HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
6. PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN)
4.2 Hasil Analisis
4.2.1 Deskripsi Statistik
Tingkat pengembalian investasi adalah rasio yang digunakan untuk mengukut efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memenfaatkan aktiva yang dimiliki. Tingkat pengembalian investasi dengan nilai mendekati 1 ataupun smakin tinggi menunjukkan efektifitas perusahaan dalam mengelola aset. Pada bagian dibawah ini akan disajikan masing-masing performa perusahaan BUMN pada periode 2006-2010.
Tabel 4.1
Deskripsi Statistik PT. Perusahaan Gas Negara
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 12,37 159,49 47,28 39,54
Min 2,48 112,49 39,89 31,58
Max 21,37 216,61 55,51 47,06
Sumber : Data Penelititan
Dapat dilihat dari Tabel 4.1 bahwa pada Perusahaan Gas Negara komposisi hutang lebih besar dibanding ekuitas. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata DER sebesar 159,49. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 60% dan ekuitas sekitar 40%.
Komposisi hutang yang lebih besar digunakan dalam pendanaan PT. Perusahaan Gas Negara menghasilkan tingkat pengembalian rata-rata sebesar 12,37. Maka dapat dinyatakan bahwa hutang yang besar dalam pendanaan dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini sejalan dengan teori trade-off yang menyatakan bahwa hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena mengurangi pajak.
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik PT. Asuransi Jasa Raharja
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 18,70 61,89 26,75 62,02
Min 10,54 51,38 22,76 55,22
Max 21,53 81,10 31,60 66,07
Sumber : Data Penelititan
Dapat dilihat dari Tabel 4.2 bahwa pada PT. Asuransi Jasa Raharja menggunakan lebih banyak ekuitas dibanding hutang. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata DER sebesar 61,89. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 37,5% dan ekuitas sekitar 62,5%.
Komposisi ekuitas yang lebih besar digunakan dalam pendanaan PT. Asuransi Jasa Raharja menghasilkan tingkat pengembalian rata-rata sebesar 18,70. Maka dapat dinyatakan bahwa ekuitas yang lebih banyak dalam pendanaan dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini sejalan dengan teori pecking-order yang menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung menggunakan pendanaan dari internal (ekuitas) dibanding pendanaan dari luar perusahaan.
Tabel 4.3
Deskripsi Statistik Perum Pegadaian
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 5,95 469,25 24,26 17,69
Min 5,03 398,55 15,49 16,01
Max 6,62 524,52 32,40 20,06
Sumber : Data Penelititan
Dapat dilihat dari Tabel 4.3 bahwa pada Perum Pegadaian komposisi hutang lebih besar dibanding ekuitas. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata DER sebesar 469,25. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 80% dan ekuitas sekitar 20%.
Komposisi hutang yang lebih besar digunakan dalam pendanaan Perum Pegadaian menghasilkan tingkat pengembalian investasi rata-rata sebesar 5,95. Maka dapat dinyatakan bahwa hutang yang besar dalam pendanaan tidak dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini berbeda dengan PT. perusahaan Gas Negara yang mampu menghasilkan laba bersih lebih besar atas aktiva yang di miliki disbanding Perum Pegadaian. Hasil ini tidak sejalan dengan teori trade-off yang menyatakan bahwa hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena mengurangi pajak. Namun, nilai terendah dan tertinggi dari rasio struktur modal Perum Pegadaian terlihat dalam rentang yang tidak terlalu jauh, sama halnya
dengan tingkat pengembalian investasi. Hal ini menggambarkan bahwa perusahaan ini konsisten dalam penentuan struktur modalnya.
Tabel 4.4
Deskripsi Statistik PT. Krakatau Steel
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 2,88 112,96 10,13 45,65
Min -1,32 86,56 6,40 35,62
Max 6,04 180,70 14,59 53,60
Sumber : Data Penelititan
Dapat dilihat dari Tabel 4.4 bahwa pada PT. Krakatau Steel memiliki komposisi hutang lebih besar dibanding ekuitas. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata DER sebesar 112,25. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 55% dan ekuitas sekitar 45%.
Komposisi hutang yang lebih besar digunakan dalam pendanaan PT. Krakatau Steel menghasilkan tingkat pengembalian investasi rata-rata sebesar 2,88. Maka dapat dinyatakan bahwa hutang yang lebih banyak sekitar 55% dalam pendanaan dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hasil ini sejalan dengan teori trade-off yang menyatakan bahwa hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena mengurangi pajak. Walaupun terlihat lebih baik pengelolaan asset PT. Perusahaan Gas Negara dibanding perusahaan ini. Bahkan, pada tahun 2006 tingkat pengembalian investasi PT. Krakatau Steel sebesar -1,32, hal ini menggambarkan bahwa perusahaan mengalami kerugian pada tahun tersebut.
Tabel 4.5
Deskripsi Statistik PT. Bank Rakyat Indonesia
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 2,54 162.89 7,12 38,42
Min 2,31 126,97 3,37 34,34
Max 2,84 191,25 11,92 44,06
Dapat dilihat dari Tabel 4.5 bahwa pada PT. Bank Rakyat Indonesia komposisi hutang lebih besar dibanding ekuitas. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata DER sebesar 162,89. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 60% dan ekuitas sekitar 40%.
Komposisi hutang yang lebih besar digunakan dalam pendanaan PT. Bank Rakyat Indonesia menghasilkan tingkat pengembalian investasi rata-rata sebesar 2,54. Maka dapat dinyatakan bahwa hutang yang besar dalam pendanaan tidak dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini berbeda dengan PT. perusahaan Gas Negara yang mampu menghasilkan laba bersih lebih besar atas aktiva yang di miliki dibanding PT. Bank Rakyat Indonesia. Hasil ini tidak sejalan dengan teori trade-off yang menyatakan bahwa hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan karena mengurangi pajak. Namun, hal ini dapat dimaklumi bahwa karena pada sektor perbankan memiliki 2 peran yaitu sebagai lembaga simpanan dan lembaga pinjaman, sehingga tidak memiliki tingkat pengembalian yang tinggi. Aset yang banyak bukan dari usaha untuk menghasilkan laba, melainkan dana tabungan dari nasabah.
Tabel 4.6
Deskripsi Statistik PT. Telekomunikasi Indonesia
Statistik ROI DER LDAR EAR
Mean 13,02 95,87 22,74 51,24
Min 11,56 76,83 21,81 48,22
Max 15,67 107,40 24,41 56,55
Sumber : Data Penelititan
Dapat dilihat dari Tabel 4.6 bahwa pada PT. Telekomunikasi Indonesia menggunakan lebih banyak ekuitas dibanding hutang. Hal ini terlihat pada nilai
rata-rata DER sebesar 95,87. Nilai ini menunjukkan bahwa komposisi hutang sekitar 47,5% dan ekuitas sekitar 52,5%.
Komposisi ekuitas yang lebih besar digunakan dalam pendanaan PT. Telekomunikasi Indonesia menghasilkan tingkat pengembalian rata-rata sebesar 13,02. Maka dapat dinyatakan bahwa ekuitas yang lebih banyak dalam pendanaan dapat menghasilkan laba yang maksimal. Hal ini sejalan dengan teori pecking-order yang menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung menggunakan pendanaan dari internal (ekuitas) dibanding pendanaan dari luar perusahaan.
4.2.2 Uji Normalitas
Pada penelitian ini uji normalitas akan dideteksi melalui pendekatan grafik dan uji one-Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S) test. Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal.
Gambar 4.1
Observed Cum Prob
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E xpect ed C um P rob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dari pola grafik pada Gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan menunjukkan indikasi mendekati normal. Dasar pengambilan keputusan ini didasari oleh pendapat santoso (2000), yaitu :
a. Jika data menyebar di sekiar garis diagonal dan mengikuti garis arah diagonal, maka Model Regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
Untuk memastikan apakah data disepanjang garis diagonal berdistribusi normal maka dilakukan uji kormogrov smirnov (1 sample KS) dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. (Situmorang :2011).
Tabel 4.7
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 30
Normal Parameters(a,b) Mean .0000000
Std. Deviation .05188338 Most Extreme Differences Absolute .186 Positive .186 Negative -.103 Kolmogorov-Smirnov Z 1.020
Asymp. Sig. (2-tailed) .249
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Normalits residual diuji dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : Residul terdistribusi normal
Hi : Residual tidak terdistribusi normal
Terima Ho bila nilai Asymp.Sig.(2-tailed) > α (0.05) dan sebaliknya nilai Asymp.Sig.(2-tailed) < α (0.05) maka tolak Ho. Dari data pada Tabel 4.5 terlihat
bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) adalah 0.249, yang berarti di atas nilai signifikan (0.05). Dengan demikian variabel residual berdistribusi normal.
4.2.3 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mengetahui gejala multikolinieritas dapat ditunjukkan dengan Tolerance Value > 0,1 dan Variance Inflating Factor (VIF) < 10.
Hasil pengujian multikolinieritas data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu SPSS, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 :
Tabel 4.8
Colliniearity Statistic (Tolerance & VIF)
Model T Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) DER .142 7.025 LDAR .999 1.001 EAR .142 7.023
a Dependent Variabel: ROI
Dari Tabel 4.8 terlihat variabel independen yaitu : Long Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio dan Equity to Asset Ratio ternyata VIF kurang dari 10, dan nilai tolerance semuanya di atas angka 0,1 (Situmorang,2011). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tersebut tidak terdapat problem multikolinieritas.
4.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut. Jika vrians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.2
Regression Studentized Residual
4 2 0 -2 R egressi on S tandardi zed P redi ct ed V al ue 2 1 0 -1 -2 Scatterplot
Dependent Variable: ROI
Pada Gambar 4.2 uji heteroskedastisitas terlihat titik-titik menyebar secara acar, dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk prediksi pengaruh struktur modal berdasarkan masukan dari variabel independennya (Santoso).
Pengujian heteroskedstisitas juga dilakukan dengan menggunakan metode gleyser, yaitu dengan meregresikan nilai mutlak unstandardize residual dengan
variabel-variabel independennya. Jika tidak terdapat varibel yang signifikan (> 0.05) maka disimpulkan bahwa model regresi bebas dari gejala heteroskedastisitas (Gujarati, 1995). Tabel 4.9 Uji Glejser Model Sig. Std. Error 1 (Constant) .051 DER .053 LDAR .063 EAR .078
a Dependent Variabel: absut
Hasil pengujian pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa tidak satupun variabel bebas yang memiliki signifikansi yang lebih kecil dari 0.05. hal ini berarti bahwa model regresi tidak memilki gejala adanya heteroskedastisitas.
4.2.5 Uji Autokorelasi
Pengujian adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menghitung Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watsonnya mendekati 2, maka tidak terdapat masalah autokorelasi. Bila nilai mendekati 0 terindikasi autokorelasi positif, sedangkan nilai mendekati 4 terindikasi autokorelasi negatif. (Feilmayr,2000)
Tabel 4.10 Durbin-watson Model Durbin-Watson 1 1.522
a Predictors: (Constant), EAR, LDAR, DER
Dari Tabel 4.10 diperoleh DW hitung sebesar 1.7582, maka dinyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Koefisien Determinan (Adjusted R Square)