• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Gambaran Umum

Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel

(Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014)

Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan rencana pemerintah Kota Bandung dalam menentukan titik-titik stasiun transit kereta monorel yang tersebar dalam koridor 1 (utara-selatan) Kota Bandung. Koridor 1 dipilih berdasarkan potensi kawasan yang dilalui oleh jalur monorel koridor 1 sebagian besar befungsi sebagai area komersial perdagangan dan jasa. Hal tersebut sangat mendukung maksud dan tujuan perancangan proyek stasiun transit monorel ini. Titik yang dipilih yaitu titik transit yang berada pada Jl. Merdeka di depan BIP (Bandung Indah Plaza). Batasan area perancangan yaitu sepanjang Jl. Merdeka di depan BIP diantara 2 simpul jalan persimpangan empat.

Gambar 3. 2 Tapak Proyek

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Judul Proyek : Stasiun Transit Monorel Berbasis Transit Oriented Development

Lokasi : Jl. Merdeka (di depan BIP diantara 2

simpul jalan persimpanganempat)

Luas Lahan : ±6000 m2 Luas Bangunan : ±10.200 m2 Tinggi Bangunan : ±16 m

Pemilik : Pemerintah Kota Bandung

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.2 Rona Lingkungan

3.2.1 Potongan Jalan Merdeka

Gambar 3. 3 Potongan Jalan Merdeka

(Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014)

3.3 Elaborasi Tema 3.3.1 Pengertian

Transit Oriented Development adalah sebuah konsep pengembangan dan

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(transit transportasi publik) merupakan acuan pengembangan fungsi-fungsi kegiatan yang beragam (mix-used/intensifikasi) di sekitarnya sejauh jangkauan yang dapat dicapai oleh pejalan kaki (yaitu ± 400 m atau sama dengan jarak tempuh berjalan kaki selama 10 menit).

Peter Calthorpe, seorang ahli dari perancangan dan fenomena kota, pertama kali mengemukaan konsep T.O.D pada tahun 1990-an. Konsep T.O.D ini memiliki tujuan makro yang sama dengan konsep-konsep pengembangan kawasan yang meningkatkan mutu masyarakatnya seperti konsep Pedestrian Pocket, Tradisional Neighborhood, Urban Villages, Compact Communities dan Transit

Village. Perbedaan T.O.D dengan konsep-konsep itu terletak pada hal yang lebih

detail dan teknis serta cara mencapai tujuan makronya. Berdasarkan hal tersebut, pada dasarnya, konsep T.O.D merupakan ide simple dengan tujuan makro yang besar yang telah dirintis sejak lama oleh para ahli urban.

Latar belakang munculnya konsep pengembangan dan peningkatan mutu kawasan berdasarkan sistem transit yaitu penurunan kualitas hidup perkotaan yang ditandai oleh munculnya kemacetan di beberapa titik kota, muncul pembangunan yang tidak terencana sehingga membuat kawasan yang kumuh (sprawl) dan fungsi peruntukan lahan yang tidak sesuai satu dengan yang lainnya. Dasar dari konsep T.O.D yaitu untuk menciptakan lingkungan yang ramah, aman, dan nyaman serta membuat pejalan kaki senang ketika berada pada kawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut, konsep T.O.D akan menyatukan dan memadatkan berbagai fungsi pada kawasan sehingga perjalanan yang dilakukan oleh pengguna kawasan menjadi lebih singkat ketika hendak berpergian dari satu tujuan ke tujuan lainnya. Berbagai fungsi yang dimaksud yaitu area komersial, perkantoran, retail, servis, pemukiman kepadatan rendah hingga kepadatan tinggi serta ruang terbuka publik.

T.O.D memiliki poin utama untuk menyatukan sistem transit berdasarkan skup regional sehingga mampu memperbaiki hubungan sosial dan memperbaiki lingkungan sosial yang cenderung individualis pada kawasan. Berdasarkan hal tersebut, kawasan harus didukung oleh infrastruktur sistem transportasi publik yang baik sehingga mampu menekan angka penggunaan mobil. Kawasan harus

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mampu memaksimalkan akses dan mobilitas transit, pejalan kaki, dan pengendara sepeda ke seluruh bagian kawasan.

Pada dasarnya, bentuk dari kota-kota tradisional memiliki konsep untuk membuat ramah, aman, nyaman dan menyenangkan bagi pejalan kaki. Sekitar beberapa millennium, tempat tinggal manusia telah didesain mengacu pada skala manusia yaitu 5-10 menit waktu yang ditempuh untuk berjalan kaki sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka pada radius tersebut. Sejak tahun 1950-an, pengembangan kota berubah orientasi yang pada awalnya skala manusia, menjadi skala kendaraan.

Ciri-ciri sebuah kawasan memiliki konsep T.O.D yaitu kawasan memiliki pusat komersial yang menjadi magnet kawasan dan terjangkau oleh penduduk sekitar. Selain itu, kawasan memiliki jaringan jalan yang membentuk pola radial, linear atau pun grid dan terhubung dengan baik, lebar jalan untuk kendaraan bermotor yang tidak terlalu lebar, parkir disisi jalan yang berfungsi sebagai penghalang sehingga kendaraan bermotor tidak dapat memasuki area pedestrian, jalan belakang yang kecil pada setiap bangunan, peruntukan lahan campuran dari berbagai fungsi (mix-used), dan pemukiman dengan tingkat kepadatan yang berbeda-beda. Pada kawasan T.O.D, stasiun transit menjadi focal point kawasan dan menjadi pusat acuan perancangan kawasan selanjutnya. Pada teorinya, satu kawasan T.O.D harus mampu mengakomodasi 3800 penduduk dengan kepadatan 12 unit per acre dan radius seperempat mil sehingga setiap kebutuhannya mampu dipenuhi dengan baik.

Prinsip dari T.O.D menurut Taolin (2007) adalah untuk :

• Mengatur perkembangan dan pertumbuhan kawasan yang sesuai satu dengan lainnya serta mengacu pada sistem transit.

• Menempatkan stasiun transit pada pusat kawasan dan meletakan fungsi komersial, perkantoran dan fasilitas umum/sosial disekitar titik transit sehingga mampu dijangkau oleh masyarakat.

• Merancang jaringan jalan yang nyaman, menyenangkan dan ramah bagi pejalan kaki dan terhubung ke berbagai tujuan.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

• Melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi.

3.3.2 Interpetrasi Tema

Tema T.O.D memiliki nilai dasar yang dapat diterapkan pada desain yaitu sebagai berikut :

Keterhubungan yang berlanjut (Connectivity)

Untuk membangun sistem Transit Oriented Development (T.O.D) yang terpadu dan mampu memecahkan berbagai permasalahan pergerakan masyarakat, sirkulasi dari berbagai jenis pergerakan, baik pergerakan individu maupun pergerakan kendaraan, harus mampu terhubung dengan baik dan tidak saling berpotongan. Perpindahan masyarakat dari satu jenis moda transportasi ke moda transportasi lainnya pun harus memiliki keterhubungan yang baik sehingga pergerakan masyarakat dapat berlangsung tanpa hambatan dan mengurangi permasalahan keterhambatan, seperti kemacetan, yang ada pada tapak bangunan.

Ramah pejalan kaki (Walkable Design for Pedestrian)

Sistem Transit Oriented Development (T.O.D) menekankan pada pejalan kaki. Sistem ini berusaha untuk mewujudkan lingkungan yang steril dari kendaraan bermotor sehingga lingkungan akan menjadi ramah dan aman untuk pejalan kaki. Kendaraan bermotor membuat lingkungan menjadi tidak sehat baik dari aspek alam maupun aspek manusia. Kendaraan bermotor menghasilkan polusi yang berpotensi besar mencemari komponen lingkungan sekitar terutama udara. Ditinjau dari aspek manusia, dengan membuat lingkungan yang tidak steril dari kendaraan bermotor, manusia akan cenderung terlalu dimanjakan oleh kendaraan bermotor tersebut sehingga pada tapak sirkulasi kendaraan bermotor akan menjadi dominan. Hal itulah yang menjadi sasaran sistem T.O.D ini dengan membuat lingkungan steril dari kendaraan bermotor.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Skala Manusia (Human Scale)

Sistem T.O.D membuat lingkungan menjadi steril dari kendaraan bermotor dan hal itu akan berdampak secara signifikan mengenai skala skala ruang yang akan terbentuk pada tapak. Pembatas-pembatas ruang yang dibuat akan menyesuaikan dengan sudut pandang manusia dan elemen-elemen tapak menggunakan jarak tempuh yang sesuai dengan daya gerak manusia (±400 m).

Inti Komersial sebagai Magnet Utama (Commercial Core)

Sistem T.O.D menetapkan satu titik komersial yang berpotensi sebagai magnet dan pusat aktivitas pada kawasan tersebut. Titik ini mampu menarik pergerakan masyarakat dari titik lainnya dan perancang akan mudah memperdiksi alur aktivitas yang terjadi pada kawasan. Titik tersebut digunakan untuk membuat pusat acuan jarak pejalan kaki terhadap elemen tapak atau magnet yang lainnya sehingga pejalan kaki akan merasa nyaman ketika semua elemen yang akan dituju pada tapak sesuai dengan pergerakan mereka. Titik komersial ini pula berfungsi sebagai acuan untuk menentukan fungsi-fungsi ruang yang akan dibangun disekitarnya. Urutan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada kawasan ditentukan sesuai dengan titik komersial. Dengan begitu, kawasan yang akan dirancang dapat ditentukan skema aktvitas yang akan terjadi didalamnya.

Parkir Terpusat (Centered Parking Area)

Sistem T.O.D membuat kawasan steril dari kendaraan bermotor. Hal ini tidak berarti keseluruhan kawasan bebas dari kendaraan bermotor, tetapi dari keseluruhan kawasan yang steril terdapat beberapa area dengan sirkulasi kendaraan bermotor. Sirkulasi kendaraan bermotor tersebut diatur agar tidak mendominasi kawasan. Dengan membuat kantong kantor parkir berada pada muka bangunan, sirkulasi akan menjadi dominan pada kawasan karena setiap bangunan harus memiliki beberapa sirkulasi kendaraan. Selain itu, kantong parkir yang berada pada muka bangunan akan merusak visual fasad pada bangunan itu sendiri dan suasana yang tercipta tidak akan nyaman bagi pejalan

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kaki. Oleh, karena itu solusi dari permasalahan kantong parkir tersebut adalah dengan membuat area parkir komunal dan terpusat pada kawasan sehingga sirkulasi kendaraan yang tercipta hanya beberapa saja dan tidak menjadi dominan pada kawasan.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

5.1Konsep Dasar

Konsep dasar yang digunakan pada perencanaan dan perancangan bangunan Stasiun Transit Monorel ini yaitu menggunakan konsep turunan dari tema Transit Oriented Development (T.O.D) yaitu sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab interpretasi tema.

Gambar 5. 1 Permasalahan Tapak

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Konsep dasar yang digunakan merupakan bentuk dari respon terhadap permasalahan yang muncul pada tapak dengan mensintesiskan nilai-nilai dari sistem T.O.D. Permasalahan yang akan direspon merupakan hasil studi pengamatan yang dilakukan penulis pada tapak. Permasalahan permasalahan tersebut yaitu :

a. Pejalan Kaki Menyebrang di Sembarang Tempat

Gambar 5. 2 Foto Penyebrangan yang Tidak Beraturan

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Bandung Indah Plaza (BIP) Mall merupakan pusat komersial pada kawasan dan menjadi magnet yang mampu menarik pergerakan masyarkat dengan jumlah yang besar. Titik magnet kedua yaitu Toko Buku Gramedia yang berada disebrang BIP Mall. Dua titik komersial ini akan mempengaruhi dari arah alur pergerakan masyarakat pada kawasan. Dampak yang terjadi karena dua titik tersebut berada pada posisi bersebrangan yang dibatasi oleh Jl. Merdeka yaitu pergerakan masyarakat cenderung terjadi melewati Jl. Merdeka (lihat gambar

5.2). Kurangnya infrastruktur yang mendukung pergerakan masyarakat ini akan

dua titik magnet komersial mengakibatkan perpotongan sirkulasi antara sirkulasi pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan bermotor sehingga kerap terjadi kemecetan pada tapak yang merugikan banyak aspek.

b. Tidak Adanya Tempat Khusus Pemberhentian Angkutan Kota

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tidak adanya tempat khusus tempat angkot berhenti ketika menaikan atau menurunkan penumpang memberikan dampak yang besar bagi laju sirkulasi pada tapak. Angkutan Kota tersebut akan berhenti disembarang tempat bahkan tidak menepi terlebih dahulu sehingga membuat kendaraan bermotor lain akan terhenti (lihat gambar 5.3). Jika semakin banyak angkutan kota tersebut yang berhenti disembarang tempat, maka kemacetan dengan intensitas tinggi terjadi dengan membawa banyak permasalahan lainnya.

Gambar 5. 3 Foto Pemberhentian Angkot Tidak Beraturan

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 5. 4 Foto Pedestrian Eksisting

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Salah satu penyebab pejalan kaki tidak menggunakan jalur pejalan kaki sebagaimana mestinya yaitu tidak adanya infrastruktur yang mendukung dan menghubungkan kedua titik magnet komersial pada Jl. Merdeka. Mereka cenderung penggunakan jalur kendaraan bermotor supaya lebih mudah menyebrang jalan. Selain itu, kondisi pedestrian yang terlau sempit dan penuh dengan elemen furnitur eksterior mempengaruhi psikologi pejalan kaki untuk tidak menggunakan jalur pedestrian karena merasa tidak aman dan nyaman.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 5. 5 Foto Contoh Area Parkir Depan Bangunan

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Ruang parkir bangunan komersial disepanjang Jl. Merdeka berada di muka bangunan. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem Transit Oriented Development (T.O.D) yang akan diciptakan pada kawasan. Ruang parkir di muka bangunan akan mengurangi tingkat keindahan visual bangunan tersebut. Selain itu, keberadaan kantung parkir di depan bangunan akan membuat banyak sirkulasi kendaraan bermotor dan memotong sirkulasi pejalan kaki. Dengan begitu, jalur jalur pedestrian yang ada akan menjadi tidak aman dan tidak nyaman karena tercampur dengan sirkulasi kendaraan bermotor.

e. Jalan Memiliki Lebar 14 m sehingga akan Membuat Ruang Gelap ketika Massa Bangunan diletakan diatas Jalan.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 5. 6 Foto Jalan Merdeka dari Jembatan Penyebrangan

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Rencana massa stasiun transit monorel yang telah direncanakan oleh Dinas Perhubungan terletak diatas Jl. Merdeka. Dengan mengikuti rencana dari Dinas Perhubungan tersebut, kemungkinan besar ruang tercipta dibawah massa stasiun transit tersebut akan memiliki intensitas cahaya yang minim. Hal ini akan berdampak pada suasana Jl. Merdeka dibawah massa stasiun tersebut akan mencekam dan berdampak pada psikologi masyarakat yang menggunakan jalan tersebut. Selain itu ruang gelap tersebut akan memicu terjadinya permasalahan sosial seperti menjadi area yang disalahgunakan oleh PKL dan tuna wisma.

f. Jalan Memiliki Lebar 14 m yang Membuat Lebar Massa Bangunan Terbatas.

Massa bangunan monorel yang diletakan diatas jalan memiliki bentuk massa yang cenderung mengikuti bentuk jalan dibawahnya yaitu memanjang dengan lebar sesuai dengan lebar jalan. Aktivitas yang akan ditampung pada bangunan

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diperkirakan akan terbatas. Oleh karena itu lah, lebar jalan yang tidak terlalu besar akan mempengaruhi skala aktivitas yang akan terjadi pada bangunan tersebut.

g. Tidak Adanya Ruang Publik

Dengan adanya 2 titik magnet komersial dan berbagai macam fungsi yang cukup mempengaruhi pergerakan masyarakat, kawasan sekitar Bandung Indah Plaza (BIP) memiliki pergerakan aktivitas yang tinggi. Pergerakan aktivitas yang tinggi tersebut seharusnya berbanding lurus dengan adanya ruang-ruang publik yang mampu menampung sementara aktivitas kawasan yang padat. Dampak dari tidak terpenuhinya ruang-ruang publik tersebut yaitu masyarakat akan cenderung menumpuk di sembarang titik yang akan mengganggu sirkulasi kendaraan maupun sirkulasi pejalan kaki.

Gambar 5. 7 Foto Car Free Day Jalan Merdeka

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jl. Merdeka merupakan salah satu jalan yang memiliki peraturan Car Free

Day (CFD) pada akhir pekan. Masyarakat dari berbagai penjuru kota cendrung

berkumpul hanya untuk berolahraga atau berkumpul bersama dengan komunitas mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya ruang-ruang publik pada kawasan tersebut yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan aktivitas yang ringan ataupun sekedar hanya untuk berkumpul dengan komunitas mereka.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Setelah melakukan analisis permasalahan dan menentukan respon yang memungkinkan diterapkan pada desain, penulis membuat diagram sederhana tentang hubungan permasalahan, tema yang diangkat dan tanggapan dari permasalahan sehingga mempermudah penulis untuk melakukan analisis selanjutnya mengenai konsep dasar proyek perancangan ini.

Diagram 5. 1 Diagram Sintesis

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan pada tapak, konsep dasar dari perencanaan dan perancangan stasiun transit monorel berbasis Transit

Oriented Development yaitu :

a. Bangunan dikelilingi ruang publik. Ruang Publik tersebut merupakan ruang yang mampu menampung pertemuan pergerakan masyarakat dari berbagai arah dan terletak diatas Jl. Merdeka. Kaidah perancangan taman ini mengikuti sifat-sifat dari ruang publik yang telah dikaji pada Bab II mengenai studi literatur secara umum mengenai proyek bangunan.

Gambar 5. 9 Bangunan Disekitar Ruang Publik

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

b. Perubahan sifat jalan Merdeka menjadi subway. Jalan Merdeka akan diturun kan setinggi 6 m (angka ini diambil berdasarkan standar ketinggian maksimal jenis kendaraan bermotor yang lewat pada Jalan Merdeka) untuk membuat sirkulasi pedestrian steril dan aman dari sirkulasi kendaraan bermotor. Dengan begitu, diharapkan pengguna merasa aman dan nyaman ketika beraktivitas pada kawasan.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 5. 10 Penurunan Jalan Merdeka

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

c. Stasiun Transit Monorel tidak hanya berfungsi sebagai titik tempat pengguna monorel transit (naik dan turun dari/ke satu titik), tetapi berfungsi sebagai ruang publik yang mampu menampung aktivitas tinggi masyarakat dan sebagai infrastruktur penyebrangan jalan yang mampu memenuhi kebutuhan akan pergerakan masyarakat diantara 2 titik magnet komersial. Ruang ini memiliki sifat jalur penyebrangan kontinyu yang menghubungkan setiap fungsi komersial di Jalan Merdeka.

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

d. Menyediakan area khusus pada Stasiun Transit Monorel untuk angkutan Kota dan jenis transportasi publik lainnya berhenti ketika menaikan dan menurunkan penumpang. Area pemberhentian ini memiliki shelter tempat calon penumpang angkutan kota dan bus kota menunggu. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kemacetan yang dikibatkan angkutan kota yang berhenti disembarang tempat dan untuk memenuhi kebutuhan pengguna monorel ketika hendak berganti jenis moda transportasi publik lainnya atau sebaliknya.

Gambar 5. 12 Area Pemberhentian Angkot

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

e. Ruang kantung parkir muka bangunan di sepanjang Jalan Merdeka menghilang karena ruang di atas Jalan Merdeka diperuntukan untuk pedestrian sepenuhnya sehingga sirkulasi kendaraan berada pada Subway Jalan Merdeka. Dikarenakan Jalan Merdeka menjadi subway dan secara otomatis, kantung parkir muka bangunan pindah menjadi disepanjang

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

f. Bangunan Stasiun Transit Monorel menjadi pusat penentuan jarak skala manusia diantara 2 magnet komersial. Jarak bangunan terhadap 2 persimpangan yaitu 100 m dan 200 m. Telah diketahui bahwa ada batasan jarak maksimal (±400 m) untuk pejalan kaki mengakses dari satu titik ke titik lainnya. Oleh karena itu, pada kawasan ini setiap 100 m disediakan tempat dimana para pejalan kaki dapat beristirahat sejenak sebelum mereka melanjutkan ke titik selanjutnya.

g. Dengan membuat ruang steril dari sirkulasi kendaraan bermotor, ruang publik ini setiap hari menjadi bebas mobil dan motor atau dengan kata lain

Every day is car free day”. Event Car Free Day setiap hari minggu dapat

dihilangkan dan masyarakat dapat berkumpul dengan komunitasnya ataupun hanya sekedar menikmati ruang publik setiap hari. Dengan begitu diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kreatifitas dan kebersamaannya serta mengurangi tingkat stresnya setiap hari.

h. Bangunan memiliki sifat terbuka dan transparan untuk membuat massa bangunan seolah-olah tidak terlalu massif. Selain untuk membuat bangunan seolah-olah menjadi tidak terlau massif, tujuan membuat terbuka dan transparan dibeberapa bagian bangunan yaitu supaya bagian bawah jalan yang menjadi seperti terowongan lebih dari 30 meter tidak terlalu gelap karena cahaya sinar matahari yang masuk melewati bagian terbuka dan transparan tersebut. Transparansi dan keterbukaan akan membuat bangunan seolah-olah menjadi vista yang membingkai pemandangan kota disekitarnya.

5.2Konsep Perencanaan Tapak

Rencana awal pada tapak yaitu membuat pelebaran jalan sesuai dengan ROW RDTK Daerah Cibeunying dari 14 m menjadi 20 m. Pelebaran ini memberi dampak yang signifikan mengenai perencanaan kawasan selanjutnya. Bangunan di sekitar Jalan Merdeka akan semakin mundur menjauhi jalan menyesuaikan dengan rencana lebar jalan. Fungsi lain dari pelebaran jalan tersebut yaitu untuk

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memberikan ruang di antara bangunan Stasiun Transit Monorel dengan bangunan di sekitar menjadi lebih nyaman ditinjau dari aspek pencahayaan alami dan aspek termal. Jika pelebaran tidak dilakukan, maka jarak yang tercipta antara Stasiun Monorel dengan bangunan sekitar tidak sesuai dengan standar jarak antar bangunan. Hal tersebut akan berdampak pada visual kawasan yang menjadi seolah-olah terasa penuh sesak dan tidak nyaman bagi visual pejalan kaki.

Gambar 5. 13 Konsep Pelebaran Jalan

(Sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)

Setelah pelebaran jalan dilakukan, rencana selanjutnya yaitu membuat jarak antara bangunan sekitar dengan Jalan Merdeka sebesar ±20 m. Inti tema Transit

Ilyaza Gusnawan, 2015

STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

Dokumen terkait