DI KOTA SURABAYA
SKRIPSI
PRASTYO BANGUN NUSWANTARA 0411010021 / FE/EP
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadiran Allah SWT, yang
telah memberikan Taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul :
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Di Kota Surabaya”.
Adapun maksud penyusunan skripsi ini adalah memenuhi salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit bantuan yang penulis
peroleh dari Dr. Syamsul Huda, SE. MT, selaku Dosen Pembimbing, Dirjen Pajak
Kanwil I Jawa Timur, Badan Pusat Statistik Surabaya Selatan, Disnaker Jawa
Timur serta dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE. MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Drs. Ec. Marseto, DS. MSi, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
bermanfaat bagi penulis sejak awal hingga terselesainya skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Djohan Mashudi, SE. MSi, selaku Dosen Wali.
6. Para Dosen & Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Pimpinan beserta Staf Karyawan Dirjen Pajak Kanwil I Jawa Timur.
8. Pimpinan beserta Staf Karyawan Badan Pusat Statistik Surabaya Selatan.
9. Pimpinan beserta Staf Karyawan Disnaker Jawa Timur.
10. Terima kasih kepada kekasihku tercinta Oktavia Saputri dengan kesabarannya
senantiasa menemani, memberikan semangat, serta do’a yang senantiasa
diberikan kepada penulis setiap saat tanpa mengenal waktu.
11. Terima kasih secara khusus kepada Ayahanda Supriyono dan Ibunda Ninik,
atas perhatian, kasih sayang, bimbingan, dan kesabarannya, serta do’a yang
senantiasa diberikan kepada penulis setiap saat tanpa mengenal waktu yang
tidak pernah penulis dapat membalas semuanya.
Barang kali ucapan terima kasih saja tidak cukup untk membalas segala
kebaikan yang diberikan kepada penulis, namun inilah yang hanya penulis
sampaikan dari dasar sanubari yang tulus dan paling dalam, semoga Allah SWT
berkenan memberikan berkah dan imbalan atas segala bantuan dari berbagai
pula kata yang penulis sampaikan kecuali manfaat atas segala kekurangan dan
kesalahan penyajian dalam skripsi ini. Mudah – mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan yang memerlukan.
Surabaya, Januari 2010
Kata Pengantar ... i
Daftar isi ... iv
Daftar tabel ... vii
Daftar gambar ... viii
Abstraksi ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8
2.2 Landasan Teori ... 11
2.2.1. Pengertian Pajak ... 11
2.2.1.1Fungsi Pajak ... 13
2.2.1.2Pengelompokan Pajak ... 14
2.2.1.3Asas-asas Pemungutan Pajak ... 15
2.2.1.4Sistem Pemungutan Pajak ... 16
2.2.1.5Tarif Pajak ... 17
2.2.2. Hubungan Tarif Pajak Dengan Penerimaan Pajak ... 19
2.2.2.1Pajak Penghasilan ... 21
2.2.2.2Subyek Pajak dan Wajib Pajak ... 21
2.2.2.3Obyek Pajak ... 25
2.2.2.4Tidak Termasuk Obyek Pajak ... 28
2.2.3. Pelaksanaan Pemungutan Pajak ... 29
2.2.4. Pajak dan Retribusi ... 30
2.2.6. Pengertian Teori Pendapatan Nasional ... 37
2.2.6.1 Pengertian Pendapatan Perkapita ... 40
2.2.7. Penduduk ... 41
2.3 Kerangka Pikir ... 43
2.4 Hipotesis ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 47
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 48
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 48
3.3.1 Jenis Data ... 48
3.3.2 Sumber Data ... 49
3.4. Teknik Analisa dan Uji Hipotesis ... 50
3.4.1 Teknik Analisa ... 50
3.4.2 Uji Hipotesis ... 51
3.5. Asumsi Klasik ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 58
4.1.1 Kondisi Geografis ... 58
4.1.2 Kependudukan ... 59
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 60
4.2.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Penghasilan ... 61
4.2.2 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak ... 62
4.2.3 Perkembangan UMR ... 62
4.2.4 Perkembangan Pendapatan Perkapita ... 63
Best Linier Unbiased Estimator ... 65
4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 69
4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan ... 70
4.3.3 Uji Hipotesis Secara Parsial ... 72
4.3.4 Pembahasan ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1. Perbedaan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri ... 24
Tabel 2. Perkembangan Penerimaan Pajak Penghasilan Tahun 2000-2008 ... 61
Tabel 3. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2000-2008 ... 62
Tabel 4. Perkembangan UMR Tahun 2000-2008 ... 63
Tabel 5. Perkembangan Pendapatan Perkapita Tahun 2000-2008... 64
Tabel 6. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2008... 65
Tabel 7. Tes Multikolinear ... 67
Tabel 8. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi ... 68
Tabel 9. Analisis Varian (ANOVA)... 70
Gambar 1. Kurva Laffler ... 20
Gambar 2. Kurva Penentuan Tingkat Upah dan Kesempatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Tradisional Permintaan dan
Penawaran Tenaga Kerja ... 36
Gambar 3. Kerangka Pikir ... 45
Gambar 4. Kurva Distribusi Penerimaan Atau Penolakan
Hipotesis Secara Simultan ... 53
Gambar 5. Kurva Distribusi Penerimaan Atau Penolakan
Hipotesis Secara Parsial ... 54
Gambar 6. Distribusi Daerah Keputusan Autokorelasi ... 56
Gambar 7. Distribusi Kriteria Penerimaan Atau Penolakan
Hipotesis Secara Simultan Atau Keseluruhan ... 71
Gambar 8. Kurva Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Jumlah
Wajib Pajak (X1) Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (Y) .. 73
Gambar 9. Kurva Distribusi Hasil Analsis Secara Parsial Faktor
Upah Minimum Regional (X2) Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan (Y) ... 74
Gambar 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor
Pendapatan Perkapta (X3) Terhadap Penerimaan
Pajak Penghasilan (Y) ... 75
Gambar 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor
Jumlah Penduduk (X4) Terhadap Penerimaan Pajak
Oleh Prastyo Bangun Nuswantara
Abstraksi
Adanya fluktuasi harga minyak bumi yang tidak menentu di pasaran dunia, maka Indonesia tidak dapat lagi mengandalkan sumber penerimaan dari sektor migas. Untuk itu pemerintah terus herusaha mencari alternative pembiayaan dalam negeri diluar sektor penerimaan migas sebagai sumber dana dalam meningkatkan kegiatan pembangunan. Gambaran tersebut menunjukkan betapa mendesaknya upaya peningkatan penerimaan dan sektor nonmigas khususnya pajak, yang diharapkan menjadi andalan utama dan dapat menggantikan sumber dan yang berasal dari migas.
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang bisa dikumpulkan atau diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Dirjen Pajak Kanwil Jawa Timur I dan Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur selama 9 tahun mulai 2000-2008. Data yang dianalisis menggunaan model regresi Linear berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui masing-masing variable bebas (X) yang terdiri dari variable Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum Regional, Pendapatan Perkapitan dan Jumlah Penduduk terhadap variable terikat (Y) yaitu Pejak Penghasilan baik secara simultan maupun secara parsial.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis diperoleh hasil Fhitung =
(27,353) > Ftabel = 6,39 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa
secara keseluruhan faktor–faktor variable bebas yaitu Jumlah Wajib Pajak (X1),
Upah Minimum Regional (X2), Pendapatan Perkapita (X3),dan Jumlah Penduduk
(X4), berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (Y). Sedangkan hasil Uji t secara Parsial variabel Jumlah Wajib Pajak berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan dengan nilai thitung =
3,041 > ttabel = 2,376 maka Ho ditolak dan Hi diterima, variabel Upah Minimum
Regional berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan dengan nilai thitung
= 4,293 > ttabel = 2,376 Ho ditolak dan Ha diterima, Pendapatan Perkapita
berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan dengan nilai thitung = 7,928 >
ttabel = 2,376 maka Ho ditolak dan Ha diterima, Jumlah Penduduk tidak
berpengaruh secara nyata terhadap Pajak Penghasilan dengan nilai thitung = 1,308 <
ttabel = 2,376 Ho diterima dan Ha ditolak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk
menaikkan, mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, bagi
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya.
Pembangunan harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus
menerus serta meluas untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, kebutuhan
dana untuk pembiayaan pembangunan dan keperluan rutin semakin
meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang kita
inginkan. Kebutuhan dana untuk pembiayaan pembangunan dan keperluan
rutin diatur oleh pemerintah lewat keuangan negara. (Anonim, 1993 : 10)
Walaupun kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan ekonomi
selalu ditunjukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang
seluas-luasnya, kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai
bagian dari keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi
tingkat pendapatan masyarakat. Upaya meningkatkan pendapatan adalah
suatu indikator terhadap perkembangan yang ingin dicapai dalam
keseluruhan pembangunan. Dalam mengupayakan peningkatan
pendapatan, pemerintah telah berprinsip bahwa arah kebijaksanaan
pembangunan adalah sejauh mungkin meningkatkan kemandirian dalam
menggali dan mengembangkan sumber-sumber dana pembangunan dalam
negeri serta mengupayakan penggunaan dana tersebut secara efisien.
Kemandirian tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Mengenai aspek kemandirian ini perlu disadari bahwa sumber
kekuatan kemandirian akan ditentukan oleh kemampuan menggali dan
memobilisasi berbagai sumber penerimaan dan pembiayaan pembangunan.
Pada awal dekade 1980-an situasi perekonomian mulai menghadapi
berbagai kendala, sebagai akibat kondisi lingkungan dunia internasional
pada saat itu, antara lain :
1. Penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi
2. Terjadinya inflasi
3. Nilai perdagangan dunia kurang meningkat
4. Arus dana luar negeri ke negara-negara berkembang menurun
5. Harga barang-barang primer semakin merosot
6. Harga minyak bumi dipasaran dunia tidak menentu dan cenderung
semakin merosot
Diantara kondisi-kondisi tersebut diatas yang paling berpengaruh
dalam kehidupan dan stabilitas perekonomian Indonesia adalah terjadinya
fluktuasi harga minyak dipasaran dunia yang selanjutnya mempengaruhi
nilai ekspor minyak bumi Indonesia dan hal ini menyebabkan penurunan
penerimaan pemerintah dari sektor migas yang pada gilirannya
berpengaruh pula terhadap kemampuan pemerintah dalam membiayai
pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan.
Adanya fluktuasi harga minyak bumi yang tidak menentu di
pasaran dunia, maka Indonesia tidak dapat lagi mengandalkan sumber
penerimaan dari sektor migas. Untuk itu pemerintah terus herusaha
mencari alternative pembiayaan dalam negeri diluar sektor penerimaan
migas sebagai sumber dana dalam meningkatkan kegiatan pembangunan.
Gambaran tersebut menunjukkan betapa mendesaknya upaya
peningkatan penerimaan dan sektor nonmigas khususnya pajak, yang
diharapkan menjadi andalan utama dan dapat menggantikan sumber dan
yang berasal dari migas.
Hal ini sesuai dengan yang terkandung dalam Repelita V, yaitu
unsur terbesar penerimaan diluar migas adalah penerimaan pajak. Dengan
demikian kebijaksanan perpajakan mempunyai peranan yang sangat
menentukan dalam upaya penyediaan dana yang cukup bagi pelaksanaan
pembangunan nasional. Penerimaan dari berbagai sumber perpajakan
mutlak harus berhasil ditingkatkan secara berarti.
Perubahan sistem semacam ini (yang semula berorientasi pada
minyak lalu dirubah dengan orientasi pajak) adalah wajar. Dalam proses
pertumbuhan ekonionmi suatu negara, perubahan struktur perokonomian
mungkin saja terjadi. Salah satunya adalah perubahan dalam penerimaan
negara. Perubahan penerimaan negara ini ditandai oleh peranan pajak
langsung terhadap total pajak semakin meningkat. sebaliknya pajak tidak
langsung terhadap total pajak semakin menurun.
Sektor pajak mempunyai keunggulan dibanding dengan
penerimaan lain, yaitu pajak berfungsi sebagai instrumen bagi distribusi
pendapatan. Fungsi ini perlu disadari dan dilaksanakan, yaitu dengan
mengalihkan sasaran pajak kepada pajak-pajak langsung. Sedangkan
keunggulan lain dan sektor pajak bila dibandingkan dengan sektor migas
adalah karena tidak menentunya harga migas dipasar dunia dan faktor
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Sedangkan kondisi di
Indonesia sendiri dapat kita lihat bahwa semakin tahun kontribusi pajak
terhadap penerimaan negara menunjukkan hasil yang semakin meningkat.
Fakta seperti ini akan semakin mendukung upaya pemerintah dalam
memaksimalkan penerimaan pajak sebagai penerimaan negara.
Dalam rangka menggali penerimaan sektor pajak, pemerintah telah
mengupayakan penyempurnaan sistem perpajakan nasional, yaitu dengan
diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan baru yang dikenal dengan
Reformasi perpajakan tahun 1983 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari
1984 yang telah disempurnakan pada tahun 2000. Kebijaksanaan ini pada
hakekatnya merupakan suatu langkah perubahan yang mendasar antara
lain, menyangkut sistem penerapan, sistem pemungutan, sistem sanksi,
kemudahan dan kapasitas hukum. Langkah tersebut bertujuan untuk
mengupayakan peningkatan penerimaan pajak baik melalui upaya
intensifikasi maupun ekstensifikasi pemungutan pajak. Dalam upaya
intensifikasi yaitu, penggalian lebih dalam dan sumber-sumber
penghasilan perpajakan. Memungkinkan penerimaan pajak meningkat.
Demikian pula dalam upaya ekstensifikasi yaitu perluasan subyek maupun
obyek pajak baru.
Dari tahun ke tahun penerimaan pajak sebagai salah satu sumber
penerimaan dalam negeri semakin meningkat. ini menunjukkan bahwa
potensi penerimaan pajak semakin meningkat dan masih dapat
ditingkatkan lagi mengingat jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar
mempunyai potensi sebagai wajib pajak. Pajak Penghasilan (PPh)
merupakan salah satu dari tiga komponen terbesar dan keseluruhan
penerimaan pajak. Tiga komponen tersebut adalah Pajak Penghasilan,
Pajak Bumi dan Bangunan dan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak
Penghasilan menempati urutan pertama dalam jumlah penerimaannya bila
dibandingkan dengan jenis pajak yang lain. Dengan demikian Pajak
Penghasilan adalah penyumbang terbesar dalam seluruh penerimaan pajak
sebagai salah satu sumber penerimaan negara. (Anonim, 2000 : 5)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Wilayah Jawa Timur I diketahui bahwa perkembangan Penerimaan
Pajak Penghasilan di Surabaya dari tahun 2000 sampai pada tahun 2008
cenderung mengalami perkembangan yang dimulai tahun 2000 sampai
tahun 2001 naik sebesar (392,59%), tahun 2002 turun sebesar (-21,19%),
tahun 2003 turun sebesar (-2,04%), tahun 2004 naik sebesar (0,10%),
tahun 2005 naik sebesar (5,79%), tahun 2006 naik sebesar (0,73%), tahun
2007 naik sebesar (0,92%), tahun 2008 naik sebesar (21.87%)
perkembangan dari jumlah penerimaan pajak tersebut di sebabkan karena
masih kurangnya sosialisasi pemerintah tentang pentingnya peran pajak
terhadap pemerataan pembangunan serta masih terdapat kesenjangan
pendapatan dan pembangunan di Surabaya. (Anonim, 2009 : 1).
Pemerintah saat ini menekankan pada program pemerataan untuk
mengatasi kesenjangan pendapatan dan pembangunan. Oleh karena itu
kebijaksanaan perpajakan di Indonesia memberlakukan pajak Penghasilan
dengan berstruktur progresif. Pajak dikatakan progresif apabila pajak itu
dikenakan dengan persentase yang semakin tinggi dengan semakin
tingginya kemampuan membayar pajak. (Suparmoko, 1992 : 238).
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah faktor-faktor Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum Regional,
Pendapatan Perkapita dan Jumlah Penduduk mempunyai pengaruh
terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Kota Surabaya?
2. Manakah dari ke-4 (empat) faktor yang paling dominan pengaruhnya
terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Kota Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum
Regional, Pendapatan Perkapita, Jumlah Penduduk terhadap
penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Kota Surabaya.
7
2. Untuk mengetahui manakah dari ke-4 (empat) faktor yang paling
dominant pengaruhnya terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh)
di Kota Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk digunakan :
1. Sebagai gambaran dan memberikan penjelasan mengenai perkembangan
penerimaan pajak penghasilan di Kota Surabaya, serta adanya
upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Surabaya
dalam peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) .
2. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
dan informasi selanjutnya dalam pengambilan keputusan dan
pertimbangan untuk menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan fiskal
dan perpajakan di Kota Surabaya.
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Fakultas Ekonomi
UPN “Veteran” Jawa Timur untuk melengkapi perbendaharaan
perpustakaan serta bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Istyohari (1994: xi) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Dalam
Menunjang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di
Indonesia”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan
menunjukkan hubungan yang nyata antara variabel bebas jumlah
penduduk, tingkat inflasi dan pendapatan perkapita terhadap variabel
terikat penerimaan pajak pertambahan nilai. Sedangkan secara parsial,
variabel jumlah penduduk berpengaruh secara nyata terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai, pendapatan perkapita juga
berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan pajak pertambahan
nilai. Tetapi variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai, karena Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi melainkan pengeluaran
pemerintah yang mengalami kenaikan terus menerus.
2. Anggraini (1994 : xi) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah Tingkat II Kotamadya
Surabaya”. Kesimpulan dan hasil penelitian ini didapat bahwa dengan
menggunakan (Uji-F) ternyata variabel bebas yang diamati
kemudian hasil pengujian secara parsial (Uji-t) dengan jumlah hotel,
jumlah rumah makan berpengaruh positif. Sedangkan jumlah gedung
bioskop dan jumlah perusahaan berpengaruh negatif terhadap
penerimaan pajak daerah. Hal tersebut karena pajak daerah masih
dipengaruhi pula oleh beberapa faktor yang tidak dibahas dalam
penelitian ini misalnya sarana dan prasarana atau beberapa faktor yang
tidak diketahui oleh penulis.
3. Suryadi (1994 : xi) dengan judul penelitian “Beberapa Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pajak Penghasilan di Jawa Timur”. Dan
penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa secara simultan uji
F variabel bebas yaitu pendapatan perkapita (X1). Kantor Pelayanan
Pajak (X2), dan tingkat inflasi (X3) berpengaruh secara nyata terhadap
penerimaan pajak penghasilan di Jatim. Dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah model regresi linier berganda yaitu untuk
menganalisa dan mengetahui hubungan atau pengaruh secara simultan
maupun secara parsial dan masing-masing variabel bebas (X) terhadap
variabel terikat (Y).
4. Irawati (1995 : xi) dengan judul penelitian “Beberapa Faktor-Faktor
Yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Non Migas Terhadap
Pendapatan Nasional (Produk Domestik Brutto)”. Kesimpulan dan
penelitian ini yaitu secara simultan menunjukkan hubungan yang nyata
antara variabel bebas pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai
Domestik Bruto (PDB) sedangkan secara parsial, variabel pajak
penghasilan berpengaruh secara nyata terhadap Produk Domestik
Bruto dan variable pajak pertambahan nilai tidak berpengaruh secara
nyata terhadap Produk Domestik Bruto karena pajak pertambahan nilai
berpengaruh terhadap nilai penjualan sedangkan nilai penjualan barang
tergantung pada volume penjualan dan tingkat harga.
5. Maraianti (1996 : xi) dengan judul penelitian “Beberapa Faktor
Ekonomi dan Moneter yang Mempengaruhi Perkembangan Pajak
Kendaraan Bermotor di Daerah Tingkat II Surabaya”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui variabel- variabel penelitian yang terdiri
dari satu variable tidak bebas (Y) yaitu realisasi penerimaan kendaraan
bermotor dan tiga variabel bebas (X) yaitu Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) (x1), Inflasi (x2) dan tingkat suku bunga kredit
konsumtif (x3). Populasi penelitian ini mencakup wi1ayah Kotamadya
Surabaya. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder melalui
pustaka-pustaka yang ada dan laporan-laporan yang tersedia. Model
analisa yang digunakan penerapan model analisis linier berganda.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan menunjukkan
adanya hubungan yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel
terikat, sedangkan secara parsial menunjukkan pengaruh yang nyata
antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hasil penelitian terdahulu tidak mempunyai keterkaitan dengan
perbedaan kurun waktu penelitian, jenis obyek yang akan diteliti serta
wilayah penelitian. Namun perilaku variabel-variabel yang diteliti sedikit
banyak memberi masukan yang cukup besar dalam penelitian selanjutnya
dengan mengembangkan model untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Surabaya.
2.2. LandasanTeori
2.2.1. Pengertian Pajak
Banyak para ahli yang memberikan pengertian atau definisi yang
berbeda tentang pajak meskipun berbagai definisi tersebut mempunyai arti
dan tujuan yang sama, antara lain:
Djajadiningrat memberikan definisi yang lebih luas karena
disamping memberikan tujuan pemungutan pajak (untuk biaya
pemeliharaan kesejahteraan umum) juga memberikan sebab pengenaan
pajak, yaitu: pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian
kekayaan kepada negara yang disebabkan suatu keadaan, kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa
balik dan negara secara langsung dan digunakan untuk memelihara
kesejahteraan umum. (Munawir, 1990 : 3)
Menurut Soemitro R. pajak adalah iuran rakyat terhadap kas negara
jasa timbal (kontra prestasi) langsung dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. (Soemitro, 1992 : 2).
Menurut Brotodiharjo pajak adalah iuran kepada Negara (yang
dapat dipaksakan) yang terhutan oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembal, yang dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pembangunan. (Brotodiharjo, 1995 :2)
Menurut Liberty Pandiangan pengertian pajak adalah pembayaran
(pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat
kepada Negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang-undang,
namum pembayarannya tidak mendapatkan suatu balas jasa secara
langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran Negara guna
meningkatkan kualitas masyarakat. (Pandiangan, 2002 : 19)
Menurut Erly Suandy dari segi ekonomi pajak merupakan
pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik.
Bagi negara pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran
maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan,, pajak
merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. (Suandy, 2008 : 1)
Meskipun pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan pajak
berbeda, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pajak
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang bersifat dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengelaran-pengeluaran pemerintah,
sehingga tujuan utama pajak sebagai sumber keuangan Negara.
(Waluyo dan Wirawan, 2002 : 6)
2.2.1.1. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Pembiayaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong
ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
(Mardiasmo, 2001 : 2).
2.2.1.2. Pengelompokan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
Contoh: pajak penghasilan
b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subyeknya. dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan keadaan dri wajib pajak.
Contoh: pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah pajak bumi dan bangunan
dan bea materai.
b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
- Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
- Pajak Daerah Tingkat I (Kabupaten / Kota), contoh : Pajak Hotel
dan Restoran (Pengganti Pajak Pembangunan 1). Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan. (Mardiasmo, 2001 : 7 )
2.2.1.3. Asas-Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun dan luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak
dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang
yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di
Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
(Mardiasmo, 2001 : 8).
2.2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya:
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus
2. Wajib pajak bersifat pasif
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
wajib pajak sendiri.
2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak).
Ciri-cirinya:
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak
ketiga pihak lain fiskus dan wajib pajak. (Mardiasmo, 2001 : 9)
2.2.1.5. Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak:
1. Tarif sebanding / proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh:
Untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang tertuang tetap.
Contoh:
Besarnya tarif bea materal untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal berapapun adalah Rp. 6.000.
3. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
Contoh:
Pasal 17 UU PPh Tahun 2000
* Lapisan penghasil kena pajak Tarif
- Rp 2.000.000 Sampai dengan
Rp. 25.000.000- 10%
- Di atas Rp. 25.000.000,- 15%
- Di atas Rp. 50.000.000,- 30%
* Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif
dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin
besar
b. Tarif progresif tetap: kenaikan prosentase tetap
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang
tersebut di atas termasuk progresif progresif.
4. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar (Mardiasmo, 2001 : 11).
2.2.2. Hubungan Tarif Pajak dengan Penerimaan Pajak
Pembangunan ekonomi mempunyai hubungan timbal balik dengan
penerimaan pajak dalam perekonomian suatu negara. Artinya kedua hal
tersebut dalam kenyataannya akan saling mempengaruhi. Menurut
kelompok aliran sisi penawaran, perubahan tarif pajak mempengaruhi
tingkat harga, pilihan alokasi sumber daya dan aktifitas ekonomi. Dalam
perekonomian tertutup pemerintah tidak dapat melaksanakan kewajiban
penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat bila tarif pajak
rendah. Oleh karena itu tarif pajak harus dinaikkan. Tetapi jika tarif pajak
dinaikkan maka akan berakibat negatif. Bila tarif pajak naik maka
harga-harga akan naik, jika harga-harga-harga-harga naik maka tabungan akan turun dan
investasi juga akan turun sehingga secara keseluruhan maka kegiatan
Hubungan tarif pajak dengan penerimaan pemerintah dinyatakan
oleh Arthur Laffler dalam suatu kurva yang dinamakan Kurva Laffler.
Sumber: Nopirin, 1996. Ekonomi Moneter, Buku II, Edisi I. BPFE-UGM Yogyakarta. hal. 159
- Kurva Laffler memotong sumbu horizontal (tarif pajak) pada titik
0% dan 100% Artinya apabila tarif pajak adalah 0% (tidak ada pajak)
maka penerimaan pemerintah dari pajak juga nol. Sama halnya
apabila tarif pajak sebesar l00% maka tidak ada orang yang mau
bekerja (sebab semua penghasilannya untuk membayar pajak)
sehingga peneriamaan pemerintah dari pajak juga nol. Kenaikan
pajak dari 0% akan menaikkan penerimaan pajak sampai suatu tarif
pajak tertentu (pada T*) kemudian naiknya tarif pajak akan diikuti
dengan penurunan penerimaan pajak (titik T* tidak mesti pada tarif
menyebabkan orang lebih menyukai menganggur daripada bekerja
sehingga kenaikan penerimaan pajak diimbangi dengan kerugian
penerimaan yang lebih besar sebagai akibat turunnya penawaran
tenaga kerja serta produktivitas (pada titik A) sebaliknya dengan
menurunnya tarif pajak penerimaan pajak dapat naik.
2.2.2.1. Pajak Penghasilan
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas
penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi maupun laba
perusahaan. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur cara
menghitung dan cara melunasi pajak yang terutang.
Dengan demikian Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)
menjamin kepastian hukum. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)
juga lebih memberikan fasilitas kemudahan dan keringanan bagi wajib
pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang-Undang Pajak
Penghasilan (PPh) menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai
pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
2.2.2.2. Subyek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Yang
menjadi Subyek Pajak adalah:
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
2. Badan, terdiri dari Perseroan Terbatas (PT), Comanditer Verengeening
(CV). perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), persekutuan, perkumpulan, Firma,
kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana
pensiunan dan bentuk badan usaha lain.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subyek Pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Subyek Pajak dalam negeri yang terdiri atas:
a. Subyek Pajak orang pribadi, yaitu:
• Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka
waktu 12 bulan, atau
• Orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subyek Pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Subyek Pajak warisan, yaitu
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak.
2. Subyek Pajak luar negeri yang terdiri atas:
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam rangka waktu 12 bulan
yang:
1) Menjalankan usaha untuk melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Subyek Pajak badan, yaitu:
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang:
1) Menjalankan usaha untuk melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2) dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha untuk melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subyek Pajak dalam negeri menjadi Wajib pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan Subyek Pajak luar
negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan penghasilan
yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, Wajib Pajak adalah
obyektif. Perbedaan antara Wajib Pajak Dalam Negari dan Wajib Pajak
Luar Negeri, antara lain adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Perbedaan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib
Pajak Luar Negeri
Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan
baik yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia dan dari luar
Indonesia.
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto.
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif umum (tarif UU PPh pasal
17).
Wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuaan.
Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di
Indonesia.
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto.
Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif sepadan (tarif UU
PPh pasal 26).
Tidak wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuaan.
Sumber : Mardiasmo, 2001, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal. 97
Tidak Termasuk Subyek Pajak
Yang tidak termasuk Subyek Pajak adalah :
1. Badan perwakilan asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat lain dari Negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
• Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
• Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember
1994 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 Juni 1998. dengan syarat:
• Tidak menjalankan usaha untuk melakukan kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksudkan
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994
tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15
Juni 1998, dengan syarat:
• Bukan warga negara Indonesia
• Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
(Mardiasmo, 2001 : 99)
2.2.2.3. Obyek Pajak
Yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menamhah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan tersebut adalah:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh. termasuk gaji, upah. tunjangan. honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
2. Hadiah dan undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan
pengembalian utang.
7. Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12. Keuntungan karena pembebasan uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
15. luran yang diterima atau diperoleh perkumpulan sepanjang iuran
tersebut ditentukan berdasarkan volume usaha atau pekerjaan bebas
anggotanya.
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dan penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dan modal atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari empat kelompok penghasilan
di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebasan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali uang asing.
d. Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Obyek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang menjadi Obyek Pajak
hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
2.2.2.4. Tidak Termasuk Obyek Pajak
Tidak termasuk sebagai Obyek Pajak adalah:
1. a. Bantuan atau sumbangan, serta
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan
social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha pekerjaan kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
2. Warisan.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan
Terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan
atau organisasi sejenis, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan penyertaan modal pada
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai, dan penghasilan dari modal yang
ditanamkan dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dan perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan usaha tersebut:
a. Merupakan pengusaha kecil, rnenengah atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
(Mardiasmo, 2001 : 101 )
2.2.3. Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Tersedianya tenaga ahli dan sistem administrasi yang efisien sangat
aparat pemungut yang pemungutnya baik. Karena sering berhubungan
dengan uang, untuk itu perlu kejujuran dan rasa pengabdian yang tinggi.
Disamping itu petugas pemungut pajak harus berusaha bekerja
semaksimal mungkin dan juga harus dapat menemukan atau menambah
jumlah wajib pajak yaitu dengan jalan mengadakan pengawasan yang
lebih ketat terhadap pengusaha beserta karyawannya ataupun masyarakat
wajib pajak sehingga kemungkinan untuk menyimpan akan sangat kecil.
2.2.4. Pajak dan Retribusi
2.2.4.1. Retribusi
Setelah mengetahui definisi-definisi dari pajak di atas marilah kita
coba bandingkan dengan apa yang dimaksud dengan retribusi. Definisi
retribusi menurut Suparmoko adalah “suatu pembayaran dari rakyat
kepada pemerintah dimana kita dapat melihat adanya hubungan balas jasa
yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut,
misalnya: retribusi pasar, parkir, retribusi air dan lain-lain.
(Suparmoko, 1992 : 94)
2.2.4.2. Pajak
Menurut definisi pajak dan retribusi di atas dapat kita pahami
beberapa unsur dari pajak yaitu : iuran pada negara, dapat dipaksakan,
berdasarkan Undang-undang, tidak mendapat prestasi kembali secara
langsung. Unsur dapat dipaksakan bersifat yuridis artinya akan dapat
bersifat ekonomis yang pada hakekatnya diserahkan kepada pihak yang
berkepentingan. Perbedaan lain yang didapat adalah bahwa manfaat yang
didapat dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dapat langsung
dinikmati oleh masyarakat pada saat pajak dibayarkan. Sehingga unsur
kesadaran dari masyarakat (Tax Morality) sangatlah penting dalam
pembayaran pajak tersebut. Hal ini dikarenakan manfaat dari pembayaran
pajak tidak 1angsung dapat dinikmati. lain halnya dengan retribusi yang
manfaatnya langsung dapat kita nikmati. Jadi perlu ditekankan sekali lagi
disini bahwa jika masyarakat sadar akan manfaat dari pembayaran pajak
tersebut, maka itu berarti masyarakat telah membantu pemerintah dalam
pengumpulan pajak di mana pajak itu sendiri digunakan untuk membiayai
kegiatan pemerintah, antara lain: penyediaan barang publik, memelihara
stabilitas nasional dan lain sebagainya. (Sudarsono. 1994 : 2)
2.2.5. Pengertian Upah
Pembayaran kepada tenaga kerja dapat dibedakan kepada dua
pengertian gaji dan upah. Dalam pengertian sehari-hari gaji diartikan
sebagai pembayaran kepada pekerja-pekerja tetap dan tenaga professional
seperti pegawai pemerintah, dosen, guru, manager dan akuntan.
Pembayaran tersebut biasanya sebulan sekali. Sedangkan upah
dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja-pekerja kasar yang
pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti pekerja pertanian, tukang
Di dalam teori ekonomi upah diartikan sebagai pembayaran ke atas
jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada
para pengusaha. Dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan
antara pembayaran ke atas jasa-jasa pekerja tetap dan professional dengan
pembayaran ke atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap. Di dalam teori
ekonomi kedua jenis pendapatan pekerja ( pembayaran kepada para
pekerja) tersebut dinamaan upah. (Sukirno, 1994:350).
2.2.5.1Pengertian Rata-Rata Upah Minimum Regional
Ada perbedaan yang penting antara upah uang dan Upah Minimum
Regional. Upah uang adalah banyak rupiah yang diterima oleh para buruh
dari majikannya sebagai pembayaran untuk jasa-jasa yang telah
diberikannya. Upah Minimum Regional ialah banyaknya barang-barang
dan jasa-jasa yang dapat dibeli dengan upah uang pada suatu waktu
tertentu.
Ini berarti bahwa Upah Minimum Regional tergantung dari tingkat
harga dan tingkat upah yang berlaku pada waktu yang sama. Jika upah
uang tinggi sedangkan tingkat harga relatif rendah, maka Upah Minimum
Regional akan lebih tinggi daripada jika tingkat harga telah naik, Oleh
karena itu nilai uang terletak dalam barang-barang dan jasa-jasa yang akan
dibeli maka untuk memeriksa tetap tidaknya tingkat upah, harus diukur
Sistem pengupahan merupakan kerangka upah diatur dan ditetapkan
sistem pengupahan di Indonesia. Sistem pengupahan di suatu Negara
biasanya didasarkan pada falsafah / teori yang dianut oleh negara.
Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada tiga
fungsi, yaitu :
1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.
2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang.
3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas
kerja.
Penghasilan dan imbalan yang diterima seseorang karyawan dan
pekerja sehubungan dengan pekerjaan dapat digolongkan ke dalam empat
bentuk, yaitu:
1.a. Upah (dalam bentuk uang yang diterima dalam satuan yang
ditetapkan).
b. Gaji (dalam bentuk uang yang diterima dalam jangka waktu yang
ditetapkan).
2. Tunjangan dalam bentuk natural (dalam bentuk dan bahan-bahan
kebutuhan pokok).
3. Fringe Benefit (pemberian diluar gaji sehubungan dengan jabatan
pekerjaan).
4. Kondisi lingkungan kerja. (Simanjuntak, 1998 : 110)
Tingkat upah dapat diistilahkan dengan Labour Cost yang mempunyai
sehubungan dengan memperkerjakan seseorang. Dari sudut pengusaha
seolah-olah tenaga kerja dipandang sebagai ongkos produksi. Upah
sebagai harga tenaga kerja hanya dilihat dari sudut permintaan pengusaha
akan tenaga kerja. Perihal harga tenaga kerja (upah) hanya aspek
permintaan yang diutamakan (demand price of labour). Merupakan berat
sebelah, jika faktor upah dilihat dari segi permintaan, pandangan tersebut
harus ditekankan pula pertimbangan yang terdapat pada pihak yang
menawarkan pekerjaannya kepada pihak yang meminta. Dengan perkataan
lain, perihal harga tenaga kerja (upah) harus dikemukakan pula aspek
penawaran yang berupa tenaga. Faktor pengorbanan harus dibandingkan
dengan faedah yang diterima sebagai balas jasa.
Dalam hubungan ini upah uang tidak hanya dipandang sebagai
ongkos produksi bagi pengusaha, upah juga merupakan faedah yang
dihubungkan dengan sejumlah uang yang diterima, dibandingkan dengan
pengorbanan yang dirasa dengan meninggalkan kondisi hidup sebelumnya.
Upah yang diterima tenaga kerja merupakan imbalan prestasi
kerja sehingga didalamnya harus mencerminkan keadilan baik bagi
pengusaha maupun bagi yang menerimanya. Tenaga kerja yang mampu
memberikan kontribusi yang lebih besar dalam proses produksi seharusnya
memperoleh upah yang lebih tinggi pula. Sebaliknya tenaga kerja yang
kurang produktif semestinya mendapatkan upah yang lebih rendah.
Masalah pengupahan adalah sensitif, bagi pengusaha upah
dipandang sebagai beban, karena semakin besar upah yang dibayarkan
semakin kecil proporsi keuntungan yang diperoleh. Pemerintah sering
mengalami kesulitan dalam merumuskan kebijaksanaan tingkat upah.
Sebab itu, pemerintah berkepentingan untuk melindungi karyawan dan
perusahaan dengan kebijakan penentuan upah minimum yang diarahkan
dapat memenuhi kebutuhan fisik karyawan dan keluarganya.
Meskipun ditetapkan tingkat upah, tetapi ada hal-hal lain yang
menyebabkan perbedaan tingkat upah antara kelompok, yaitu:
a. Perbedaan upah kompensasi.
Perbedaan tingkat upah berdasarkan kompensasi jenis pekerjaan yang
bersifat non moneter.
b. Perbedaan dalam kualitas tenaga kerja.
Perbedaan kualitatif diantara tenaga kerja seperti perbedaan
kemampuan, ketrampilan dan pengalaman yang didapat serta tempat
pekerjaan yang semuanya akan menimbulkan perbedaan upah
kompetitif.
c. Perbedaan karena unsur
Unsur sewa dalam upah orang-orang yang unik (mempunyai bakat dan
kemampuan khusus) dihargai dalam perekonomian.
d. Segmentasi pasar tenaga kerja yaitu adanya kelompok yang tidak
Pekerja berada dalam kelompok ini kalau penawaran dan
permintaan berbeda jauh dan diferensiasi upah selalu ada sebagai contoh
ialah dokter dan ahli matematika karena sulit dan mahal bagi anggota
kelompok profesi ini memasuki pasar lainnya.
(Samuelsoil dan William, 1996 : 284)
Gambar 2 : Penentuan Tingkat Upah dan Kesempatan Kerja
Berdasarkan Pendekatan Tradisional Permintaan dan
Penawaran Tenaga Kerja
Sumber : Todaro, 1991, Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Edisi Tiga Hal. 239
Pada gambar tersebut dapat diamati bahwa titik equilibrium E
dengan tingkat upah sebesar 0 We maka jumlah tenaga kerja yang akan
ditawarkan individu-individu sama besarnya dengan yang diminta oleh
pengusaha yaitu sebesar 0 Ne pada tingkat upah yang lebih tinggi yaitu
sebesar 0 w2 maka penawaran tenaga kerja mendorong turunnya tingkat
jumlah tenaga kerja yang diminta melebihi jumlah penawaran akan tenaga
kerja dan terjadi persaingan antara produsen sehingga mendorong
kenaikan tingkat upah kembali ke tingkat equilibrium 0 We pada titik ini
terjadi kesempatam kerja penuh ( full employment ) yakni pada tingkat
upah equilibrium tersebut semua orang menginginkan pekerjaan dan akan
memperoleh pekerjaan, sehinga tidak terdapat penggangguran secara
sukarela ( voluntary and employment ) teori yang menerangkan hubungan
antara tingkat upah dan kesempatan kerja tersebut pada dasarnya bersifat
umum. Asumsi yang dipergunakan juga mempergunakan petunjuk bahwa
tingkat upah yang berlaku bersifat umum, asumsi yang dipergunakan juga
menunjukkan bahwa tingkat yang berlaku bersifat fleksibel.
2.2.6. Pengertian Teori Pendapatan Nasional
Pembangunan ekonomi merupakan proses dimana saling
keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat
diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama perlu dipandang sebagai
kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan itu merupakan
penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi
masyarakat.
Pendapatan menggambarkan tingkat produksi Negara yang
Dan mempunyai peranan penting dalam merubah tingkat kegiatan
ekonomi dan kepastian pertumbuhan.
Prestasi kegiatan ekonomi pendapatan nasional adalah istilah
yang menerapkan tentang nilai barang-barang dan jasa-jasa yang
diproduksi suatu Negara dalam suatu tahun tertentu. Dalam konsep yang
lebih spesifik pengertian produk nasional atau pendapatan nasional di
atas dibedakan antara Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National
Product (GNP), dengan Produksi Nasional Netto (PNN) atau Net
National Product (NNP). Perbedaannya yaitu, jika PNB atau GNP
diperhitungkan barang modal untuk penyusutan, sedangkan PNB atau
NNP didalamnya tidak dimasukkan perhitungan barang modal untuk
penyusutan.
Barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat pada hakekatnya
merupakan pendapatan bagi masyarakat itu sendiri, produksi nasional
adalah pendapatan nasional. Pada produksi nasional berhubungan
dengan totalitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat,
sedangkan pendapatan nasional berhubungan dengan pendapatan yang
diterima masyarakat dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa yang
merupakan imbalan dari faktor produksi yang digunakan.
Untuk memperoleh hakekat dari pengertian pendapatan nasional
dapat melalui beberapa pendekatan, yaitu :
Mengadakan penilaian terhadap totalitas dari barang dan jasa yang
dihasilkan masyarakat dalam suatu periode tertentu.
2. Pendekatan Pendapatan
Menjumlahkan seluruh pendapatan yang dihasilkan oleh masyarakat
dalam suatu periode tertentu dalam membentuk upah, tingkat bunga,
sewa tanah dan laba.
3. Pendekatan Pengeluaran
Menjumlahkan seluruh pengeluaran masyarakat dalam suatu periode
tertentu yang meliputi pengeluaran konsumsi dan investasi.
Pada pengertian GNP harus dibedakan dengan pengertian Gross
Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Gross
menunjukkan pengertian bruto atau barang-barang termasuk barang
modal untuk penyusutan. Domestic adalah batas wilayah suatu Negara
tanpa memperhatikan kewarganegaraan dari warga yang menghasilkan
barang dan jasa di Negara tersbut, sedangkan National merupakan
wilayah kewarganegaraan suatu Negara. Nilai GDP dan GNP itu
berbeda, yaitu :
1. GDP > GNP
Berarti penanaman modal asing di dalam negeri lebih besar dari
penanaman modal warga negara Indonesia di luar negeri.
2. GDP < GNP
Berarti penanaman modal warga negara Indonesia di luar negeri
2.2.6.1. Pengertian Pendapatan Perkapita
Definisi Pendapatan Perkapita adalah :
1. Yang dimaksud dengan pendapatan perkapita adalah pendapatan
rata-rata penduduk. Dimana untuk memperoleh pendapatan perkapita
pada pertahunnya, maka yang harus dilakukan adalah membagi
pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada
tahun yang sama (Sukirno, 1994 : 21).
2. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan perkapita
penduduk adalah pendapatan rata-rata tiap jiwa dalam suatu wilayah
atau daerah yang diperoleh dengan cara membagi jumlah total
produksi barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam suatu
wilayah tertentu dalam satu tahun dengan jumlah penduduk.
Atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pendapatan Perkapita Penduduk =
(Anonim, 2007 : 1)
Dimana:
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah total nilai
produksi barang dan jasa yang diproduksi suatu wilayah tertentu
dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan jumlah penduduk adalah banyaknya jumlah yang
hari berturut-turut atau berada di suatu wilayah dalam jangka waktu
yang lama atau tidak dapat ditentukan.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan :
Bahwa tingkat perkembangan pendapatan perkapita yang dicapai
seringkali digunakan sebagai ukuran dari kesuksesan suatu Negara dalam
mencapai cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih
maju dan pesat.
Disamping itu kegunaan dari pendapatan perkapita, dua diantaranya
yang penting adalah :
1. Untuk membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
2. Untuk membandingkan laju perkembangan ekonomi yang
dicapai oleh berbagai Negara didunia dari masa ke masa.
2.2.7. Penduduk
Di luar ilmu ekonomi, maka cabang ilmu pengetahuan yang paling
banyak menarik perhatian para ahli ekonomi adalah ilmu tentang
kependudukan. Ketertarikan para ahli ekonomi terhadap masalah
kependudukan karena penduduk itulah yang melakukan produksi maupun
konsumsi hal ini juga dikarenakan penduduk itulah yang menjadi subyek
ekonomi.
Sebagai subyek ekonomi maka penduduklah yang akan dapat
menentukan perkembangan perekonomian suatu negara atau daerah
negara atau daerah merupakan unsur penentu yang paling penting bagi
kemampuan memproduksi serta standart hidup suatu negara atau daerah.
Namun demikian, sebab yang paling utama mengapa masalah penduduk
ini sangat menarik perhatian para ahli ekonomi adalah karena penduduk
itu merupakan sumber tenaga kerja, Human Resources, disamping sumber
faktor produksi skill. (Rosyidi, 1994 : 83-84)
Dengan peranan penduduk sebagai sumber tenaga kerja dan faktor
produksi skill, maka dengan jumlah penduduk yang besar dengan kualitas
yang baik pada suatu daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan
dengan jumlah penduduk yang besar, produksi suatu daerah juga besar.
Selain itu seperti yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) tahun 1993 disebutkan bahwa penduduk yang besar jumlahnya
sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi
pembangunan.
Menurut Rosyidi apabila suatu negara mempunyai penduduk yang
terlalu sedikit, maka mungkin sekali itu tidak akan mampu memanfaatkan
sumber-sumbernya dengan seefisien mungkin, sebagaimana yang mungkin
akan dihasilkannya jika saja jumlah penduduknya lebih besar. Dalam
keadaan seperti ini usaha untuk mewujudkan produksi besar-besaran
sangatlah terhalangi. (Rosyidi, 1994 : 89)
Penduduk Indonesia termasuk dalam golongan struktur umur muda
artinya hanya sebagian kecil penduduk yang produktif menghasilkan
kelompok umur yang membutuhkan pelayan. Misalnya dalam tahun 1980
terdapat 22,4 juta atau 15,1 % penduduk Indonesia dalam kelompok umur
dibawah 5 tahun Dalam kelompok umur 5-19 tahun atau usia sekolah
terdapat 52,8 Juta atau 35,7 %. Sebagian besar mereka membutuhkan
fasilitas pendidikan. Dalam kelompok umur 20-29 tahun terdapat 25,4 Juta
atau 17,1% sebagian besar mereka merupakan angkatan kerja yang baru
masuk pasar kerja dan umumnya belum mempunyai pengalaman kerja.
(Simanjutak, 1998 : 29).
2.3. Kerangka Pikir
Penerimaan pajak penghasilan (PPh) dapat diartikan sebagai
pemasukan keuangan dari wajib pajak kepada pemerintah daerah yang
digunakan sebagai sumber pembangunan daerah. Dengan demikian
diharapkan setiap tahunnya jumlah wajib pajak mengalami peningkatan
sehingga berdampak pada peningkatan penerimaan pajak penghasilan
(PPh).
Apabila upah minimum regional naik maka akan berpengaruh
terhadap aktivitas ekonomi juga akan mengalami kenaikan karena dengan
adanya aktivitas ekonomi didalam masyarakat akan menghasilkan
distribusi pendapatan yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak
Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka kemampuan
masyarakat untuk membayar pajak juga mengalami peningkatan sehingga
berdampak pada meningkatnya penerimaan pajak penghasilan.
Penduduk sebagai sumber daya manusia yang mana sebagai subyek
dan obyek dari pada pembangunan. Apabila jumlah penduduk disuatu
daerah meningkat diharapkan tingkat kesadaran masyarakat akan
membayar pajak akan meningkat sehingga berdampak pada peningkatan
Gambar 3. : Kerangka Pikir
Sumber : Peneliti Jumlah Wajib
Pajak
Upah Minimum Regional
Penerimaan Pajak Penghasilan Kemampuan
Masyarakat membayar pajak
Aktivitas Ekonomi
Pendapatan Perkapita
Masyarakat membayar pajak Jumlah Penduduk
2.4. Hipotesis
Sesuai dengan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan penelitian terdahulu,
1. Diduga bahwa Jumlah Wajib Pajak, Upah Minimum Regional,
Pendapatan Perkapita dan Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap
penerimaan pajak penghasilan di Kota Surabaya.
2. Diduga bahwa faktor Pendapatan Perkapita yang paling dominan
pengaruhnya terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Kota
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah mendefinisikan konsep yang akan
dioperasionalkan ke dalam penelitian.
1. Pajak Penghasilan (Y)
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang akan dikenakan terhadap
orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun. Jumlah
penerimaan pajak penghasilan ini dihitung dalam satuan (Ribu
Rupiah).
2. Jumlah Wajib Pajak (X1)
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi
kewajiban subyektif dan obyetif. Jumlah wajib pajak ini dihitung
dalam satuan (Jiwa).
3. Upah Minimum Regional (X2)
Upah Minimum Regional ialah banyaknya barang-barang dan jasa-jasa
yang dapat dibeli dengan upah uang pada suatu waktu tertentu. Upah
minimum regional ini dihitung dalam satuan (Rupiah).
4. Pendapatan Perkapita (X3)
Pendapat Perkapita adalah pendapatan rata-rata setiap jiwa dalam suatu
produksi barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam suatu
wilayah tertentu dalam satu tahun dengan jumlah penduduk.
Pendapatan perkapita ini dihitung dalam satuan (Rupiah).
5. Jumlah Penduduk (X4)
Jumlah penduduk adalah banyaknya jumlah yang menetap di suatu
wilayah atau daerah tertentu selama minimal 60 hari berturut-turut atau
berada di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama atau tidak
dapat ditentukan. Jumlah penduduk ini dihitung dalam satuan (Jiwa).
3.2 Teknik Penentuan Sampel
Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini sampel data yang
digunakan adalah data yang berskala (time series) yaitu data tahunan yang
diambil antara tahun 2000 sampai 2008.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu data yang bisa dikumpulkan atau diperoleh dari instasi
yang ada hubungannya dengan penelitian ini atau data yang sudah
3.3.2 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari instansi
terkait, yaitu :
a. Badan Pusat Statistik Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
b. Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pajak Kantor Wilayah Jawa Timur I
c. Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur
Metode pengumpulan data adalah sebagai berikut :
Studi Kepustakaan(library research)
Adalah telaah penelitian secara teoritis untuk pembahasan
permasalahan yang ada sesuai dengan hubungan berdasarkan teori.
Data ini diperoleh dari literatur, jurnal, karyah ilmiah, majalah,
catatan-catatan lain.
Studi Lapangan (field research)
Memperoleh data dan melakukan penelitian dilapangan untuk
mendapatkan data yang diperoleh sesuai dengan pembahasan
penelitian.
Cara yang dilakukan sebagai berikut :
Dokumentasi, dilakukan dengan cara mengetes dan mengambil
data berupa laporan-laporan, catatan yang berhubungan dengan
3.4 Teknik Analisa dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis
Dalam pengujian kebenaran suatu hipotesis digunakan
pendekatan pengujian statistik. Dari regresi linier berganda akan
diketahui keofisien regresi masing-masing variable bebas, karena
variable bebas (X) berjumlah lebih dari satu. Untuk menaksirkan dan
menganalisa hubungan tersebut, maka dilakukan analisa secara
kuantitatif yaitu dengan menghitung koefisien regresi berganda dari
masing-masing variabel bebas terdapat variabel terikat, yaitu:
Y = f (X1,X2,X3,X4)
Yang ditransformasikan dalam bentuk linier.
Y =
Dimana :
Y = Penerimaan Pajak Penghasilan
X1 = Jumlah Wajib Pajak
X2 = Upah Minimum Regional
X3 = Pendapatan Perkapita
X4 = Jumlah Penduduk
Β0 = Intersep (Konstanta)
Β1, β2, β3, β4 = Keofisien regresi
e = Variabel pengganggu
Untuk mengetahui apakah analisis tidak cukup layak digunakan