• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

G. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tingkat glukosa di dalam darah tinggi. Diabetes Melitus Tipe 2 adalah bentuk paling umum dari Diabetes (A.D.A.M., 2013).

2. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga menderita diabetes, usia lanjut (diatas 55 tahun) dimana resiko Diabetes Melitus meningkat seiring usia, usia diatas 45 tahun disertai obesitas, usia diatas 45 tahun disertai tekanan darah yang tinggi dan wanita yang melahirkan anak dengan bobot lebih dari 4,5 kilogram (Diabetes Australia, 2013).

3. Gejala

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak mampu menghasilkan cukup insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah, atau ketika sel-sel tubuh tidak merespon dengan tepat insulin yang diproduksi. Apabila kadar gula dalam darah tinggi, akan mucul gejala seperti rasa haus yang berlebihan, mulut kering, pandangan kabur, frekuensi buang air kencing yang lebih sering, dan rasa kantuk yang belebih. Gejala utama yang paling umum terjadi adalah kehilangan berat badan dan masa otot serta merasa lelah yang tidak wajar. Selain itu, terdapat gejala lain yang mungkin teradi pada penderita diabes yaitu gatal disekitar vagina atau penis dikarenakan infeksi jamur yang berulang, konstipasi,dan infeksi kulit (NHS, 2014).

4. Pengelolaan

Dalam mengelola diabetes bagi pasien yang mengalami Diabetes Melitus serta mencegah diabetes menurut Sutejo (2010) terdapat 5 pilar penting yang harus dilakukan secara bersamaan. Kelima pilar tersebut yaitu:

a. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil (Misnadiarly, 2006).

b. Perencanaan makanan

Sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Kebutuhan kalori yang berasal dari karbohidrat sebesar 60-70% energi, protein 10%-15% dan lemak < 10% total energi serta 20-25 gr serat makanan. Mengonsumsi manis atau gula bagi penderita DM diperbolehkan asal jumlahnya dibatasi (Cahyono, 2008).

Pasien Diabetes dianjurkan untuk memakan makanan yang sehat dan memperbanyak serat, kacang-kacangan, oat, buah dan sayur (kecuali jagung manis) serta mengurangi produk daging dan susu. Sangat disarankan bagi pasien diabetes untuk menghindari makanan yang

berbahan dasar tepung, berlemak, digoreng atau berminyak dan mengandung banyak garam (Hanas dan Fox, 2008).

Diet pada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk membantu mencegah komplikasi dan memperbaiki kebiasaan makan. Diet yang dilakukan adalah membatasi konsumsi karbohidrat, pengaturan jumlah makanan serta melakukan diet Diabetes Melitus dengan aturan 3J (Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan) (Kariadi, 2009).

Langkah diet yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes adalah memakan 4 sampai 5 sajian buah sertiap harinya serta memperbanyak sayuran, mengubah susunan menu dan kebiasaan, serta mengurangi pengkonsumsian daging (Ide, 2007). Untuk mencegah diabetes, kita harus mengontrol makanan yang dikonsumsi seperti menghindari makan makanan manis yang berlebih (Hanas dan Fox, 2008).

Menurut U.S. Departement of Agriculture kalori yang dibutuhkan oleh pria berusia 46-55 tahun adalah 2200-2800 kal/hari, usia 56-65 tahun adalah 2200- 2600 kal/hari, usia 66-75 tahun adalah 2000-2600 kal/hari, sedangkan untuk usia ≥76 tahun membutuhkan 2000-2400 kal/hari (G.F.T, 2008). Cara untuk menghitung kalori yang ada pada makanan adalah dengan cara mengalikan jumlah berat (gram) makanan yang dikonsumsi lemak, karbohidrat dan protein dengan masing-masing faktor pengali, yaitu 9 kcal/gram untuk lemak, 4 kcal/gram untuk karbohidrat dan 4 kcal/gram untuk protein (Insel, Ross, McMahon, Bernstein, 2014).

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud jalan-jalan atau jogging. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi (Cahyono, 2008). Frekuesi olahraga bagi orang dewasa yang direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine’s (ACSM) adalah 3-5 hari per minggu dengan durasi selama 20-60 menit. Namun bagi orang yang berusia diatas dari 65 tahun dan rentan terhadap resiko cedera otot maka frekuensi olahraga diturunkan menjadi 2-4 hari per minggu dengan kisaran durasi rata-rata adalah 20-45 menit atau kisaran rata-rata durasi adalah 30 menit. Bagi orang diatas 65 tahun, durasi pemanasan lebih diperbanyak untuk mencegah cedera (Pollock, 2010). d. Intervensi Farmakologis

Menurut Suyono, 2005, (cit., Fachruddin, Citrakesumasari, Alharini, 2013), apabila dengan langkah-langkah perencanaan makan dan kegiatan jasmani sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum tercapai, maka dilanjutkan dengan langkah penggunaan obat/ intervensi farmakologis.

Saat terapi menggunakan obat Diabetes, penderita Diabetes tidak diperbolehkan melakukan penghentian obat tanpa berkonsultasi terlebih

dahulu dengan dokter karena Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dihambat perkembangan negatifnya. Pada saat pasien Diabetes merasa bahwa kadar gulanya terkontrol maka tetap harus mengkonsumsi obat Diabetes Melitus karena penghentian konsumsi obat dapat meningkatkan resiko komplikasi (McCulloh, 2014).

Pada konsumsi obat Diabetes Melitus yang perlu diperhatikan adalah obat harus diminum sesuai dengan rekomendasi dokter, baik waktu maupun jumlahnya (Allen, 2014). Pada pengatasan saat pasien Diabetes Mellitus lupa meminum obat adalah obat diminum pada waktu peminuman obat selanjutnya. Namun, jika lupa meminum obat dan jadwal minum obat selanjutnya masih lama, maka lebih baik obat Diabetes dikonsumsi sesegera mungkin. Hal yang perlu diperhatikan oleh pasien Diabetes adalah pengkonsumsian obat dengan dosis ganda tidak diperbolehkan (Allen, 2014).

e. Mencegah dan menghentikan komplikasi

Dalam rangka pencegahan komplikasi terdapat beberapa tip untuk mencegah komplikasi Diabetes yaitu berhati-hati dalam memilih jenis karbohidrat yang dikonsumsi, disarankan untuk menurunkan berat badan jika memang diperlukan, istirahat dan tidur yang cukup, lebih aktif lagi dan berolahraga, memantau kadar gula darah secara teratur, mengatur tingkat stres, menghindari garam, memantau selalu profil kesehatan jantung, merawat luka lebam maupun luka-luka tertentu pada tubuh, menghentikan kebiasaan merokok, memilih makanan-makanan yang

bergizi tinggi namun tetap dalam jumlah yang wajar, serta mengunjungi dokter secara berkala (Nazario, 2014).

Untuk menghindari komplikasi gangren pada kaki, maka penderita Diabetes Melitus harus melakukan perawatan baik pada kaki. Alasan perlunya dilakukan perawatan kaki pada penderita Diabetes Melitus adalah karena pada kedua kaki penderita Diabetes mengalami kurang rasa sehingga resiko cedera dan perlukaan yang tidak disadari, terjadi penurunan sirkulasi ke daerah kaki serta terjadi penurunan daya tahan tubuh secara umum terhadap infeksi sehingga mudah terjadi infeksi yang sulit disembuhkan (Sutedjo, 2010). Teknik untuk merawat kaki pertama- tama adalah memeriksa apakah ada kemerahan, luka, gigitan serangga, infeksi jamur dan masalah pada kaki lainnya. Mencuci kaki setiap hari menggunakan air hangat, bukan air panas, diusahakan suhunya adalah 37oC dan jangan merendam kaki terlalu lama. Mengeringkan kaki dan memastikan jari-jari kaki juga kering serta menggunakan talk untuk menjaga kulit pada jari-jari kaki tetap kering. Menjaga agar kaki tetap halus dan lembut dengan cara mengoleskan tipis losion atau krim pada bagian punggung dan alas kaki, namun jangan dioleskan diantara jari-jari kaki. Jika ada kapalan pada kaki, maka gosok lembut secara satu arah dan tidak diperbolehkan untuk memotong kapalan misalnya menggunakan pisau cukur atau krim penghilang kapalan, karena dapat merusak kulit. Untuk kuku kaki, yang harus dilakukan adalah memotongnya setiap

minggu. Waktu yang tepat untuk memtong kuku kaki adalah setelah mencuci dan mengeringkan kaki (NDIC, 2014).

5. Pencegahan

Pada penyakit Diabetes usaha pencegahan terdiri atas pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit. Usaha pencegahan Diabetes yang disebabkan oleh faktor kebiasaan dapat diatasi antara lain dengan olah raga rutin, hidup sehat dan teratur. Pencegahan sekunder, yaitu mencegah agar walaupun sudah terjadi penyakit Diabetes, penyakit penyertanya tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyakit penyerta. Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting adalah senam kaki Diabetes (Iskandar, 2010).

6. Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes, sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin agar pencegahan sekunder dapat segera diterapkan. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap tahun (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, dan Alting, 2008).

Pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada pria usia 40-64 tahun harus dilakukan setiap dua tahun sekali. Jika memiliki tekanan sistolik antara 120-139 mmHg dan diastolik antara 80-89 mmHg maka tekanan darah harus di periksa

setiap setahun sekali. Namun, apabila tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg maka dilakukan pemeriksaan rutin sekali dalam seminggu. Pengukuran tekanan darah secara rutin pada pria berusia ≥65 tahun dilakukan sekali dalam satu tahun, kecuali memiliki penyakit penyerta lain (Greenberg, 2014). Untuk pasien Diabetes pengukuran tekanan darah ambulatori dilakukan sehari sekali sangat penting untuk memonitor resiko kardiovaskular (McFarlane, 2012).

Pada permerikasaan mata, frekuensi pemeriksaan mata yang direkomendasikan untuk orang yang berusia 18-60 tahun tanpa memiliki resiko adalah setiap dua tahun sekali, jika memiliki resiko maka frekuensi pemeriksaan ditingkatkan menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bagi orang yang berusia 61 tahun keatas maka pemeriksaan mata dilakukan serutin mungkin baik bagi yang beresiko ataupun tidak beresiko. Resiko yang dimaksud adalah adanya penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi dan riwayat penyakit mata (glukoma, degenerasi makular, dll.) (AOA., 2014). Pada pasien diabetes, pemeriksaan mata dilakukan 6-12 bulan sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter.

Untuk melakukan skrining terhadap Diabetes Melitus, pemeriksaan urin dapat dilakukan dalam dua tahun sekali (Cassidy and Allanson, 2010). Pada penderita Diabetes Melitus, meskipun telah dilakukan pengukuran kadar gula dalam darah. Tes urin tetap berguna untuk menguji kadar keton di dalam urin. Tes urin pada penderita diabetes dapat dilakukan setahun sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter (Q.D., 2012).

Untuk kelompok resiko tinggi pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan setahun setiap setahun sekali. Bagi mereka yang berusia >45 tahun dan tanpa resiko pemeriksaan dapat dilakukan 3 tahun sekali (PERKENI, 2011). Menurut ADA (cit., DIC., 2013) pemeriksaan kadar gula darah bagi pasien diabetes melitus bervariasi dari satu orang dan lainnya. Akan tetapi pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan oleh dirisendiri setidaknya dilakukan empatkali dalam seminggu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1 atau 2 pasien harus melakukan 3 atau lebih pemeriksaan darah dalam sehari.

Dokumen terkait