• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

1. Deskripsi Teori Hasil Belajar Matematika

Sub bab ini akan membahas mengenai pengertian hasil belajar matematika, teori-teori belajar, hakekat pembelajaran matematika, bentuk-bentuk hasil belajar matematika dan faktor-faktor hasil belajar matematika.

a. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Proses pendidikan, tidak terlepas dari belajar. Kegiatan ini merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan. Tercapai tidaknya tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar. Belajar merupakan suatu proses dari seseorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar. Ini berarti berhasil gagalnya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Ada beberapa definisi belajar. Diantaranya, belajar dalam arti luas diartikan kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.1 Dalam belajar siswa mengerahkan kemampuan yang ia miliki agar dapat menguasai materi ilmu pengetahuan tersebut.

Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar sebagai berikut. Witherington menyatakan belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecapakapan. Menurut Hilgard,

1Sudirman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2012), h.20

belajar adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu.2

Kemudian Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman. Rumusan keduanya, belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya pelatihan khusus.3 Menurut pengertian ini belajar merupakan perubahan tingkah laku dan karena adanya pelatihan.

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai harapan. Hal ini juga berarti bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik dari yang telah dimiliki sebelumnya. Perubahan tersebut menetap dan cukup lama. Perubahan-perubahan dalam belajar diantaranya kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional, sikap, inhibsi, apresiasi dan tingkah laku efektif.4 Timbulnya bermacam-macam perbedaan pendapat para ahli karena perbedaan situasi belajar dan perbedaan titik pandang.

Guru dalam mengajar akan melakukan upaya untuk mencapai tujuan pengajaran. Upaya-upaya tersebut terdiri dari strategi, media dan lain-lain. Sehingga tujuan pengajaran tercapai dan hasil belajar diperoleh siswa memuaskan. Definisi hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.5 Hasil belajar yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.6 Kemampuan tersebut merupakan perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan.

2Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.12

3Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88 4Muhibbin Syah, Ibid., h.116

5Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.22

9

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif.

Maka hasil belajar matematika siswa adalah seberapa banyak tingkat penguasaan siswa yang dicapai oleh peserta didik tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut sesuai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar ini berguna untuk mengevaluasi guru, kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan siswa. Sehingga guru bisa memperbaiki diri dan menindak lanjuti kegiatan mengajarnya.

b. Teori-teori Belajar

Teori-teori belajar merupakan hal penting dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan teori-teori belajar. Ini berarti teori-teori belajar merupakan dasar dalam melakukan pembelajaran. Ada beberapa teori-teori belajar yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah:

1) Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Menurut teori ini, guru hendaknya menyesuaikan pembelajaran di kelas dengan tahap umur peserta didik. Selain itu, guru dalam mengajar harus menyesuaikan bahasa dan cara berfikir anak. Karena cara berfikir dan bahasa anak berbeda dengan orang dewasa. Tahap-tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut:

a) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

Karakteristik periode ini yaitu pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya baru

berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti menggenggam atau mengisap.7 Selain itu, anak masih praverbal dan belum dapat menggunakan tanda atau simbol.

b) Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Pada periode ini anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).8 Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol yakni suatu benda diberi nama (simbol). Anak masih terantung pada kontak langsung dengan lingkungannya.

c) Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

Aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret yang dapat diukur.9 Anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dilihat dan diraba oleh anak. Benda-benda yang tidak tampak dalam kenyataan, sulit dipirkan oleh anak.

d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas)

Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Disini anak memasuki tahap remaja. Anak sudah dapat berhubungan dengan peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan benda konkret. Remaja sudah dapat berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternatif yang ada.10

Implikasi teori perkembangan kognitif dalam pembelajaran yaitu pertama, bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. Kedua yaitu anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Ketiga, bahan yang

7M Djawad Dahlan, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Rsdakarya, 2010), h.6

8M Djawad Dahlan, Ibid,. h.6

9Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.156 10M Djawad Dahlan, Op Cit., h.6

11

dipelajari anak hendaknya sebagai bahan baru tetapi tidak asing. Keempat berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Kelima di dalam kelas hendaknya anak diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.11

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar Piaget ini, merupakan teori belajar yang sesuai perkembangan usia peserta didik. Sehingga proses belajar mengajar matematika di sekolah dasar harus sesuai dengan tahap perkembangan operasional konkret. Guru dapat menghadirkan benda-benda konkret sesuai kehidupan sehari-hari siswa. Sehingga pendekatan pendidikan matematika realistik sesuai dengan perkembangan usia anak didik.

2) Teori Konstruktivisme

Teori ini dipelopori oleh J piaget dan Vgotsky. Belajar menurut pandangan konstruktivisme berarti membangun, yaitu siswa dapat mengkonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktifitas aktif dalam pembelajaran. Teori ini merupakan teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pengetahuan makna.12 Pengetahuan bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan seseorang yang sedang mempelajarinya. Jadi, seseorang yang belajar tersebut membentuk pengertian.

Menurut pandangan dari teori ini, belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu dari teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya, pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang.13 Maka berdasarkan teori konstruktivisme, belajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Tetapi, belajar merupakan kegiatan merekonstruksi sendiri pengetahuannya. Siswa sebagai sebjek belajar membentuk pengetahuan, membuat

11Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2011), h.87

12Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.119

13Sudirman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h.37

makna dan lain-lain. Guru berperan sebagai mediator untuk mengoptimalisasi belajar siswa. Teori konstruktivisme sesuai dengan karakteristik pendekatan pendidikan matematika realistik. Sehingga teori ini melandasi pendekatan pendidikan matematika realistik.

3) Teori Bruner

Dasar teori ini adalah anak harus berperan aktif saat belajar di kelas. Konsepnya adalah belajar dengan menemukan, siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan satu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir anak. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses penemuan personal oleh setiap individu.14 Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan discovery learning, ialah lingkungan dimana siswa melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat dipelajari siswa.15

Guru memberikan keleluasan kepada siswa untuk menjadi pemecah masalah, yang menjelajah dan berbasis penemuan. Siswa didorong dan disemangati untuk belajar melalui kegiatan dan pengalaman. Peran guru untuk menjamin agar kegiatan belajar menimbulkan rasa ingin tahu, meminimalkan resiko kegagalan belajar dan agar relevan dengan kebutuhan siswa.

Dapat disimpulkan, teori bruner adalah belajar dengan cara siswa menemukan sendiri serta siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya berlandaskan kegiatan dan pengalamannya. Pembelajar memilih dan mengolah informasinya. Diperlukan bantuan guru memandu para siswanya untuk membangun pengetahuannya sendiri.

c. Hakekat Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Terdapat definisi mengenai pembelajaran diantaranya pembelajaran adalah kegiatan guru yang terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa-siswi belajar secara aktif, yang menekankan

14Suyono dan Hariyanto, Op Cit., h.88

15Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h.11

13

pada sumber belajar.16 Jadi, pembelajaran adalah proses mengajar yang dirancang guru untuk membuat siswa belajar dan menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.

Terdapat dua karakteristik dalam pembelajaran. Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa-siswi secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa-siswi sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa-siswi dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa siswi, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa-siswi untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. 17

Salah satu mata pelajaran yang diperoleh seseorang ketika menjalani pendidikan di Sekolah Dasar adalah pelajaran matematika. Kemajuan zaman dan perkembangan peradaban manusia tidak pernah lepas dari unsur matematika. Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.18

Ada beberapa definisi dari para tokoh tentang pengertian matematika. Menurut Russefendi adalah matematika merupakan terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di

mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena

16Esti Yuli Widyanti, dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya:LAPIS PGMI,2009), h.1-6 17 Esti Yuli Widyanti, dkk, Ibid., h.1-6

itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.19 Menurut Cocroaft matematika perlu diajarkan kepada siswa karena selalu digunakan dalam segi kehidupan, semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi yang kuat dan singkat, dapat digunakan untuk menyajikan berbagai informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran ruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.20

Karakteristik matematika berbeda dengan bidang studi lain. Karakteristik matematika tersebut, yaitu matematika memiliki obyek kajian yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan yang mengikat kepada semua anggota masyarakat, berpola pikir deduktif, memiliki banyak simbol, memperhatikan semesta pembicaraan dan konsisten sistemnya.21 Dari uraian tersebut, matematika memerlukan pemahaman daripada hapalan. Sehingga untuk dapat memahami suatu pokok bahasan dalam matematika, siswa harus mampu menguasai konsep-konsep matematika dan keterkaitannya, serta mampu menerapkan konsep-konsep-konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Terdapat 3 elemen dalam kurikulum matematika yaitu konsep, keterampilan dan pemecahan masalah. Matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, sedangkan siswa SD berada pada usia 7 hingga 12 tahun masih berada pada tahap operasional konkrit yang belum dapat berpikir formal. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan guru untuk mengajarkan matematika sesuai perkembangan usia SD. Terdapat ciri-ciri pembelajaran matematika di SD, yaitu:22

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan

19Ibid, h. 4

20Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h.202 21Saepul, dkk, Matematika, (Surabaya: Lapis PGMI, 2008), h.2-6

15

mempelajari suatu topik matematika. Konsep diberikan dimulai dengan benda-benda konkret kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika.

2) Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak.

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.

Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif. Contoh : Pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun tersebut dan mengenal namanya.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. 5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.

Dapat disimpulkan pembelajaran matematika adalah upaya-upaya yang dilakukan seorang guru untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Pembelajaran merupakan proses membantu siswa-siswi untuk membangun konsep-konsep matematika. Sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.

d. Bentuk-bentuk Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar diklasifikasikan bermacam-macam. Menurut Howard Kingsley, ia membagi hasil belajar menjadi tiga macam yakni keterampilan dan

kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne mambagi hasil belajar menjadi lima kategori, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris.23 Selain itu terdapat klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom dibagi menjadi 3 ranah, yakni kognitif, afektif dan psikomotoris.24

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, aspek kognitif tingkat rendah dan aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi.25 Terdapat beberapa revisi yang terhadap Taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Kratwohl dan Anderson, yakni menjadi mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).26

Pertama, mengingat meliputi mengenali dan memanggil kembali. Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, usia. Sedangkan memanggil kembali adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat. Contoh dalam soal yaitu Tentukan kelipatan dari 3!

Kedua, memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan dan membandingkan. Selain itu yang termasuk dalam kompetensi ini yaitu mengungkapkan gagasan dengan kata-kata sendiri, membedakan, menginterprestasi data, mendeskripsikan kata-kata sendiri. Contoh dalam soal yaitu Sebutkan bilangan prima yang lebih dari 30 tetapi kurang dari 50 ?

23Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.22

24Nana Sudjana. Ibid., h. 22 25Nana Sudjana. Ibid., h.22

26 Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.66

17

Ketiga, menerapkan berkaitan dengan menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah. Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur dan mengimplementasi. Menjalankan prosedur dapat dilakukan melalui pengetahuan yang dimiliki siswa. Contoh dalam soal yaitu Dinda pergi ke toko buku 12 hari sekali. Ari pergi ke toko buku 8 hari sekali. Jika hari ini mereka ke toko buku bersama-sama, berapa hari lagi mereka ke toko buku bersama-sama lagi?

Keempat, menganalisis berkaitan dengan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan. Contoh dalam soal yaitu Wati membeli 10 tangkai bunga mawar merah dengan harga Rp1.500,00 dan 15 tangkai bunga mawar putih dengan harga Rp2.000,00. Wati merangkai bunga mawar tersebut dengan cara mengikatnya dan menjual Rp1.000,00/ikat. Berapa ikat bunga mawar yang dirangkai dan berapa uang yang Wati dapat jika semua bungkusan kue terjual?

Kelima, evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian. Evaluasi meliputi mengecek dan mengkritisi. Mengecek mengarah pada hal-hal yang tidak konsisten. Sedangkan mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Menciptakan merupakan meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur.27

2) Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks yaitu Reciving/attending (penerimaan), Responding (jawaban),

Valuing (penilaian), Organisasi, Karakteristik nilai atau internalisasi nilai.

27Imam Gunawan dan Anggraini Retno Palupi. “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, Dan Penilaian”. Jurnal FIP IKIP PGRI Madiun, 2010,h. 26-29.

Pertama yaitu Reciving/attending. Aspek ini berkenaan kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Kedua yaitu Responding atau jawaban. Aspek ini reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

Ketiga yaitu valuing atau penilaian. Aspek ini berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

Keempat yaitu organisasi. Aspek ini berkenaan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain.

Kelima yaitu karakteristik nilai atau internalisasi nilai. Aspek ini berkenaan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadiannya dan tingkah laku ke dalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya. 28

3) Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni pertama, gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak atau sadar. Kedua yaitu keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. Ketiga yaitu kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain. Keempat yaitu kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan. Kelima yaitu

28Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.22

19

gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. Keenam yaitu kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.29

Hasil belajar tidak dapat berdiri sendiri. Tetapi, selalu berhubungan satu sama lain. Bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya berubah pula sikap dan perilakunya. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Tipe hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan perasaan, minat, dan perhatian, keinginan, penghargaan dan lain-lain. Misalnya yaitu kemauan untuk menerima pelajaran dari guru-guru, perhatian terhadap apa yang dijelaskan guru,

Dokumen terkait