• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan

Konsep-konsep dasar tentang determinan pemanfaatan penolong persalinan yang menjadi fokus penelitian ini dapat dikaji berdasarkan pendapat Anderson dalam Sarwono (2008) mengemukakan konsep bahwa perilaku sesorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu :

1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan karena adanya perbedaan–perbedaan karakteristik demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit. Karakteristik predisposing menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda– beda yang digolongkan atas :

a. Ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic). Karateristik ini mengambarkan bagaimana individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan perlu didukung oleh faktor lain seperti : faktor pendapatan, ketercapaian atau kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Karakteristik pendukung ini menjelaskan bahwa meskipun individu mepunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan bertindak menggunakannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Yang termasuk karakteristik ini adalah:

a. Sumber keluarga (family resources), yang meliputi pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak–pihak yang membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan kesehatan

b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan dan sumber – sumber yang ada didalam masyarakat

3. Karakteristik kebutuhan (need). Faktor predisposisi dan faktor pendukung dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan, apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan

b. Evaluate/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Konsep determinan dalam proses keputusan memilih penolong persalinan sebagai implementasi konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan suatu proses pada diri individu apabila hendak mengambil suatu keputusan untuk memilih penolong persalinan. Determinan pemanfaatan penolong persalinan oleh ibu hamil maupun keluarga ditinjau dari predisposisi, pendukung dan pendorong dapat dipengaruhi oleh:

a. Umur Ibu

Umur adalah lama waktu hidup seseorang atau ada sejak dilahirkan (Depdiknas, 2008). Umur adalah lamanya seseorang hidup mulai sejak lahir sampai ulang tahunnya yang terakhir. Umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, umur dianggap optimal untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan yang dianggap berbahaya adalah umur 35 tahun ke atas dan dibawah 20 tahun (Prawiroharjo, 2009).

Umur adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan. Usia yang baik untuk usia kehamilan dan persalinan antara umur 20-35 tahun, ini disebut juga dengan usia reproduksi sehat. Wanita yang melahirkan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan mempunyai resiko yang tinggi baik pada ibu maupun bayi (Mochtar, 2008).

Berdasarkan pendapat para ahli bahwa proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan dipengaruhi oleh usia dan fisik wanita. Rekomendasi dari WHO bahwa usia yang aman untuk menjalani kehamilan dan persalinan adalah umur 20 sampai 30 tahun, walaupun demikian sampai usia 35 tahun masih dibolehkan untuk hamil karena adanya kemajuan teknologi saat ini.

a. Umur kurang dari 20 tahun

Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah karena kondisi fisik ibu belum 100 % siap. Kehamilan dan persalinan pada usia tersebut meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibandingkan wanita yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun. Secara fisik alat reproduksi pada wanita usia lebih dari 20 tahun belum terbentuk sempurna, pada umumnya rahim

masih terlalu kecil karena pembentukan yang belum sempurna dan pertumbuhan tulang panggul yang belum cukup lebar. Karena rahim merupakan tempat pertumbuhan janin, rahim yang terlalu kecil akan mempengaruhi pertumbuhan janin. Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Secara psikologi, mental wanita diusia kurang dari 20 tahun belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Diluar urusan kehamilan dan persalinan, resiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan sex dan melahirkan sebelum usia 20 tahun. Resiko yang tinggi pada kehamilan harus diikuti dengan kebijakan untuk memilih tenaga penolong persalinan karena jika ibu memiliki resiko dalam mengahadapi persalinan, hendaknya lebih bijak dalam menentukan penolong tenaga persalinan (Tobing, 2010).

b. Usia 20 sampai 35 tahun

Usia 20-30 tahun dianggap ideal untuk hamil dan melahirkan. Direntang usia ini, kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Secara fisik mental pun siap, yang berdampak perilaku merawat dan menjaga kehamilan secara berhati – hati.

Sedangkan usia 30–35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi, kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya dalam keadaan baik (Tobing, 2010).

c. Usia diatas 35 tahun

Wanita yang hamil pada usia ini sudah dianggap sebagai kehamilan yang bersiko tinggi. Pada usia ini, wanita biasanya sudah dihinggapi penyakit seperti kanker mulut rahim, kencing manis, darah tinggi dan jantung. Keadaan jalan lahir sudah kurang elastis dibanding sebelumnya, sehingga persalinan menjadi sulit dan lama. Hal ini ditambah dengan penurunan kekuatan ibu untuk mengeluarkan bayi karena faktor umur dan faktor penyakit yang dideritanya. Dikurun usia ini, angka kematian ibu dan bayi meningkat. Itu sebabnya tidak dianjurkan menjalani kehamilan diatas usia 35 tahun (Tobing, 2010).

Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Gibson menyatakan umur merupakan variabel individu yang pada dasarnya semakin bertambah kedewasaan dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi pemilihan tenaga penolong persalinan (Sutanto, 2002).

Penelitian Roeshadi (2004), meneliti tentang gangguan dan penyulit pada masa kehamilan di USU, diketahui bahwa umur reproduksi sehat pada seorang wanita berkisar 20-30 tahun. Mulidah (2002), menyatakan umur ibu < 20 tahun atau >35 tahun memiliki resiko mengalami partus lama dan ibu dengan melahirkan anak pertama lebih besar resikonya mengalami partus lama.

b. Tingkat Pendidikan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (Maulana, 2009).

Pendidikan dapat memengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong persalinan. Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih terbatas sehingga perilakunya sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang yang mereka tuakan. Pendidikan seseorang dikategorikan kurang bilamana ia hanya memperoleh ijazah hingga SMP atau pendidikan setara lainnya kebawah, dimana pendidikan ini hanya mencukupi pendidikan dasar 9 tahun. Sementara pendidikan reproduksi baru diajarkan secara lebih mendetail di jenjang pendidikan SMA ke atas (Depdiknas, 2007)

Pemanfaatan seseorang terhadap sarana pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosil budaya. Bila tingkat pendidikan dan sosial budaya baik, maka secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi (Azwar, 2002). c. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku suatu kelompok dan masyarakat. Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana mereka berada. Keadaan lingkungan sekitar sedikit banyaknya akan mempengaruhi pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan mengenai

kehamilan dan persalinan. Disamping itu keterpararan dengan media komunikasi akan mempengaruhi kadar pengetahuannya (Suprapto, 2007).

Menurut Mubarak (2012), tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know); diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension); diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersehut secara luas.

3. Aplikasi (Aplication); diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

4. Analisis (Analysis); adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis); menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation); ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Berdasarkan teori tersebut diatas, maka dalam bidang keamanan ibu bersalin (safe motherhood) pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh ibu hamil mengenai kehamilan, perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan. Seandainya ibu hamil

sudah mengetahui dan mengerti kebaikan perawatan kehamilan atau siapa yang sebaiknya menolong persalinan akan timbul pemikiran yang positif. Pemikiran ini akan menghasilkan sikap positif yaitu setuju dalam hal tersebut dan selanjutnya ibu hamil berniat untuk memeriksakan kehamilan atau melahirkan ditempat yang aman dan sehat buat ibu dan bayinya.

Hasil penelitian Bangsu (1998) menyatakan dari 77 ibu yang berpengetahuan rendah, 73 % diantaranya memilih dukun bayi, dan hanya 27% yang memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan. Dari 43 ibu yang berpengetahuan cukup, 60,47 % masih memilih dukun bayi dalam pertolongan persalinannya. Sementara ibu yang berpengetahuan tinggi 95,56 % dari 45 responden memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan.

c. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Mubarak, 2012)..

Sikap masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan. Namun persepsi terhadap sehat atau sakit itu sendiri masih belum dapat diseragamkan dalam masyarakat. Kedua pokok pikiran tersebut akan memengaruhi dimanfaatkan atau

tidaknya sarana pelayanan kesehatan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah baik dan benar, maka kemungkinan besar pemanfaatan pelayanan kesehatan akan baik (Notoatmodjo, 2010).

Faktor-faktor yang memengaruhi sikap menurut Azwar (2007) terdiri dari: a) Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. b) Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

c) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

d) Media massa

Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

e) Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian Universitas Sumatera Utrara merupakan sikap sementara, dan segara berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

e. Budaya

Menurut Kontjaraningrat (2004) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Juariah (2009) menambahkan keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas memengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Di masyarakat, dukun bayi selain dipercaya memiliki kemampuan untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan, persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang adat istiadat mengenai larangan selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan

meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas.

Sarafino (2002) mendefinisikan kepercayaan (trust)adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perhatian atau perilaku yang baik dari orang lain. McKenzie (2006) mendefinisikan kepercayaan adalah variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah, maka usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.

f. Penghasilan Keluarga

Masyarakat cenderung menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Salah satu aspek sosial adalah penghasilan keluarga. Faktor penghasilan/ pendapatan keluarga cenderung berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini keputusan pemanfaatan penolong persalinan bagi ibu bersalin. Rendahnya pendapat keluarga, dimana masyarakat/ keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.

Ketidakmampuan ekonomi, ketidaktahuan dan keterbelakangan informasi kesehatan menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak produksinya serta tidak

mempunyai posisi tawar menawar dalam pengambilan keputusan. Meskipun hal ini menyangkut keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri. Jadi kendala yang dihadapi kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak reproduksinya adalah tngkat pendidikan perempuan dan taraf ekonomi keluarga (Sunaryo, 2004).

Penelitian Juliwanto (2008) menjelaskan bahwa 78,2% ibu bersalin memilih bidan sebagai penolong persalinan dan 21,8% pada dukun bayi. Ada hubungan secara signifikansi pendapat keluarga dengan pemilihan penolong persalinan (p<0,05) di Kecamatan Bahul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara.

g. Jarak

Pada umumnya seseorang akan mencari tempat pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang berlokasi di dekat tempat tinggal mereka. Bila karena alasan tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh maka petugas klinik tersebut harus mampu membantu dan menjelaskan fasilitas kesehatan terdekat yang dapat memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan tersebut harus memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk melayani berbagai keperluan pemulihan kondisi kesehatan, pertolongan gawat darurat yang memadai atau pelayanan kontrasepsi yang komprehensif bagi pasien-pasien yang membutuhkan (Saifuddin, 2003).

Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang memengaruhi seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka dan ada hubungan kekerabatan keluarga. Jadi walaupun di kampung yang

sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong persalinan. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan beralasan mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).

Dokumen terkait