• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Diabetes Melitus

(Mycek et al., 2001).

B. Diabetes Melitus 1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (2011), diabetes adalah suatu kelompok panyakit yang dikarakteristikan dengan tingkat glukosa darah yang tinggi sebagai hasil dari kurangnya kemampuan tubuh untuk memproduksi atau menggunakan insulin.

Penyakit diabetes bercirikan hiperglikemia (glukosa-darah terlampau meningkat) dan gangguan kronis khususnya menyangkut metabolisme hidrat arang (glukosa) di dalam tubuh, metabolisme lemak dan protein yang juga terganggu (Tjay dan Kirana, 2007). Aktivitas simpatik Aktivasi adrenoreseptor β1 pada jantung Aktivasi adrenoreseptor α1

pada otot polos Penurunan tekanan darah Aliran darah ginjal Renin Angiotensin II Laju filtrasi glomerlar Cardiac output Peripheral resistance Kenaikan tekanan darah Aldosteron Retensi air, natrium volume darah

Insulin adalah hormon yang disekresikan dari granula penyimpanan di dalam sel β pulau Langerhans dalam pankreas (Gambar 2) (Benowitz dan Bourne, 2006). Insulin berfungsi memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel untuk dimetabolisir dan dimanfaatkan sebagai sumber energi (Tjay dan Kirana, 2007).

Gambar 2. Lokasi β Sel di Pulau Langerhans Pankreas

(Titus, Badet, and Gray, 2000).

2. Klasifikasi

Diabetes dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Tipe-1, jenis remaja (juvenile,IDDM, DM1)

Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak dapat menyerap glukosa dari darah (ketiadaan absolut insulin) (Tjay dan Kirana, 2008). Diabetes ini biasanya dijumpai pada individu tidak gemuk yang berusia kurang dari 30 tahun (sering

dimulai usia 10-13 tahun), karena insiden diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, maka bentuk diabetes ini juga dikenal sebagai diabetes juvenile. Akan tetapi diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia. Diabetes ini disebut juga sebagai diabetes melitus tergantung insulin (IDDM, insulin dependent diabetes melitus), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti (Corwin, 2007).

b. Tipe-2, jenis dewasa (maturity onset, NIDDM, DM2)

Disebabkan insensitivitas selular terhadap insulin, selain itu terjadi defek sekresi insulin ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Disebut pula diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM, noninsulin dependent diabetes melitus) (Corwin, 2007). Lazim ditemukan di atas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk (BMI > 27) dan usia lanjut (Tjay dan Kirana, 2007).

c. Tipe-3, tipe spesifik lainnya

Tipe diabetes ini memiliki banyak macamnya, antara lain disebabkan karena terjadinya mutasi gen yang mengakibatkan resistensi insulin, gangguan genetik pada sel beta pankreas, infeksi bakteri, dan berbagai kelainan genetik (Triplit, Rearner, and Isley,2005).

d. Tipe-4, diabetes kehamilan (diabetes gestational)

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. 50% wanita pengidap kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir (Corwin, 2007).

3. Diagnosis

Diagnosis penyakit diabetes melitus dapat diketahui bila kadar glukosa ≥ 200 mg/dL dan dengan mengamati gejala klinis yang muncul seperti poliuria, polidipsia, polifagia, menurunnya berat badan, rasa lemah dan lemas otot, gangguan penglihatan (Corwin, 2007). Berdasarkan American Diabetes Association (ADA), kriteria diabetes melitus dibagi berdasarkan kadar gula darah, seperti yang tercantum pada tabel III

Tabel III. Kriteria Diabetes Menurut American Diabetes Association

(ADA)

Normal Pre-diabetes Diabetes melitus kadar gula darah puasa (mg/dL) <100 100-125 ≥126

kadar gula darah

2 jam sesudah makan (mg/dL)

<140 140-199 ≥200

(Benedich and Richard, 2009).

Terapi tahap pertama pada penggunaan obat antihipertensi pada pasien diabetes mellitus menggunakan ACE inhibitor atau penyekat β adrenoresptor, selanjutnya untuk terapi kombinasi obat antihipertensi pada pasien hipertensi komorbiditas diabetes dapat menggunakan diuretik, penyekat β dan penyekat kanal kalsium (Saseen and Maclaughlin, 2005).

4. Patogenesis

a. Diabetes Melitus Tipe-2. Terjadi akibat proses menua, gaya hidup yang kelebihan kalori, kurang olah raga dan obesitas. Banyak penderita jenis ini yang mengalami penyusutan sel-sel beta yang progresif serta penumpukan amiloid di sekitarnya. Sel-sel beta yang tersisa umumnya masih aktif, namun sekresi insulinnya semakin berkurang (defisiensi insulin relatif). Selain itu, kepekaan reseptornya juga menurun (Tjay dan Kirana, 2007).

Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet (Sukandar dkk,2009).

b. Akibat Penggunaan Obat Antihipertensi. Menurut Elliot dan Peter (2007) dalam uji klinis yang dilakukan, obat antihipertensi dapat menimbulkan/meningkatkan risiko diabetes bagi pengguna obat antihipertensi jenis diuretik dan penghambat beta, sedangkan penyekat kanal kalsium berisiko sedang dalam menyebabkan hipertensi. Hal ini bergantung pada beberapa faktor seperti lama menjalani pengobatan, berat badan, riwayat diabetes dalam keluarga, dosis obat antihipertensi. Menurut Goodman dan Gilman (2001), penggunaan diuretik golongan tiazid diketahui dapat meningkatkan hemoglobin terglikosilasi pada pasien diabetes melitus.

c. Hipertensi yang Disebabkan Diabetes Melitus. Terjadinya komplikasi diabetes melitus dengan hipertensi disebabkan saat kadar glukosa darah meningkat dan tidak dapat masuk ke dalam sel maka, glukosa tersebut akan masuk ke dalam tubulus ginjal

dan diabsorpsi. Glukosa yang tidak dapat diabsorpsi akan dikeluarkan melalui urin (pada kadar glukosa darah di atas 180 mg/dl). Pada saat tersebut akan terjadi diuresis osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan secara berlebih yang disebabkan karena reabsorpsi cairan di tubulus ginjal berkurang (Guyton and Hall, 2006; Sherwood, 2007).

Pengeluaran urin yang berlebihan akan menyebabkan cairan ekstrasel berkurang dan tubuh mengalami dehidrasi, selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer akibat berkurangnya volume darah secara mencolok. Hal ini mangakibatkan terjadinya gagal ginjal sekunder selain itu, kadar glukosa yang tinggi dapat mengakibatkan pembuluh darah di berbagai jaringan akan mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur seperti terjadi kerusakan ginjal yang kemudian menimbulkan hipertensi (Guyton and Hall, 2006; Sherwood, 2007).

Komplikasi juga dapat terjadi dengan adanya pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah akibat metabolit glukosa yang dapat merusak lapisan endotel arteri. Akibat kerusakan tersebut, sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan lapisan ini akan menimbulkan reaksi imun dan inflamasi sehingga terjadi pengendapan trombosit, makrofag dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot polos akan berproliferasi. Penebalan dinding arteri menyebabkan hipertensi (Corwin, 2007).

Dokumen terkait