• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Epidemiologi Meningoensefalitis

2.6.2. Determinan Meningoensefalitis

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna. Neonatus selamanya kekurangan antibodi IgM yang spesifik, oleh karena ia tidak dapat melintasi plasenta. Maka dari itu, neonatus mudah terkena infeksi kuman enterik gram negatif. Prematuritas mempermudah infeksi susunan saraf pusat, demikian juga kelainan kongenital, seperti meningomielokel ataupun sinus neurodermal. Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang latent. Virus herpes simpleks tersebut berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di ganglion Gasseri. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor- faktor yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenik atau dapat terjadi sewaktu bepergian ke tempat- tempat yang tinggi letaknya.23

Kerentanan terhadap agent penyebab infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh umur dan genetik tetapi juga oleh defisiensi didapat atau kongenital dalam mekanisme pertahanan hospes. Individu dengan defisiensi IgG atau komplemen, penderita yang mengalami splenektomi, atau mereka yang asplenia kongenital menambah insiden septikimia dan meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan H.influenzae tipe B. Penderita dengan anemia sel sikel dan hemoglobinopati akan berisiko terinfeksi meningitis karena fungsi limpa yang tidak baik dan cacat

pada jalur komplemen. Infeksi meningokokus beresiko pada individu yang menderita defisiensi komponen terminal sistem komplemen.19

Meningoensefalitis mumps terutama menyerang secara akut anak-anak dan dewasa muda. Angka kejadian yang sukar dipastikan karena infeksi subklinis dari sistem saraf pusat dilaporkan terjadi lebih dari 65% kasus. Bang dan Bang menemukan adanya peningkatan sel yang abnormal pada cairan otak dari 62% kasus, dimana hanya 28% dari penderita memberikan gambaran pembesaran kelenjar. Parotitis epidemika merupakan penyebab 10-15% kasus aseptik meningitis di Amerika.22,38 Paramyxovirus ini memiliki infeksi yang tinggi pada individu dengan sistem imun yang rendah. Kematian karena virus gondongan ini jarang, mayoritas kematian ( >50%) terjadi pada orang yang lebih tua dari 19 tahun.43

Biasanya bentuk meningoensefalitis mumps jinak pada anak dan ditandai dengan demam, muntah, kaku kuduk, letargi, parotitis, sakit kepala, konvulsi, nyeri perut, diare dan delirium.17 Faktor pejamu yang merupakan predisposisi infeksi termasuk keadaan defisiensi imun didapat atau kongenital, hemoglobinopati sabit, asplenia, dan penyakit hati atau ginjal kronis. Umumnya individu ini memperlihatkan peningkatan kerentanan terhadap organisme berkapsul seperti S. pneumoniae. Pemberian imunisasi efektif dini terhadap H. influenzae tipe b telah menurunkan insidensi meningitis akibat organisme ini sebesar 90%.40

b. Agent

Banyak bakteri dengan spektrum etiologi yang berbeda pada usia yang berbeda dan pada kelompok pasien yang berbeda. Eschericia coli, Streptococcus grup B, Listeria biasanya terjadi pada Neonatus, Haemophilus influenzae pada umur

< 5 tahun, Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pnemoniae pada dewasa, Mycobacterium tuberculosa dan Cryptococcus pada pasien yang immunosuppressed.30,44

Meningoensefalitis mumps disebabkan oleh virus RNA yang termasuk famili Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA.43 Virus mumps stabil pada Ph 5,8-8 dan tetap hidup bertahun-tahun pada suhu < -200 - 700C. Virulensi virus mumps akan hilang bila virus ini dipanaskan pada suhu 550C sampai dengan 600C, selama 20 menit. Virus mumps dapat diisolasi dari kelenjar air liur, hasil swab dari orificium ductus Stensen atau dari mulut, darah, kencing, air susu ibu dan cairan otak. Meningoensefalitis biasanya terjadi setelah 3-10 hari pembesaran kelenjar parotis. Meskipun demikian pernah dilaporkan bahwa meningoensefalitis dapat terjadi lebih awal, bahkan dapat terjadi tanpa adanya pembesaran kelenjar.38

Di daerah endemik, meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus termasuk dalam kelompok virus yang ditularkan oleh serangga atau arthropoda lainnya, serangga penular di Indonesia adalah nyamuk Culex tritaeniohynchus.35 Sebelum tahun 1974, semua strain H. influenzae sensitif terhadap ampisilin. Pada waktu tersebut, akibat munculnya strain penghasil ß-laktamase, terapi akibat organisme ini diperluas hingga meliputi ampisilin dan kloramfenikol sampai uji kepekaan selesai. Beberapa belahan dunia sekarang melaporkan bahwa insidensi organisme yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol sudah melebihi 50%, sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak dapat digunakan di daerah tersebut.40

Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderita adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus Herpes simpleks (31%),

yang disusul oleh virus ECHO (17%). Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki.23

Enterovirus adalah penyebab signifikan dari meningoensefalitis pada periode neonatal, tetapi jarang menyebabkan ensefalitis pada bayi yang lebih tua, anak-anak atau orang dewasa.20 Penyebab amuba meningoensefalitis adalah amuba terutama Naegleria fowleri. N.fowleri merupakan organisme termofilik golongan amuba flagelata yang hidup bebas di air tawar yang panas.35

Infeksi saraf yang disebabkan oleh infeksi oportunistik telah dilaporkan menjadi manifestasi utama dari AIDS.

Tabel 2.3. Resiko Infeksi Oportunistik Sistem Saraf Pusat pada Pasien dengan HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD445

No. Jumlah CD4 Infeksi Sistem Saraf Pusat 1. Jumlah CD4<100 - Toxoplasma gondii

- Cryptococcus neoformans

2. Jumlah CD4 <50 - Primary Amoeba

Meningoencephalitis, Epstein Barr virus

- Cytomegalovirus

Toxoplasma gondii memiliki 3 macam bentuk, menyebabkan bermacam- macam cara penularan penyakit dan patogenesis yang berbeda-beda. Bentuk takhizoit adalah bentuk proliferatif yang ditemukan selama infeksi akut. Bentuk bradizoit ada dalam kista jaringan. Bentuk ookista ditemukan hanya dalam usus kucing. Ookista menjadi infeksius sesudah mengalami sporulasi yang terjadi dari 1 sampai 21 hari pasca defekasi. Hanya sekitar 10% individu yang terinfeksi menunjukkan gejala- gejala.19

c. Lingkungan

Infeksi meningokokus dan H.influenzae berkolerasi dengan kontak antar individu. Kolonisasi nasofaringeal dari N.meningitidis meningkat jumlahnya jika banyak anak muda wajib dinas militer dikumpulkan di barak-barak. Amuba meningoensefalitis dapat bersangkut paut dengan berenang di danau segar yang mengandung amuba. Infeksi arbovirus terjadi jika ada kontak dengan vektor yang berupa arthropoda yang telah terinfeksi. Binatang peliharaan sering terinfeksi Toksoplasma gondii dan mudah menularkan infeksinya kepada manusia di sekelilingnya.23

Meningoensefalitis (tuberkulosa) banyak terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, higiene yang buruk, dan tidak mendapat fasilitas imunisasi.27

2.7. Prognosis Meningoensefalitis

Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,

serta adanya kondisi patologik lainnya.46,27 Tingkat kematian virus mencakup 40- 75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.37

Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit visual dan motorik, serta epilepsi.36 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.40

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.37

2.9. Pencegahan Meningoensefalitis 2.9.1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.46 Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif.38

Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat organisme tersebut.40 Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.29

Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 250 C. Meningoensefalitis dengan penyebab Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), dan pencahayaan yang cukup. 47

Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.

Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.35

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.48 Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik, pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.49

a. Diagnosis

a.1. Pemeriksaan Penunjang a.1.1. Pemeriksaan Pungsi Pumbal

a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.18

b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal.36

c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, gula menurun, klorida menurun.37

d. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.28

Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun.45

Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.40

a.1.2. Pemeriksaan darah

a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.18 Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.37

b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.37

a.1.3. Pemeriksaan Radiologis

a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.

b. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus.

c. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.36

b. Pengobatan

Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.2,50

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol.44 Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.35

2.9.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan belajar, oleh karena itu fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi kecacatan.18,48

Dokumen terkait