• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretis

Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Karena membaca ialah suatu keterampilan berbahasa, maka cara memperolehnya pun tidak serta-merta, melainkan dibutuhkan proses. Oleh karena itulah, diperlukan suatu mekanisme tertentu agar anak yang tadinya tidak dapat membaca, menjadi bisa membaca. Mekanisme yang dimaksud ialah belajar. Melalui pembelajaran yang intensif dalam kelas atau luar kelas, maka seseorang akan dengan cepat menguasai keterampilan membaca ini.

Membaca juga merupakan sesuatu yang harus dilatih, hal tersebut karena membaca ialah suatu keterampilan yang kompleks, yang mencakup serangkaian keterampilan yang lebih kecil, seperti pengenalan terhadap aksara (huruf) serta tanda-tanda baca, hubungan aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur kebahasaan formal, dan hubungan aksara dengan makna.1

Hal tersebut sesuai dengan apa yang diutarakan Tarigan. Ia menyebutkan ada tiga komponen dalam keterampilan membaca ini, yaitu (1) pengenalan terhadap pelbagai aksara dan tanda baca, (2) korelasi aksara beserta berbagai tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna.2

Keterampilan A yang dimaksud ialah suatu kemampuan untuk mengenal bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan mode yang berupa gambar, lengkungan-lengkungan garis, dan titik-titik yang dipola secara teratur. Sementara keterampilan B merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas, yaitu gambar dan pola teratur tersebut, dengan bahasa.

1

Erwan Juhara, dkk., Cendekia Berbahasa untuk Kelas X SMA (Jakarta: Setia Purna Inves, 2005), h. 54-55.

2

Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1979), h. 10.

Atas dasar tersebut, guru bahasa Indonesia dituntut berpikir kreatif, sekaligus menyadari dan memahami sejak awal, bahwa membaca merupakan suatu metode atau cara yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi. Makna komunikasi di sini mencakup interaksi dengan diri sendiri, atau dengan orang lain (penulis). Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses di mana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran.3 Hal yang dikomunikasikan itu ialah makna yang terkandung dalam lambang-lambang tertulis, baik yang bersifat tersurat atau tersirat. Lebih lanjut, HG Tarigan berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.4

Membaca dikatakan proses karena dalam kenyataannya membaca menuntut pembaca agar fokus dan memperhatikan kelompok kata yang merupakan satu kesatuan, di mana hal tersebut dilakukan dalam pandangan sekilas, dan dalam waktu yang singkat itu pembaca diharapkan mampu menangkap makna kata-kata yang dibacanya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat atau yang tersirat tidak akan tertangkap secara optimal, yang pada gilirannya membuat proses membaca menjadi tidak terlaksana dengan baik.

Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dari yang tersurat. Dengan kata lain, membaca ialah memahami makna yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Oleh karena itu, makna bacaan tidak terletak pada halaman per halaman, melainkan terletak pada pikiran pembaca. Dalam pikiran pembacalah makna kata-kata itu hidup. Makna bacaan dalam pikiran pembaca juga akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda yang digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.

3

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 6.

4

2. Tujuan Membaca

Membaca bukanlah aktivitas tanpa tujuan. Tujuan utama membaca ialah untuk mencari dan memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti erat kaitannya dengan maksud, tujuan kita dalam membaca.

Secara rinci, HG Tarigan menyebutkan ada tujuh tujuan dalam membaca, yaitu sebagai berikut.

a. Membaca untuk memperoleh perincian atau fakta (reading for details or facts). Tujuan membaca ini dilakukan ketika pembaca ingin membaca untuk menemukan dan mengetahui berbagai penemuan yang telah dilakukan oleh para penemu.

b. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). Disebut demikian jika dalam membaca, tujuannya untuk mengetahui mengapa hal tersebut merupakan topik yang baik atau menarik.

c. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization). Hal ini jika dalam membaca tujuannya untuk mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita. d. Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for

inference). Membaca jenis ini jika membaca bertujuan untuk mengetahui serta menemukan apa yang para tokoh rasakan.

e. Membaca untuk mengelompokkan, mengklasifikasikan (reading for classify). Membaca seperti ini bila dalam membaca itu bertujuan untuk mengetahui dan menemukan apa-apa yang tidak biasa atau tidak wajar mengenai seorang tokoh.

f. Membaca untuk menilai, membaca untuk mengevaluasi (reading for evaluate). Disebut demikian jika dalam praktiknya, membaca dilakukan dengan tujuan untuk mencari atau menemukan apakah tokoh berhasil (hidup) dengan ukuran-ukuran tertentu.

g. Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading for compare or contrast). Tujuan membaca ini akan tercapai jika

dalam membaca bermaksud untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah.5

3. Hambatan Membaca

Secara umum, hambatan dalam membaca dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu intern dan ekstern. Hambatan intern ialah hambatam membaca yang timbul dari dalam diri pembaca itu sendiri, seperti konsentrasi dan motivasi. Sementara hambatan ekstern yaitu hambatan membaca yang berasal dari luar, seperti suara berisik, tempat yang tidak nyaman, dan penerangan yang kurang baik.6

Hambatan seperti konsentrasi memang sering dijumpai, mengingat tingkat konsentrasi pada siswa beragam dan itu biasanya dipengaruhi oleh keadaan psikologis seseorang. Semakin baik psikologisnya, biasanya seseorang akan lebih baik konsentrasinya. Sebaliknya, keadaan psikologis yang buruk akan menyebabkan mudah buyarnya konsentrasi seseorang. Konsentrasi sendiri merupakan pemusatan perhatian, pikiran, jiwa, dan fisik pada sebuah objek. Dalam hal ini, konsentrasi diartikan sebagai pemusatan pikiran atau terpusatnya perhatian terhadap informasi yang diperoleh seorang siswa selama periode belajar.7

Sementara itu, hambatan membaca sering muncul juga karena faktor motivasi. Di mana, semakin rendah motivasi seseorang untuk membaca maka semakin tidak mudah bagi seseorang untuk membaca. Motivasi itu erat kaitannya dengan aktivitas mental. Artinya keadaan mental yang stabil dan tahu akan pentingnya membaca, maka aktivitas membaca bisa menjadi suatu hobi yang menyenangkan. Aka tetapi, jika keadaan mental seseorang tidak menghendakinya untuk melakukan aktivitas membaca, maka kegiatan membaca akan dilihatnya sebagai beban yang berat. Motivasi itu sendiri

5

Henry Guntur Tarigan, Ibid., h. 9-10.

6

Sugembong, Meraih Bintang di Sekolah (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), h. 88.

7

Femi Olivia, Membantu Anak Punya Ingatan Super (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), h. 40.

adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan.8

Motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan apabila dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai peranggsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

Secara lebih spesifik, ada enam hambatan dalam membaca, yaitu vokalisasi (Membaca dengan bersuara), gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk dengan jari, regresi, dan subvokalisasi.9

a. Vokalisasi

Vokalisasi atau membaca dengan bersuara, yakni mengucapkan kata demi kata secara lengkap, bisa dengan bersuara lantang, ataupun dengan suara samara/tidak jelas (menggumam). Untuk mengetahui apakah kita mengucapkan kata-kata atau tidak, letakkan tangan di leher ketika membaca. Bila getaran terasa di jakun, itu berarti kita membaca dengan bersuara. Vokalisasi bisa diartikan juga sebagai cara orang untuk mengekspresikan perasaannya.10

b. Gerakan Bibir

Menggerakkan bibir pada saat membaca, walaupun tanpa bersuara, juga akan membuat kecepatan baca menjadi melambat empat kali dibandingkan jika membaca dengan diam/tanpa bersuara.

8

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu (Bandung: Grasindo bekerja sama dengan Imtima, 2007), h. 56.

9

Soedarso, Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 5-8.

10

c. Gerakan Kepala

Saat masa kanak-kanak, jangkauan penglihatan kita tidak memungkinkan menguasai penampang bacaan (dari kiri hingga kanan). Karena itulah kita menggerakkan kepala dari kiri dan kanan untuk membaca baris-baris bacaan secara lengkap. Saat dewasa, jangkauan penglihatan kita telah mampu menguasai penampang tersebut secara optimal, sehingga seharusnya mata saja yang bergerak.

d. Menunjuk Dengan Jari

Kebiasaan ini timbul karena saat masih belajar membaca, kita selalu menunjuk kata demi kata dengan jari, agar tak ada kata yang terlewati. Kebiasaan ini sering dipertahankan hingga dewasa, padahal sangat menghambat kecepatan baca, karena gerakan tangan lebih lambat dari pada gerakan mata.

e. Regresi

Dalam membaca, mata bergerak dari kiri ke kanan untuk menangkap kata-kata yang terletak berikutnya. Namun sering mata bergerak kembali ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa kata sebelumnya. Kebiasaan inilah yang disebut dengan regresi. Hal ini kebanyakan dilakukan karena merasa kurang yakin dalam memahami kata atau kalimat sebelumnya.

f. Subvokalisasi

Yakni melafalkan kata-kata dalam batin/pikiran. Kebiasaan ini juga

menghambat karena konsentrasi akan lebih terfokus pada ‘bagaimana melafalkan dengan benar’, dan bukannya ‘memahami ide’ yang terkandung

dalam kata-kata tersebut.11

4. Kebiasaan Membaca

Kebiasaan merupakan suatu sikap atau aktivitas, baik bersifat fisik atau psikis, yang telah mendarah daging pada diri seseorang. Karena sifatnya sudah mendarah daging, maka sangat sulit bagi seseorang untuk meninggalkan suatu

11

P. Tukan, Mahir Berbahasa Indonesia 3 untuk SMA kelas XII (Jakarta: Yudhistira, 2007), h. 138.

kebiasaan tertentu, kecuali jika diiringi tekad yang kuat untuk mau berubah. Terbentuknya suatu kebiasaan pada diri seseorang pun tidak terjadi dalam waktu singkat. Pembentukannya itu melalui proses-proses perkembangan tertentu yang relatif memakan banyak waktu.

Kebiasaan membaca, seperti yang dikutip dari DP Tampubolon, adalah kegiatan membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang. Dari segi masyarakat, kebiasaan membaca ialah kegiatan membaca yang telah membudaya dalam suatu masyarakat.12

Sementara itu, Dewa Ketut Sukardi berpendapat: Apabila membaca itu diwajibkan untuk mengulang berkali-kali maka akan terbentuklah kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca akhirnya akan menimbulkan kegemaran membaca.13

Kebiasaan membaca harus dilakukan sejak dini. Dimulai saat anak belajar mengenal huruf demi huruf, kata demi kata, mengejanya, dan membedakannya dengan huruf atau kata-kata yang lain. Baik dari segi pelafalan maupun penulisannya. Anak harus membaca dengan bersuara, mengucapkan setiap kata secara penuh. Hal ini dilakukan agar diketahui apakah benar atau salah ia membaca. Selagi belajar, anak diajari membaca struktural.

Pola membaca struktural ialah dari kiri ke kanan, dan mengamati tiap kata dengan saksama pada susunan yang ada. Oleh karena itu, pada waktu membaca, anak akan melakukan kebiasaan: (a) menggerakan bibir untuk melafalkan kata yang dibaca, (b) menggerakan kepala dari kiri ke kanan, dan (c) menggunakan jari atau benda lain untuk menunjuk kata demi kata.14

Secara tidak sadar, kebiasaan itu melekat hingga dewasa. Tak jarang, banyak orang kesulitan sekarang untuk mengubah pola membaca yang dulu ditanamkan sejak kecil itu. Terbukti, masih saja ada orang dewasa yang kalau

12

DP Tampubolon, Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien (Bandung: Angkasa, 1987), h. 229.

13

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), h. 105.

14

membaca harus menggerakan kepala dari kiri ke kanan, padahal idealnya yang bergerak ketika membaca itu bukan kepala, melainkan bola mata kita.

Untuk membantuk kebiasaan membaca yang efisien, dibutuhkan waktu yang relatif lama. Kecuali jika diiringi kemauan dan keinginan yang kuat. Namun begitu, waktu, keinginan, kemauan saja tidak cukup, diperlukan satu amunisi lain untuk mengubah kebiasaan membaca pola lama ke pola yang lebih efektif, yaitu motivasi. Motivasi harus menjadi ujung tombak dalam menggenjot kemauan dan keinginan, sehingga hasil yang optimal bisa segera direalisasikan.

Tidak sampai di situ saja, faktor lain yang tak kalah penting ialah lingkungan. Lingkungan ditengarai menjadi faktor paling dominan dalam pembentukan kebiasaan anak. Jika anak berada di lingkungan yang tidak stabil, atau terkontaminasi oleh budaya luar yang tidak baik, maka anak akan dengan mudah mengikutinya. Bila keadaannya demikian, jangankan anak untuk gemar membaca, agar anak patuh pada orang tua pun akan sulit untuk diwujudkan. Namun, bila lingkungannya kondusif, mendorong anak untuk senantiasa membaca, maka dengan perlahan tapi pasti anak akan mengikuti kebiasaan yang ada di sekitarnya.

Oleh karena itu, berbagai usaha pembentukan kebiasaan membaca pada anak hendaknya dimulai sejak ia masih masa kanak-kanak. Pada masa ini, usaha pembentukan kebiasaan membaca bukan dalam arti mengajarkan, akan tetapi lebih pada aspek peletakan fondasi minat yang baik dalam bentuk pengenalan-pengenalan huruf lewat apa yang ada di sekelilingnya dimulai sejak usia dua tahun. Pada usia ini, anak mulai dapat mempergunakan bahasa lisan, yaitu memahami yang dikatakan dan berbicara. Masa-masa awal inilah, masa emas untuk membentuk kebiasaan anak.

Usaha-usaha untuk mengarahkan anak agar gemar membaca tentu harus menjadi perhatian serius, tidak hanya pemerintah tapi juga swasta. Kita semua mempunyai tanggung jawab yang sama akan hal tersebut. Karena itu, sepantasnya kita bersama mendorong terciptanya situasi dan kondisi yang mengarahkan anak pada hal itu.

Namun, usaha-usaha tersebut tentu memiliki sasaran yang tidak sama. Bagi anak yang belum dapat membaca, tujuan utamanya ialah menumbuhkan minat membaca, juga untuk mempersiapkan kesiapan anak dalam membaca. Akan tetapi, jika anak sudah dapat membaca, maka fokus utamanya bukan lagi menumbuhkan minat baca, lebih dari itu ialah mengembangkan minat baca dan kebiasaan membaca.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan agar anak gemar membaca, dua di antaranya, yaitu peran orang tua dan program membaca dini.

Peran orang tua. Peran orang tua tidak diragukan lagi sebagai pembentuk kebiasaan anak. Itu didasarkan pada asumsi, bahwa pendidikan yang diterima anak untuk pertama kalinya ialah dari keluarga atau orang tuanya. Orang tua dalam mendorong perkembangan bahasa anak dapat dilakukan melalui percakapan secara langsung dengan anak. Cara mendorong perkembangan bahasa anak yaitu melalui peniruan, penyempurnaan, pengomentaran, dan responsi dorongan.

Orang tua ialah teladan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, sangat pantas kiranya orang tua memberikan teladan yang terbaik bagi anak. Khususnya dalam hal membaca. Orang tua juga jangan enggan untuk bercerita kepada anak, di samping akan menghidupkan pikiran anak, kebiasaan bercerita kepada anak juga akan membantunya dalam memperkaya pembendahara kata yang dikuasai. Hal ini secara otomatis berperan penting dalam usaha menumbuhkembangkan bahasa anak.

Ajak pula anak untuk bermain-main dengan bacaan dan tulisan untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca dan menulis dalam diri anak. Caranya ialah dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, misalnya dengan mengajak anak ke taman bermain yang ada taman bacaan untuk anak, atau mengajaknya ke toko buku kemudian membelikan buku yang disukainya, memanfaatkan televisi, atau dengan menyiapkan ruang khusus di rumah kita yang berisi berbagai alat-alat yang dibutuhkan anak untuk menulis dan membaca, semisal spidol dan buku gambar.

Pentingnya peran orang tua dalam pembentukan kebiasaan anak, bukan tanpa alasan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Komisi Plowden (1964), seperti dikutip DP Tampubolon, menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kemajuan anak di sekolah adalah tingkat perhatian orang tua pada anak di rumah. Senada dengan itu, Komisi Bullock (1975) juga menyatakan bahwa peranan orang tua sangat menentukan dalam pendidikan anak, terutama pada tingkat prasekolah dan sekolah dasar, khususnya dalam membaca dan perkembangan bahasa. Pengaruh dan peranan orang tua itu dapat dilakukan dengan cara: Mendorong perkembangan bahasa anak, menjadi teladan dalam membaca, membaca dan bercerita, bermain dengan bacaan dan tulisan, serta dengan memanfaatkan sarana-sarana yang ada di lingkungan.15

Program membaca dini. Membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram atau formal kepada anak prasekolah. Secara khusus, DP Tampubolon mengemukakan ada empat keuntungan mengajar anak membaca dini dilihat dari segi proses belajar-mengajarnya, yaitu sebagai berikut.

Pertama, belajar membaca dini memenuhi rasa ingin tahu anak. Kedua, situasi akrab dan informal di rumah dan di kelompok bermain atau taman kanak-kanak merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar. Ketiga, anak-anak yang berusia dini pada umunya perasa dan mudah terkesan, serta dapat diatur. Terakhir atau keempat, anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.16

Karena pada dasarnya membaca ialah aktivitas fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, dan membaca dini merupakan usaha mempersiapkan anak memasuki pendidikan dasar, diperlukan adanya prinsip konkret agar usaha ke arah tersebut berhasil. Dalam hal ini, DP Tampubolon merumuskan lima prinsip pokok membaca dini. Kelima prinsip pokok tersebut ialah sebagai berikut.

15

DP Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak (Bandung: Angkasa, 1991), h. 45-61.

16

a. Materi bacaan harus terdiri dari kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat-kalimat. Ini berarti bahwa bacaan itu harus mempunyai makna yang dapat dipahami oleh anak.

b. Membaca terutama didasarkan pada kemampuan memahami bahasa lisan, dan bukan pada kemampuan berbicara.

c. Mengajarkan membaca bukan mengajarkan aspek-aspek linguistik, seperti tata bahasa, kosa kata, tata kalimat, makna kata, dan bunyi bahasa. Bukan pula mengajarkan logika atau cara berpikir yang tinggi yang tidak sesuai dengan cara berpikir anak. Bahan-bahan membaca dini haruslah yang berada dalam ruang lingkup kemampuan bahasa dan berpikir anak.

d. Membaca tidak harus bergantung pada pengajaran menulis. Ini berarti bahwa anak dapat diajar membaca, walau dia belum dapat menulis. e. Pengajaran membaca harus menyenangkan bagi anak.

Dari paparan tersebut, dapat kita cermati bahwa pengajaran membaca pada anak bersifat individual. Program dan metode pengajaran membaca harus disesuaikan dengan perkembangan setiap anak. Dengan demikian, pada dasarnya orang tua dan guru prasekolah dapat juga menyusun dan mengembangkan program (bahan-bahan pelajaran, khususnya pelajaran membaca dini) sendiri, juga metodenya ketika dalam mengajar, disesuaikan dengan perkembangan anak, atau anak-anak yang sedang belajar.

5. Gagasan Pokok

Gagasan secara definitif berarti hasil pemikiran, ide. Sementara yang dimaksud gagasan pokok ialah gagasan tentang sesuatu sebagai pokok atau tumpuan untuk pemikiran selanjutnya.17 Dengan demikian, gagasan pokok merupakan inti atau ide dasar paragraf yang secara struktural membawahkan gagasan yang lain. Dengan kata lain, ide pokok itu merupakan suatu konsep yang secara ordinatif mencakup konsep gagasan lain dalam suatu paragraf.

17

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Edisi III, h. 326.

Gagasan-gagasan yang terwujud dalam berbagai kalimat penjelas atau pendukung gagasan pokok itu satu sama lain saling berkesinambungan guna membentuk satu kesatuan paragraf.

Paragraf merupakan paketan gagasan yang bulat dan utuh, atau dalam bahasa Inggris, paragraf disebut juga sebagai thinking unit atau kesatuan pemikiran. Sebagai thinking unit, paragraf dapat dipolakan: Sebuah paragraf berisi satu pikiran utama dan beberapa pikiran pengembang. Pikiran-pikiran pengembang itu dapat dibedakan berdasarkan kedudukannya sebagai pikiran pendukung dan pikiran penjelas. Sebuah pikiran utama akan dikembangkan dengan beberapa pikiran pendukung, dan tiap pikiran pendukung akan dikembangkan dengan beberapa pikiran penjelas.18

Hal tersebut berimplikasi pada dituangkannya gagasan pokok itu dalam suatu paragraf. Bisa secara eksplisit atau tersurat dalam kalimat utama atau kalimat topik, bisa pula secara implisit atau tersirat. Jika tersirat, kesan gagasan pokok itu tidak ada dalam kalimat, tetapi semua kalimat dalam paragraf tersebut mendukung satu pikiran utama. Bila pikiran utama dinyatakan secara tersurat, dapat dinyatakan pada awal paragraf. Tidak harus sebagai kalimat pertama, bisa pula dituangkan dalam kalimat kedua atau kalimat ketiga, disesuaikan dengan kebutuhan atau panjang-pendeknya paragraf.

Pikiran utama yang dinyatakan pada awal paragraf dapat dinyatakan kembali dengan kata-kata lain pada akhir paragraf sebagai kalimat pengembangan. Model paragraf ini kemudian kita kenal sebagai paragraf deduktif. Pikiran utama baru dinyatakan pada akhir paragraf sebagai kesimpulan dari fakta-fakta yang sebelumnya disebutkan. Ini yang kemudian kita kenal sebagai pola pengembangan paragraf induktif.

Oleh karena itu, penting bagi pembaca untuk mengetahui ide pokok dari apa yang dibacanya, sebagai sarat agar pengetahuan dan wawasan pembaca itu berkembang. Walau begitu, keterampilan menemukan ide pokok paragraf bukanlah sesuatu yang tidak dapat dipelajari. Artinya, kita mampu

18

untuk menemukan ide pokok itu apabila kita rajin melatihnya secara teratur

Dokumen terkait