• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Sampel Berdasarkan Tahun Masuk Dan Penerimaan Profilaksis ARV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.3. Deskripsi Karakteristik Individu

5.1.2.6. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tahun Masuk Dan Penerimaan Profilaksis ARV

Distribusi pada penelitian jika ditinjau dari angka kejadian setiap tahun dan kelompok penderita HIV pada kehamilan yang menerima ARV profilaksis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.6. Distribusi Berdasarkan Tahun Masuk Dan Penerimaan Profilaksis ARV

Tahun

Status penerimaan ARV

Ya Tidak N % N % 2008 3 100 0 0 2009 8 100 0 0 2010 9 90 1 10 2011 8 61.5 5 38.5 Total 28 82.4 6 17.6

Berdasarkan tabel 5.7. penerimaan ARV pada ibu hamil semakin menurun. Dari tabel terlihat, bahwa pada tahun 2011 terdapat sebanyak 5 orang (38,5%) ibu hamil tidak menerima ARV profilaksis, dan pada tahun 2010 sebanyak 1 orang (10%).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kejadian HIV pada kehamilan sepanjang tahun 2008 sampai 2011 dengan mengobservasi rekam medis pasien di RSUP. H. Adam Malik, Medan.

Di dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah penderita HIV yang mengalami kehamilan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik pada tahun 2008 – 2011.

Pada tabel 5.1. Terlihat bahwa terjadi peningkatan kejadian HIV pada ibu hamil yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 terjadi kasus sebanyak 8,8% dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 38,2 %. Pada referensi lain, Dari penelitian Rakgoasi (2005), menyatakan bahwa selama tahun 1992 – 2002 tingkat prevalensi HIV diantara pengunjung klinik antenatal di Bostwana meningkat dari 13,8% menjadi 35,4%. Dan pada tahun 2005 prevalensi HIV di

antara ibu hamil meningkat 37,4%. Menurut Muhaimin (2011) peningkatan ini sangat mungkin disebabkan oleh semakin gencarnya informasi tentang HIV / AIDS diberbagai media sehingga menggugah para ibu – ibu muda untuk datang secara sukarela memeriksa status HIV nya.

Pada tabel 5.2. Diperoleh data penderita HIV pada ibu hamil paling banyak dijumpai pada usia produktif, dengan kelompok usia 26 – 30 tahun sebanyak 19 orang (55,9%), dan terendah pada kelompok usia < 20 tahun sebanyak 1 orang (2,9%) dan kelompok usia > 40 tahun sebanyak 1 orang (2,9%). Hal ini juga dinyatakan oleh dinas kesehatan Medan, bahwa penderita HIV lebih banyak ditemukan pada usia produktif antara 25 – 30 tahun (Dinkes Medan, 2010). Dari penelitian Rakgoasi (2005) di Botswana, ditemukan sebanyak 38,6% kasus HIV pada kehamilan dengan kategori usia 21 – 29 tahun. Dan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di RSUP H. adam Malik tahun 2006 – 2007 bahwa proporsi tertinggi pada penderita HIV/ AIDS adalah penderita dengan kelompok usia 20 – 39 tahun sebesar 86,7% (Anastasya, 2010). Hal ini dapat disebabkan karena terkait dengan gaya hidup dan mobilitas yang terjadi baik dalam pekerjaan, bersosialisasi dengan orang lain maupun dalam aktivitas lain.

Dari tabel 5.2. yang telah disajikan dapat dilihat bahwa proporsi penderita HIV pada kehamilan yang tertinggi adalah penderita dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 70,6%. Dan dari penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan HIV yang dilakukan oleh Nurviana (data 2005 – 2007) di RSUD Pirngadi Medan juga menemukan bahwa penderita HIV terbanyak ada pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 75,6%. Penelitian yang dilakukan Muhaimin (2011) menyatakan sebagian besar responden berpendidikan menengah ke atas sebesar 40%. Hal ini dapat disebabkan seks tidak mengenal tingkat pendidikan melainkan berpengaruh terhadap prilaku seseorang (Anastasya, 2010).

Dari tabel 5.2. yang telah disajikan dapat dilihat bahwa proporsi penderita HIV pada kehamilan berdasarkan status perkawinan tertinggi adalah dengan status menikah sebesar 85,3%. Dari penelitian yang dilakukan Anastasya (2010), proporsi penderita HIV berdasarkan status perkawinan tertinggi adalah dengan status menikah sebesar 42,5% dan terendah dengan status tidak tercatat sebesar

15,9%. Hal ini dapat disebabkan karena memang penderita yang terkena berada pada kelompok usia 26 – 30 tahun yang merupakan kelompok usia produktif dan muda, sehingga banyak penderita yang sudah kawin ataupun belum kawin.

Dari tabel 5.2. yang telah disajikan dapat dilihat bahwa proporsi penderita HIV pada kehamilan berdasarkan daerah tempat tinggal tertinggi adalah penderita yang bertempat tinggal di wilayah kota medan yaitu sebesar 52,9% dan yang terendah adalah diluar kota medan sebesar 47,1%. Dari penelitian sebelumnya, menurut daerah tempat tinggal yang terbanyak adalah di dalam kota Medan yaitu sebanyak 143 orang (63,3%). Hal ini dapat terjadi karena di wilayah kota Medan cenderung memiliki sarana yang memungkinkan masyarakat untuk berhubungan dengan banyak orang dan melakukan hubungan seksual beresiko secara lebih bebas (Anastasya, 2010).

Dari tabel 5.2. data yang telah disajikan dapat dilihat bahwa proporsi penderita HIV pada kehamilan berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu 94,1%. Hal ini dapat dilihat dari data KPA (2012) secara kumulatif, jumlah kasus HIV sejak tahun 2005 hingga September 2012 berjumlah 1.103, yang lebih banyak diderita ibu rumah tangga ketimbang yang menjadi pekerja sex. Dan dari penelitian yang dilakukan Muhaimin (2011) sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga sebesar 76%.

Pada tabel 5.3. dari penelitian yang telah disajikan bahwa faktor resiko pasien HIV dengan kehamilan paling tinggi disebabkan Karena hubungan heteroseksual sebanyak 33 orang (97,1%). Pada referensi lain, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual (baik heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu mencapai 60%. Sedangkan penularan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan sebagian lainnya tertular melalui ibu dan anak (kehamilan), transfusi darah serta melalui pajanan saat bekerja (HTA, 2010). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Anastasya (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan bahwa proporsi penderita HIV tertinggi berdasarkan faktor risiko penularan adalah melalui hubungan seksual yaitu sebesar 57,1%. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelompok usia produktif merupakan

kelompok usia yang aktif dalam melakukan aktivitas seksual, dan penggunaan obat – obatan maupun jarum suntikdi dominasi oleh kaum muda.

Pada tabel 5.4. dari penelitian yang telah disajikan bahwa semua pasien HIV pada kehamilan melakukan konseling VCT, yang meliputi konseling pre testing sebanyak 34 orang (100%), testing HIV 34 orang (100%), dan konseling post-testing sebanyak 33 orang (97,1%). Rakgoasi (2005), menyatakan bahwa hal ini dapat terjadi karena pelayanan kesehatan tidak menawarkan ataupun pasien tidak mendapatkan informasi lebih banyak tentang HIV dan konseling HIV. selain itu, dari penelitian yang dilakukan Jourdain G (2004) diantara perempuan yang datang ke pusat kesehatan untuk perawatan antenatal, melakukan konseling dan tes HIV berkisar antara 25% sampai 90%, namun hanya 64% yang datang kembali untuk mengambil hasil mereka. Tujuan dari konseling ini, adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (depkes, 2006).

Pada tabel 5.5. Dari penelitian yang telah dilakukan penderita HIV pada kehamilan yang menerima profilaksis ARV sebanyak 28 orang (82,4%) dan ibu tidak menerima profilaksis sebanyak 6 orang (17,6%). Obat antiretroviral (ARV) yang ada sampai saat ini baru berfungsi untuk menghambat multiplikasi virus, belum menghilangkan secara total keberadaan virus dalam tubuh ODHA. Walaupun demikian, ARV merupakan pilihan utama dalam upaya pengendalian penyakit guna menurunkan kadar virus (Chris, 2005). Tujuan pemberian ARV pada ibu hamil, di samping untuk mengobati ibu, juga untuk mengurangi risiko penularan perinatal kepada janin atau neonatus. Jumlah virus dalam plasma ibu masih merupakan faktor prediktor bebas yang paling kuat terjadinya penularan perinatal karena itu, semua wanita hamil yang terinfeksi HIV harus diberi pengobatan antiretrovirus (ARV) untuk mengurangi jumlah muatan virus. (Setiawan, 2009).

Pada tabel 5.6. penerimaan ARV pada penderita HIV pada kehamilan semakin menurun. Terlihat dari tabel, bahwa terjadi penurunan dari tahun 2010

yang tidak menerima profilaksis ARV sebesar 10% dan penurunan semakin meningkat pada tahun 2011 menjadi 38,5%. Hal ini dapat disebabkan karena pelayanan kesehatan tidak menawarkan ataupun pasien tidak mendapatkan informasi lebih banyak tentang HIV dan konseling, test ataupun pengobatan HIV (Rakgoasi, 2005). Oleh karena terlihat adanya peningkatan kasus HIV pada ibu hamil dari tahun ke tahun, sedangkan terjadi penurunan pemberian ARV profilaksis maka perlu keadaan ini ditinjau dari tahun ke tahun.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait