• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

a. Pengertian Persepsi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 675) persepsi

diartikan sebagai suatu tanggapan (penerimaan langsung atau proses

seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindera). Menurut Branca,

Woodworth, dan Marquis (Walgito, 1994: 53), persepsi merupakan suatu

proses di mana proses tersebut didahului dengan proses penginderaan. Proses

penginderaan ini terjadi karena manusia berinteraksi dengan lingkungan, baik

secara fisik maupun sosial, sehingga manusia perlu menyerap unsur dari luar

yang berupa rangsangan atau stimulus melalui inderanya. Dengan demikian,

penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indera.

Menurut Thoha (2005: 141) persepsi adalah suatu proses kognitif yang

dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan

bahwa objek tersebut bergerak Jadi, persepsi merupakan langkah berikutnya

dari suatu proses penginderaan. Dengan kata lain, persepsi dapat menambah

dan mengurangi kejadian yang sesungguhnya diinderakan oleh seseorang.

Winkel (1986: 161) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan secara

global, kemampuan untuk membedakan antara objek yang satu dengan objek

yang lainnya berdasarkan ciri-ciri fisik objek itu, misalnya ukuran, warna,

dan bentuk.

Irwanto (1988: 55) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses

diterimanya rangsang yang berupa objek dan peristiwa sampai rangsang itu

disadari dan dimengerti. Sebelum terjadi persepi didahului oleh proses

penginderaan. Hal tersebut sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh

Branca, Woodworth, dan Marquis (Walgito, 1994: 53).

Berdasarkan pengertian persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa

persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang untuk

mengetahui, menginterpretasikan, dan mengevaluasi objek yang

dipersepsikan, sehingga terbentuklah gambaran mengenai objek yang

dipersepsikan.

Dalam kenyataannya setiap orang dihadapkan pada sejumlah objek

dan peristiwa. Objek dan peristiwa tersebut tidak mempunyai arti apa-apa jika

orang tidak menginterpretasikan atau menafsirkannya. Persepsi terhadap suatu

objek dan peristiwa antara individu yang satu dengan individu yang lainnya

belum tentu sama, walaupun objek dan peristiwanya sama.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Persepsi

Menurut Thoha (2005: 147) ada tiga faktor yang mempengaruhi

1) Psikologi

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh keadaan psikologisnya. Jika keadaan

psikologis seseorang normal, maka persepsinya pun akan objektif.

2) Famili

Famili memiliki peranan yang sangat besar dalam membangun sebuah

persepsi. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dalam

membentuk sebuah persepsi seseorang dan jika bertahan dalam waktu

yang lama akan menjadi sebuah karakter seseorang.

3) Kebudayaan

Kebudayaan yang berlaku di tempat seseorang individu tinggal akan

membentuk dan mempengaruhi sikap, nilai, dan cara memandang

seseorang dalam memahami keadaan dunia ini.

c. Syarat Terjadinya Persepsi

Agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada

beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu:

1) Adanya objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.

Stimulus dapat dibedakan menjadi dua yaitu stimulus yang datang dari

luar, yang langsung mengenai alat indera atau reseptor. Sedangkan,

stimulus yang datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima yang

2) Alat indera atau reseptor

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.

3) Perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama dari suatu persepsi. Perhatian

merupakan penyeleksian terhadap stimulus.

Dari syarat-syarat persepsi yang telah diuraikan di atas, dapat

disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi diperlukan faktor fisik yang

berupa objek yang dipersepsi, faktor fisiologis yang berupa alat indera, dan

faktor psikologis yang berupa perhatian.

2. Evaluasi

a. Pengertian Evaluasi

Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang artinya penilaian. Menurut Edwind Wandt dan Geralt W. (Sudijono, 2005: 1)

“evaluation refer to the act or process to determining the value of something” Menurut definisi di atas evaluasi mengandung pengertian suatu tindakan atau

proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi dalam pembahasan ini

difokuskan pada evaluasi pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Sudijono

(2005: 2) menyatakan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses

penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau

Evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu kegiatan pengukuran dan

penilaian. Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan sesuatu atas

dasar suatu ukuran tertentu atau standar tertentu. Sedangkan, penilaian

mengandung pengertian mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan

mendasarkan diri atau berpegang pada baik atau buruk, pandai atau bodoh dll.

Jadi pengukuran bersifat kuantitatif, sedangkan penilaian bersifat kualitatif.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 58 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyatakan “evaluasi hasil belajar peserta didik

dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan

hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”. Untuk mengetahui

keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran maka perlu dilakukan

penilaian. Penilaian yang dimaksud meliputi semua komponen yang terlibat

dalam proses pembelajaran seperti guru, siswa, orang tua, kurikulum dan

lain-lain.

Ralp Tyler (Arikunto, 2005: 3), menyatakan bahwa evaluasi

merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana,

dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan

Cronbach dan Stufflebeam (Arikunto, 2005: 3) menyebutkan bahwa proses

evaluasi bukan sekadar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi

digunakan untuk membuat keputusan. Davis (Dimyati dan Mudjiono, 1994:

176) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses sederhana

unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Pengertian

evaluasi dipertegas lagi oleh Nana Sudjana (Dimyati dan Mudjiono, 1994:

176) dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai

kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah

kegiatan atau proses penentuan nilai, yang dapat digunakan untuk menentukan

mutu atau keberhasilan pendidikan.

b. Fungsi Evaluasi

Fungsi Evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi

yaitu: (1) segi psikologis, (2) segi didaktik, dan (3) segi administratif

(Sudijono, 2005: 10). Adapun secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Segi Psikologis

Secara psikologis bagi siswa, evaluasi akan memberikan pedoman batin

untuk mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing di

tengah-tengah kelompok atau kelasnya. Bagi guru, evaluasi akan memberikan

kepastian atau ketetapan hati mengenai sejauh manakah kiranya usaha

yang telah dilakukannya selama ini membawa hasil atau tidak, sehingga

dapat digunakan sebagai acuan yang pasti guna menentukan

2) Segi Didaktik

Dari segi didaktik fungsi evaluasi yang dirasakan oleh siswa adalah dapat

memberikan dorongan kepada siswa untuk memperbaiki, meningkatkan,

atau mempertahankan prestasinya. Sedangkan bagi guru, evaluasi

berfungsi: (a) memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi)

yang telah dicapai oleh siswa (fungsi diagnostik), (b) memberikan

informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing

siswa di tengah-tengah kelompoknya (fungsi placement), (c) memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status siswa

(fungsi selektif), (d) memberikan pedoman untuk mencari dan

menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya

(fungsi bimbingan), (e) memberikan petunjuk tentang sejauh manakah

program pengajaran yang telah ditentukan telah dicapai (fungsi

instruksional).

3) Segi Administratif

Secara administratif, evaluasi berfungsi sebagai: (a) memberikan laporan,

laporan yang dimaksud yaitu laporan perkembangan siswa setelah siswa

mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan

mengenai perkembangan siswa pada umumnya tertuang dalam bentuk

buku laporan kemajuan belajar siswa, yang lebih dikenal dengan istilah

rapor. (b) Memberikan bahan-bahan keterangan (data). Evaluasi

contohnya: apakah seorang siswa dinyatakan tamat belajar atau tidak. (c)

Memberikan gambaran, mengenai hasil yang telah dicapai dalam proses

pembelajaran.

c. Tujuan Evaluasi

Secara garis besar evaluasi memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus (Sudijono, 2005: 16). Tujuan umum dan tujuan khusus

dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:

1) Tujuan Umum Evaluasi

Secara umum tujuan evaluasi dalam dunia pendidikan ada dua macam

yaitu:

a) Evaluasi digunakan sebagai alat untuk menghimpun bahan-bahan atau

keterangan yang dapat dijadikan bukti mengenai taraf perkembangan

siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

b) Evaluasi digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari

metode-metode pengajaran yang terlah digunakan dalam proses pembelajaran

selama jangka waktu tertentu.

2) Tujuan Khusus Evaluasi

Tujuan khusus dari evaluasi dalam bidang pendidikan, yaitu:

b) Untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya keberhasilan atau

ketidakberhasilan program pendidikan, sehingga dapat dicari sebuah

solusi yang menguntungkan semua pihak (win-win solution).

d. Kegunaan Evaluasi

Menurut Sudijono (2005: 17) evaluasi dalam bidang pendidikan

memiliki kegunaan sebagai berikut:

1) Bagi guru evaluasi berguna untuk memperoleh informasi tentang

hasil-hasil belajar yang telah dicapai dari siswa setelah mengikuti program

pendidikan.

2) Dapat diketahui relevansi antara program pendidikan yang telah rumuskan

dengan tujuan yang hendak dicapai.

3) Sebagai sumber untuk melakukan usaha perbaikan, penyesuaian, dan

penyempurnaan program pendidikan.

e. Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi

Ada tiga prinsip dasar dalam melakukan kegiatan evaluasi, yaitu

prinsip keseluruhan, prinsip kesinambungan, dan prinsip objektivitas

(Sudijono, 2005: 31) Secara rinci prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan

1) Prinsip Keseluruhan (comprehensive principle)

Evaluasi dikatakan berhasil dan dapat digunakan untuk mengambil suatu

keputusan tertentu apabila dilaksanakan secara bulat, utuh, atau

menyeluruh. Evaluasi belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang

menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku siswa dari

aspek proses berpikir (kognitif), aspek nilai atau sikap (afektif), dan aspek

keterampilan (psikomotorik).

2) Prinsip Kesinambungan (continuity principle)

Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terus menerus serta

dilaksanakan dengan teratur, terencana, dan terjadwal. Hal tersebut

dimaksudkan agar guru dapat memperoleh kepastian dan kemantapan

dalam menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk masa yang

akan datang.

3) Prinsip Objektivitas (objectivity principle)

Evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila

terlepas dari faktor-faktor yang bersifat subjektif. Guru harus berpikir,

bersikap, dan bertindak wajar, menurut keadaan yang nyata.

3. Ujian Nasional

a. Pengertian Ujian Nasional

Salah satu bentuk evaluasi yang ada dalam sekolah yaitu Ujian Nasional.

pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Menurut Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 153/U/2003 Pasal 1, Ujian

Akhir Nasional yang selanjutnya disebut Ujian Nasional adalah kegiatan

penilaian hasil belajar peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang

pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara

nasional.

b. Tujuan Pelaksanaan Ujian Nasional

Adapun tujuan pelaksanaan Ujian Nasional menurut Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 153/U/2003 Pasal 2 adalah:

1) Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

2) Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota,

dan sekolah/madrasah.

3) Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional,

propinsi, kabupaten/kota, sekolah/madrasah, kepada masyarakat.

Ujian Nasional yang bertujuan untuk mengukur pencapaian hasil belajar

peserta didik hendaknya sejalan dengan hakikat dan prinsip evaluasi serta

landasan hukum evaluasi yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional. Beberapa aspek yang berkaitan dengan Ujian Nasional

1) Aspek pedagogis

Aspek pedagogis berkaitan dengan kemampuan peserta didik yang harus

dikembangkan yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ujian

Nasional hendaknya mengacu pada tiga aspek tersebut.

2) Aspek Sosial-Psikologis

Dalam mekanisme penyelenggaraan Ujian Nasional pemerintah telah

mematok standar kelulusan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal

tersebut membuat kecemasan psikologis bagi setiap peserta didik, guru,

dan orang tua.

3) Aspek Yuridis

Hal ini berkaitan dengan landasan hukum penyelenggaraan Ujian Nasional

yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003

yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar

isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan

prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus

ditingkatkan secara berencana dan berkala. Evaluasi hasil belajar peserta

didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan

perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Selain itu

juga, pemerintah pusat dan daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola,

4) Aspek Ekonomi

Biaya dalam pelaksanaan hendaknya ditanggung oleh pemerintah, dengan

demikian tidak membebani orang tua siswa.

c. Fungsi Ujian Nasional

Suatu kegiatan ujian, biasanya ditujukan untuk memenuhi fungsi dan

mencapai tujuan tertentu. Secara umum, fungsi-fungsi yang diharapkan dari

kegiatan ujian dapat dikategorikan sebagai berikut (Furqon, 2004):

1) Akuntabilitas publik (public accountability), yaitu ujian dalam pendidikan diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai kemajuan dan prestasi, sehubungan dengan manfaat

dari setiap rupiah yang dibelanjakan dalam kegiatan pendidikan

2) Pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Ujian diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap

keluaran (lulusan) pendidikan telah memenuhi kualifikasi, kompetensi,

atau standar tertentu yang ditetapkan.

3) Motivator (pressure to achieve), yaitu evaluasi diharapkan menjadi instrumen untuk mendorong dan "memaksa" pengelola, penyelenggara,

dan pelaksana (guru dan siswa) pendidikan untuk berusaha lebih keras

4) Seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi pendidikan dapat dijadikan

salah satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang

pelamar, khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah

yang melamar. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam menentukan ke mana seseorang dianjurkan untuk

melanjutkan pendidikannya atau bekerja.

5) Diagnostik, yaitu bahwa evaluasi dapat memberikan umpan balik

(feedback) kepada sistem tentang kekuatan dan kelemahannya, sehingga dapat ditentukan kegiatan tindak lanjut yang diperlukan. Fungsi ini sering

juga dikaitkan dengan fungsi peningkatan mutu (quality improvement) karena balikan yang tepat dapat mendorong kegiatan dan program

pendidikan untuk senantiasa melakukan peningkatan mutu layanan

pendidikan dan keluaran yang dihasilkannya.

Adapun fungsi Ujian Nasional menurut Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia Nomor 153/U/2003 Pasal 3 adalah sebagai

berikut:

1) Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional.

2) Pendorong peningkatan mutu pendidikan.

4) Bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan peserta didik baru pada

jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4. Akreditasi Sekolah

a. Pengertian Akreditasi Sekolah

Akreditasi Sekolah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu

sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan

Akreditasi Sekolah yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan

peringkat kelayakan. Penyelenggaraan pendidikan dalam hal ini sekolah

sangat mungkin memiliki perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu bisa berwujud

kurikulum dan proses belajar mengajar, administrasi dan manajemen, sarana

prasarana, ketenagaan, biaya dan lain-lain.

Proses akreditasi harus dengan standar tertentu yang telah dibakukan.

Standar ini diharapkan dapat mendorong dan menciptakan suasana yang

kondusif bagi kemajuan pendidikan dan pada gilirannya akan meningkatkan

mutu pendidikan. Akreditasi diharapkan dapat menghasilkan layanan

pendidikan yang bermutu dan dari layanan pendidikan yang bermutu ini akan

meningkatkan kualitas pendidikan.

b. Tujuan Akreditasi Sekolah

1) Memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat

pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu pendidikan.

2) Menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan

pelayanan pendidikan.

Dari dua rumusan tujuan akreditasi sekolah secara umum di atas dapat

diurai lebih lanjut sebagai berikut:

1) Memberi informasi bahwa suatu sekolah atau program telah memenuhi

standar kelayakan dan kinerja yang telah ditentukan.

2) Memberi bantuan kepada sekolah untuk melakukan evaluasi diri dan

menentukan kebijakan sendiri dalam upaya peningkatan mutu.

3) Memberikan bimbingan kepada calon peserta didik, orang tua, masyarakat

untuk mengidentifikasi sekolah bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan

individual terhadap pendidikan termasuk mengidentifikasikan sekolah

yang memiliki prestasi dalam suatu bidang tertentu yang mendapat

pengakuan masyarakat.

4) Membantu sekolah dalam menentukan dan mempermudah mutasi peserta

didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerja sama

yang saling menguntungkan.

5) Memberi bantuan untuk mengidentifikasi sekolah dan program dalam

rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta atau

kelompok kepentingan, antara lain pemerintah, pemerintah daerah,

sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat pada umumnya.

Bagi pemerintah hasil akreditasi sangat dirasakan manfaatnya karena

diharapkan menjadi:

1) Sumber informasi tentang tingkat mutu layanan pendidikan yang dapat

dipergunakan sebagai acuan untuk pembinaan, pengembangan, dan

peningkatan kinerja pendidikan secara makro.

2) Informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum di

tingkat nasional, dan khususnya program dan penganggaran pendidikan

yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.

3) Acuan dalam rangka pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu di

setiap wilayah.

Hasil akreditasi sekolah juga memiliki makna penting bagi sekolah

antara lain sebagai berikut:

1) Sebagai referensi dalam rangka meningkatkan mutu sekolah dan

pengembangan sekolah.

2) Sebagai umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan

kinerja warga sekolah terutama dalam mewujudkan visi, misi, program

sekolah dan strategi yang digunakan.

3) Sebagai dorongan agar terus meningkatkan mutu sekolah secara bertahap,

gradual dan kompetitif di tingkat kabupaten/ kota, provinsi, nasional

4) Sebagai bahan informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk

meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat maupun sektor

swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.

Hasil akreditasi juga mempunyai makna penting bagi kepala sekolah,

guru, masyarakat (orang tua), dan peserta didik, antara lain sebagai berikut:

1) Bagi Kepala Sekolah

Diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator

kinerja warga sekolah , termasuk kinerja Kepala Sekolah selama periode

kepemimpinannya. Di samping itu juga dapat sebagai bahan masukan

untuk penyusunan program serta anggaran dan pendapatan sekolah.

2) Bagi guru

Hasil akreditasi merupakan dorongan bagi guru untuk selalu

meningkatkan diri dan bekerja keras dan selanjutnya dapat memberi

layanan terbaik bagi anak didiknya. Secara moral guru akan sangat senang

bekerja pada sekolah yang mempunyai peringkat akreditasi yang tinggi

sehingga guru tersebut terdorong untuk bekerja secara professional,

bekerja keras agar dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu

sekolahnya.

3) Bagi masyarakat (orang tua)

Hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang

layanan pendidikan yang ditawarkan oleh tiap sekolah sehingga secara

keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi

anaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

4) Bagi peserta didik

Hasil akreditasi dapat menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka

memperoleh pendidikan yang baik dan sertifikat akreditasi yang dimiliki

sekolahnya merupakan bukti bahwa peserta didik memperoleh pendidikan

yang bermutu.

c. Fungsi Akreditasi Sekolah

Hasil akreditasi sekolah diharapkan dapat memetakan secara utuh

profil sekolah jika menggunakan instrumen yang komprehensif dan

dikembangkan berdasarkan kepada standar mutu yang ditetapkan. Selanjutnya

dapat kita mencermati fungsi dari proses akreditasi sebagai berikut:

1) Untuk pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang

kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait,

mengacu pada standar yang ditetapkan beserta indikator-indikatornya.

2) Untuk akuntabilitas, yakni sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah

kepada publik, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh

sekolah telah memenuhi harapan dan keinginan masyarakat.

3) Sebagai pembinaan dan pengembangan,yakni sebagai dasar bagi sekolah,

d. Prinsip-prinsip Akreditasi Sekolah

Dalam melakukan akreditasi sekolah diperlukan adanya

prinsip-prinsip yang menjadi pijakan, adalah sebagai berikut:

1) Objektif

Objektif adalah apa yang dilaporkan menggambarkan kondisi yang

sebenarnya. Hal itu dimaksudkan agar dapat dilakukan evaluasi untuk

mengetahui ada tidaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

2) Efektif

Hasil akreditasi sekolah diharapkan dapat memberikan informasi untuk

pengambilan keputusan yang tepat bagi pihak-pihak yang terkait seperti:

kepala sekolah, pemerintah, dan masyarakat.

3) Komprehensif

Akreditasi sekolah hendaklah tidak hanya terbatas pada aspek-aspek

tertentu saja, tetapi meliputi seluruh aspek. Dengan demikian hasil yang

diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kinerja dan

kelayakan sekolah tersebut.

4) Profesional

Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah hendaknya benar-benar

mempergunakan aturan dan instrumen penilaian yang baku agar dapat

5) Memandirikan

Hasil dari akreditasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan

sekolah. Dengan mengetahui hasilnya sekolah tersebut dapat mengetahui

kondisi dirinya selanjutnya berusaha untuk memperbaiki dan

meningkatkan mutu kelayakan dan kinerjanya.

6) Keharusan

Akreditasi berlaku untuk setiap sekolah baik sekolah negeri maupun

swasta. Bagi sekolah yang merasa belum siap untuk diakreditasi dapat

berbenah diri lebih dahulu. Sedangkan yang sudah siap dapat mengajukan

pernyataan Kepala Sekolah bahwa sudah siap untuk dinilai dengan disertai

rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/Kota.

e. Kriteria Penilaian Akreditasi Sekolah

Dalam melakukan penilaian akreditasi sekolah yang dilakukan oleh

tim assesor yang menjadi fokus penilaian adalah sebagai berikut:

1) Kurikulum/proses belajar mengajar

2) Manajemen sekolah

3) Organisasi/kelembagaan sekolah

4) Sarana dan prasarana

5) Ketenagaan

6) Pembiayaan

8) Peran serta masyarakat

9) Lingkungan/kultur sekolah

Setelah dilakukan penilaian dari masing-masing aspek, hasil penilaian

dari tim assessor dinyatakan dalam peringkat akreditasi sekolah. Peringkat

akreditasi sekolah terdiri atas tiga klasifikasi yang tampak pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Tabel Interpretasi Penilaian Akreditasi Sekolah

Skor Peringkat Akreditasi Predikat

85 – 100 A Amat Baik

70 – 85 B Baik

56 – 70 C Cukup

Nilai kurang dari 56 dinyatakan dengan predikat Tidak Terakreditasi.

B. Kerangka Berpikir

1. Perbedaan Persepsi terhadap Ujian Nasional antara Siswa yang Belajar pada SMA dengan Status Sekolah terakreditasi A, Sekolah terakreditasi B, dan Sekolah terakreditasi C.

Persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang

untuk mengetahui, menginterpretasikan, dan mengevaluasi objek yang

dipersepsikan, sehingga terbentuklah gambaran mengenai objek yang

Dokumen terkait