• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu melalui angket yang dibagikan kepada responden, kemudian dianalisis sehingga dapat dipahami data yang ada serta makna yang ada dibalik data penelitian tersebut.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga

1. Tipe Keluarga

Ada beberapa tipe keluarga menurut Jhonson R-Leny R, 2010 yakni :

1. Keluarga inti, yang terdiri dari suami, isteri, dan anak atau anak-anak. 2. Keluarga konjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan

anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua.

3. Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan diatas keluarga aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keuarga nenek (Jhonson, 2010).

Tipe keluarga menurut Sri setyowati dan Arita murwani (2007) yaitu:

Keluarga tradisional:

a) Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak (kandung dan angkat).

b) Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan, paman, bibi.

c) Keluarga “Dyad“, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan isteri tanpa anak.

d) “Single Parent“, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian (Setyowati, 2007).

2. Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal yang

berhubungan dengan posisi dan situasi tertentu. Berbagai peran ayng terdapat

dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Peran ayah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala rumah tangga, anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat.

b. Peran ibu sebagai isteri, ibu dari anaknya, mengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik dan pelindung bagi anak-anaknya, anggota kelompok social dan anggota masyarakat serta berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga.

c. Peran anak-anak sebagai pelaksana peran psikososial sesuai dengan tingkat perkembangan baik fisik, mental dan spiritual.

3. Fungsi Keluarga

keluarga dan masyarakat yang lebih luas, fungsi keluarga adalah:

a. Fungsi Afektif Merupakan suatu basis sentral bagi pembentukan dankelangsungan keluarga. Kebahagiaan keluarga diukur dengan kekuatan cinta keluarga. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak kegembiraan dan kebahagiaan seluruh anggota keluarga, tiap anggota keluarga mempertahankan hubungan yang baik. b.Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Proses sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga. c. Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi Ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu mencegah terjadi gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan keluarga untuk melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga untuk mengenal

masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan, memberikan perawatan, memelihara lingkungan dan menggunakan fasilitas kesehatan.

2.2 Pengertian Kesejahteraan Keluarga

Suatu unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggota-anggotanya terikat oleh adanya hubungan. Perkawinan yang diatur oleh undang-undang serta hubungan darah (anak kandung) atau ( anak adopsi) dan mengabdi dirinya kepada usaha untuk mencapai tujuan bersama untuk kelangsungan hidup yang dilandasi rasa cinta kasih dan sayang seta tanggung jawab.

· Pengertian Sejahtera

Suatu keadaan yang meliputi rasa aman, tentram lahir dan batin karena merasa sebagian besar kebutuhan tercapai.

· Pengertian Kesejahteraan Keluarga

Keluaraga yang terbentuk berdasar atas perkawinan yang sah yang mampu memenuhi kebutuhan spritual dan kebutuhan material.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhui Kesejahteraan Keluarga:

1) Faktor Nilai Hidup : Sesuatu yang dianggap palin penting dalam hidupnya.

Nilai hidup merupakan “ Konsepsi”,Artinya gambaran mental yang membedakan individual atau kelompok dalam rangka mencapai sesuatu yang diinginkan.

2) Faktor Tujuan Hidup : sesuatu yang akan dicapai atau sesuatu yang diperjuangkan agar nilai yang merupakan patokan dapat tercapai dengan demikian tujuan hidup tidak terlepas dari nilai hidup.

3) Faktor Standart Hidup : Tingkatan hidup yang merupakan suatu patokan

yang ingin dicapai dalam memenuhi kebutuhan.

Indikator Dan Kriteria Keluarga

Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa.

Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

a. Keluarga Pra Sejahtera

Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan

akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu:

b. Keluarga Sejahtera Tahap I

1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.

2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih.

3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

4. Bagian yang terluas darilantai rumahbukan dari tanah.

5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.

Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I,

c. Keluarga Sejahtera tahap II

harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 1 sampai 9 yaitu :

1. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur

2. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.

3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.

4. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah.

5. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.

6. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap

7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin. 8. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini.

9. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)

d. Keluarga Sejahtera Tahap III

yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 9 dan dapat pula memenuhi syarat 1 sampai 7, syarat pengembangan keluarga yaitu :

1. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

2. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga.

3. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 5. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. 6. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.

7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

kriteria-kriteria pengembangan keluarganya yaitu :

1. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil.

2. Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.

f. Keluarga Miskin.

adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.

b. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.

c. Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.

g. Keluarga miskin sekali.

adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.

c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

2.3Sistem Ekonomi Kerakyataan

2.3.1 Konsepsi Sistem Ekonomi Kerakyatan

Banyak referensi yang menuntun kearah pemikiran sistem ekonomi kerakyatan. Bacaan utama tentu saja beberapa buku Hatta, Sri Edi Swasono, Mubyarto, Edy Suandi hamid, dan Revrisond baswir. Kumpulan tulisan yang tersebar di Pusat Studi Ekonomi Pancasila / Pusat STudi Ekonomi Kerakyatan,

juga menjadi bahan bacaan rujukan. Uraian rinci dan sistematis di bawah ini di ambil dari Akademic Paper Forum Rektor Bidang Ekonomi tahun 2007.

2.3.2 Pengertian Sistem Ekonomi dan Keadilan Sosial

(1) Sistem ekonomi merupakan keseluruhan lembaga (pranata) ekonomi yang hidup dalam suatu masyarakat yang dijadikan acuan oleh masyarakat tersebut dalam mencapai tujuan ekonomi yang telah ditetapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah ekonomi, baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam melakukan kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam mencapai suatu tujuan ekonomi tertentu (Hamid: 2006).

(2) Setiap kelompok masyarakat (pada tataran yang lebih kompleks membentuk negara bangsa) pasti memiliki sebuah sistem ekonomi, yaitu konsepsi ekonomi suatu negara untuk mengatasi beberapa persoalan, seperti;

- barang apa yang seharusnya dihasilkan; - bagaimana cara menghasilkan barang itu; dan

- untuk siapa barang tersebut dihasilkan atau bagaimana barang tersebut didistribusikan kepada masyarakat. Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut akan menentukan sistem ekonomi sebuah negara (Hudiyanto, 2002).

2.3.3 Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan

rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

2.3.4 Landasan Konstitusional Sistem Ekonomi Kerakyatan

Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang mengacu pada amanat konstitusi nasional, sehingga landasan konstitusionalnya adalah produk hukum yang mengatur (terkait dengan) perikehidupan ekonomi nasional yaitu:

1) Pancasila (Sila Ketuhanan, Sila Kemanusiaan, Sila Persatuan, Sila Kerakyatan, dan Sila Keadilan Sosial)

2) Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

3) Pasal 28 UUD 1945: ““Kemerdekaan bersrikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tertulis dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”

4) Pasal 31 UUD 1945: “Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan”

5) Pasal 33 UUD 1945:

- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

- Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

6). Pasal 34 UUD 1945: "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."

2.3.5 Nilai-Nilai Dasar Sistem Ekonomi Kerakyatan

Sistem Ekonomi Kerakyatan mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai sistem nilai bangsa Indonesia yang tujuannya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu unsur intrinsiknya adalah Ekonomi Pancasila (Mubyarto: 2002) yang nilai-nilai dasar sebagai berikut

1. Ketuhanan, di mana “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral"

2. Kemanusiaan, yaitu : “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”.

3. Kepentingan Nasional (Nasionalisme Ekonomi), di mana “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri”.

4. Kepentingan Rakyat Banyak (Demokrasi ekonomi) : demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat”. 5. Keadilan Sosial, yaitu : “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil

antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

2.3.6 Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan

1. Peranan vital negara (pemerintah)

Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.

2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan

Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.

3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi)

Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.

4. Pemerataan penguasaan faktor produksi

Sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan

penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.

5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian

Dilihat dari sudut Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.

6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan

Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, "Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama". Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai

anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.

7. Kepemilikan saham oleh pekerja

Diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.

2.3.7 Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan

Bertolak dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:

1. Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.

2. Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.

3. Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.

4. Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.

5. Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

2.3.8 Pengertian Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.

2.3.9 Ekonomi Kerakyatan di Indonesia

Pada akhir tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dalam empat hingga lima tahun ke depan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 9 ribu triliun rupiah atau dua ribu triliun rupiah lebih tinggi daripada PDB tahun 2010. Lebih jauh dijelaskan oleh Menko Perekonomian bahwa pada tahun 2025 PDB Indonesia akan berada pada kisaran antara 3,7 hingga 4,7 triliun dolar AS dengan pendapatan per kapita antara 12 ribu hingga 16 ribu dolar AS yang setara dengan lebih kurang 8,5 juta hingga 11 juta rupiah per kapita per bulan. Capaian yang cukup spektakuler tersebut akan direalisasikan melalui penggunaan “sistem ekonomi terbuka” yakni: sistem ekonomi yang mengutamakan peran pasar meski peran pemerintah tetap besar” (Suryohadiprojo, 2011). Jelas dari ungkapan presiden dan pembantunya di atas, tatanan ekonomi Indonesia, diakui atau tidak, tidak lain adalah—atau paling tidak, sebagaimana dikemukakan Suryohadiprojo (2011), lebih mengarah ke tatanan ekonomi neoliberalisme diterapkan oleh lembaga keuangan dunia yang sangat kuat yakni International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan the Inter-American Development Bank. Ciri lain dari ekonomi neoliberalisme adalah fokusnya yang kuat pada pertumbuhan ekonomi yang biasa direpresentasikan, antara lain, oleh produk domestik bruto (PDB).

Dampak langsung dari diterapkannya sistem ekonomi neoliberalisme adalah turunnya upah sebesar 40 hingga 50 persen dan meningkatnya biaya hidup hingga 80 persen pada tahun pertama pemberlakuan NAFTA (North America Free Trade Agreement) di Meksiko. Lebih dari 20 ribu unit usaha kecil dan menengah

mengalami kepailitan dan tidak kurang dari seribu unit badan usaha milik pemerintah (semacam BUMN) diprivatisasi. Berdasarkan pada fenomena tersebut, ada pihak yang mengatakan bahwa neolibelisme di Amerika Latin tidak lain adalah neokolonialisme bentuk penjajahan baru

2.3.10 Ekonomi Kerakyatan di Indonesia

Pada akhir tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dalam empat hingga lima tahun ke depan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 9 ribu triliun rupiah atau dua ribu triliun rupiah lebih tinggi daripada PDB tahun 2010. Lebih jauh dijelaskan oleh Menko Perekonomian bahwa pada tahun 2025 PDB Indonesia akan berada pada kisaran antara 3,7 hingga 4,7 triliun dolar AS dengan pendapatan per kapita antara 12 ribu hingga 16 ribu dolar AS yang setara dengan lebih kurang 8,5 juta hingga 11 juta rupiah per kapita per bulan. Capaian yang cukup spektakuler tersebut akan direalisasikan melalui penggunaan “sistem ekonomi terbuka” yakni: sistem ekonomi yang mengutamakan peran pasar meski peran pemerintah tetap besar” (Suryohadiprojo, 2011). Jelas dari ungkapan presiden dan pembantunya di atas, tatanan ekonomi Indonesia, diakui atau tidak, tidak lain adalah—atau paling tidak, sebagaimana dikemukakan Suryohadiprojo (2011), lebih mengarah ke tatanan ekonomi neoliberasme neoliberalisme diterapkan oleh lembaga keuangan dunia yang sangat kuat yakni International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan the Inter-American Development Bank. Ciri lain dari ekonomi neoliberalisme adalah fokusnya yang kuat pada pertumbuhan ekonomi yang biasa direpresentasikan, antara lain, oleh produk domestik bruto (PDB).

Dampak langsung dari diterapkannya sistem ekonomi neoliberalisme adalah turunnya upah sebesar 40 hingga 50 persen dan meningkatnya biaya hidup hingga 80 persen pada tahun pertama pemberlakuan NAFTA (North America Free Trade Agreement) di Meksiko. Lebih dari 20 ribu unit usaha kecil dan menengah

Dokumen terkait