• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Rawan Bencana Rob, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Rawan Bencana Rob, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI KAWASAN

RAWAN BENCANA ROB KECAMATAN KAMPUNG LAUT,

KABUPATEN CILACAP

SYLSILIA TRINOVA SEMBIRING

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Rawan Bencana Rob, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

SYLSILIA TRINOVA SEMBIRING. Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Rawan Bencana Rob Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana resiliensi nafkah yang

dibangun oleh rumahtangga petani dengan memanfaatkan livelihood asset yang

mereka miliki serta melihat bagaimana hubungannya terhadap strategi nafkah dan tingkat pendapatan baik dari sektor pertanian maupun non pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa livelihood asset yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh rumahtangga petani baik di Dusun Klaces maupun Lempong Pucung berhubungan dengan aktifitas nafkah yang mereka lakukan. Berdasarkan tiga aspek pembentuk strategi nafkah, terdapat perbedaan diantara kedua dusun,

dimana Dusun Klaces mendominasi di sektor non-farm, sedangkan di Dusun

Lempong Pucung mendominasi di sektor off-farm. Kontribusi sektor pertanian di

kedua dusun masih relatif rendah dibandingkan dengan sektor non-pertanian.

Kata kunci : Resiliensi, strategi nafkah, rumahtangga petani

ABSTRACT

SYLSILIA TRINOVA SEMBIRING

.

Livelihood resilience of

farmer household in flood hazard area,

Kampung Laut, Cilacap

.

Supervised by

ARYA HADI DHARMAWAN

The purpose of this study was to determine adopted livelihood reselience by farmer household which correlated with their livelihood asset. This study also determine how both component influencing livelihood strategy and household income from agricultural sector and non-agricultural sector in Klaces and Lempong Pucung village. This study combined quantitative approach using questioner method and qualitative approach using in-depth interview method. The result of this study explained livelihood asset used by farmers in both village highly influencing their livelihood activities. According of three former aspect of livelihood strategy, there was difference of both village. Klaces dominated by non-farm sector. In the other hand, Lempong Pucung dominated by off-farm sector. The number of contribution of agricultural sector relatively lower than non-agricultral sector

(6)
(7)

RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI DI KAWASAN

RAWAN BENCANA ROB KECAMATAN KAMPUNG LAUT,

KABUPATEN CILACAP

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SYLSILIA TRINOVA SEMBIRING

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

Judul Skripsi : Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Rawan

Bencana Rob, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap

Nama : Sylsilia Trinova Sembiring

(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Resiliensi Nafkah Rumahtangga

Petani di Kawasan Rawan Bencana Rob Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap”. Tulisan ini memaparkan bagaimana strategi yang dibangun oleh masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana rob terhadap bentuk-bentuk aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk meningkatkan taraf hidup.

Penulis menyadari bahwa studi pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa teruma kasih kepada:

1. Bapak dan Ibu yang telah membesarkan dan merawat penulis dengan penuh

kasih sayang serta menjadi sumber motivasi paling besar untuk penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi masukan serta saran yang berarti selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Tanoto Foundation yang membantu meringankan seluruh biaya pendidikan

penulis selama kuliah, serta memberi motivasi untuk terus berkarya.

4. Ibu, Bapak, serta seluruh keluarga di Dusun Lempong Pucung, Kampung

Laut. Terima kasih untuk kehangatan keluarga yang diberi selama penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) dan juga penelitian. Keluarga baru yang memberi penulis semangat untuk terus mengejar impian.

5. Anak-anak Kampung Laut yang membantu dan menemani penulis ketika

pengambilan data di lapang. Kalian anak-anak paling romantis yang pernah ada.

6. Adi Chandra Berampu, Fuad Habibi Siregar, dan Richardus Keiya. Penulis

tidak tahu harus menulis kalian sebagai sahabat, rekan, teman seperjuangan atau apalah semacamnya. Terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Kalian orang-orang hebat yang pernah penulis temui.

7. Rezza Lazuardi Pratama, orang yang selalu menjadi tempat penulis berdiskusi

tentang berbagai hal. Terimakasih untuk dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Juni 2014

Sylsilia Trinova S.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... iix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

PENDEKATAN TEORITIS ... 5

Tinjauan Pustaka ... 5

Kerangka Pemikiran ... 9

Hipotesis Penelitian ... 10

Definisi Operasional ... 10

METODE PENELITIAN ... 13

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Teknik Pengumpulan Data ... 13

Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 14

PROFIL MASYARAKAT KAMPUNG LAUT ... 15

Sejarah Munculnya Tanah Timbul ... 15

Penguasaan Tanah Timbul ... 17

Kondisi Fisik ... 19

PENGUASAAN LIVELIHOOD ASSET RUMAHTANGGA PETANI ... 23

Modal Manusia (Struktur Anggota Rumahtangga) ... 23

Modal Alam ... 28

Modal Finansial ... 32

Modal Sosial ... 33

Modal Fisik ... 35

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI ... 39

On-Farm ... 39

Off-Farm ... 41

Non-Farm ... 43

Bentuk-Bentuk Strategi Nafkah yang Dibangun Oleh Rumahtangga Petani ... 44

(14)

Tingkat Pendapatan Pertanian ... 49

Tingkat Pendapatan Non Pertanian ... 53

Pendapatan Total Rumahtangga Petani ... 54

Total Pengeluaran Rumahtangga Petani ... 57

Saving Capacity Rumahtangga Petani ... 58

RESILIENSI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI ... 63

Bentuk Resiliensi Nafkah ... 63

Hubungan Tingkat Resiliensi Nafkah dengan Tingkat Penguasaan Livelihood Asset Rumahtangga Petani ... 65

Hubungan Tingkat Resiliensi Nafkah dengan Jumlah Variasi Nafkah ... 68

Hubungan Tingkat Resiliensi Nafkah dengan Tingkat Pendapatan Total Rumahtangga Petani ... 69

SIMPULAN DAN SARAN... 73

Simpulan ... 73

Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode Pengumpulan Data 14

Tabel 2. Kondisi penyusutan wilayah Segara Anakan menurut periode

waktu

15

Tabel 3. Berbagai konflik yang melibatkan beberapa aktor di Kampung

Laut

18

Tabel 4. Jumlah dan persentase responden menurut alokasi tenaga kerja

di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

24

Tabel 5. Jumlah dan persentase responden menurut penggunaan tenaga

kerja di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014 25

Tabel 6. Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur di

Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

26

Tabel 7. Jumlah dan persentase responden menurut cara memperoleh

lahan di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014 29

Tabel 8. Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur dan

cara memperoleh lahan di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

29

Tabel 9. Jumlah dan persentase responden menurut luas lahan di tanah

timbul di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

30

Tabel 10. Jumlah dan persentase responden menurut luas lahan di

Nusakambangan di Dusun Klaces dan Lempong Pucung Tahun 2013 - 2014

31

Tabel 11. Jumlah dan persentase responden menurut modal finansial di

Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

33

Tabel 12. Total skor responden menurut modal sosial di Dusun Klaces dan

Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

35

Tabel 13. Jumlah kepemilikan asset rumahtangga petani di Dusun Klaces

dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

36

Tabel 14. Berbagai kegiatan sektor non-farm di Dusun Klaces dan

Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

43

Tabel 15. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan

pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 –

2014

49

Tabel 16. Hubungan luas lahan tanah timbul dengan tingkat pendapatan

pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

57

Tabel 17. Hubungan luas lahan di Nusakambangan dengan tingkat

pendapatan pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

52

(16)

non pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013

– 2014

Tabel 19. Total rata-rata pendapatan petani di Dusun Klaces dan Lempong

Pucung tahun 2013 – 2014

55

Tabel 20. Jumlah saving capacity rumahtangga Petani di Dusun Klaces

dan Lempong Pucung tahun 2013 – 2014

59

Tabel 21. Jumlah dan persentase rumahtangga menurut tingkat resiliensi di

Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

64

Tabel 22. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat penguasaan

livelihood asset dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan

Lempong Pucung tahun 2013 – 2014

65

Tabel 23. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal alam

dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

65

Tabel 24. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal

manusia dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

66

Tabel 25. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal

finansial dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013

67

Tabel 26. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial

dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

67

Tabel 27. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal fisik

dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

68

Tabel 28. Jumlah dan persentase responden menurut jumlah variasi nafkah

dan tingkat resiliensi di Dusun Klaces dan Lempong Pucung Tahun 2013 - 2014

69

Tabel 29. Jumlah dan persentase responden menurut total pendapatan di

Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

69

Tabel 30 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat total

pendapatan dan tingkat resiliensi rumahtangga di Dusun Klaces

dan Lempong Pucung Tahun 2013 – 2014

70

Tabel 31 Hubungan tingkat resiliensi dengan tingkat total pendapatan

rata-rata menggunakan uji statisik rank spearman di Dusun Klaces dan Lempong Pucung Tahun 2013-2014

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Analisis Penelitian 9

Gambar 2. Perubahan luasan Segara Anakan Tahun 1984 – 2003 17

Gambar 3. Jumlah responden menurut tingkat pendidikan di Dusun

Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 – 2014

23

Gambar 4. Jumlah responden menurut status kependudukan di Dusun

Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 – 2014

27

Gambar 5. Penguasaan livelihood asset di Dusun Klaces dan Lempong

Pucung Tahun 2013 – 2014

37

Gambar 6. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani dari sektor

pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 – 2014

50

Gambar 7. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani dari sektor non

pertanian di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

54

Gambar 8. Persentase kontribusi sektor pertanian dan non pertanian di

Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

55

Gambar 9. Kontribusi pendapatan rumahtangga baik dari sektor

pertanian maupun non pertanian di Dusun Klaces dan

Lempong Pucung Tahun 2013 – 2014

56

Gambar 10 Total pengeluaran rumahtangga petani di Dusun Klaces

dan Lempong Pucung Tahun 2013 - 2014

57

Gambar 11 Perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran

rumahtangga petani per tahun di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013

58

Gambar 12 Pendapatan rata-rata rumahtangga petani per hari di Dusun

Klaces dan Lempong Pucung Tahun 2013 – 2014

(18)
(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi 79

Lampiran 2. Uji Rank Spearman 80

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian. Latar belakang berisi alasan mengenai pemilihan topik penelitian. Masalah penelitian berisi permasalahan yang ingin diteliti, tujuan penelitian merupakan jawaban dari masalah penelitian dan kegunaan penelitian berisi kegunaan untuk berbagai pihak yang menjadi sasaran dari hasil penelitian. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan sumberdaya alamnya. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), luas wilayah Indonesia adalah

1 890 754 km2 dengan jumlah penduduk 237 641 326 jiwa. Namun dibalik alam

yang membentang luas dan menjanjikan bagi perekonomian masyarakat, tersimpan kekuatan dahsyat yang kapan saja dapat membawa masyarakat ke jalan yang lebih sulit. Memang tidak dapat dipungkiri, selain memberi kehidupan bagi manusia, alam juga dapat memberikan bencana.

Bencana alam adalah peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat yang menyebabkan kerugian yang besar baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan melampaui batas kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak bencana alam dengan menggunakan sumberdaya yang mereka miliki (IDEP 2007). Bencana alam dapat terjadi karena aktivitas alami dan juga kombinasi dengan aktivitas manusia. Seperti yang dikutip dari BPPN (2006), ada bencana yang disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) dan adapula yang disebabkan karena ulah manusia (man-made disaster).

Beberapa bencana seperti tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, gempa bumi di Nias, banjir di Jakarta, letusan gunung berapi di berbagai daerah, serta kekeringan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap resiko bencana. Dampak yang dihasilkan dari bencana yang terjadi dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, salah satunya adalah petani. Mayoritas penduduk Indonesia berprofesi di sektor pertanian. Berdasarkan

pemaparan Hadianto et al. (2009), penduduk Indonesia yang tercatat sebagai

petani mencapai 45 juta jiwa, dan sebagian besar adalah nelayan kecil, buruh tani, dan petani pemilik lahan kurang dari 0.3 ha. Dalam kondisi yang normal pun (tanpa bencana) usaha tani adalah usaha yang rentan, apalagi dengan ditambah adanya bencana yang memperparah keadaan. Hal ini mengakibatkan kehidupan petani jauh dari berkecukupan.

Alam tidak dapat diprediksi dan cenderung tidak menentu. Adanya perubahan iklim juga sangat berpengaruh bagi produktivitas pertanian. Menurut

Nurmala (2011)1, perubahan iklim merupakan isu yang hangat diperbincangkan

(22)

dan memerlukan penanganan yang berkelanjutan. Pada skala nasional, jika tidak ada upaya peningkatan kapasitas petani, maka situasi ini akan mengancam keamanan pangan nasional karena kegagalan panen akibat bencana alam yang terkait dengan cuaca dan iklim. Contoh kasus kerugian yang muncul dari bencana terhadap petanian terjadi di Kabupaten Garut. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Kabupaten Garut Tatang Hidayat menuturkan, luas lahan sawah mengalami kekeringan di Kabupaten Garut berdasarkan data lapangan pada tanggal 1 - 7 September 2013 mencapai sekitar 341 ha. Terdiri atas kekeringan ringan 289 ha, kekeringan sedang 32 ha, dan kekeringan berat 20 ha. Kekeringan tersebut menyebabkan kehilangan produksi padi sekitar 426 ton, atau setara Rp1.6 miliar2.

Kondisi alam seperti yang dipaparkan sebelumnya menuntut petani untuk dapat beradaptasi dan membuat pola-pola tertentu untuk mempertahankan kehidupan mereka. Walaupun petani memiliki kerentanan yang tinggi terhadap ketidakstabilan alam, tetapi petani juga memiliki kelentingan atau resiliensi yang tinggi yang diwujudkan sebagai strategi nafkah oleh rumahtangga petani. Dharmawan (2006) memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan strategi nafkah tidak terbatas pada mata pencaharian, tetapi lebih ke strategi penghidupan. Selain itu, menurutnya sumber nafkah rumahtangga sangat beragam (multiple source of livelihood) karena rumahtangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Strategi nafkah sangatlah beragam di setiap wilayahnya dan

individunya. Seperti yang diungkapkan oleh Turasih (2011), “pilihan strategi

nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah tersebut. Berdasarkan penelitian Hastuti (2006) diketahui bahwa adanya perubahan strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat sekitar wisata Kaliedem pasca erupsi Gunung Merapi. Pada awalnya kegiatan utama masyarakat di wilayah tersebut adalah berdagang di lokasi wisata Kaliadem. Namun kegiatan tersebut harus berubah menjadi beternak dan beragam jenis pekerjaan lainnya setelah adanya bencana erupsi Gunung Merapi.

Kampung Laut merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cilacap. Sesuai dengan namanya, Kampung Laut terletak di Laguna Segara Anakan yang dikelilingi perairan dan hutan mangrove. Akibat endapan lumpur dari Sungai Citanduy dan sungai–sungai lain, luasan desa di Kampung Laut semakin bertambah tiap tahun (Suryawati 2012). Terdapat empat desa di Kecamatan Kampung Laut, yakni Desa Ujung Alang, Klaces, Ujung Gagak, dan Panikel. Kampung Laut merupakan kawasan yang rawan terhadap bencana rob. Rob merupakan istilah untuk banjir di daerah pasang surut. Setiap tahunnya, Kampung Laut direndam air laut yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi penduduk sekitar, terutama di sektor pertanian. Dikutip dari Harian Suara

2

(23)

Merdeka3, kerugian yang ditimbulkan dari banjir rob pada tahun 2007 di Kampung Laut mencapai ratusan juta rupiah dan mengakibatkan kerusakan tanaman padi di areal seluas 95 ha. Setiap tahun setidaknya ada 200 KK di Kecamatan Kampung laut yang rumahnya terancam air pasang. Naiknya permukaan air di sungai-sungai yang ada di kecamatan tersebut memang tergantung bergantinya angin musim. Berdasarkan pemaparan tersebut, menjadi penting bagi penulis untuk menganalisis lebih jauh mengenai Resililensi nafkah petani di Kecamatan Kampung Laut sebagai kawasan yang rawan bencana.

Masalah Penelitian

Mayoritas penduduk Indonesia berusaha di sektor pertanian. Usaha tani merupakan usaha yang sangat rentan, hal ini dikarenakan ketergantungan sepenuhnya terhadap kondisi alam. Alam tidak dapat diprediksi dan cenderung tidak menentu. Ketergantungan yang tinggi itulah yang menyebabkan kerentanan bagi kehidupan petani. Dalam kondisi yang normal pun (tanpa bencana) usaha tani adalah usaha yang rentan, apalagi dengan ditambah adanya bencana yang memperparah keadaan.

Keadaan sumberdaya sangat mempengaruhi pilihan strategi nafkah yang akan dilakukan oleh seseorang. Ellis (2000) memaparkan terdapat lima modal

ataupun yang disebut livelihood assets, yakni modal alam, fisik, manusia, sosial,

dan finansial. Rumahtangga akan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk mendukung kehidupan anggota rumahtangganya. Keterbatasaan modal yang dialami rumahtangga akan membatasi peluang rumahtangga dalam menentukan strategi nafkah` yang mereka lakukan. Selain itu,

dapat dikatakan keterbatasan akan modal tersebut mempengaruhi “kerentanan”

yang dialami oleh rumahtangga.

Bencana rob yang terjadi di Kampung Laut memang sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat sekitar, karena bencana tersebut rutin terjadi setiap tahunnya. Namun, dampak dari bencana tersebut sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, khususnya petani karena produktivitas pertanian sangat menurun dengan adanya kondisi tersebut. Penurunan produktivitas tersebut otomatis akan mempengaruhi kondisi perekonomian petani setempat. Mengingat kebutuhan hidup yang semakin meningkat, petani dituntut untuk melakukan beragam cara dan strategi agar keluar dari permasalahan ekonomi yang melanda. Strategi nafkah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat keluar dari permasalahan yang ada. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti :

1. Sejauhmana penguasaan livelihood asset yang dilakukan oleh rumahtangga

petani

2. Bagaimana bentuk strategi nafkah yang dibangun rumahtangga petani

3. Bagaimana struktur pendapatan yang dimiliki oleh rumahtangga petani baik

dari sektor pertanian maupun non pertanian

4. Bagaimana bentuk resiliensi nafkah rumahtangga petani

3

(24)

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis penguasaan livelihood asset yang dibangun oleh rumahtangga

2. Menganalisis bantuk strategi nafkah yang dibangun rumahtangga petani

3. Menganalisis struktur pendapatan yang dimiliki oleh rumahtangga petani baik

dari sektor pertanian maupun non-pertanian

4. Menganalisis bentuk resiliensi nafkah rumahtangga petani

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam

memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik yang terkait.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumahtangga dalam bertahan hidup, sehingga menjadi

referensi bagi rumahtangga lainnya untuk membangun strategi

penghidupannya dengan menggunakan potensi yang dimiliki masing-masing.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan menjadi suatu saran dalam

(25)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dan definisi operasional. Tinjauan pustaka berisi teori-teori dan konsep-konsep dasar untuk menganalisis data hasil penelitian, kerangka pemikiran berisi alur pemikiran logis yang diteliti, hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian dan definisi operasional berisi variabel-variabel yang diteliti. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka

Bencana Alam dan Pengaruhnya bagi Sektor Pertanian

Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana adalah sebagai berikut:

“Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis”

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non-alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non-alam, dan

bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Menurut BPPN (2006), faktor-faktor penyebab terjadinya bencana antara lain:

1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena manusia (man-made

hazars) yang menurut United Nations International Strategy For Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards), dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).

2. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kawasan beresiko bencana

3. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.

(26)

rumahtangganya. Hasil penelitian Hastuti (2006) di lereng Gunung Merapi memaparkan bahwa adanya peristiwa letusan Gunung Merapi di Tahun 2006 menciptakan keterpurukan ekonomi rumahtangga karena kesulitan memperoleh pendapatan. Penelitian Rochana (2011) di Pesisir Bandar Lampung juga menyebutkan bahwa gelombang pasang telah menjadi bencana yang memporak-porandakan kehidupan pesisir. Seluruh aktivitas ekonomi produktif penangkapan ikan di laut beserta ikutannya terhenti oleh gelombang pasang. Sebagian bangunan fisik rumah masyarakat pesisir hancur luluh lantak. Rusaknya infrastruktur rumah sebagai sarana dasar untuk berteduh dan lumpuhnya perekonomian bagi masyarakat pesisir yang sebagian besar miskin yang berujung pada peningkatan kesulitan hidupnya.

Kerentanan Rumahtangga Petani

Kerentanan yaitu kecenderungan sistem kompleks adaptif mengalami pengaruh buruk dari keterbukaannya terhadap tekanan eksternal dan kejutan (Kasperson 1998 dalam Suryawati 2012). Kerentanan adalah manifestasi dari struktur sosial, ekonomi, politik, dan pengaturan lingkungan. Kerentanan dapat dilihat dari dua unsur, yaitu paparan terhadap resiko dan coping capacity. Manusia yang lebih memiliki kapasitas untuk mengatasi kejadian ekstrem, kerentanannya lebih sedikit terhadap resiko. Semakin rentan sebuah sistem, maka semakin rendah kapasitas kelembagaan dan masyarakat untuk beradaptasi dan membentuk perubahan (Adger et al. dalam Rochana 2011).

Menurut Hadianto et al. (2009), penetapan indikator kerentanan dilihat

berdasarkan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh di tingkat individu, masyarakat, wilayah dan institusi. Adapun beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap kerentanan sosial, diantaranya adalah kurangnya akses terhadap sumberdaya (informasi, pengetahuan, dan teknologi), terbatasnya akses terhadap kekuatan dan keterwakilan politik, modal sosial, koneksi dan jejaring sosial, adat kebiasaan dan nilai budaya. Selain itu, terdapat beberapa indikator kuantitatif kerentanan sosial ekonomi, diantaranya: usia (dibawah 5 tahun dan diatas 65 tahun), pendapatan, gender, dan status kerja. Dalam penelitian Sunarti (2007) menunjukkan bahwa pendidikan seseorang menentukan kemampuannya

dalam mengembangkan mekanisme coping dalam menghadapi situasi darurat

karena bencana.

Petani adalah kelompok orang yang sangat rentan. Hal ini diakibatkan oleh

SDM dan aksesnya yang terbatas. Menurut Hadianto et al.(2009), dalam kondisi

yang normal pun usaha tani adalah usaha yang rentan, ditambah lagi dengan adanya bencana yang memperparah kondisi kehidupan petani. Dalam hasil penelitian Suryawati (2012), kerentanan yang terdapat pada masyarakat di Laguna Segara Anakan diantaranya disebabkan kondisi SDM yang rendah yang dikarenakan kurangnya dukungan sarana dan prasarana pendidikan, akses dan mobilitas yang sangat rendah, serta penduduk yang berdiam di lokasi-lokasi yang sangat rawan bencana dengan dukungan fasilitas yang sangat terbatas.

Konsep Resiliensi

Menurut Adger (2000), resiliensi merupakan kebalikan dari kerentanan

(27)

kemampuan merespon dalam situasi krisis/konflik/darurat. Resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan dan kembali ke keadaan semula pada saat terjadi bencana. Resiliensi merupakan proses yang dinamis mencakup adaptasi yang positif saat rerjadi bencana. Resiliensi pada saat bencana adalah kemampuan untuk mencegah atau melindungi serangan dan ancaman yang memiliki banyak resiko dan kejadian. Resiliensi termasuk dalam sistem penguatan, membangun pertahanan, dan mengimplementasikan back up system, dan pengurangan kerugian (James et al. 2006 dalam Praptiwi 2009)

Palmer (1997) dalam Praptiwi (2009) mendeskrispsikan empat tipe resiliensi, yaitu:

1. Anomic survival; orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan 2. Regenerative resilience; dapat melengkapi usaha untuk mengembangkan

kompetensi dari mekanisme coping

3. Adaptive resilience; periode yang relatif berlanjut dari pelaksanaan dan strategi coping

4. Flourishing resilience; penerapan yang luas dari perilaku dan strategi coping

Michalski & Watson dalam Praptiwi (2009) memaparkan berbagai karakteristik rumahtangga yang memiliki resiliensi, yakni:

1. Kompeten dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan dalam

mengambil keputusan

2. Adanya pembagian tugas dalam rumahtangga

3. Fleksibilitas dan kemampuan adaptasi untuk mencapai tujuan

4. Kemampuan komunikasi yang baik

5. Mempunyai hubungan yang konsisten dengan sesama.

Resiliensi dalam hubungannya dengan ekonomi dapat dilihat dari ketahanan nafkah rumahtangga, dimana resiliensi diartikan sebagai kemampuan rumahtangga untuk bertahan ketika krisis keuangan. Selain hubungannya dengan faktor ekonomi, resiliensi juga dapat dihubungkan dengan faktor sosial-ekologi. Menurut Carpenter (2001) dalam Suryawati (2012), resiliensi sosial-ekologi adalah (1) jumlah gangguan yang dapat diserap oleh sistem dan berada dalam keadaan yang sama, (2) tingkatan dimana sistem memiliki kemampuan mengorganisir kembali dirinya, dan (3) tingkatan dimana sistem mampu membuat dan meningkatkan kapasitas untuk belajar dan beradaptasi. Sistem sosial-ekologis yang kehilangan resiliensi disebut sebagai sistem yang rentan.

Nafkah Rumahtangga Petani Pedesaan

Konsep nafkah memiliki arti sebagai cara hidup. Konsep ini biasanya

disejajarkan dengan konsep livelihood (mata pencaharian). Dharmawan (2006)

memberikan penjelasan bahwa livelihood memiliki pengertian yang lebih luas

daripada sekedar means of living yang bermakna secara sempit sebagai mata

(28)

Menurut Crow dalam Dharmawan (2001), terdapat aspek-aspek penting dalam strategi nafkah, yaitu:

1. Harus terdapat pilihan yang dapat dipilih oleh seseorang sebagai tindakan alternatif

2. Kemampuan melatih kekuatan

3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakapastian yang dihadapi

seseorang dapat diminimalisir

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa

seseorang

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk

dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda

6. Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalam rumahtangga.

Menurut Ellis (2000) pembentuk strategi nafkah dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Berasal dari on-farm

Merupakan strategi nafkah yang didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan sebagainya)

2. Berasal dari off-farm

Berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), konrak upah tenaga kerja non-upah dan lain-lain.

3. Berasal dari non-farm

Sumber pendapatan berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi lima, yaitu: upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian, usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri.

Ellis (2000) memaparkan terdapat lima tipe modal atau yang biasa disebut sebagai (livelihood asset), yakni:

1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan

dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

2. Modal alam yang meliputi segala sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan

manusia untuk kelangsungan hidupnya, seperti air, tanah. udara, hutan, dan sebaganya.

3. Modal sosial yaitu berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang

berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

4. Modal finansial yaitu berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa

diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi

5. Modal fisik yaitu modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti gedung, jalan dan sebagainya.

Scoones (1998) dalam Tulak (2009) menggolongkan strategi nafkah petani menjadi tiga golongan besar, yakni:

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang merupakan usaha penguasaan sektor

(29)

2. Pola nafkah ganda yang merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan)

3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara

mobilisasi/perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkular (migrasi)

Berdasarkan beberapa literatur, terdapat berbagai jenis strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga dalam meningkatkan kualitas hidupnya atau sekedar untuk mempertahankan hidupnya. Hasil penelitian Widiyanto (2009) pada petani tembakau di Lereng Gunung Sumbing, diketahui bahwa strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga petani tembakau dengan mengkombinasikan aset-aset (modal) yang dimiliki, yaitu: modal alami, modal fisik, modal finansial, modal sumberdaya manusia, dan modal sosial. Secara umum rumahtangga petani di daerah penelitian membangun beberapa strategi nafkah, yaitu: strategi produksi,

solidaritas vertikal, solidaritas horizontal, berhutang, patronase, srabutan,

akumulasi, dan manipulasi komoditas, sedangkan kelembagaan yang dibangun

oleh petani sebagai implementasi dari strategi nafkah adalah sistem nitip,

royongan, gabung hasil panen, dan maro.

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Analisis Penelitian Keterangan :

Berhubungan

Deskriptif Kerentanan

Tingkat Resiliensi Nafkah Penguasaan Livelihood Assets

Modal Alam Modal Manusia

Modal Sosial Modal Fisik Modal Finansial

Tingkat Pendapatan dari Sektor Pertanian

Tingkat Pendapatan dari Sektor Non- Pertanian

(30)

Usaha tani merupakan usaha yang rentan. Hal ini dikarenakan keterbatasan petani terhadap berbagai hal seperti akses terhadap informasi, teknologi dan sebagainya. Kerentanan pada petani diperparah dengan adanya ketergantungan terhadap alam yang sangat tinggi, sementara alam tidak dapat diprediksi dan tidak menentu. Kecamatan Kampung Laut merupakan representasi dari hal tersebut. Banjir rob yang merendam wilayah tersebut membuat kehidupan perekonomian masyarakat sekitar semakin sulit. Usaha yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan ini dengan cara menerapkan berbagai strategi untuk dapat tetap bertahan hidup. Beragam strategi dapat diterapkan oleh petani sesuai dengan kondisi alam dan karakteristik mereka masing-masing. Salah satunya dengan

penguasaan livelihood asset berupa modal fisik, alam, finansial, sosial, dan

manusia. Dengan penguasaan yang optimal, diduga pendapatan ekonomi rumahtangga akan meningkat pula.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan antara penguasaan livelihood asset yang terdiri dari

modal manusia, alam, fisik, finansial dan sosial yang dilakukan rumahtangga terhadap tingkat resiliensi rumahtangga petani

2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat resiliensi rumahtangga terhadap

struktur pendapatan yang dibangun rumahtangga baik dari sektor pertanian maupun non-pertanian

3. Diduga rumahtangga petani melakukan berbagai strategi nafkah untuk dapat

bertahan hidup.

Definisi Operasional

1. Livelihood Asset adalah lima modal sumberdaya yang dimanfaatkan dalam penerapan strategi nafkah. Kelima modal tersebut antara lain:

a. Tingkat modal manusia, dilihat dari tingkat pendidikan, penggunaan

tenaga kerja, dan tingkat alokasi tenaga kerja Berikut merupakan pemaparan dari masing masing variabel.

- Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang

dijalani. Tingkat pendidikan termasuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori :

a. Rendah : tidak sekolah atau lulus SD

b. Sedang : lulus SMP

c. Tinggi : lulus SMA atau PT

- Tingkat penggunaan tenaga kerja adalah jumlah orang yang

dipekerjakan dalam usahatani yang dijalankan. Tingkat penggunaan tenaga kerja masuk ke dalam jenis data ordinal, dengan kategori:

a. Rendah : apabila tidak menggunakan orang lain

b. Sedang : apabila mengunakan satu orang

(31)

- Tingkat alokasi tenaga kerja adalah jumlah anggota rumahtangga yang memiliki pendapatan. Pengkategorian variabel ini sebagai berikut:

a. Rendah, apabila hanya kepala keluarga yang bekerja

b. Sedang, apabila ibu dan bapak yang bekerja

c. Tinggi, apabila seluruh anggota keluarga dengan usia produktif

bekerja.

Pengskoran4 untuk tingkat modal manusia adalah sebagai berikut:

Rendah (3 – 5), sedang (6 – 7), dan tinggi (8 – 9)

b. Tingkat modal alam adalah luas kepemilikan lahan pertanian oleh

rumahtangga petani. Kategori variabel tingkat modal alam termasuk dalam jenis data ordinal yang diperoleh dari lapangan, berikut penggolongannya:

a. Rendah, apabila luas lahan yang dimiliki 150 m2 – 850 m2

b. Sedang, apabila luas lahan yang dimiliki 851 m2– 1551m2

c. Tinggi, apabila luas lahan yang dimiliki > 1551 m2

c. Tingkat modal sosial dilihat berdasarkan tiga aspek, yakni kekuatan

jaringan, kepercayaan, tingkat kepatuhan terhadap norma. Rincian ketiga aspek tersebut sebagai berikut :

- Kekuatan jaringan adalah hubungan-hubungan yang terjalin antara

sesama masyarakat yang dapat dilihat dari aspek hubungan pertetanggaan, pertemanan, kerja, maupun hubungan dengan pemangku desa

- Kepercayaan meliputi kepercayaan pada keluarga, tetangga, orang

dari kelas yang berbeda, pada pemilik usaha, pada aparat pemerintah

- Kepatuhan terhadap norma meliputi kesediaan menolong orang lain,

kepedulian pada orang lain, keterbukaan pada orang lain.

Tingkat modal sosial termasuk dalam jenis data ordinal, adapun pengkategoriannya sebagai berikut:

a. Rendah, apabila hanya memiliki satu aspek saja

b. Sedang, apabila memiliki dua aspek

c. Tinggi, apabila memiliki ketiga aspek

d. Tingkat modal finansial adalah investasi keuangan yang dapat

dimanfaatkan untuk mengelola sumber daya dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tingkat tabungan dan tingkat pinjaman. Tingkat tabungan akan dilihat berdasarkan tingkat pendapatan dan pengeluaran, seperti berikut :

a. Rendah, apabila tabungan bernilai negatif (tidak memiliki) dan

rumahtangga memiliki pinjaman

b. Sedang, apabila tabungan bernilai negatif (tidak memiliki) dan

rumahtangga tidak memiliki pinjaman

c. Tinggi, apabila tabungan bernilai positif (memiliki) dan tidak

memiliki pinjaman

e. Modal fisik adalah berbagai sarana dan prasarana fisik yang dibangun

untuk tujuan-tujuan pembangunan dan penghidupan masyarakat, seperti infrastruktur jalan, listrik, sarana pendidikan dan kesehatan. Tingkat modal fisik akan diukur dengan melihat kepemilikan alat-alat yang mendukung

4

(32)

dalam aktifitas nafkah rumahtangga, seperti sepeda motor, traktor dan warung. Tingkat modal fisik termasuk dalam jenis data ordinal, adapun pengkategoriannya sebagai berikut:

a. Rendah, apabila tidak memiliki alat-alat yang mendukung aktifitas

nafkah

b. Sedang, apabila memiliki satu alat-alat yang mendukung aktifitas

nafkah

c. Tinggi, apabila memiliki dua atau lebih alat yang mendukung aktifitas

nafkah

Pengskoran untuk tingkat penguasaan livelihood asset adalah sebagai berikut: rendah (5 – 8), sedang (9 – 12), tinggi (13 – 15)

2. Tingkat resiliensi nafkah adalah lama waktu yang dibutuhkan oleh

rumahtangga untuk recovery ketika terjadi krisis. Variabel tingkat resiliensi nafkah termasuk dalam jenis data ordinal, berikut pengkategoriannya berdasarkan data yang diperoleh di lapang:

a. Rendah, apabila rumahtangga membutuhkan waktu 1 sampai 5 bulan

untuk kembali ke kondisi normal

b. Sedang, apabila rumahtangga membutuhkan waktu 6 sampai 11 bulan

untuk kembali ke kondisi normal

c. Tinggi, apabila rumahtangga membutuhkan waktu lebih dari 11 bulan

untuk kembali ke kondisi normal

3. Tingkat variasi nafkah adalah jumlah aktifitas nafkah yang dilakukan oleh

rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat variasi nafkah termasuk pada data ordinal. Berikut pengkategoriannya:

a. Rendah, apabila hanya memiliki satu aktifitas nafkah

b. Sedang, apabila memiliki dua aktifitas nafkah

c. Tinggi, apabila memiliki tiga aktifitas nafkah

4. Tingkat pendapatan pertanian adalah total uang yang diterima oleh

rumahtangga dari bekerja di sektor pertanian seperti bertani, berternak, dan menangkap ikan. Variabel tingkat pendapatan pertanian merupakan data ordinal. Penentuan kategori tingkat pendapatan pertanian disesuaikan dengan data yang diperoleh di lapang. Berikut penggolongannya:

a. Rendah, jika pendapatan Rp. 500 000 – Rp. 6 800 000 per tahun

b. Sedang, jika pendapatan Rp. 6 800 001 – Rp. 13 100 000 per tahun

c. Tinggi, jika pendapatan > Rp. 13 100 000 per tahun

5. Tingkat pendapatan non pertanian adalah total uang yang diterima oleh

rumahtangga dari bekerja di non sektor pertanian seperti berdagang, membuat gula kelapa, menjadi kuli angkut dan sebagainya. Variabel tingkat pendapatan non pertanian merupakan data ordinal. Penentuan kategori tingkat pendapatan non pertanian disesuaikan dengan data yang diperoleh di lapang. Berikut penggolongannya:

a. Rendah, jika pendapatan Rp. 500 000 – Rp. 9 033 000 per tahun

b. Sedang, jika pendapatan Rp. 9 033 001 – Rp. 17 566 000 per tahun

(33)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan dan analisis data. Berikut uraian dari masing-masing bagian tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pertanian di daerah tersebut, serta letaknya yang berada di Laguna Segara Anakan yang menjadikan desa ini cukup unik dibandingkan dengan desa lainnya. Penelitian ini difokuskan pada dua dusun, yakni Dusun Lempong Pucung dan Klaces. Data yang diperoleh dari masing-masing dusun disandingkan untuk melihat perbandingan dan variasi data.

Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur yang terkait dengan lokasi penelitian. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian sekitar enam bulan.

Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun dan Efendi 1989). Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan. Metode lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti data monografi desa.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Dusun Lempong Pucung dan Klaces, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga petani. Pemilihan responden dilakukan

dengan teknik simple cluster sampling. Jumlah sampel yang akan dijadikan

(34)

Tabel 1. Metode pengumpulan data Teknik

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan

Kuesioner  Karakteristik responden

 Penguasaan livelihood assets

 Struktur pendapatan pertanian

 Struktur pendapatan non-pertanian

 Struktur pengeluaran

Wawancara mendalam

 Bagaimana bencana mempengaruhi penghidupan

petani

 Bagaimana petani membentuk strategi dalam

bertahan hidup

 Bagaimana strategi nafkah petani

 Dampak dari bencana

 Bentuk resiliensi petani

Observasi lapang  Aktivitas yang dilakukan oleh petani

analisis dokumen  Gambaran umum desa melaui data monografi

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan reduksi data, yakni pemilihan, pemusatan perhatian, serta penyederhanaan terhadap data sehingga menjawab tujuan penelitian. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan microsoft excel 2007 sebelum dimasukan ke perangkat lunak SPSS for Windows versi 20 untuk mempermudah pengolahan data. Uji statistik yang

digunakan yakni uji korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan antara

(35)

PROFIL MASYARAKAT KAMPUNG LAUT

Pada bab ini, akan dipaparkan mengenai sejarah munculnya Kampung Laut yang berasal dari proses sedimentasi. Selain itu, dipaparkan pula mengenai pola

penguasaan lahan yang terjadi setelah munculnya “tanah timbul”, serta bagaimana

kondisi sosial ekonomi dan fisik masyarakat Kampung Laut secara umum.

Sejarah Munculnya Tanah Timbul

Kecamatan Kampung Laut berada di Laguna Segara Anakan yang berdiri sejak tahun 2004. Kecamatan Kampung Laut terdiri dari empat desa; Panikel, Ujung Alang, Ujung Gagak, dan Klaces. Kondisi wilayah kawasan Segara Anakan termasuk di dalamnya Kecamatan Kampung Laut merupakan wilayah pengembangan sungai Citanduy bagian hilir yang berada diantara pantai selatan Jawa Tengah bagian barat dengan pulau Nusakambangan. Segara Anakan merupakan perairan payau karena percampuran air tawar yang mengalir dari sungai Citanduy, Cibeureum, Donan dan Cikonde serta beberapa sungai lainnya yang bermuara langsung di Segara Anakan dan bercampur dengan air laut Samudera Hindia.

Menurut hasil penelitian Farid et al. (2009), Kampung Laut muncul dari proses sedimentasi muara sungai Citanduy dan Cimeneng yang disebut sebagai tanah timbul. Sedimentasi yang terjadi di wilayah Segara Anakan sangat tinggi,

diperkirakan mencapai 1 juta m3 pertahun. Suryawati (2012) dalam penelitiannya

menyampaikan bahwa telah terjadi penyempitan laguna disetiap tahunnya. Berikut pembagian tahun menurut hasil penelitiannya.

Tabel 2 Kondisi penyusutan wilayah Segara Anakan menurut periode waktu

Periode Kondisi

1980 – 1985  Meletusnya Gunung Galunggung pada Tahun 1982

diyakini sebagian masyarakat sebagai pemicu terjadinya sedimentasi di Segara Anakan.

 Terjadi penyusutan laguna sebesar 247 ha akibat

sedimentasi

 Mata pencaharian warga mulai berubah dari nelayan

menjadi petani padi sawah tetapi belum secara menyeluruh. Perikanan masih memberi hasil yang mencukupi

 Terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran dari

daratan Jawa ke Kampung Laut dengan tujuan mencoba bercocok tanam di tanah timbul, hal ini mengakibatkan kenaikan jumlah populasi di Segara Anakan

 Warga mulai mematok wilayah yang diyakini sebagai

(36)

1986 – 1990  Sedimentasi terus berlanjut, terjadi penambahan daratan seluas 74 ha dan penyempitan laguna seluas 346 ha.

 Penambahan pemukiman seluas 2 ha.

 Pemerintah desa mulai mengatur pembagian tanah

timbul kepada setiap rumahtangga seluas 0.5 ha

 Kegiatan pertanian terus meningkat dengan adanya

bantuan pengelolaan air dari yayasan keagamaan.

 Jumlah pendatang terus meningkat.

1991 – 1995  Sedimentasi terus berlanjut, terjadi penambahan daratan

seluas 1 339 ha dan penyempitan laguna seluas 719 ha.

 Penambahan pemukiman seluas 3 ha.

 Produksi perikanan dan pendapatan nelayan drastis

menurun

 Perubahan ekologi tersebut mendorong berkembangnya

jenis perekonomian baru, yakni tambak ikan.

1996 – 2000  Sedimentasi terus berlanjut, terjadi penambahan daratan

seluas 631 ha dan penyempitan laguna seluas 594 ha.

 Penambahan pemukiman seluas 5 ha.

 Cakupan areal mangrove yang cukup luas mengundang

para inverstor untuk mengusahakan pertambakan secara intensif. Petambak-petambak tersebut berasal dari luar

daerah seperti Pangandaran, Jakarta, Lampung,

Karawang dan Pekalongan.

 Pada periode ini, terjadi degradasi lingkungan yang

sangat cepat.

 Pengurangan luasan mangrove berdampak pada ekologi

dan kehidupan masyarakat.

 Usaha pertambakan yang dilakukan investor tenyata

berhasil yang kemudian mengundang masyarakat sekitar untuk menirunya. Namun hal ini gagal karena mereka melakukannya pada lahan-lahan yang baru terbentuk, serta sistem irigrasi yang buruk.

2001 – 2012  Sedimentasi terus berlanjut, terjadi penambahan daratan

seluas 631 ha dan penyempitan laguna seluas 366 ha.

 Antara tahun 2000 – 2005 dilakukan tiga kali

pengerukan untuk mengurangi sedimentasi. Petani yang tanahnya dipergunakan untuk membuang hasil kerukan

memperoleh kompensasi untuk tanaman-tanaman

ekonomis seperti kelapa. Adanya pengerukan juga membuat perairan menjadi keruh, sehingga menghambat nelayan dalam melaut, sehingga nelayan juga diberikan kompensasi.

(37)

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, tampak perubahan ekologi yang terjadi di Segara Anakan selalu diikuti dengan penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh masyarakat. Perubahan mata pencaharian dari nelayan menjadi petani memang upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk tetap bertahan hidup, namun keterbatasan keterampilan dalam bercocok tanam menjadi hambatan tersendiri bagi mereka. Mendatangkan petani dari luar daerah adalah jalan keluar dari permasalahan yang ada. Semakin hari, jumlah pendatang di Kampung Laut terus bertambah.

Sumber : KPKSA (2009)

Gambar 2 Perubahan luasan Segara Anakan Tahun 1984 – 2003

Sedimentasi yang terus terjadi dengan laju yang sangat tinggi menimbulkan kekhawatiran akan kelestarian Laguna Segara Anakan. Proses sedimentasi di Laguna Segara Anakan terjadi karena beberapa hal. Salah satunya karena penggunaan lahan yang tidak berkesinambungan terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Kondisi alam di sekitar DAS Citanduy juga terus mempengaruhi kecepatan laju sedimentasi. Tingginya curah hujan pada daerah

hulu yang mencapai 3 000 – 5 500 mm telah membawa partikel tanah yang

berasal dari wilayah sekitarnya. Begitu pula dengan daun-daunan kering yang terseret air masuk ke dalam aliran sungai (Ramadhan A dan Hafsari D 2012).

Penguasaan Tanah Timbul

Dalam UUPA1960, tanah timbul adalah tanah milik negara. Masyarakat dapat memiliki hak kuasa atas tanah timbul dengan sepengetahuan dan izin negara (Farid et al. 2009). Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan warga untuk

(38)

yakni pembagian lahan yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga Kampung Laut atas seluas tanah. Sistem ini dilakukan sejak tahun 1980-an. Masyarakat dapat membuka lahan seluas 350 ubin bagi masing-masing rumahtangga dan menentukan sendiri letaknya. Saat ini, sistem ini tidak dapat lagi dilakukan mengingat luasan lahan yang sudah habis dibagi rata pada seluruh masyarakat Kampung Laut.

Munculnya tanah timbul pastinya menimbulkan persengketaan antara berbagai pihak yang bersangkutan atas tanah tersebut. Menurut hasil penelitian Farid et al. (2009), terdapat beberapa konflik pengelolaan di atas tanah timbul. Berikut disajikan pada tabel.

Tabel 3 Berbagai konflik yang melibatkan beberapa aktor di Kampung Laut

Aktor Masalah

Masyarakat asli dan pendatang

Masyarakat Kampung laut adalah pertemuan warga pendatang dengan warga asli. Pada proses pendistribusian lahan tanah timbul muncul konfik atas akses lahan antara

Meningkatnya luasan tanah timbul secara terus menerus mengakibatkan perselisihan interpretasi batas-batas tanah

timbul. Setelah dilakukan trukah, masyarakat meyakini

bahwa batasan lahan mereka berada diluar batas wilayah perhutani, namun perhutani tetap bersikukuh bahwa tanah timbul tersebut masuk ke wilayah mereka.

Masyarakat dan beberapa orang saja yang memiliki surat hak atas tanah yang dianggap sah oleh pemerintah desa. Pemerintah desa yang dianggap memiliki kuasa terhadap pengelolaan tanah timbul serta pendistribusiannya dianggap sebagai makelar tanah yang dapat menjual beli surat penguasaan lahan tanah timbul.

Masyarakat dan investor (konflik pengelolaan)

Usaha investor tidak mendapat dukungan oleh masyarakat Kampung Laut. Beragam bentuk perlawanan ditunjukkan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk penolakannya seperti melakukan pencurian udang-udang, penjarahan serempak hasil panen, turut serta dalam panen hasil tambak namun tidak dikembalikan kepada pemilik tambak.

Masyarakat dan LP

Nusakambangan (konflik klaim)

Adanya tanah timbul di area LP Nusakambangan mengakibatkan konflik antara masyarakat dan LP Nusakambangan. Masyarakat sempat ditegur oleh pihak LP Nusakambangan karena dianggap mengolah lahan milik LP Nusakambangan. Pada kasus ini, sempat terjadi pembakaran gubug (rumah sementara)

Sumber : Farid et al. (2009)

(39)

tindih penguasaan lahan. Selain itu, adanya usaha investor yang melakukan usaha pertambakan di wilayah Kampung Laut juga mengundang perlawanan dari masyarakat setempat

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Sub-bab sebelumnya telah menjelaskan bahwa jumlah pendatang di setiap tahunnya terus meningkat. Tahun 2000 sampai 2010 jumlah penduduk terus bertambah dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2.7 persen. Mayoritas pendatang di Kampung Laut berasal dari Jawa Barat, sehingga bahasa yang digunakan Jawa dan Sunda. Ikatan kekerabatan antar penduduk masih tergolong kuat satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari silsilah keluarga yang masih menyambung antar keluarga. Kondisi seperti ini cukup menguntungkan bagi masyarakat apabila terjadi konflik. Kelembagaan yang terbentuk dan tergolong kuat di kedua desa yaitu kelembagaan informal yaitu seperti pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak, serta kelompok badminton remaja. Kelembagaan informal ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dibandingkan dengan kelembangaan formal yang ada. Kondisi kelembagaan formal yang ada terutama di Desa Klaces dan Ujung Alang masih lemah khususnya PKK dan Karang Taruna.

Dahulu, mayoritas penduduk di Kecamatan Kampung Laut adalah berprofesi sebagai nelayan dan petani. Meskipun kegiatan pertanian mulai berkembang, mayoritas penduduk asli memilih tetap menjadi nelayan karena masih memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar. Sedimentasi yang mengakibatkan dangkalnya wilayah perairan mengakibatkan banyak nelayan yang berganti profesi sebagai petani. Menurut penuturan salah satu informan, jumlah ikan yang didapat tidak lagi melimpah seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga kadang hanya cukup untuk kebutuhan makan rumahtangga saja.

Lembaga keuangan formal tidak ada di Kecamatan Kampung Laut, sehingga sebagian besar masyarakat meminjam pada kerabat ataupun kepada warga yang memiliki modal berlebih. Biasanya, uang yang dipinjam akan dikembalikan dengan hasil tangkapan ataupun hasil panen di sawah. Hasil yang diperoleh dari pertanian dan perikanan sebenarnya sudah sangat tidak mendukung lagi. Perikanan yang menggantungkan produksi pada jumlah ikan yang melimpah sudah tidak menjanjikan lagi. Pertanian sawah juga menghadapi kendala masuknya air asin ke lahan yang mengakibatkan produkivitas pertanian pun menurun. Kedua hal inilah yang mengakibatkan pendapatan dari sektor pertanian secara luas tidak dapat diandalkan, sehingga banyak warga yang beralih ke sektor non-pertanian.

Kondisi Fisik

(40)

kayu tancang5. Kayu yang digunakan pada waktu itu mudah ditemukan di hutan-hutan bakau, adapula yang memperolehnya dari Nusakambangan. Menjelang tahun 1980-an rumah-rumah panggung tersebut semakin menghilang tergerus waktu. Salah satu penyebabnya adalah dangkalnya wilayah perairan. Masyarakat setempat menggunakan tanah timbul untuk menimbun kolong-kolong rumah yang tergenang air, sehingga tidak diperlukan tiang-tiang penyangga lagi. Salah satu penyebab lainnya adalah semakin sulitnya memperoleh kayu untuk dijadikan tancang, sehingga kebanyakan warga memilih untuk menimbun kolong rumah dengan tanah.

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Laut dapat dikatakan masih belum baik. Salah satu contoh yang paling nyata adalah kelangkaan air bersih dan energi listrik. Pemenuhan kebutuhan air bersih sangat terbatas, biasanya masyarakat terutama yang berada di Desa Ujung Gagak dan Dusun Motean memperoleh air bersih untuk mandi dan masak dari Nusakambangan. Jaringan listrik dari PLN pun belum merata di semua wilayah, hanya di Desa Panikel dan Ujung Gagak yang sudah mendapatkan fasilitas PLN karena wilayahnya sudah menyatu dengan daratan Jawa. Berbeda dengan Desa Klaces dan Ujung Alang, masyarakat di kedua desa baru bisa menikmati aliran listrik dari PLN semenjak akhir tahun 2012. Sebelumnya warga hanya memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), itupun belum merata ke semua penduduk, hanya 100 KK di masing-masing desa yang dipilih dengan sistem dikocok. Listriknya pun tidak menyala sepanjang hari, melainkan hanya pada jam 6 sore sampai jam 10 malam. Bagi sebagian warga, menggunakan genset merupakan jalan keluar dari kegelapan. Selain itu, infrastruktur jalan di Desa Ujung Alang khususnya Dusun Lempong Pucung baru dirasakan semenjak akhir tahun 2013 lalu (belum merata), berbeda dengan Desa Klaces yang lebih dahulu merasakannya yakni pada tahun 2005.

Ikhtisar

Kecamatan Kampung Laut merupakan wilayah yang berada di Laguna Segara Anakan yang berdiri sejak tahun 2004. Kondisi wilayah Kawasan Segara Anakan termasuk didalamnya Kecamatan Kampung Laut merupakan wilayah pengembangan sungai Citanduy bagian hilir yang berada diantara Pantai Selatan Jawa Tengah bagian barat dengan Pulau Nusakambangan. Menurut hasil

penelitian Farid et al. (2009), Kampung Laut muncul dari proses sedimentasi

muara sungai Citanduy dan Cimeneng yang disebut sebagai tanah timbul. Sedimentasi yang terjadi di wilayah Segara Anakan sangat tinggi, diperkirakan mencapai 1 juta m3 pertahun.

Dalam UUPA1960, tanah timbul adalah tanah milik negara. Masyarakat dapat memiliki hak kuasa atas tanah timbul dengan sepengetahuan dan izin negara (Farid et al. 2009). Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan warga untuk dapat mendapatkan hal akses terhadap tanah timbul adalah dengan sistem trukah, yakni pembagian lahan yang dilakukan oleh pemerintah kepada warga Kampung

5

(41)

Laut atas seluas tanah. Munculnya tanah timbul pastinya menimbulkan persengketaan antara berbagai pihak yang bersangkutan atas tanah tersebut. Secara umum, permasalahan yang terdapat diantara beberapa aktor tersebut adalah batas wilayah yang tidak jelas sehingga terjadi perebutan dan tumpang tindih penguasaan lahan. Selain itu, adanya usaha investor yang melakukan pertambakan di wilayah Kampung Laut juga mengundang perlawanan dari masyarakat setempat.

(42)
(43)

PENGUASAAN

LIVELIHOOD ASSET

RUMAHTANGGA

PETANI

Bab ini membahas mengenai penguasaan livelihood asset yang dimiliki oleh rumahtangga petani Dusun Klaces dan Dusun Lempong Pucung. Adapun livelihood asset dilihat berdasarkan kepemilikan lima modal, yakni modal alam, manusia, sosial, finansial, dan fisik. Adanya kepemilikan kelima modal tersebut oleh rumahtangga petani akan mempengaruhi penghidupan mereka. Modal manusia dalam penelitian ini mencakup tingkat pendidikan, alokasi tenaga kerja rumahtangga, tingkat penggunaan tenaga kerja, usia, dan status kependudukan. Modal alam mencakup pola penguasaan lahan dan luas lahan, baik lahan di tanah timbul maupun di dataran tinggi Nusakambangan. Modal finansial mencakup tabungan dan pinjaman. Modal fisik mencakup kepemilikan asset yang mendukung perekonomian rumahtangga petani. Terakhir, modal sosial mencakup norma, nilai, dan jejaring yang terdapat dalam rumahtangga petani.

Modal Manusia

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Berdasarkan data primer yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa dari 60 responden (30 di Dusun Klaces dan 30 di Dusun Lempong Pucung) rata-rata yang terlibat dalam usaha tani adalah hanya tamatan Sekolah Dasar. Sebagian warga memaparkan bahwa mereka hanya mengikuti Sekolah Rakyat (SR). Penelitian ini mengkategorikan responden menjadi tiga golongan, yakni rendah (tidak bersekolah atau tamatan SD), sedang (tamatan SMP), dan tinggi (tamatan SMA atau Perguruan Tinggi). Sebarannya dapat dilihat pada gambar berikut.

(44)

Berdasarkan Gambar 3 tersebut, tingkat pendidikan antara Dusun Lempong Pucung dan Klaces terlihat berbeda, dimana petani di Dusun Lempong Pucung lebih tinggi pada kategori tingkat pendidikan yang rendah dan cenderung rendah pada kategori tingkat pendidikan sedang dan tinggi. Salah satu penyebab dari perbedaan tingkat pendidikan di kedua dusun tersebut adalah akses yang cukup jauh untuk mencapai sarana pendidikan di Dusun Lempong Pucung.

Keterkaitan antara tingkat pendidikan terhadap aktifitas nafkah yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh di lapang, diketahui bahwa tingkat pendidikan ternyata memiliki hubungan dengan pilihan aktifitas nafkah yang dapat mereka lakukan. Mereka yang termasuk kategori sedang dan tinggi cenderung dapat memiliki pilihan aktifitas nafkah yang beragam, misalnya dapat menjadi guru PAUD dan SD, serta menjadi perangkat desa.

Alokasi Tenaga Kerja Rumahtangga

Tingkat alokasi tenaga kerja adalah jumlah anggota rumahtangga yang memiliki pendapatan. Alokasi tenaga kerja dalam rumahtangga sangat mempengaruhi tingkat pendapatan rumahtangga. Rumahtangga yang hanya berpegang pada satu orang sebagai pencari nafkah rumahtangga akan cenderung lebih rentan secara perekonomian dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki beberapa anggota sebagai pencari nafkah. Berikut data yang ditemukan dilapang dari kedua dusun.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut alokasi tenaga kerja di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

No

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

(45)

Ibu-ibu di sini rata-rata tidak ada kegiatan. Dulu ada program pemerintah membuat kerajinan tangan, tetapi ibu-ibu di sini enggan dan bermalas-malasan mengikutinya, katanya mereka tidak kreatif dan tidak memiliki bakat”

Pemaparan tersebut diungkapkan oleh ibu rumahtangga yang berada di Dusun Lempong Pucung. Apabila kedua dusun dibandingkan, ibu-ibu di Dusun Klaces masih lebih kreatif dalam mencari tambahan pendapatan bagi rumahtangganya, seperti menjual kue, membuka warung ataupun membantu di tempat produksi tempe.

Sebenarnya kalangan ibu-ibu juga memiliki peluang bekerja sebagai buruh tani sama seperti laki-laki. Namun upah yang diterima tidak sama antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki biasanya dibayar Rp. 40 000 dalam sehari, sedangkan perempuan hanya Rp. 35 000 dalam sehari. Alasan ini dipaparkan oleh salah satu warga dikarenakan tenaga yang dicurahkan berbeda antara laki-laki dan perampuan. Biasanya laki-laki lebih kuat dan cekatan.

Tingkat Penggunaan Tenaga Kerja

Tingkat penggunaan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani yang dilakukan oleh rumahtangga. Penggunaan tenaga kerja bagi masing-masing rumahtangga berbeda-beda, bergantung pada kondisi perekonomian dan luas lahan yang dimiliki. Berikut pemaparan untuk kedua dusun.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut penggunaan tenaga kerja di Dusun Klaces dan Lempong Pucung tahun 2013 - 2014

No

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1. Hanya sendiri 4 13 6 20

Tabel 5 tersebut memaparkan bahwa pada umumnya rumahtangga petani

menggunakan tenaga tambahan dalam mengelola usahataninya

.

Biasanya

Gambar

Gambar 1. Kerangka Analisis Penelitian
Tabel 1. Metode pengumpulan data
Tabel 2  Kondisi penyusutan wilayah Segara Anakan menurut periode   waktu
Gambar 2  Perubahan luasan Segara Anakan Tahun 1984 – 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini sebagian masyarakat menyimpan tanaman zodra pada pot di dalam ruangan, sehingga selain memberikan aroma yang khas, juga aromanya dapat menghalau nyamuk

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado antara arahan dalam RTRW Kota Manado 2010-2030

Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, umur berbunga (lama fase vegetatif), umur masak (lama fase

BPR-BKK Purwokerto Utara; konsep dan fungsi pemasaran dalam dunia bisnis, termasuk didalamnya konsep segmentasi pasar; konsep kredit, fungsi, dan teknik

a) Alat pelajaran, adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses pembelajaran. Contohnya buku, alat tulis, dan alat praktik. b) Alat peraga, adalah alat bantu

Tempat ini akan menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak jalanan, dimana mereka akan mendapatkan pendidikan ilmu pengetahuan, agama dan juga pengembangan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan organization

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula KSB (kemiri sunan 25% + bandotan 5%) pada konsentrasi 10 ml/ l menghasilkan nilai persentase serangan PBK terendah, sedangkan formula