• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Subjek I

1. Deskripsi Subjek

B merupakan seorang perempuan yang berusia 35 tahun. Saat

ini B tinggal terpisah dengan suaminya karena tuntutan pekerjaan.

Meskipun demikian, B dan suaminya telah berkomitmen untuk

bertemu setiap 3 bulan 1 kali selama 1 bulan penuh. B bekerja di

Jakarta sedangkan suami B bekerja di Paris. Saat ini B bekerja di Bank

Dunia di program nasional pemberdayaan masyarakat. B telah

memutuskan untuk tidak memiliki anak sejak B masih duduk di

bangku kuliah. Sebelum bertemu dengan lelaki yang saat ini menjadi

suami B, B sempat menjalin sebuah relasi romantis dengan salah

seorang lelaki selama 8 tahun. Namun, hubungan tersebut harus

berakhir karena lelaki tersebut tidak mendukung keinginan B untuk

tidak memiliki anak. Meskipun demikian, B kemudian bertemu dengan

pertamanya dengan lelaki tersebut, B menceritakan permasalahan yang

terjadi pada dirinya dan menemukan kecocokan dengan lelaki tersebut.

B merasa cocok dengan lelaki tersebut karena mereka memiliki jalan

pikiran yang sama, khususnya dalam hal pengambilan keputusan untuk

tidak memiliki anak. Karena kecocokan tersebutlah, B menikah dengan

lelaki itu.

2. Analisis Deskriptif a. Awal

Dalam wawancara, B menceritakan bahwa ketika B masih

kecil, B tidak mendapatkan haknya sebagai seorang anak untuk

diasuh oleh kedua orang tuanya. B menganggap pengalaman masa

kecilnya merupakan pengalaman yang menyakitkan. Pengalaman

tersebut berpengaruh besar pada pengambilan keputusan B untuk

tidak memiliki anak. B merupakan individu yang senang memiliki

banyak kegiatan dan masih ingin meniti karirnya. Saat itu B

memiliki pekerjaan yang menuntutnya untuk selalu berpergian. B

menyadari bahwa memiliki anak merupakan tanggung jawab yang

besar sehingga apabila B memiliki anak, B akan terpaksa diam

dirumah dan harus berhati-hati dalam memilih kegiatan. Oleh

sebab itu, B mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak

karena B menyadari bahwa pekerjaan yang ia pilih tidak sejalan

mengulangi kesalahan yang sama, yaitu berlaku tidak adil kepada

anaknya apabila B memiliki anak.

b. Tengah

Selama menjalankan pilihannya untuk tidak memiliki

anak, B sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan seputar anak

dari lingkungan sekitar. Pada awalnya, B masih sangat

bersemangat untuk menjelaskan kepada mereka mengenai

alasannya memilih tidak memiliki anak. Namun, saat ini B tidak

begitu bersemangat lagi dan lebih memilih untuk memberikan

jawaban yang diharapkan oleh lingkungan. “Harus belajar ngeles, sama orang harus dapetin jawaban yang mereka mau”.

Ibu B sempat tidak menyetujui keputusan B tersebut.

namun, perlahan-lahan ibu B mulai menyadari bahwa B tidak

ingin menyusahkan ibunya sehingga ibu B mendukung keputusan

B. Ketidakpedulian B pada komentar lingkungan sekitar serta

Adanya dukungan dan upaya dari sang ibu agar B terhindar dari

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh keluarga besar,

membuat B semakin berpegang teguh pada pilihannya. “Mau ngomong apa juga bodo. Hahaha. Hidupku. Hahaha. Yang penting

kan keluarga”.

Tak hanya bergantung pada usaha sang ibu, B juga

pilihan hidupnya merupakan pilihan yang benar. “Dan memang saudara-saudara ngeliat aku juga makin maju aja, jadi ya „ah.. mungkin itu memang pilihan yang benar‟. Gitu aja sih. Itu pembuktian juga”.

c. Akhir

Pada akhirnya, keputusan B untuk tidak memiliki anak

tetap B jalani hingga saat ini. Hal ini dikarenakan B merasa hidup

yang dijalaninya sudah memuaskan. Sebab, hal yang diinginkan

oleh B telah tercapai, yakni tidak berlaku tidak adil pada anaknya.

“Kehidupan seperti ini lebih adil. Nggak bayangin kan, kalo punya anak, suami dimana, istri dimana, anak dimana, itu juga

tambah nggak lucu lagi”. Selain itu, B juga merasakan adanya

keuntungan dari menjalankan pilihannya tersebut, yakni lebih

bebas dalam menggunakan waktunya untuk karir dan diri sendiri

serta tidak berkontribusi dalam ledakan populasi.

d. Kesimpulan

Kisah hidup B bersifat progresif. Usaha yang dilakukan B

untuk mempertahankan keputusannya sebagai seorang voluntary

childlessness di tengah masyarakat pronatal membuatnya semakin

sukses dalam meniti karir serta mendapatkan kehidupan yang

3. Analisis Interpretatif a. Generativitas

Skor generativitas yang diukur menggunakan Skala

Generativitas Loyola juga menunjukkan bahwa B memiliki

komitmen dalam berperilaku yang berkaitan dengan generativitas

yang tergolong normal. Dari skala tersebut, dapat dilihat bahwa B

mewariskan atau meneruskan ilmu pengetahuan yang ia miliki,

kemampuan, dan lain-lain; berkontribusi pada kebaikan komunitas,

masyarakat, dan lain-lain; melakukan sesuatu yang akan selalu

diingat dan diwariskan; menjadi kreatif dan produktif serta

merawat dan bertanggung jawab pada orang lain.

Generativitas Parental

Salah satu cara B untuk menyalurkan dorongan generativitas

yaitu melalui generativitas parental. B akan menyalurkan kasih

sayang dan perhatiannya pada suami dan hewan peliharaan.

Soalnya kalo cuman mikir obyek afeksi aja, stiap orang pasti butuh obyek afeksi kan. Toh ada suami, ada kucing tiga.

Selain itu, B juga memiliki keinginan untuk membantu

anak-anak yang kurang mampu serta memiliki pekerjaan yang

berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Toh kalo nanti memang butuh anak, atau ngerasa butuh obyek afeksi yang baru gitu bisa ngangkat, kan banyak anak yang dibuang

juga kan ya. Masih banyak yang butuh di bantu juga kok. Kalopun nggak ngangkat, paling nggak bantu anak buat digedein gitu. Di keluarganya sendiri atau apa.

Kerjaanku di program nasional pemberdayaan masyarakat

B memiliki keinginan untuk tidak ingin mengulangi kesalahan

yang sama, yaitu berlaku tidak adil kepada anak seperti yang

dilakukan oleh orang tua subjek terhadapnya.

Aku nggak mau kalo aku punya anak aku seperti aku dulu sampai aku kesulitan banget, tapi yaudah. Kebetulan aku memilih kegiatan yang mobilitasnya tinggi, jadi ya aku nggak mau aku nggak fair sama anakku.

“... kita nggak mau mengulang kesalahan yang sama ya.

Dan ketika aku aktif banget, akan nggak fair buat anakku nanti.

“... pilihan pekerjaanku apa dan aku yakin kalo aku terusin pilihan pekerjaan eh.. aku ngejar cita -citaku itu, aku nggak akan sempet punya waktu untuk ngurus anak dan itu nggak adil buat anaknya.

“... di sisi yang lain juga aku tidak berlaku tidak adil pada anakku kalo aku punya anak.

Generativitas Kultural

Cara lain yang dilakukan oleh B untuk menyalurkan dorongan

Nggak nambah populasi juga. Hahaha. Itu masalah dunia. Terlalu banyak manusia.

b. Motif-motif Karir

B memilih untuk tidak memiliki anak karena masih ingin

membangun karir dan mengejar cita-citanya. B menyadari

bahwa dirinya akan kehilangan kebebasan dalam memilih

kegiatan dan dengan terpaksa diam di rumah apabila B

memiliki anak. Oleh sebab itu, B lebih memilih untuk tidak

memiliki anak agar tidak kehilangan kebebasannya.

Aku sadar karena pertama, waktu itu aku masih merasa aku harus bangun karir dulu gitu.

“... pilihan pekerjaanku apa dan aku yakin kalo aku terusin pilihan pekerjaan eh.. aku ngejar cita -citaku itu, aku nggak akan sempet punya waktu untuk ngurus anak dan itu nggak adil buat anaknya.

Zero Population Growth

B sadar salah satu permasalahan yang sedang dihadapi oleh

dunia adalah masalah ledakan populasi sehingga hal tersebut

mempengaruhi B untuk tetap menjalani kehidupan tanpa anak.

Nggak nambah populasi juga. Hahaha. Itu masalah dunia. Terlalu banyak manusia.

Pengalaman hidup

Pengalaman masa kanak-kanak B sangat mempengaruhi B

dalam mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak. B

memiliki pengalaman yang kurang baik sebagai seorang anak.

Ketika B masih kecil, B tidak diasuh oleh kedua orang tuanya,

melainkan diasuh oleh kakek neneknya. B merasa hal tersebut

tidak adil sebab orang tua yang seharusnya mengasuh anak,

lebih memilih untuk bersenang-senang dengan

teman-temannya. Dengan demikian, B sadar bahwa dirinya tidak

ingin mengulangi kesalahan yang sama, yaitu berlaku tidak

adil kepada anaknya hanya karena dirinya disibukkan oleh

pekerjaan.

Jadi aku dititipkan di orang tua dan kemudian mereka akan sibuk traveling, jalan-jalan, haha hihi dengan temannya, tanpa merasa mereka ada tanggung jawab anak, yang mereka harus nabung untuk anaknya itu sekolah dan seterusnya, dan seterusnya, makan sehari-hari.

Jadi, aku masih punya dendam itu sampe aku menyalahkan ibuku untuk beberapa hal yang aku nggak punyai atau nggak dapet kesempatan itu.

Aku nggak mau kalo aku punya anak aku seperti a ku dulu sampai aku kesulitan banget, tapi yaudah. Kebetulan aku memilih kegiatan yang mobilitasnya tinggi, jadi ya aku nggak mau aku nggak fair sama anakku.

Manfaat yang dirasakan

Adanya manfaat yang dirasakan oleh B dari menjalankan

fleksibilitas dalam menggunakan waktu sehingga B dapat

bekerja semaksimal mungkin dan terus dapat mengejar

cita-citanya. Selain itu, B merasa kehidupan yang ia jalani saat ini

sangat memuaskan dan lebih adil. Keinginan B untuk tidak

bersikap tidak adil pun terpenuhi.

“... lebih enteng untuk ngejalanin opsiku buat memilih karir dan kerja gitu kan. Eee.. bahwa aku juga bebas maksimalkan wa ktuku untuk kerja buat masyarakat. Yang kayak gitu. Eeem.. aku juga bisa pakai waktuku banyak tanpa harus.. misal memang ada kerjaan yang belum selesai, kalo aku harus kerja sampe jam 11, aku nggak akan mikir „ooh.. ada anakku yang harus ini.. nggak enak.. gimana..‟ jadi nggak stengah-stengah. Kalo kerja, kerja total gitu. Totalitas aja sih.

Ketika aku tidak mem... tidak menjalankan citaku dengan stengah-stengah di satu sisi,...”

Kehidupan seperti ini lebih adil.

Dokumen terkait