"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

STEVANA ASTRA JAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keputusan Pengambilan Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(3)

Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati. Dibimbing oleh HARIANTO dan M. PARULIAN HUTAGAOL.

Permasalahan yang dihadapi, antara lain: rendahnya kemampuan mengadaptasi, menguasai dan memanfaatkan teknologi; produktivitas dan daya saing lemah; iklim usaha yang kurang kondusif; rendahnya kualitas lembaga petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi petani kopi dalam meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka. Pemerintah daerah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasinya, namun menurut beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana di beberapa daerah termasuk Kecamatan Gembong. Oleh karena itu, beberapa petani di desa Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur dan membentuk program koperasi untuk melakukan aktivitas kredit. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi untuk mengambil kredit, (2) menganalisis benar tidaknya petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi.

Data cross – section dari kelompok tani Sido makmur di Desa Klakahkasihan yang telah dikumpulkan secara langsung dari 52 sampel yang diwawancarai menggunakan kuisoner. Mereka adalah anggota kelompok tani yang terdiri dari 32 petani kopi mengambil kredit dan 20 petani kopi yang tidak mengambil kredit. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab kedua tujuan diatas adalah model analisis probit dan model persamaan simultan.

Hasil dengan model probit menunjukkan bahwa keputusan petani kopi untuk mengambil kredit dipengaruhi oleh luas lahan, umur tanaman kopi, dan jumlah anggota keluarga. Nilai kredit yang dipinjam antara Rp 1.000.00,- sampai dengan Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah). Hasil dengan model persamaan simultan menunjukkan bahwa kredit yang di ambil oleh petani kopi lebih digunakan untuk mencukupi konsumsi sehari – hari rumahtangga mereka. Konsumsi terbesar yang dikeluarkan oleh rumahtangga petani kopi adalah pemeliharaan rumah, pembelian pakaian, pembiayaan ternak, dan sumbangan kepada tetangga yang memiliki hajat.

(4)

Economics Farmers in Pati. Supervised by HARIANTO and M. PARULIAN HUTAGAOL.

The problem faced are low ability to adapt, control, and use of technology; productivity and weak competitiveness; less conducive business climate; low quality of farmers’s institutions. These problems can be a barrier for coffee farmers in improving their household economy and welfare. The local goverment has several policies to solve these problem, but according to some coffee farmers that policy is not fully implemented in several regions include Gembong district. Therefore, some farmers in the Klakahkasihan village revive Sido makmur;s farmers group and form a cooperative program to perform activities of credit. The aim of this research is: (1) analyze factors that influence the decision of coffee farmers to take credit, (2) analyze whether or not the coffee farmers are using credit to production.

Cross section data of Sido Makmur’s farmers group in Klakahkasihan village that has been collected directly from the 52 samples were interviewed using a questionnaire. There are members of farmers group consisting of 32 coffee farmers take out credit and 20 coffee farmers who did not take a credit. This research methods used to answer both of the aim are probit analysis model and model of simultaneous equations.

The results of probit model showed that the decision coffee farmers to take credit affected by land area, the coffee plant age, and number of family members. The amount of credit that can be borrowed about Rp 1.000.000,- up to Rp 15.000.000,- (one million rupiahs up to fifteen million rupiahs). The results of simultaneous equation model showed that the credit taken by coffee farmers is used to daily consumption of their household. The consumption of households issued by coffee farmers are caring for the home, clothing purchases, financing a livestock, and contribute to a neighbor who has a party.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sub sektor perkebunan merupakan salah satu andalan sektor pertanian dikarenakan sub sektor perkebunan menjadi penghasil devisa dan sumber pendapatan rumahtangga petani (RTP). Pembangunan perkebunan mempunyai tujuan mewujudkan perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk meningkatkan pendapatan petani kopi dan keluarganya. Angkatan kerja di sub sektor tanaman perkebunan menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian sebesar 22 persen. Pengembangan sub sektor perkebunan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan, pemerataan, dinamika ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan dalam bentuk kegiatan agribisnis maupun agroindustri.

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan petani kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Indonesia merupakan produsen kopi terbesar di dunia setelah negara Brazil, Colombia dan Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Total Produksi Negara - Negara Pengekspor Kopi (Ton)

Negara Tahun

Sumber: International Coffe Organization (2015)

Pada Tabel 1. Indonesia menempati posisi keempat setelah Colombia dengan total produksi 7.288 ton pada tahun 2011. Produksi kopi Indonesia sempat diatas produksi Colombia yaitu sebesar 13.048 ton di tahun 2012, namun terus mengalami penurunan di tahun 2013 (11.667 ton) dan tahun 2014 (9.350 ton). Berdasarkan total produksi kopi Indonesia yang masih di posisi keempat dari lima negara terbesar di dunia, maka perkembangan ekspor kopi Indonesia ke negara – negara pengimpor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2010 - 2013

(14)

Dalam Table 2. volume ekspor kopi Indonesia terus meningkat mencapai tingkat 532.139,3 ton di tahun 2013, meskipun volume ekspor sempat turun di tahun 2011 sebesar 346.062,6 ton. Nilai FOB (Free On Board) untuk kopi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 222.367,7 US$ di tahun 2010 – 2011, sedangkan terjadi penurunan nilai FOB di tahun 2012 – 2013 sebesar 77.645,9 US$. Hal tersebut tidak mengurangi ekspor Indonesia ke negara – negara pengekspor misalnya Jepang, Singapura, India, dan sebagainya.

Perkebunan kopi dibagi menjadi tiga berdasarkan jenis pengusahaannya, yaitu: perkebunan kopi rakyat, perkebunan kopi besar swasta dan perkebunan kopi besar negara. Terdapat tiga ciri – ciri perkebunan kopi rakyat dilihat dari usaha taninya, yaitu: 1) Perkebunan rakyat memiliki luas areal yang kecil dan perorangan; 2) Pengelolaannya masih menggunakan teknologi yang sederhana dan tradisional; 3) Perkebunan kopi juga memiliki kelemahan pada permodalan, pemasaran dan kualitas produksinya (Ertherington, 1984:109). Ciri perkebunan kopi yang ketiga memiliki pengaruh buruk terhadap usahatani yang dimiliki oleh petani kopi.

Menurut Mosher (1978), kredit merupakan salah satu faktor pelancar pembangunan pertanian. Untuk meningkatkan hasil produksi, petani membutuhkan modal yang besar supaya dapat menggunakan teknologi usahatani secara optimal. Namun, adopsi teknologi pada umumnya relatif mahal akibatnya pemanfaatan teknologi pertanian masih rendah. Oleh sebab itu dengan pemberian kredit perdesaan diharapkan akan mempercepat produksi pertanian dan produktivitas, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani (Briquette, 1999).

Ekonomi rumahtangga memiliki pengaruh terhadap jumlah pendapatan rumahtangga petani kopi dari berbagai macam sumber, baik on-farm maupun off-farm, kredit formal dan kredit informal, dan faktor lainnya seperti karakteristik keluarga petani kopi (Caillavet et al, 1994). Pendapatan yang diterima dalam bentuk upah tenaga kerja akan menambah kesejahteraan keluarga, sehingga rumahtangga yang rasional akan berusaha memanfaatkan waktunya untuk mencapai kesejahteraan keluarga (Susetyanto, 2012). Menurut Singh et al. (1986) terdapat saling ketergantungan antara berbagai keputusan dalam rumahtangga petani kopi. Petani kopi akan berperan dalam pengambilan keputusan kegiatan produksinya yang secara langsung akan mempengaruhi pendapatan.

Komoditas kopi di Kabupaten Pati belum berkembang maksimal dibandingkan beberapa daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sentra penghasil kopi (Patikab, 2014). Perkebunan kopi di Kecamatan Gembong terletak di Desa Sitiluhur, Desa Klakah Kasian dan Desa Ketanggan dengan ketinggian 570 – 790 dpl (diatas permukaan laut). Petani kopi memiliki beberapa masalah dalam produksi kopi, yaitu: kelangkaan pupuk bersubsidi, kesulitan untuk mengambil kredit, kurangnya alat pengering biji kopi, dan jalanan rusak yang menyebabkan biaya produksi kopi mahal. Keterbatasan akses kredit untuk rumahtangga petani kopi akan meningkatkan lingkaran setan kemiskinan, sehingga mereka tidak bisa meminjam lagi. Akibatnya, mereka tidak mampu untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, berinvestasi dalam kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga petani kopi.

(15)

penelitian di tingkat petani. Penelitian ini akan menganalisis kondisi ekonomi rumahtangga petani kopi rakyat di Kabupaten Pati baik yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit.

Masalah Penelitian

Tanaman kopi di Indonesia dimulai dari penjajahan Belanda yang datang ke Pulau Jawa tahun 1696 tetapi usaha tersebut gagal. Pada tahun 1699, usaha tanaman kopi ini di mulai kembali dan akhirnya petani kopi daerah Pulau Jawa berhasil mengembangkannya. Awal mula usaha tanaman kopi di Jawa Tengah di promotori oleh kebun kopi Jollong yang terletak di Kabupaten Pati. Perkembangan komoditas kopi di Kabupaten Pati tidak terlepas dari peran kebun Jollong dan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kopi (SLPHTTK) sejak tahun 2002. Seiring dengan meningkatnya harga kopi maka komoditas kopi menjadi andalan bagi petani kopi di Lereng Muria dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Selain perkebunan kopi di Kebun Jollong, terdapat perkebunan kopi rakyat yang dikelola di atas lahan perkebunan rakyat sekitar. Produktivitas perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Pati tidak kalah bagusnya dengan kabupaten lainnya yang menjadi sentra penghasil kopi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2013 (Ton)

Kab. Banyumas 112,88 Kab. Rembang 15,66 Kota Semarang 14,40

Kab. Purbalingga 650,71 Kab. Pati 1.113,43 Jumlah/Total 2013 17.610,34

Kab. Banjarnegara 880,04 Kab. Kudus 261,04 2012 31.463,92

Kab. Kebumen 131,28 Kab. Jepara 683,80 2011 9.017,00

Kab. Purworejo 133,67 Kab. Demak - 2010 14.739,61

Kab. Wonosobo 569,35 Kab. Semarang 1.409,33 2009 13.615,84

Kab./KotaMagelang 926,00 Kab.

Temanggung 7.388,79 Kab. Boyolali 348,70 Kab. Kendal 1.501,47

Kab. Klaten 4,87 Kab. Batang 633,61

Kab. Sukoharjo - Kab./Kota

Pekalongan 343,34 Kab. Wonogiri 24,45 Kab. Pemalang 284,67

Kab. Karanganyar 0,40 Kab./Kota

Tegal 15,48

Kab. Sragen 3,12 Kab. Brebes 67,56

Kab. Grobogan - Kota Surakarta -

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2015)

(16)

adalah Kabupaten Karanganyar sebesar 0,40 ton dan terdapat empat Kabupaten yang tidak menjadi sentra penghasil kopi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabupaten Demak.

Pemerintahan daerah dengan moto Noto Projo Bangun Deso selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Pati dengan cara membangunan pertanian dalam arti luas (Dinas kehutanan dan Perkebunan Kab. Pati, 2014). Lereng Muria diarahkan menjadi sentra penghasil kopi terbaik di Kabupaten Pati baik secara kualitas maupun kuantitas, dengan cara memfasilitasi petani seperti halnya menyediakan bibit – bibit unggul sehingga produk kopi yang dihasilkan dapat bersaing di era pasar bebas. Terdapat beberapa wilayah di Kabupaten Pati yang menjadi penghasil komoditas kopi selain di sekitar Lereng Muria dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi (Kg) Berdasarkan Wilayah Di Kabupaten Pati Tahun 2014

Wilayah Luas Areal Tanaman (Ha) Produksi Biji Kopi (Kg)

Sukolilo 1,55 945

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati (2015)

(17)

Di Kecamatan Gembong sendiri terdapat beberapa wilayah yang menjadi lokasi perkebunan kopi rakyat yang menjadi mata pencaharian para petani kopi. Wialayah – wilayah tersebut antara lain dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi Berdasarkan Wilayah di Kecamatan Gembong Tahun 2014

Desa Luas Area (Ha) Produksi Biji Kopi (Ton)

Klakahkasihan 192 345

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati (2015)

Terdapat tiga wilayah di Kecamatan Gembong yang memiliki luas areal dan produksi biji kopi terbesar, yaitu Klakahkasian (192 Ha dan 345 Ton), Sitiluhur (157 Ha dan 251 Ton), serta Bageng (125 Ha dan 187 Ton). Desa Klakahkasihan ini merupakan desa yang mempunyai kualitas yang bagus dan sekaligus menjadi juara II perkebunan kopi rakyat se – Jawa Tengah pada tahun 2009.

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh petani kopi di Kabupaten Pati, antara lain: (1) Rendahnya kemampuan mengadaptasi, menguasai dan memanfaatkan teknologi secara produktif, efektif dan efisien, (2) Produktivitas dan daya saing lemah, (3) Iklim usaha yang kurang kondusif, (4) Rendahnya kualitas lembaga petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi petani kopi dalam meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka di kemudian hari. Berdasarkan permasalahan di atas pemerintah daerah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasinya, yaitu: melakukan pembinaan yang insentif baik kelembagaan maupun sumber daya manusia, memberi bantuan berupa bibit kopi robusta klon unggul, memfasilitasi dan mendorong para petani untuk memelihara kebun kopi yang ada. Diharapkan dengan beberapa kebijakan di atas dapat mendorong produksi kopi, sehingga dapat mendorong ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan petani kopi.

Menurut beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana di beberapa daerah termasuk Kecamatan Gembong yang menjadi sentra penghasil kopi. Dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah para petani kopi mengadakan pembinaan dengan biaya sendiri dan membeli bibit unggul pada tengkulak dengan harga mahal. Oleh karena itu, beberapa petani di desa Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur yang telah terbentuk pada tahun 1999. Kelompok tani tersebut mengembangkan beberapa program usaha dengan swasembada dari para anggota kelompok tani. Salah satu program yang di bentuk adalah program koperasi, program tersebut digunakan untuk melakukan aktivitas simpan pinjam bagi kelompok tani Sido Makmur.

(18)

anggota yang tidak mengambil kredit tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani kopi dalam mengambil kredit?

Pemberian kredit sebagai tambahan modal yang diharapkan untuk membantu petani kopi di daerah penelitian untuk melakukan kegiatan produksi dengan mengesampingkan konsumsi. Tidak menutup kemungkinan bahwa kredit yang diambil oleh petani kopi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari atau kebutuhan konsumsi rumahtangga petani kopi (Mayrowani, 1998). Sehingga perlu dikaji lebih lanjut apakah benar petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi untuk mengambil kredit.

2. Menganalisis benar tidaknya petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi..

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan penjelasan mengenai dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi di Kabupaten Pati. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi penentu kebijakan untuk mengevaluasi program kredit petani kopi yang diselenggarakan kelompok tani serta referensi pembanding dan stimulan untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Kredit dalam artian ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Suyatno, et al. (1999) menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang – barang sekarang.

Menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok – Pokok Perbankkan mendefinisikan kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Menurut Suyatno, et al. (1999), unsur – unsur yang terdapat dalam kredit sebagai berikut: 1) Kepercayaan, yaitu dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar – benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang, 2) Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang, 3) Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari, 4) Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa.

Menurut Muljono (1996), terdapat unsur – unsur kredit antara lain:

1. Waktu, yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya.

2. Kepercayaan, yang mendasari pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikan sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak. 3. Penyerahan, yang menyatakan bahwa pihak debitur menyerahkan nilai

ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo. 4. Risiko, yang menyatakan adanya risiko yang mungkin timbul sepanjang

jarak antara saat memberikan dan pelunasannya.

5. Persetujuan dan perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dan debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian.

Kredit Pertanian

(20)

mendatang tidak sernakin berkurang intensitasnya, tetapi justru diduga akan makin meningkat. Perubahan orientasi produksi ke orientasi pendapatan dan kesejahteraan petani menuntut perubahan-perubahan yang cukup mendasar (Nizar, 2004)).

Tujuan kredit pertanian adalah untuk melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit simpan pinjam mempunyai tujuan ganda, yaitu selain untuk meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi dalam rangka swasembada pangan juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Azhari, 1994). Pertanian itu sendiri pada dasarnya memerlukan empat unsur pokok yang harus selalu ada yang dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan manajemen (Mubyarto, 1989). Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah, tenaga kerja menghasilkan barang baru. Berdasarkan hak milik, modal dapat berasal dari milik pribadi (equity capital) dan milik pihak lain (non equity capital) (Kadarsan, 1995). Kredit adalah kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa atau uang saat ini, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian hari (Nizar, 2004). Tidak semua orang mempunyai kesanggupan untuk memperoleh kredit. Petani tidak mempunyai cukup asset berharga yang dapat dijadikan jaminan bagi pengembalian kreditnya.Di lain pihak, mereka sangat memerlukan kredit untuk mendanai usahanya. Namun tidak sedikit pula terpaksa menggunakan kredit usahanya untuk keperluan konsumsi rumahtangga (Mayrowani, 1998).

Kredit pertanian khususnya ditujukan untuk melindungi golongan ekonomi lemah, yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani kopi dan mengurangi kemiskinan (Azhari, 1984). Tujuan lain pemberian kredit adalah sebagai bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada mereka yang berpartisipasi. Hal senada juga diungkapkan Braverman dan Guasch (1986) bahwa tujuannya adalah: 1) meningkatkan output dan produktivitas pertanian, 2) induksi secara optimal laju adopsi teknologi baru, 3) memperbaiki distribusi pendapatan, 4) mengurangi kemiskinan dan 5) meningkatkan jumlah kesempatan kerja.

Kredit tidak terlepas dari masalah kepercayaan, dimana kredit dapat dikembalikan oleh peminjam pada waktunya dengan imbalan bagi pemberi kredit dalam bentuk bunga maupun bentuk lain. Kredit seharusnya dianggap sebagai pendukung bukan penopang berdirinya usaha, sehingga jelas bahwa kredit hanyalah merupakan salah satu faktor dari kombinasi faktor – faktor produksi yang harus secara bersama – sama mensukseskan suatu usaha.

Selain itu, kredit juga memiliki unsur prestasi yaitu objek kredit itu sendiri baik uang, barang maupun jasa, dan unsur waktu yang mengandung pengertian nilai uang yang ada sekarang dan nilanya pada masa mendatang. Semakin lama kredit itu diberikan maka semakin tinggi tingkat resiko yang harus dihadapi. Hal ini tidak terlepas dari unsur ketidakpastian di masa mendatang yang akhirnya menyebabkan munculnya jaminan dalam pemberian kredit.

Teori Rumahtangga

(21)

untuk menganalisis perilaku rumahtangga terhadap kredit. Model ekonomi rumahtangga menganggap bahwa tiap individu berusaha untuk memaksimumkan utility dan kegiatan produksi, konsumsi, dan kegiatan santai (leisure), yang dapat dituliskan sebagai berikut:

= � , , (2.1)

dimana:

U = Kepuasan (utility)

Xi = Konsumsi hasil usaha perkebunan

Xc = Konsumsi barang – barang yang dibeli di pasar Lj = Waktu santai (leisure)

Untuk meningkatkan kepuasan dari ketiga jenis kegiatan yaitu dari U ke U*, maka rumahtangga dihadapkan pada berbagai kendala, salah satunya adalah kendala likuiditas. Setelah mempertimbangkan risiko kegagalan dan ketidakpastian, maka rumahtangga dapat menilai kelayakan mengambil kredit. Tambahan dana berupa kredit yang diperoleh rumahtangga ditujukan untuk meningkatkan utilitasnya, sehingga persamaan (2.1) dapat dituliskan:

= , , , (2.2)

dimana:

K = besarnya kredit yang diperlukan untuk diambil

Kendala yang dihadapi rumahtangga untuk memaksimumkan U* adalah: 1. Kendala Produksi

= , , , (2.3)

dimana:

Q = Produk total usaha perkebunan kopi D = Penggunaan tenaga kerja rumahtangga Sp = Input variabel selain tenaga kerja A = Aset lahan

T = Teknologi

Dalam hal ini setiap input dibayar sesuai produktivitasnya dengan mempertimbangkan biaya alternative masing – masing input. Apabila kredit yang diambil berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi, maka persamaan kendala produksi akan mengalami perubahan karena dimasukkannya peubah kredit (K) sebagai salah satu faktor dalam produksi. Dengan demikian kendala produksi bagi petani yang menggunakan kredit menjadi:

= , , , , (2.4)

Utilitas mempengaruhi pengeluaran dan konsumsi rumahtangga petani kopi yang ditentukan oleh pendapatannya. Maka dari itu, kredit akan mempengaruhi produksi kopi, sehingga produksi kopi akan mempengaruhi konsumsi rumahtangga petani kopi.

2. Kendala waktu dirumuskan dalam persamaan berikut:

= + (2.5)

dimana:

Tk = Total ketersediaan tenaga kerja keluarga L = Waktu santai (leisure)

Dh = Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan

(22)

untuk usahatani akan mengurangi alokasi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga di usaha lain. Tenaga kerja yang telah mengahabiskan 24 jam dibagi menjadi dua, yaitu: leisure dan waktu kerja. Waktu kerja dapat dijelaskan dalam usahatani dan non – usahatani pada penelitian ini, seperti bekerja dalam berkebun dan bekerja diluar berkebun.

3. Kendala pendapatan dirumuskan dalam persamaan berikut:

= − − − − . − � (2.6)

dimana:

Pc = Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Xc = Konsumsi barang dan jasa yang di beli di pasar Pi = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga Xi = Konsumsi hasil usaha perkebunan

(Q-Xi) = Surplus produksi untuk dipasarkan

w = Upah

D = Total input tenaga kerja rumahtangga

Dh = Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan h = Harga input selain tenaga kerja

Sp = Input variabel selain tenaga kerja

Pendapatan total adalah pendapatan rumahtangga yang didapatkan dari alokasi total tenaga kerja rumahtangga itu akan menghasilkan pendapatan usahatani dan non – usahatani. Kendala – kendala yang dihadapi rumahtangga petani kopi tersebut dapat disatukan dengan mensubsitusikan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal yaitu:

+ + + . +� = + (2.7)

dimana:

 = PiQ(D, Sp, A, T, K) – w(D – Dh) – h.Sp– rk ( merupakan ukuran dari keuntungan produksi)

Dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm, Xi), waktu luang (L), input tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp), serta penggunaan kredit (K) dalam kegiatan produksi. Syarat turunan pertama untuk mengoptimalkan tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp) dan kredit (K) adalah:

  = (2.8)

  = (2.9)

  =� (2.10)

Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja, input variabel lain selain tenaga kerja dan kredit, sama dengan masing – masing harganya yaitu dengan upah pasar, harga masing – masing input variabel selain tenaga kerja dan tingkat suku bunga. Sehingga dari persamaan tersebut, dapat diturunkan permintaan terhadap tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp) dan kredit (K), seperti persamaan berikut ini:

= ( , , , , ,�) (2.11)

� = ( , , , , ,�) (2.12)

= (�, , , , , ) (2.13)

dimana:

(23)

h = Harga input variabel lain selain tenaga kerja r = Tingkat bunga pinjaman

Pi = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga A = Aset lahan

T = Teknologi

Apabila persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) disubtitusikan ke sisi kanan persamaan (2.7), maka akan diperoleh suatu persamaan sebagai berikut:

+ + + . = ∗ (2.14)

Dimana Y* adalah pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimum. Maksimisasi kepuasan dengan menggunakan kendala yang ada berdasarkan pada syarat turunan pertama sebagai berikut:

Solusi dari persamaan (2.17) sampai (2.19) menghasilkan permintaan standar (perilaku konsumsi dalam permintaan) sebagai berikut:

= ( , , , ,�, ∗) (2.20)

Dari persamaan (2.15) permintaan Xc, Xi, L,Sp, K tergantung pada harga dan pendaptan. Untuk kasus rumahtangga petani kopi pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga. Selanjutnya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi akan mempengaruhi Y* dan perilaku konsumsi. Adanya penurunan suku bunga mengakibatkan peningkatan modal, input, produksi, dan pendapatan.

Dampak Kredit Terhadap Pendapatan Petani

Perananan kredit simpan pinjam dalam pengembangan perkebunan kopi pada prinsipnya bertujuan memperbaiki perekonomian petani kopi sekaligus mendorong kenaikan produksi yang lebih besar. Pentingnya peranan kredit tergantung pada seberapa besar tambahan input yang dialokasikan mampu menaikkan tambahan penerimaan. Fungsi produksi digunakan untuk menggambarkan hubungan teknis antara input dan output yang dihasilkan dalam proses produksi kopi.

Fungsi produksi dibangun dengan asumsi bahwa petani kopi berusaha mencari keuntungan sebesar – besarnya dengan memaksimumkan output dan mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel. Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel, maka keuntungan adalah nilai output dikurangi total biaya input. Selanjutnya, fungsi produksi yang dihadapi petani diasumsikan sebagai berikut:

= ( ,… , , ,… , ) (2.21) dimana:

(24)

Zi = Input tetap

Jika harga per satuan produk adalah P, maka total penerimaan menjadi:

= ( 1, 2) (2.22)

Sementara itu, biaya total yang dikeluarkan sebesar:

= 1 1+ 2 2+ (2.23)

dimana R1 dan R2 adalah harga per satuan input X1 dan X2, V adalah biaya tetap. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya yaitu:

= 1, 21 12 2− (2.24)

Keuntungan maksimum dicapai dengan menurunkan fungsi keuntungan terhadap masing – masing input yaitu:

Keuntungan maksimum tercapai bila tingkat penggunaan input optimal yaitu nilai produk marginal input sama dengan rasio harga (Ri) dan harga output (P).

Baker (1968) menyatakan bahwa dalam kegiatan produksi kredit berperan sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produksnya pada tingkat yang lebih tinggi. Input produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan sebesar bunga kredit dan biaya transaksi lainnya. Adanya tambahan biaya ini dengan sendirinya dapat mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum. Jika pengusaha menggunakan kombinasi dua input dengan bentuk fungsi produksi seperti pada persamaan (2.21), total pernerimaan seperti persamaan (2.22) dan biaya yang dikeluarkan seperti persamaan (2.23). Jika sekarang hanya tersedia sejumlah modal tertentu sebesar C0, maka persamaan biaya menjadi sebagai berikut:

(2.29) Dari persamaan (2.20), dapat diturunkan persamaan isocost yang menggambarkan jumlah input Xi yang dapat dibeli dengan modal C0 yaitu:

(2.30)

(2.31) Pada jumlah biaya sebesar C0, produsen dapat memaksimumkan Q pada kondisi:

(2.32)

Dimana – (X2/X1) merupakan sudut kemiringan garis isoquant dan R1/R2 merupakan sudut kemiringan garis isocost. Jika input X1 diperoleh dari kredit, maka harga satuan input menjadi lebih mahal yaitu R1 + k, dimana k merupakan biaya kredit. Kemudian keseimbangan penggunaan input optimal akan terganggu.

(2.33)

(25)

Analisis regresi ini digunakan untuk melihat pengaruh antar peubah tak bebas dengan peubah bebas. Apabila peubah yang digunakan merupakan peubah kategori, maka metode regresi yang sesuai yaitu metode regresi logistik. Model regresi probit merupakan pengembangan dari model regresi logistik dengan menggunakan fungsi normal kumulatif, sedangkan pada regresi logistic menggunakan fungsi logistik kumulatif. Istilah probit berasal dari singkatan probability unit yang dikenalkan Chester Bliss (1934). Model probit merupakan model non – linier yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas.

Model ini sering disebut model normit atau normal equivalent deviate disingkat ned. Model probit dikembangkan oleh McFadden (1973). Regresi probit merupakan modifikasi regresi logistik dengan menetapkan persamaan regresi logit mengikuti distribusi normal. Dengan menggunakan regresi probit maka �0+

�1 1+⋯+�� � dilihat sebagai skor standar Z yang mengikuti distribusi normal,

Peluang Y = 1 (peluang untuk mendapat skor 1) dinotasikan denga , maka didapatkan:

= exp ( )

1+exp ( ) � 1− = (2.34)

Fungsi transformasi dalam model probit adalah fungsi sebaran kumulatif (CDF) yang memetakan fungsi linier � pada selang [0;1] adalah sebagai berikut:

= 1 = � (2.35)

Secara umum model probit dapat dinyatakan sebagai berikut:

= = �0+�1 1+⋯+�� � (2.38)

dengan F merupakan fungsi peluang kumulatif dan Xi adalah peubah bebas yang bersifat ordinal. Oleh karena model peluang probit berkaitan dengan fungsi peluang normal kumulatif, maka dapat dituliskan model peluang probit sederhana sebagai berikut:

=�0+�1 1+�2 2+�3 3+⋯+�� � (2.39)

Untuk memperoleh suatu dugaan dari nilai Z, maka dapat digunakan invers dari fungsi normal kumulatif sehingga diperoleh:

= −1 =�0+�1 1+�2 2+�3 3+⋯+�� � (2.40)

Peluang P yang dihasilkan dari suatu model probit dapat diinterpretasikan sebagai suatu dugaan dari peluang bersyarat bahwa objek pengamatan atau kelompok akan mengalami suatu kejadian berdasarkan nilai tertentu dari X.

(26)

Penelitian dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga telah dilakukan oleh banyak peneliti, namun penelitian ekonomi rumahtangga dengan memberikan penekanan pada aspek kredit masih terbatas. Penelitian yang menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga antara lain adalah Asih (2008) menunjukkan kredit diperlukan sebagai tambahan modal nelayan terutama untuk kelangsungan usaha perikanan. Berdasarkan hasil analisis, kredit mempengaruhi keputusan rumahtangga dalam kegiatan produksi, pencurahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran, yang merupakan perilaku ekonomi rumahtangga.

Mahendri (2009) mengemukakan bahwa kredit domba di Kabupaten Bogor diberikan dengan sistem bergulir yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan dan pemerataan pemilik ternak. Selain itu, produksi domba dipengaruhi jumlah kredit dan jumlah kepemilikan domba sebagai input produksi. Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba menunjukkan bahwa jumlah kredit domba, produksi domba, jumlah angkatan kerja keluarga dan pendapatan usaha domba memberikan pengaruh positif. Sedangkan untuk pendapatan usaha domba menunjukkan bahwa produksi ternak, penerimaan dari kotoran, dan tingkat pendidikan member positif pengaruh positif. Konsumsi pangan dan non – pangan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan rumahtangga dan jumlah anggota keluarga.

Rosmiati (2012) menganalisis pengaruh kredit terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rumahtangga petani sebagai unti produksi dan konsumsi memberikan respons yang positif terhadap besarnya kredit. Adanya kredit menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi, hasil produksi dan pendapatan usahatani dan pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan pengeluaran konsumsi dan permintaan tenaga kerja luar keluarga.

de Rosari et al. (2013) menunjukkan bahwa pengalokasian kredit dan tambahan modal dikarenakan peningkatan produksi, konsumsi, pengeluaran dan tabungan. Penggunaan kredit dan tambahan kredit dipengaruhi oleh adanya situasi ekonomi rumagtangga itu sendiri. Keputusan rumahtangga dalam mengambil kredit dan tambahan modal memiliki pengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga, seperti halnya produksi, konsumsi dan tabungan. Sebuah rumahtangga memiliki akses ke sumber kredit tertentu jika mampu meminjam dari sumber kredit tersebut, meskipun untuk berbagai alasan mungkin memilih untuk tidak meminjam (Diagne and Zeller, 2001).

Muazila dan Tollen (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa agunan, kondisi yang buruk, teknologi kredit, risiko pertanian yang tinggi, tingginya tingkat suku bunga, tingkat pengembalian yang rendah dalam kegiatan usahatani merupakan keterbatasan akses kredit bagi petani. Pengaruh dari kendala kredit terhadap konsumsi non pangan per kapita per harinya adalah sangat sulit untuk menjadi pendukung. Kesimpulan penelitian ini adalah peningkatan akses rumahtangga petani untuk kredit menghasilkan kesejahteraan ekonomi petani meningkat.

(27)

produksi, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani.

Quach et al. (2005) hasil penelitian menemukan kredit rumahtangga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga meliputi pengeluaran pangan per kapita dan pengeluaran non pangan per kapita. Kredit memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga miskin dan menemukan bahwa umur kepala rumahtangga, jumlah anggota keluarga, kepemilikan lahan, tabungan, dan kemampuan untuk mengambil kredit di suatu wilayah adalah faktor utama dalam besaran pinjaman rumahtangga.

Dari hasil – hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kredit memang sangat diperlukan untuk memajukan usahatani. Kredit berperan sebagai pelancar pembangunan di perdesaan, unsure pemacu adopsi teknologi dan upaya pembentukan modal yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesempatan petani untuk meminjam dan memanfaat kredit tersebut erat kaitannya dengan peluang, keputusan dan kemampuan petani untuk mengunakan dan mengembalikan kredit, serta kelayakan dari pemberian kredit (Asih, 2008).

Kerangka Pemikiran

Permasalah pokok dalam perkebunan kopi adalah kurangnya permodalan untuk melakukan proses produksi. Modal yang yang kecil menyebabkan adanya pembelian input untuk berproduksi menurun, sehingga menyebabkan hasil produksi yang diperoleh petani kopi juga menurun.

.Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dengan menurunnya hasil produksi yang diperoleh akan mengakibatkan pendapatan petani kopi juga menurun atau tidak maksimal. Pendapatan yang rendah mengakibatkan kesejahteraan petani kopi menurun dan tidak ada

Perkebunan Kopi Rakyat Memiliki Kelemahan pada Permodalan

Pembelian Input Menurun

Hasil Produksi Kopi Menurun

Pendapatan Petani Kopi Menjadi Rendah Kesejahteraan Petani Kopi Menurun

Petani Kopi Tidak Kredit Petani Kopi yang Kredit

Faktor –Faktor yang MempengaruhiKeputusan Petani Kopi untuk Pengambilan Kredit

(28)

peningkatan. Oleh karena itu, para petani kopi membentuk kelompok tani Sido Makmur yang beranggotakan petani kopi itu sendiri. Dalam kelompok tani ini terdapat berbagai program yang menunjang atau mendorong kesejahteraan petani kopi, misalnya pembayaran listrik, pembelian kopi ose, dan kredit simpan pinjam. Namun, ada beberapa petani kopi selaku anggota kelompok tani Sido Makmur yang mengambil kredit tersebut dan ada yang tidak mengambil kredit.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan para petani kopi tersebut memiliki keputusan untuk mengambil kredit, misalnya lama berkebun, usia, luas lahan, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Sehingga dalam menentukan keputusan untuk mengambil kredit tersebut memiliki dampak terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi. Dimana ekonomi rumahtangga meliputi dari pembelian input hingga berakhir pada kesejahteraan petani kopi itu sendiri.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Keputusan petani dalam mengambil kredit dipengaruhi oleh umur petani kopi, luas lahan, umur tanaman kopi, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan.

(29)

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara sengaja, yaitu di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan daerah yang merupakan penghasil utama kopi rakyat dan mayoritas masyarakat daerah tersebut adalah petani kopi dan sebagian besar waktunya dialokasikan kepada usahatani kopi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani kopi.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel, yaitu petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani Sido Makmur baik yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Perkebunan kabupaten Pati, jurnal-jurnal ilmiah, skripsi maupun tesis serta dokumen atau publikasi dari instansi terkait lainnya.

Data yang dikumpulkan diantaranya adalah data yang berhubungan dengan permodalan meliputi penerimaan, pengeluaran, kepemilikan lahan dan data pengambilan kredit oleh petani kopi. Data individu dan rumahtangga petani kopi, seperti: pendidikan, pengalaman usaha, dan umur, data rumahtangga seperti jumlah anggota keluarga, jumlah anak, jumlah anak sekolah.

Metode Pengambilan Data

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan data anggota kelompok tani Sido Makmur di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Responden yang dipilih adalah responden yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit. Anggota kelompok tani Sido Makmur berjumlah 52 orang, dan diambil secara keseluruhan.

Analisis Data

Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum usahatani perkebunan kopi di lokasi dan skim kredit pada kredit simpan pinjam di Kabupaten Pati. Untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan pengambilan kredit digunakan analisis probit dalam menjelaskannya. Sementara itu, dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi dianalisis menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga model persamaan simultan.

Analisis Statistik Metode Probit

(30)

menggunakan bantuan computer dengan program eViewsversi 3.0. Model persamaan regresinya ditulis sebagai berikut:

=�0+�1 1+�2 2+�3 3+�4 4+�5 5+� (3.1) dimana:

Y = Keputusan petani dalam pengambil kredit (1 = mengambil kredit; 0 = tidak mengambil kredit)

0 = konstanta

x1 = Usia petani (tahun) x2 = Luas lahan (ha)

x3 = Umur tanaman kopi (tahun)

x4 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) x5 = Pendidikan (tahun)

 = Variabel acak

Tanda parameter: 1, β2,3, 4, 5> 0

Perumasan Model Ekonomi Rumahtangga

Kegiatan produksi, santai dan konsumsi erat kaitannya dengan ekonomi rumahtangga, yang kemudian akan mempengaruhi besarnya kredit simpan pinjam yang diambil oleh petani kopi. Model persamaan simultan yang dibangun meliputi persamaan struktural dan persamaan identitas.

Produksi Kopi

Produksi kopi dalam hal ini dipengaruhi luas lahan kopi, jumlah kredit yang diambil, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang dipakai serta dummy petani kredit dan tidak kredit.

= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 +�1 (3.2)

dimana:

PKOPI = Produksi kopi (ha)

KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp)

PUPUK = Jumlah pupuk yang digunakan (kw/tahun) KPK = Keputusan Pengambilan Kredit (persen) Tanda parameter: a1, a2, a3, a4 > 0

Keputusan Pengambilan Kredit adalah berapa persen peluang yang didapat setiap responden atau petani kopi untuk mengambil kredit dan diperoleh dari

(31)

Biaya Produksi

Biaya untuk kegiatan berkebun, merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel dari proses produksi kopi. Persamaan biaya produksi dirumuskan sebagai berikut:

= + (3.4)

dimana:

BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun) BVKOPI = Biaya variabel kopi (Rp/tahun) BTKOPI = Biaya tetap kopi (Rp/tahun)

Persamaan Pencurahan Waktu Kerja

Curahan waktu kerja rumahtangga dalam hal ini meliputi seluruh alokasi waktu kerja rumahtangga untuk bekerja baik di dalam kegiatan berkebun maupun di luar kegiatan berkebun.

Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Kegiatan Berkebun

= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 +�3

(3.5) dimana:

CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) UMUR = Usia responden (tahun)

CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar berkebun (HOK/tahun)

JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) LKOPI = Luas lahan kopi (ha)

UTK = Umur Tanaman Kopi (tahun)

DKRED = Dummy Kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani tidak kredit)

Tanda parameter: c1, c3, c4, c5, c6 > 0; c2 < 0

Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Kegiatan Berkebun

= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 +�4

(3.6) dimana:

CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar berkebun (HOK/tahun)

IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang)

KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp) UPAH = Tingkat upah (Rp/tahun)

DKRED = Dummy Kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani tidak kredit)

Tanda parameter: d1, d2 < 0; d3, d4, d5, d6 > 0 Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Berkebun

(32)
(33)

dimana:

CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun) IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) UPAH = Tingkat upah (Rp/TK)

JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) Tanda parameter: f1, f2< 0; f3, f4 > 0

Total Curahan Waktu Kerja Rumahtangga

= + + + (3.8)

dimana:

CTR = Total curahan waktu kerja rumahtangga (HOK/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar berkebun

(HOK/tahun)

CIBK = Curahan waktu kerja istri dalam berkebun (HOK/tahun) CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun)

Persamaan Pendapatan

Pendapatan rumahtangga dalam hal ini meliputi seluruh pendapatan yang diterima oleh rumahtangga dari dalam maupun dari luar kegiatan berkebun.

Pendapatan Rumahtangga dari Dalam Kegiatan Berkebun

= × − (3.9)

dimana:

IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) PKOPI = Produksi kopi (ton/tahun)

HARGA = Harga kopi (Rp/kg)

BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun)

Pendapatan Rumahtangga dari Luar Kegiatan Berkebun

= ( + ) × (3.10)

dimana:

ILPK = Pendapatan rumahtangga diluar berkebun (Rp/tahun) CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar bekebun (HOK/tahun) CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun) UPAH = Tingkat upah (Rp/TK)

Pendapatan Total Rumhtangga

= ( + ) (3.11)

dimana:

IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun)

IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) ILPK = Pendapatan rumahtangga di luar berkebun (Rp/tahun)

Pendapatan yang Siap di Belanjakan

= − (3.12)

dimana:

(34)

Persamaan Tabungan

Tabungan merupakan pendapatan yang tidak dikonsumsi.Dengan demikian tabungan merupakan selisih antara pendapatan yang siap dibelanjakan dan konsumsi rumahtangga. Persamaan tabungan rumahtangga tersebut adalah sebagai berikut:

= − (3.13)

dimana:

TB = Tabungan yang dimiliki rumahtangga (Rp) Yd = Pendapatan yang siap dibelanjakan (Rp/tahun) KT = Konsumsi total rumahtangga (Rp/tahun)

Persamaan Pengeluaran

Pengeluaran rumahtangga dalam hal ini meliputi pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi bahan pangan dan non pangan. Konsumsi rumahtangga adalah nilai barang dan jasa yang dikonsumsi oleh suatu rumahtangga.

Konsumsi Pangan Rumahtangga

= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 + 5 +�7 (3.14)

dimana:

KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang)

PKOPI = Produksi kopi (ton/tahun)

IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) KPK = Keputusan pengambilan kredit (peluang)

DKRED = Dummy kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani

KNPP = Konsumsi non pangan rumahtangga (Rp/tahun) IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang)

KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun)

KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp)

TAX = Pajak yang dibayarkan oleh petani kopi (Rp/tahun) Tanda parameter: h1, h2, h4, h5, h6 > 0; h3 < 0

Konsumsi Total Rumahtangga

= + (3.16)

dimana:

KT = Total konsumsi rumahtangga (Rp/tahun) KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) KNPP = Konsumsi non pangan rumahtangga (Rp/tahun)

Pengeluaran Total Rumahtangga

= + (3.17)

(35)

PTR = Total pengeluaran rumahtangga (Rp/tahun) KT = Total konsumsi rumahtangga (Rp/tahun) TB = Tabungan yang dimiliki rumahtangga (Rp)

Identifikasi dan Pendugaan Model

Identifikasi model dilakukan untuk mempelajari apakah sistem persamaan yang dibangun secara matematik dapat menduga parameter yang ada pada setiap persamaan struktural dalam sistem tersebut. Salah satu syarat dalam proses identifikasi adalah syarat keharusan (necessary conditions). Syarat keharusan disebut juga syarat ordo (order conditions) yang diperoleh dengan menghitung peubah yang ada dalam satu persamaan tertentu dengan prosedur sebagai berikut (Koutsoyianis, 1997):

Overidentified (teridentifikasi berlebih) : (K – M) > (G – 1) Exaxctly identified (teridentifikasi tepat) : (K – M) = (G – 1) Underidentified (tidak teridentifikasi) : (K – M) < (G – 1) dimana:

K = total peubah dalam model (peubah endogen dan predeterminan) M = jumlah peubah yang masuk dalam persamaan yang diidentifikasi G = jumlah persamaan di dalam model atau jumlah peubah endogen

Suatu sistem persamaan simultan dapat diselesaikan secara matematik jika (K – M) ≥ (G – 1). Bila suatu persamaan teridentifikasi berlebih, maka metode pendugaan yang digunakan adalah 2SLS (Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares) dan ML (Maximum Likelihood). Dalam model ekonomi rumahtangga petani penerima kredit simpan pinjam terdapat 16 persamaan meliputi 8 struktural dan 7 identitas. Peubah eksogen berjumlah 13 peubah dan endogen 15 peubah. Dengan demikian, menurut syarat ordo seluruh persamaan simultan yang dibangun termasuk kriteria teridentifikasi berlebih (Overidentified). Spesifikasi model dalam studi ini adalah dinamis dengan sistem persamaan simultan, dimana peubah endogen ditentukan secara simultan dan interdependen. Sistem persamaan simultan yang dirumuskan tersebut akan diselesaikan melalui metode pendugaan model 2SLS. Penggunaan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) dapat menghindari terjadinya stimultaneous equation bias, yang pada dasarnya menduga persamaan simultan dengan menduga setiap persamaan struktural secara parsial (Koutsoyionis, 1977). Mengingat hasil identifikasi menunjukkan semua persamaan teridentifikasi berlebih, maka persamaan dapat diduga dengan 2SLS. Hasil pendugaan ini menghasilkan parameter dugaan untuk masing – masing persamaan struktural. Penyelesaian metode ini menggunakan bantuan computer dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.

Definisi dan Satuan Pengukuran keluarga maupun tenaga kerja selain berkebun kopi.

(36)

4. Permintaan kredit dimana besarnya nilai kredit simpan pinjam yang diambil oleh petani kopi dalam rupiah.

5. Konsumsi rumah tangga adalah nilai barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga selama setahun yang dinyatakan dalam rupiah.

6. Tabungan rumahtangga adalah sejumlah uang atau barang yang disimpan oleh petani kopi guna menghadapi tantangan masa yang akan datang dalam rupiah.

7. Pajak adalah segala kewajiban rumahtangga kepada pemerintah seperti pajak bumi bangunan ataupun kewajiban lainnya dalam rupiah.

8. Suku bunga kredit merupakan biaya tambahan yang dibebankan kepada petani kopi saat melakukan pengembalian kredit dinyatakan dalam persen. 9. Suku bunga tabungan adalah tambahan biaya yang diberikan oleh bank

(37)

4 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Karakteristik Kabupaten Pati

Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Jepara (batas utara), Kabupaten Rembang dan Laut Jawa (batas timur), Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan (batas selatan), Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara (batas barat). Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 21 Kecamatan, 401 Desa, 5 Kelurahan, 1.106 Dukuh serta 1.474 RW dan 7.524 RT. Jumlah penduduk Kabupaten Pati menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 1.190.993 jiwa, sedangkan proyeksi untuk tahun 2014 sebanyak 1.221.332 jiwa. Luas wilayah juga dibagi berdasarkan lahan sawah sebesar 39,09% dan luas bukan sawah sebesar 60,76%, dimana memiliki karakteristik tanah seperti tanah red yellow, latosol, alluvial, hidromer, regosol, dan gromosol.

Kabupaten Pati memiliki moto “Pati Bumi Mina Tani” kependekan dari

Berbudaya Upaya Menuju Identitas Pati yang Makamur Ideal Normatif Adil Tertib Aman Nyaman Indah.

Karakteristik Kecamatan Gembong

Kecamatan Gembong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pati, yang secara geografis terletak di lereng Gunung Muria serta mempunyai kebun kopi yang sangat luas yang terdapat di desa Jolong dan desa Klakahkasian. Kecamatan Gembong berbatasan langsung dengan Kabupaten Kudus dan memiliki luas wilayah seluas 6.730 hektar, sebagian besar berupa hutan dan perkebunan. Daerah ini berada pada ketinggian 20-900 meter dpl (diatas permukaan laut) dan tanahnya berjenis latosol. Jumlah penduduk di Kecamatan Gembong berjumlah 40.780 jiwa pada tahun 2006. Sebagian besar penduduk Kecamatan Gembong bermata pencaharian sebagai petani baik petani padi maupun perkebunan. Di Kecamatan Gembong terdapat perkebunan kopi rakyat dan perkebunan kopi negara yang dikelola oleh PTPN IX. Perkebunan kopi negara terletak di Desa Jolong dan memiliki luas lahan sebesar 527 hektar yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda. Sedangkan perkebunan kopi rakyat terletak di Desa Klakahkasian yang memliki luas lahan sebesar 63 hektar dan dengan hasil panen mencapai 120 ton biji kopi pada tahun 2014 (Radio PASFM Pati, 2014).

Deskripsi Petani Kopi

Karakteristik petani kopi yang diamati adalah karakteristik 52 petani kopi di Kecamatan Gembong yang terdiri dari 32 yang mengambil kredit dan 20 yang tidak mengambil kredit. Dalam hal ini akan dikaji beberapa hal, yaitu: karakteristik petani kopi, karakteristik berkebun, dan pendapatan rumahtangga petani.

Karakteristik Petani Kopi

(38)

50 tahun, sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit hanya sebagian besar berusia ≤ 50 tahun dan sisanya usia 51 – 60 tahun. Usia merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kinrja petani kopi dan hasil produksinya. Umur petani kopi yang semakin tua akan mengurangi kinerja dalam berproduksi kopi dikarenakan tenaga petani kopi tersebut semakin menurun.

Tabel 6. Karakteristik Responden

No. Karakteristik Responden Mengambil Kredit Tidak Mengambil Kredit Jumlah % Jumlah %

Petani identik dengan tingkat pendidikaann yang rendah dan banyak yang mengalami buta huruf. Kondisi lapangan menunjukkan masih terdapat 4 orang petani yang tidak bersekolah, namun tidak berarti mereeka buta huruf. Keempat petani tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini mengikuti paket kejar A yang diselenggarakan oleh Kecamatan Gembong (Mustamir, 2015). Rata – rata pendidikan formal petani kopi hanya sampai pada tingkat SD (sekolah dasar), meskipun begitu ada juga petani kopi yang menempuh tingkat pendidikan DIII/S1 sebanyak 1 orang untuk petani kopi yang mengambil kredit dan 2 orang untuk petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani yang memiliki tingkat peendidikan yang tinggi akan dapat meningkatkn kemungkinan petani dalam pengelolaan usahatani yang lebih profesional karena lebih mampu mencari dan mengolah informasi dan teknologi (Ogada et al. 2010).

(39)

Karakteristik Dalam Berkebun

Petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar memiliki luas lahan ≤ 2,00 hektar sebanyak 96,88 persen, sedangkan luas lahan yang diatas 2,00 hektar kebanyakan dimiliki oleh petani kopi yang tidak mengambil kredit. Menurut Murbyarto (1989) lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan sarana pendukun hasil produksi yang diperolehnya. Namun dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh luas lahan yang terlaalu besar, yaitu lemahnya pengawasan, tenaga kerja yang banyak, dan keterbatasan modal untuk pemeliharaan lahan (Soekartawi, 1993).

Pengalaman usahatani merupakan lamanya petani kopi untuk memulai melakukan kegiatan berkebun. Pengalaman berkebun memberikan pengetahuan dan juga informasi teerkait dengan tekniss produksi maupun tren konsumsi yang ada di masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 7. kebanyakan petani kopi yang mengambil kredit memiliki pengalaman berkebun selama ≤ 10 tahun, sedangkan pengalaman berkebun diatas 10 tahun dimiliki petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani kopi yang memiliki pengalaman yang lebih lama akan lebih berani unutk mengambil risiko dibandingkan dengan petani yang belum cukup pengaalaman berkebun (Wati, 2015). Petani kopi yang belum cukup pengalaman berkebun kesulitan dalam mengatur biaya pengeluaran untuk berproduksi, sehingga mereka akan mengalami kerugian dan membutuhkan kredit.

Umur tanaman petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar ≤ 9 tahun,

(40)

kopi yang tergolong umur tua sudah tidak optimal lagi dalam menyerap zat – zat dalam tanah dibandingkan dengan akar tanaman kopi yang masih muda.

Pendapatan Total Rumahtangga Petani Kopi

Pendapatan total rumahtangga petani kopi diperoleh dari pendapatan on-farm, off-farm, hasil gadai atau penjualan tanah, dan lain – lain. Pendapatan total rumahtangga dapat dilihat ppada Tabel 8. di bawah ini.

Tabel 8. Penerimaan Rumahtangga Petani Kopi

No. Pendapatan (Rp) Mengambil Kredit Tidak Mengambil Kredit Jumlah % Jumlah %

1 < 20.000.000 - - 2 10

2 20.000.001 - 35.000.000 15 46,87 3 15 3 35.000.001 - 50.000.000 10 31,25 1 5 4 > 50.000.001 7 21,88 14 70

Pendapatan total rumahtangga petani kopi yang mengambil kredit sebagian

besar pada tingkat ≤ Rp 50.000.000 sebanyak 78,12 persen, sedangkan petani kopi

yang tidak mengambil kredit sebagian besar pada tingkat peenddapatan total sebesar diatas Rp 50.000.000 sebanyak 70 persen. Berdasarkan Tabel 5. dapat disimpulkaan bahwa bagi petani kopi yang memiliki pendapatan totaal rendah akan mengalami kesulitan modal untuk melakukan kegiatan berproduksi kopi, sehingga mereka membuat keputusan untuk mengambil kredit tersebut. Sebaliknya, bagi petani kopi yang memiliki pendapatan total tinggi, tidak akan kekurangan modal dalam berkebun, maka mereka tidak mengambil kredit.

Deskripsi Kelompok Tani Sido Makmur

Seputar Kelompok Tani Sido Makmur

Kelompok tani Sido Makmur dibentuk pada tahun 1999 di Desa Klakahkasian, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Kelompok tani ini bertujuan untuk berkumpulnya para petani kopi guna membicarakan setiap permasalahan usahatani yang mereka kelola. Pada Tabel 9. dapat dilihat susunan kepengurusan.

Tabel 9. Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur

Pembina : Kepala Desa

Pendamping : CH. Mustamir (Penyuluh)

Ketua : Abdul Kholik

Wakil Ketua : Karsono

Sekretaris : Rukadi

Bendahara : Wiyoto

Seksi Simpan Pinjam : Kusmanto Seksi Peternakan : Abdul Wahid Seksi Tanaman Perkebunan : Rukin Seksi Jasa Pelayanan Rekening Listrik : Ali Ahmadi Seksi Tanaman Kehutanan : Supat Badan Pengawas : Suroso

(41)

Menurut Bapak Mustamir (2015), kelompok tani Sido Makmur ini sering diikut-sertakan dalam beberapa perlombaan kelompok tani se-Kabupaten Pati dan akan membentuk CV. Kelompok tani Sido Makmur ini selain untuk tempat berkumpulnya para petani kopi, juga membuat beberapa usaha lain misalnya koperasi, usaha ternak, usaha pembayaran listrik, usaha tanaman kebun dan usaha tanaman hutan.

Kelompok tani Sido Makmur terletak di Desa Klakahkasihan, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati yang di kembangkan sendiri oleh para petani kopi setempat. Kelompok tani Sido Makmur ini telah mengembangkan usahanya untuk melakukan proses produksi. Pada tahun 2003, petani kopi mendapatkan pelatihan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dan mendapatkan bantuan alat serta modal sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)1). Dana bantuan tersebut dikembangkan oleh para petani kopi, sehingga dana yang dicapai saat ini sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)1). Pada awal pembentukan kelompok tani Sido Makmur beranggotakan 25 orang, namun makin lama makin bertambah menjadi 52 orang. Tahun 2009, Desa Klakahkasian memenangkan lomba perkebunan rakyat terbaik se – Jawa Tengah dan mendapatkan hadiah sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah)1). Semua modal yang didapatkan kelompok tani tersebut dipakai untuk pembayaran rekening listrik, pembelian kopi ose, pembelian kambing, dan melakukan kredit simpan pinjam.

Tujuan awal program simpan pinjam ini adalah membantu petani kopi dalam meningkatkan produksi usahataninya. Kelompok tani Sido Makmur menetapkan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk petani kopi yang sekaligus anggota kelompok tani untuk mengambil kredit yang telah di sediakan. Syarat dan ketentuan yang berlaku antara lain: petani kopi yang merupakan anggota kelompok tani Sido Makmur, memiliki agunan berupa BPKB kendaraan bermotor atau sertifikat pengelolaan lahan tanam, bunga pinjaman sebesar 10 persen per tahunnya, dan lain – lain. Petani kopi di kelompok tani Sido Makmur ini dapat mengambil kredit sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah)1). Kebanyakan kedit yang diambil oleh petani kopi digunakan untuk menambah modal dalam proses produksi.

Modal untuk membiayai beberapa usaha tersebut, para petani kopi tiap bulannya menyetorkan uang sejumlah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada bendahara dan bendahara akan membagi uang tersebut ke setiap usaha yang dikembangkan. Pada Tabel 10. terlihat uraian pembagian modal tiap tahunnya.

Tabel 10. Uraian Pembagian Modal Kelompok Tani Sido Makmur Modal Usaha (Rp/Tahun)

(42)

Modal yang diberikan untuk usaha koperasi sebesar 41,86 persen, fungsi dari usaha koperasi ini adalah sebagai salah satu sarana simpan pinjam para petani kopi. Usaha simpan pinjam ini memiliki syarat yang mudah, agunan yang meringankan dan bunga yang lumayan rendah dibandingkan bunga bank. Usaha simpan pinjam ini disambut baik para petani kopi yang menjadi anggota.

Usaha ternak mendapatkan jatah sebesar 15,5 persen, usaha ini digunakan untuk membantu para petani kopi yang akan menjadi peternak. Hewan ternak dirawat dengan baik, dan di cek secara berkala oleh dokter hewan setempat. Biasanya hewan ternak mereka akan dijual ke pembeli saat acara Idhul Adha dan para petani kopi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.

Selanjutnya usaha pelayanan listrik, mendapat bagian sebesar 6,2 persen. Pelayanan listrik ini digunakan untuk pembayaran listrik para petani kopi yang masih berhubungan dengan proses produksi kopi. Usaha investasi ini lebih berfokus pada investasi bersama misalkan kandang untuk hewan ternak, pembangunan warung agro, dan tempat penyimpanan biji kopi para petani kopi. Modal yang diberikan lumayan besar yaitu 24,81 persen.

Apabila petani ingin menyewa molen untuk kegiatan produksi mereka dari desa tetangga atau dari KUD (Koperasi Unit Desa), maka uang yang yang digunakan adalah uang khusus jasa sewa molen yang telah tersedia. Penyiapan uang jasa sewa molen ini sebesar 7,75 persen dari modal kelompok tani. Mesin molen tersebut dipakai secara bergantian oleh para petani, dan akan dikembalikan setelah semua kegiatan produksi telah selesai.

Usaha pembibitan disediakan modal sebesar 3,88 persen, dan modal tersebut digunakan untuk membeli bibit unggul dan segala sesuatu yang dibutuhkan selama kegiatan pembibitan. Menurut Bapak Abdul kholik (2015), kelompok tani Sido Makmur pernah mendapatkan bantuan bibit kopi senilai Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) dari pemerintah setempat, namun kualitas dari bibit kopi tersebut dapat dibilang kualitas rendah dan hasilnya sangat jelek.

Permasalahan yang Dihadapi Kelompok Tani

Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh kelompok tani Sido Makmur. Berikut penjabaran dari setiap permasalahan yang dihadapi:

Hama

Masalah yang sering sekali ditemukan para petani kopi adalah hama yang menyerang tanaman kopi. Hama yang sering mengganggu tanaman kopi adalah hama kupu putih, kutu hijau, semut, dan ngengat. Keempat hama tersebut biasanya datangnya bergantian setiap musimnya. Obat atau alat yang digunakan untuk membasmi hama tersebut, para petani kopi lebih memilih secara tradisional. Namun, terkadang para petani menggunakan bahan kimia, misalnya puradan (ngengat).

Pemasaran

(43)

Selain prasarana, penge-pack-an kopi bubuk petani kopi ini dirasa kurang menarik bagi konsumen.

Kerjasama

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2010 - 2013
Tabel 3. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Jawa
Tabel 4. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi (Kg) Berdasarkan Wilayah
Gambar 2. Keterkaitan Antara Peubah Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani
+6

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan dari sektor pertanian yang diperoleh rumahtangga petani di Dusun Klaces lebih tinggi dibandingkan dengan

Strategi nafkah yang dipilih (dibangun) oleh rumahtangga petani miskin di Desa Sukorahayu pada saat fase normal adalah diversifikasi modal nafkah (sektor pertanian, sektor pertanian

Metode analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani kakao, analisis pendapatan rumahtangga petani, analisis distribusi pendapatan rumahtangga petani kakao,

KPP = konsumsi pangan rumahtangga petani kakao (rupiah/tahun) KNPP = konsumsi non pangan rumahtangga petani kakao (rupiah/tahun) PTP = pendapatan total rumahtangga

Penelitian bertujuan untuk : (1) Mengetahui sumber pendapatan rumahtangga petani lahan kering di Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur.; (2) Mengetahui besarnya

Keseimbangan ekonomi rumahtangga diperoleh dari perbandingan antara total pendapatan rumahtangga petani cabai besar dengan total pengeluaran rumahtangga per satu kali musim

Sampai dengan pengusahaan atau pemilikan lahan 0,5 hektar, rumahtangga basis perkebunan karet, kakao, kelapa sawit dan tebu persentase sumber pendapatan dari sektor non pertanian

Dari uraian di atas dapat diungkapkan bahwa (1) tingkat diversifikasi sumber pendapatan rumahtangga bervariasi menurut lokasi (Jawa dan Luar jawa) maupun status rumahtangga (petani