• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Salmonella spp pada udang segar dengan metode konvensional dan metode PCR terpilih

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. Deteksi Salmonella spp pada udang segar dengan metode konvensional dan metode PCR terpilih

M 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 7 Spesifisitas PCR dievaluasi melalui 6 isolat Salmonella dengan serovar berbeda dan 5 isolat bakteri non-Salmonella. a) lajur 1 – 6 :S. Enteritidis, S. Hadar, S. Heidelberg, S. Kentucky, S. Paratyphi, dan S. Typhimurium; lajur 7 : S. aureus sebagai kontrol negatif; lajur M : marker DNA ladder 100 bp , b) lajur 1 : S. Typhimuriumsebagai

kontrol positif; lajur 2-6 secara berurutan : E. coli, L.

monocytogenes, P. mirabilis, S. aureus dan V. parahaemolyticus dan lajur M : marker DNA ladder 100 bp.

(a)

(b)

M 1 2 3 4 5 6 M 284 bp

22

Sampel udang segar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 5 pasar tradisional dengan total sampel sebanyak 16 sampel. Rata-rata ke-16 sampel tersebut dijual dalam kondisi tanpa pendinginan dan dalam keadaan terbuka.

a. Deteksi Salmonella spp. dengan Metode Konvensional

Hasil menunjukkan bahwa dari 16 sampel udang segar yang ditumbuhkan pada media TSB, seluruhnya menunjukkan kekeruhan (positif).

Tahap selanjutnya adalah pengayaan selektif dengan menggunakan dua jenis media yaitu Muller-Kauffmann Tetrathionate-Novobiocin Broth (ISO)

(MKTTn) dan Rappaport Vassiliadis (RV). Kedua media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang terdapat pada sampel. Pada media MKTTn, senyawa selektif berupa garam empedu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Novobiocin Supplement yang terkandung dalam media dapat meningkatkan pertumbuhan Salmonella. Selain itu terdapat senyawa selektif seperti natrium tiosulfat dan tetrationat untuk menghambat pertumbuhan bakteri koliform. Tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida (I2-KI). Pada media MKTTn, Salmonella dapat tumbuh karena

memiliki enzim tetrationat reduktase (Oxoid Manual,2009). Adanya enzim tetrationat reduktase pada Salmonella menyebabkan Salmonella tahan terhadap efek toksik dari tetrationat (S4O62-) selama pengayaan. Pada media RV senyawa

selektif seperti malachite green dan magnesium klorida yang dikombinasikan dengan pH rendah (5,2 ±2) menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella (D’Aoust, 1989). Selain itu, pertumbuhan Salmonella didukung juga dengan adanya soy peptone pada media.

Soy peptone yang terdapat pada media RV berfungsi sebagai sumber nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid Manual, 1995). Pada kedua media hasil menunjukkan positif yaitu terjadi kekeruhan pada media seperti pada Gambar 9. Hasil menunjukkan bahwa dari 16 sampel isolat dari TSB yang diinokulasikan ke dalam media MKTTn dan RV, keseluruhannya menunjukkan hasil positif, yang berupa kekeruhan dan pengendapan pada media MKTTn serta kekeruhan pada media RV.

Selanjutnya dilakukan isolasi Salmonella dengan menggunakan dua media spesifik yaitu Xylose Deoxycholate Agar (XLDA), dan Brilliance Salmonella Agar (BSA). Koloni tipikal pada media XLDA berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang semuanya berwarna hitam (BAM, 2007). Koloni tipikal pada BSA berwarna ungu. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna biru pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktuinkubasi, yang dinamakan halo effect. Koloni tipikal dan atipikal pada media BSA dapatdilihat pada Gambar 10.

Koloni tipikal maupun tidak tipikal Salmonella yang diisolasi dari media XLDA dan BSA selanjutnya diinokulasikan pada media agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA) untuk konfirmasi biokimia dengan cara gores dan tusuk, kemudian diamati pertumbuhannya setelah diinkubasi pada Gambar 10 Koloni tipikal (kanan) dan koloni atipikal (kiri) Salmonella pada media BSA

Gambar 9 Hasil positif pada media MKTTn dan RV MKTTn

24

suhu 35 ± 2°C selama 24 jam. Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah di bagian permukaan dan warna kuning (menghasilkan asam) di bagian dasar tabung, dengan atau tanpa terbentuknya gas pada agar. Warna merah terjadi karena Salmonella dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media, sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa (merah). Terbentuknya H2S ditandai

dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam.

Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan terbentuknya warna ungu di bagian permukaan dan berwarna hitam di bagian dasar tabung (menghasilkan H2S). Warna ungu terjadi karena Salmonella dapat mendekarboksilasi lisin

menghasilkan amin kadaverin yang ditunjukkan dengan berubahnya indikator pH bromkresol ungu menjadi warna ungu. Reaksi biokimia yang menunjukkan hasil positif dapat dilihat pada Gambar 11.

Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA miring disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 memperlihatkan hasil bahwa media yang paling banyak menghasilkan uji positif konfirmasi biokimia adalah koloni tipikal maupun atipikal dari BSA baik dari media pengaya selektif MKTTn dan RV, dimana 9 dari 16 sampel (56.25%) yang berasal dari MKTTn dan 1 dari 16 sampel (6.25%) yang berasal dari RV diduga

Salmonella. Hasil analisa dari media XLDA menunjukkan bahwa 12 dari 16 sampel (75%) yang berasal dari MKTTn dan 6 dari 16 sampel (37.5%) yang berasal dari RV diduga sebagai Salmonella.

Tabel 7 Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi pada media TSIA dan LIA

No Keterangan Koloni

Media agar selektif

∑ sampel positif

TSIA LIA dan persentasenya BSA* XLDA BSA* XLDA 1 Jumlah sampel = 16

2 Jumlah sampel terduga Salmonella

spp. pada pengayaan selektif dengan media RV Tipikal 15 14 12 (75%) 6 (37.5%) Atipikal 1 2 3 Jumlah sampel terduga Salmonella spp. pada pengayaan selektif dengan media MKTTn Tipikal 14 3 9 (56.25%) 1 (6.25%) Atipikal 2 13

*BSA : Brilliance Salmonella Agar

Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut terlihat bahwa kemungkinan tertinggi mendapatkan koloni yang diduga Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni dari media BSA, baik dari media pengaya RV maupun MKTTn dimana 72.41% (21 dari 29 total isolat terpilih) dari koloni tipikal diduga Salmonella pada media BSA teridentifikasi sebagai Salmonella setelah uji biokimia pada TSIA dan LIA sementara koloni tipikal pada media XLDA hanya 41.18% (7 dari 17 total isolat terpilih) yang terkonfirmasi sebagai Salmonella dengan uji di atas.

BSA merupakan media agar selektif yang fleksibel digunakan dengan berbagai macam prosedur dalam mendeteksi Salmonella. Adapun senyawa selektif yang terdapat dalam BSA adalah adanya dua kromogen yang menargetkan enzim spesifik yaitu caprylate esterase dan ß-glucosidase. Kerja kedua enzim tersebut menghasilkan warna menonjol dari koloni. Warna yang dihasilkan tergantung enzim yang dimiliki oleh organisme. Kerja caprylate esterase, tampak di semua Salmonella, menghasilkan koloni berwarna ungu. Beberapa spesies

Enterobacteriaceaelain juga memproduksi caprylate esterase, tapi

penghambatannya berbeda dengan Salmonella karena keberadaan substrat ß-

glucosidase. Hal ini mengakibatkan munculnya koloni berwarna biru, sehingga memudahkan untuk membedakan dengan koloni Salmonella yang berwarna ungu. Tidak semua Salmonella akan tumbuh sama baiknya pada semua media agar cawan selektif untuk menekan tumbuhnya kontaminan nonSalmonella sehingga proses perbaikan dari jenis Salmonella kemungkinan besar memerlukan dua atau lebih media agar cawan selektif. Kesalahan dalam deteksi ketika melihat koloni pada media agar cawan juga dapat terjadi karena tidak ada media selektif yang secara penuh bersifat selektif (Oxoid Manual,1995).

Hasil positif pada media TSIA dan LIA selanjutnya dikonfirmasi dengan perangkat Microgen GN-ID System dengan microwell test strips GNA untuk memastikannya sebagai Salmonella. Perangkat Microgen GN-ID System

microwell test strips GNA merupakan rapid test kit untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri pada keluarga Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif

26

tertentu dengan memberikan kemudahan untuk inokulasi dan membaca hasil uji yang relevan. Hasil uji dengan Microgen GN-ID System menunjukkan bahwa 3 dari 16 sampel (18.75%) merupakan Salmonella spp., dengan identifikasi akhir sangat baik (80.89%) dan 13 sampel sisanya dipastikan bukan Salmonella spp. Identifikasi 13 jenis bakteri berdasarkan uji biokimia lanjutan tersebut tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil identifikasi 13 jenis bakteri bukan Salmonella spp. pada sampel udang segar

Perubahan warna pada microwell test strips GNA yang menunjukkan hasil identifikasi Salmonella spp. ditampilkan pada Gambar 12.

b. Deteksi Salmonella spp. pada Udang Segar dengan Metode PCR

Hasil deteksi keberadaan Salmonella spp. pada 16 sampel udang segar dengan metode PCR ditunjukkan pada Gambar 13.

Jumlah sampel

Nama bakteri yang teridentifikasi Persentase probabilitas (%) 5 Enterobacter gergoviae 41-94 2 Proteus mirabilis 97-99.9 2 Proteus vulgaris 82-99.9 2 Serratia rubidea 66-82 1 Providencia rettgeri 73.3 1 Enterobacter aerogenes 33.57 1 2 Keterangan : 1. Salmonella spp. 2. Bukan Salmonella

Deteksi keberadaan Salmonella menggunakan PCR pada penelitian ini dimulai dengan isolasi DNA dari pengayaan selektif dikarenakan untuk

mengurangi pengotor yang dapat menghambat proses pengujian PCR (Frankel et

al., 1990, Stone et al., 1999). Permasalahan dalam PCR apabila terdapat komponen yang mampu menghambat reaksi PCR. Komponen ini dapat mengontaminasi cetakan DNA dari sampel makanan dan memungkinkan untuk hasil yang negatif (Elizaquivel et al., 2008). Langkah pengayaan diperlukan agar sejumlah kecil sel Salmonella spp. pada sampel makanan dapat terdeteksi. Cheung and Kai (2012) melaporkan bahwa langkah pra pengayaan sebelum pengujian PCR dapat membantu meminimalisir resiko amplifikasi sekuens dari sel mati pada sampel.

Dari ke-16 sampel udang segar yang diuji dengan PCR, diperoleh hasil bahwa semuanya terkontaminasi oleh bakteri patogen Salmonella (100%). Dalam penelitian ini, hal tersebut mengindikasikan bahwa PCR lebih sensitif untuk mendeteksi keberadaan Salmonella melalui amplifikasi gen invA pada 284 bp dibandingkan dengan metode konvensional (18.75%). Hasil ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Eyigor dan Carli (2003); Marciorowski et al.

(2005), dimana dengan menggunakan PCR, keberadaan Salmonella pada hasil

ternak dan sampel klinis dapat dideteksi lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional. Demikian pula dengan penelitian Uphadhyay

(a) (b)

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M

284 bp 284 bp

Gambar 13Visualisasi DNA hasil amplifikasi gen inv A Salmonella pada gel agarosa 1.5% (TBE). Kemampuan PCR dalam mendeteksi gen

invA Salmonella, (a). Lajur 1: S. Typhimurium sebagai kontrol positif; lajur 2-9 : sampel udang segar ke-1 sampai ke-8; lajur 10 :

S. aureus sebagai kontrol negatif; lajur M : marker DNA ladder

100 bp. (b). Lajur 1: S. Typhimurium sebagai kontrol positif; lajur 2-9 : sampel udang segar ke-9 sampai ke-16; lajur 10 : S. aureus

28

et al. (2010), yang membandingkan beberapa media pengayaan yang dipakai sebelum dilakukan uji PCR, dan didapatkan kesimpulan bahwa tahap pengayaan sangat penting dan potensial untuk mendapatkan tingkat deteksi yang lebih tinggi, karena meningkatkan jumlah sel, termasuk DNA dan mRNA. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 13 sampel udang segar negatif Salmonella ketika diuji dengan metode konvensional, namun positif dengan PCR mengindikasikan bahwa

Salmonella kemungkinan viable tapi tidak terkultur (Guo et al., 2000). Hal ini

dikarenakan metode konvensional mampu mendeteksi Salmonella hanya melalui

sel yang hidup, yang seharusnya dapat dihitung secara kuantitatif, dapat beresusitasi dalam pra pengayaan dan pengayaan selektif. Jumlah DNA yang

dibutuhkan untuk mendeteksi Salmonella spp. pada udang segar dengan

menggunakan metode konvensional lebih banyak, dibandingkan dengan metode PCR. Namun sensitivitas yang dimiliki metode PCR lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.

Keberadaan Salmonella spp. pada sampel udang segar di pasar tradisional bisa jadi karena penerapan sanitasi dan higiene pasar tradisional buruk. Faktor utama yang memungkinkan terjadinya cemaran Salmonella spp. pada udang segar dan hasil laut lainnya yang terdapat di pasar tradisional adalah kontaminasi

Salmonella spp. dari saluran pencernaan manusia atau hewan yang berada di pasar tradisional tersebut, karena habitat utama Salmonella adalah saluran usus binatang dan manusia (Jay et al., 2005). Selain itu dapat juga disebabkan akibat air yang digunakan untuk mencuci udang, peralatan yang digunakan seperti pisau, talenan, wadah dan cemaran dari pekerja serta kontaminasi silang dari bahan makanan lainnya saat penyimpanan.

Dokumen terkait