• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Lokasi Studi

Pada awalnya, Kabupaten Mandailing adalah wilayah bagian administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Madina resmi berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 23 November 1998, yang ditetapkan melalui UU Nomor 12 tahun 1998. Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 8 kecamatan dengan 273 desa dan kelurahan saat dimekarkan pada 1998. Sejak 2003, jumlah kecamatan dan desa bertambah menjadi 17 kecamatan, 322 desa, dan 7 kelurahan. Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) berada pada Pegunungan Bukit Barisan Sumatera bagian Utara secara administrasi berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Dari 17 kecamatan tersebut, ada 10 kecamatan yang berada dalam wilayah TNBG, yaitu Kecamatan Panyabungan Utara, Panyabungan Selatan, Panyabungan Barat, Ulu Pungkut, Tambangan, Kotanopan, Lembah Sorik Marapi, Siabu, Bukit Malintang, dan Batang Natal. Tujuh puluh satu desa yang berada dalam 10 kecamatan tersebut, bersinggungan langsung dengan kawasan Taman Nasional Batang Gadis, dan dua diantaranya adalah Desa Sopotinjak dan Desa Sibanggor Julu.

Kondisi Geografis

Kabupaten Madina berada di ujung selatan Provinsi Sumatera Utara, dan memiliki wilayah seluas 6.620,70 Km2 atau 6620.070 Ha (sekitar 9,23 % dari wilayah Sumatera Utara); terletak di antara 0'10'-1'50' LU dan 98'50'-100'10' BT. Secara administrasi, Madina berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan di

sebelah utara, dengan Provinsi Sumatera Barat di selatan dan timar, dengan Samudera Hindia di sebelah barat.

Topografi wilayah Kabupaten Mandailing Natal terbagi atas tiga bagian, yaitu dataran rendah dengan kemiringan 0'-2' di bagian pesisir pantai barat, dengan luas daerah sekitar 160.500 Ha (24,24%); daerah landai dengan kemiringan 2'-15' seluas 36.385 Ha (5,49%); dataran tinggi dengan kemiringan 7'-40' yang terbagi atas dua yaitu daerah perbukitan dengan luas 112.000 ha (16,91) dengan kemiringan 15'-40', daerah pegunungan seluas 353.185 ha (53,34%) dengan kemiringan 7'-40'.

Dengan topografi yang dominan dataran tinggi, pegunungan dan perbukitan, maka tidak mengherankan jika di daerah Madina terdapat banyak aliran sungai besar dan kecil. Beberapa sungai yang besar di daerah ini antara lain adalah Batang Gadis, Batahan, Batang Natal, Kunkun, dan Parlampungan. Sungai Batang Gadis tercatat sebagai sungai yang terpanjang di daerah ini, dengan panjang 137,50 km. Di gugusan Pegunungan Bukit Barisan yang melintasi wilayah Madina juga terdapat gunung dan bukit yang tinggi-tinggi. Gunung Kulabu dan Gunung Sorik Marapi adalah dua diantaranya yang tergolong paling tinggi. Gunung Sorik Marapi (2.145 mdpl) termasuk gunung api yang masih aktif hingga sekarang.

Kondisi Desa Sibanggor Julu

Desa Sibanggor Julu terletak di lereng sebelah timur dari Gunung Sorik Marapi di satu sisi memiliki keuntungan berupa keberadaan panorama alam yang indah, kaldera, beberapa lapangan solfatara yang memberikan kesuburan bagi

tanah pertanian di sekitarnya. Desa Sibanggor Julu merupakan desa yang paling dekat dengan puncak Gunung Sorik Marapi sehingga menjadikan Desa Sibanggor Julu terkategori sebagai daerah bahaya dengan jarak hanya 4,5 km dari puncak. Luas daerah Sibanggor Julu menurut catatan resmi pemerintah (BPS/Kecamatan Tambangan Dalam Angka 2006) adalah 499,51 ha dengan jumlah penduduk 1.260 jiwa. Batas wilayah Desa Sibanggor Julu adalah Sibanggor Tonga di sebelah utara, Gunung Sorik Marapi, Tor Aek Silai-lai dan anak gunung Sorik Marapi di sebelah selatan, dan Huta Lombang di sebelah timur.

Mayoritas penduduk Desa Sibanggor Julu sebenarnya bermarga Tanjung, baru disusul oleh penduduk bermarga Nasution, Lubis dan Batubara. Secara tradisional Desa Sibanggor Julu termasuk kawasan Mandailing Godang, karena itu klen Nasution menjadi raja huta di Sibanggor Julu mengikuti tradisi kawasan Mandailing Godang yang dipimpin oleh raja-raja bermarga Nasution.

Pemukiman penduduk di Desa Sibanggor Julu dikelilingi oleh lahan pertanian berupa sawah, tegalan, kebun karet dan hutan. Mayoritas penduduk Desa Sibanggor Julu hidup dari sektor pertanian. Hasil utama dari Desa Sibanggor Julu adalah padi, gula aren, karet, sayur-sayuran dan beberapa jenis hasil hutan. Karena posisinya yang berada di lereng bukit, hampir semua lanskap wilayah desa berada dalam kemiringan di atas 25%, sehingga pengaturan rumah-rumah penduduk juga disusun berbanjar mengikuti kontur tanah perbukitan.

Meskipun secara resminya Desa Sibanggor Julu merupakan bagian dari Kecamatan Tambangan yang ibukotanya di Laru, tetapi penduduk Desa Sibanggor Julu lebih berorientasi ke kota Panyabungan (ibukota kabupaten). Hal ini antara

lain karena sarana transportasi yang cukup ramai mengisi jalur kawasan Hutanamale Sibanggor dengan Panyabungan.

Desa Sibanggor Julu terdapat 1 unit sekolah SD dan 1 unit madrasah Ibtidaiah/Tsanawiyah. Sarana peribadatan terdiri dari 1 mesjid dan 4 surau, sementara sarana kesehatan ada satu.

Kondisi Desa Sopotinjak

Luas Desa Sopotinjak menurut catatan resmi (Kecamatan Batang Natal Dalam Angka 2006) adalah 1733,45 dengan jumlah penduduk 223 jiwa. Desa Sopotinjak berada di lereng bukit terusan dari Tor Pangolat, diapit di sebelah utara oleh bukit Tor Marogung, di sebelah selatan oleh Tor Jilok dan sebelah barat daya oleh Tor Sialangan. Tempat ini mudah dikenali karena letaknya di tempat ketinggian yang berjarak sekitar 15 km sebelum daerah Muara Soma, ibukota Kecamatan Batang Natal. Awalnya, Desa Sopotinjak mempunyai anak desa yaitu Bulu Soma, Namur Sejak akhir tahun 2005 daerah Bulu Soma telah berubah status menjadi desa.

Desa Sopotinjak berada dalam wilayah administratif Kecamatan Batang Natal. Batas wilayah Desa Sopotinjak adalah sebelah barat berbatasan dengan Desa Bulu Soma, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Panyabungan Selatan, sebelah utara berbatasan dengan wilayah Panyabungan Utara, dan bagian selatan berbatasan dengan Lembah Sorik Marapi Kecamatan Tambangan.

Kondisi geografis Desa Sopotinjak berupa daerah tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan. Desa Sopotinjak begitu kaya akan potensi alam berupa flora dan

fauna. Desa Sopotinjak memiliki kemiringan tanah yang cukup tinggi. Daerah Sopotinjak merupakan daerah hulu sungai Batang Natal.

Mayoritas masyarakat Desa Sopotinjak adalah masyarakat suku Mandailing. Klan Daulay menurut masyarakat desa adalah yang pertama kali membuka kampung Sopotinjak, dimana pada awalnya Desa Sopotinjak berada pada daerah atas, lalu pindah ke daerah yang sekarang ini. Hingga saat ini klan yang mendiami Desa Sopotinjak adalah klan Lubis, Nasution, Matondang, Rangkuti. Berdasarkan gambaran tersebut dapat dilihat kebudayaan yang berkembang adalah kebudayaan Mandailing dan bahasa seharí-hari yang digunakan juga bahasa Mandailing.

Mata pencaharian utama penduduk Sopotinjak adalah bertani dan mengambil hasil hutan. Tanaman perkebunan masyarakat umumnya adalah tanaman keras, sedangkan tanaman palawija banyak ditanam di pekarangan rumah penduduk. Mereka mengelola sawah, ladang dan kebun kulit manis. Daerah persawahan berada di bawah pemukiman di antara perbatasan Desa Sopotinjak dengan daerah desa Bulusoma. Desa Sopotinjak berada lebih kurang 34 km dari Kecamatan Panyabungan. Untuk menuju tempat ini tidak sulit, angkutan yang lewat cukup banyak karena desa ini berada di jalan lintas antara Panyabungan menuju Natal.

Desa Sopotinjak mempunyai beberapa sarana publik yang dimanfaatkan warga, seperti sarana pendidikan, sarana ibadah dan lainnya. Terdapat sebuah sekolah SD untuk melayani pendidikan anak-anak desa. Pendidikan lanjutan ke tingkat SLTP harus keluar desa. Desa Sopotinjak juga ada bangunan madrasah, sebuah mesjid, dan empat buah surau.

Dokumen terkait