• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta tentang diabetes melitus dengan metode CBIA."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; pre-post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.

Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.

(2)

ABSTRACT

Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.

The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly

The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.

The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.

Keywords: CBIA, Diabetes mellitus, knowledge, attitude and practice.  

(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA

LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA

TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Sukmadewi

NIM : 118114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA

LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA

TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: Sukmadewi NIM : 118114065

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Semua karena pertolongan Allah.Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang. Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Al Quran: Ar Rum 30: 5-6).

Kupersembahkan naskah ini kepada Allah SWT, Tuhan seluruh alam, yang

selalu menjadi sumber segala daya dan kekuatan bagiku.

Bapak dan ibu, kupersembahkan pula naskah ini kepadamu sebagai wujud

bakti dan kasihku.Saat semuanya menjadi sulit, bapak dan ibu selalu ada

untukku. Untuk semua doa, dukungan dan perhatianmu, kuucapkan

terimakasih.

Adikku Vio yang selalu mengajariku cara bersyukur dan berjuang. Daffa

sumber keceriaan disaat aku lelah.

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini dapat

terselesaikan karena mendapat bantuan dari banyak pihak yang terlibat. Oleh

karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen

pembimbing yang sabar dalam membimbing seluruh proses penyusunan karya

ini.

2. Semua responden yang berkontribusi dalam penelitian ini.

3. Para dosen penguji Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu

Donowati, M.Si., Apt. yang memberikan saran dan masukan dalam

penyelesaian naskah skripsi ini.

4. Semua pihak yang memberikan izin penelitian, Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta, Camat Kecamatan Tegalrejo, para lurah dan jajarannya.

5. Bapak Sarmidian, selaku ketua komisi lansia Kecamatan Tegalrejo.

6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang mendukung

dilakukannya penelitian ini.

7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang mendukung dan

menyemangati penulis dalam menuntaskan naskah skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Yogyakarta, 5 Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI……… ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR……… .... …xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… ... ………xiv

INTISARI……… ... ………xvii

ABSTRACT……… ... ………xviii

BAB I PENGANTAR………1

A. Latar Belakang…… ... ………1

1. Permasalahan……… ... ………4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian……… ... ………7

1. Tujuan Umum……… ... ……7

(12)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………8

A. Pengetahuan … ... ………8

1. Pengertian ... 8

2. Faktor yang memengaruhi ... 8

3. Cara pengukuran ... 8

B. Sikap… ... ………9

1. Pengertian ... 9

2. Faktor yang memengaruhi ... 10

3. Cara pengukuran ... 10

C. Tindakan ……… ... ………11

1. Pengertian ... 11

2. Faktor yang memengaruhi ... 11

3. Cara pengukuran ... 11

D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 12

E. Usia……… ... ………13

F. Diabetes Melitus……… ... ………14

G. Diabetes Melitus Tipe 2……… ... ………14

1. Pengertian………… ... ………14

2. Faktor Resiko……… ... ………15

3. Gejala……… ... ………15

4. Pengelolaan……… ... ………15

5. Pencegahan …… ... ………21

(13)

H. Edukasi Kesehatan…… ... ………23

I. Landasan Teori……… ... ……26

J. Kerangka Konsep ... 27

K. Hipotesis……… ... ………..27

BAB III METODE PENELITIAN……… . ………28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……… ... ………28

B. Variabel Penelitian……… ... ……….28

C. Definisi Operasional……… ... ………29

D. Subjek Penelitian……… ... ………30

E. Tempat dan Waktu Penelitian……… . ………30

F. Populasi Penelitian………… ... ………30

G. Sampel dan teknik sampling……… ... ………30

H. Besar Sampel……… ... ………..31

I. Instrumen Penelitian……… ... ………..31

J. Tata Cara Penelitian………… ... ……….34

1. Penentuan Subjek Penelitian ... 34

2. Perizinan……… ... ……….34

3. Penelusuran data populasi……… ... ………35

4. Pembuatan kuesioner ... 35

5. Ethical clearance ... 39

6. Pelaksanaan CBIA……… ... ………40

7. Posttest 1 bulan dan 2 bulan setelah intervensi………… ... …………..41

(14)

1. Manajemen data………… ... ……….42

2. Analisis data………… ... ………43

L. Kelemahan Penelitian ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… ………45

A. Karakteristik Demografi Responden ... 45

1. Usia ... 45

2. Pekerjaan ... 45

3. Pendidikan terakhir ... 45

4. Penderita Diabetes dan bukan penderita Diabetes ... 46

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum Edukasi CBIA-DM ... 47

C. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah Edukasi CBIA-DM ... 49

D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Edukasi CBIA-DM ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… . ………68

A. Kesimpulan…… ... ………..68

B. Saran……… ... ……….69

DAFTAR PUSTAKA………..70

LAMPIRAN………… .. ……….75

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Preintervensi ... 32 Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Postintervensi ... 33 Tabel III. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

KuesionerPreintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel IV. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Kuesioner Postintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel V. Jumlah Responden Berdasarkan Faktor Usia, Pekerjaan,

Pendidikan Terakhir serta Penderita dan Bukan Penderita Diabetes

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep ... 27

Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden dengan Kategori Baik, Sedang dan

Buruk pada Pre-CBIA ... 48

Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden dengan Kategori Pengetahuan,

Sikap, Tindakan Baik Antara Pre, Post-1, Post-2 dan Post-3 CBIA..55

Gambar 4. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Pengetahuan dengan

Kategori Baik ... 61

Gambar 5. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan

Kategori Baik ... 62

Gambar 6. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 76

Lampiran 2. Surat Perpanjangan Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 77

Lampiran 3. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Pengetahuan ... 78

Lampiran 4. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Pengetahuan ... 79

Lampiran 5. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Sikap ... 80

Lampiran 6. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Sikap ... 81

Lampiran 7. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Preintervensi ... 82

Lampiran 8. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Preintervensi ... 83

Lampiran 9. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Postintervensi ... 84

Lampiran 10. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Postintervensi ... 85

Lampiran 11. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Tindakan ... 86

Lampiran 12. Resume Hasil Uji Pemahaman Bahasa pada Lay People ... 88

Lampiran 13. Perbandingan Kalimat-Kalimat Aitem Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Uji Pemahaman Bahasa ... 89

Lampiran 14. Formulasi Kuesioner Sebelum Dilakukan Uji Reliabilitas ... 90

(18)

Lampiran 16. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek Pengetahuan Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 92

Lampiran 17. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan Preintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 93

Lampiran 18. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 94

Lampiran 19. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 95

Lampiran 20. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Preintervensi dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 96

Lampiran 21. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 97

Lampiran 22. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 98

Lampiran 23. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan Postintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 99

Lampiran 24. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 100

Lampiran 25. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 101

Lampiran 26. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Postintervensi dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 102

(19)

Lampiran 28. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Pretest ... 112

Lampiran 29. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest ... 113

Lampiran 30. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest1 Bulan ... 114

Lampiran 31. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest 2 Bulan ... 115

Lampiran 32. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPretest ... 116

Lampiran 33. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest ... 117

Lampiran 34. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest 1 Bulan ... 118

Lampiran 35. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest 2 Bulan ... 119

Lampiran 36. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan Pretest ... 120

Lampiran 37. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan 1 Bulan Setelah Intervensi ... 121

Lampiran 38. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan 2 Bulan Setelah Intervensi ... 122

Lampiran 39. Hasil Uji Normalitas Kuesioner ... 123

(20)

INTISARI

Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; pre-post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.

Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.

Kata kunci: CBIA, Diabetes melitus, pengetahuan, sikap dan tindakan

(21)

ABSTRACT

Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.

The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly

The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.

The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.

(22)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi kronis dimana tubuh kita tidak

dapat mengubah glukosa dari makanan menjadi energi (Diabetes Australia, 2011).

Sembilan puluh persen dari penderita Diabetes Melitus di seluruh dunia

merupakan Diabetes Melitus Tipe 2 (WHO, 2013). Diabetes Melitus Tipe 2

disebabkan oleh gangguan insulin untuk memetabolisme glukosa (resistensi

insulin) dan/atau gangguan sekresi insulin. Namun, resistensi insulin adalah

karakteristik mayoritas pasien penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Goldstein dan

Müller-Wieland, 2008).

Diabetes Melitus Tipe 2 sebagian besar merupakan akibat dari kelebihan

berat badan dan pengaruh aktivitas fisik (WHO, 2013). Selain itu, insidensi dan

prevalensi dari Diabetes Melitus Tipe 2 sangat terkait dengan usia. Kurang lebih

50% penderita Diabetes Melitus Tipe 2 berusia diatas 60 tahun (Goldstein dan

Müller-Wieland, 2008).

Diabetes Melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.

Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat Diabetes dan 4% meninggal sebelum usia

70 tahun. Pada tahun 2030 diperkirakan Diabetes Melitus menempati urutan ke-7

penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun

2030 akan memiliki penyandang Diabetes Melitus sebanyak 21,3 juta jiwa

(23)

Tahun 2007, prevalensi nasional Diabetes Melitus adalah 1,1% (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Pada tahun 2013, Indonesia

menempati urutan ke tujuh dari sepuluh besar negara di dunia dengan penduduk

yang mengidap Diabetes. Angka prevalensi nasional Diabetes Melitus Indonesia

pada tahun 2013 adalah 5,5 % (International Diabetes Federation, 2013). Dalam

enam tahun saja, angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia meningkat lima

kali lipat.

Menurut Rosyanda, Trihandini, 2013, prevalensi komplikasi kronis

Diabetes pada lansia adalah sekitar 73,1% dengan Hipertensi merupakan

komplikasi terbanyak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa program untuk

menurunkan angka prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus perlu

ditingkatkan.

Berdasarkan angka prevalensi nasional tahun 2007, Yogyakarta adalah

salah satu dari tujuh belas provinsi dengan prevalensi penyakit Diabetes Melitus

diatas prevalensi nasional yaitu 1,6%. Menurut karakteristik responden

berdasarkan perbedaan kelompok umur, prevalensi Diabetes Melitus responden

pada usia 55-64 menduduki peringkat paling tinggi yaitu 3,7%. Sedangkan

menurut karakteristik jenis kelamin, responden laki-laki memiliki tingkat

prevalensi yang sama dengan responden perempuan yaitu 1,1% (Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Menurut data Dinas Kesehatan Kota

Yogyakarta pada tahun 2012 terdapat sebanyak 291 penderita diabetes melitus di

(24)

Dalam upaya untuk menurunkan prevalensi dan prevalensi komplikasi

Diabetes Melitus Tipe 2, diperlukan pencegahan dini melalui upaya pencegahan

faktor risiko Diabetes Melitus Tipe 2 yang erat kaitanya dengan life style.

Perubahan gaya hidup meliputi pola makan dan aktivitas fisik merupakan faktor

resiko yang paling mungkin dikendalikan dibandingkan dengan faktor resiko lain

(riwayat keluarga, ras, dan usia).

Ketidaktahuan masyarakat terhadap penanggulangan Diabetes Melitus

Tipe 2 serta rendahnya kesadaran bagi masyarakat usia lanjut untuk

memeriksakan diri berhubungan dengan resiko kematian yang disebabkan karena

lambatnya pengobatan dan sudah terjadinya komplikasi penyerta Diabetes

Melitus. Pasien Diabetes Melitus baru akan melakukan terapi bila komplikasi

penyerta sudah terjadi. Oleh karena itu, diperlukan edukasi kesehatan mengenai

pencegahan dan pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.

Edukasi kesehatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan mengarahkan perilaku yang

diinginkan oleh kegiatan yang dilakukan. Metode edukasi yang digunakan adalah

metode cara belajar insan aktif (CBIA).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar

mengajar, salah satunya adalah faktor usia. Dengan bertambahnya usia, faktor

fisiologis (pendengaran, penglihatan, dan tingkat keletihan) serta faktor psikologis

seperti motivasi menjadi hambatan utama dalam proses belajar mengajar. Adanya

hambatan, akan berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan terhadap proses

(25)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permaslahan

penelitian sebagai berikut ini.

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden berdasarkan faktor

usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan penderita

Diabetes Melitus?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di

Kecamatan Tegalrejo tentang Diabetes Melitus sebelum edukasi dengan

metode CBIA?

c. Seperti apakah peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian

edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?

d. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria

usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian

edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:

a. Penelitian oleh Firstya pada tahun 2010 mengenai perbedaan pengaruh

metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan

papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan

tindakan ibu-ibu di kecamatan Mlati dan Gamping ditinjau dari faktor

(26)

edukasi yang diberikan. Pada penelitian, Firstya ingin mengetahui

pengaruh usia terhadap peningkatan pengetahuan, sikap serta tindakan.

Penelitian Firstya meneliti mengenai kanker serviks dan papsmear oleh

sebab itu subjek penelitian adalah ibu-ibu. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah pada adanya

pembandingan metode yaitu antara metode seminar dan CBIA, subjek

yang diteliti, penyakit, tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.

b. Penelitian oleh Hartayu pada 2012 mengenai peningkatan Pengetahuan,

Sikap dan Tindakan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 menggunakan

strategi Community-Based Interactive Approach-Diabetes Melitus

(CBIA-DM). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, tempat dan waktu

pelaksanaan penelitian. Pada penelitian, terdapat kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Jeda waktu pelaksanaan posttest yang dilakukan

pada penelitian ini adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan

postintervensi, 3 bulan postintervensi, dan 6 bulan postintervensi. Jumlah

anggota dalam satu kelompok kecil saat melaksanakan CBIA-DM adalah

5-6 orang. Booklet yang diberikan kepada responden terdiri dari 7 booklet

yaitu booklet petunjuk kegiatan, berbagai isu tentang DM, apa yang perlu

diketahui tentang DM, apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat,

gerakan olahraga, perawatan kaki penyandang DM serta bahan makanan

penukar. Pada penelitian yang dilakukan peneliti, peneliti hanya

(27)

adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan postintervensi dan 2

bulan postintervensi. Jumlah anggota dalam satu kelompok kecil saat

melaksanakan CBIA-DM adalah 7-8 orang. Booklet yang digunakan

terdiri dari 2 booklet yaitu mengenai apa yang perlu diketahui tentang

hidup sehat bagi penyandang DM dan apa yang perlu diketahui tentang

DM.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini dapat menjadi referensi mengenai tingkat

pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut serta referensi mengenai

pengaruh edukasi secara CBIA terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan

tindakan pira usia lanjut terhadap Diabetes Melitus.

b. Manfaat praktis

1) Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan, memberikan perubahan

sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo akan Diabetes

Melitus. Sehingga prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus

pada masyarakat menurun.

2) Bagi dinas kesehatan

Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan metode CBIA-DM pada

pria usia lanjut dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan.

Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan program kesehatan

(28)

3) Bagi akademisi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi

edukasi sehubungan dengan metode edukasi secara CBIA maupun

Diabetes Melitus. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan peran

peneliti sebagai public educator.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan

sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta

melalui pemberian edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA) tentang

Diabetes Melitus.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain:

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden berdasarkan faktor

perbedaan usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan

penderita Diabetes Melitus.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo sebelum edukasi CBIA Diabetes Melitus.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo setelah edukasi CBIA Diabetes Melitus.

d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta sebelum dan setelah

(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan

hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2012). Tanpa adanya pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk

mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Sehingga, pengetahuan perlu ditingkatkan agar seseorang mempunyai dasar dalam

mengambil keputusan dan menentukan tindakan (Achmadi, 2013).

2. Faktor yang memengaruhi

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor

internal: faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

Faktor eksternal: faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

Faktor pendekatan belajar: faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran (Achmadi, 2013).

Selain itu, menurut Pro-health (cit., Dewi, 2010), pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh pendidikan, media massa, sosial budaya dan ekonomi,

lingkungan, pengalaman serta usia.

3. Cara pengukuran

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

(30)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan intensitas pengetahuan yang ingin di ukur

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran

tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan

pada persentasenya. Tingkat pengetahuan dikategorikan baik jika nilainya ≥75%,

dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan

kurang jika nilainya < 55%.

B. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus, yang sudah

melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,

setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagianya) (Notoatmodjo, 2010).

Sehingga menurut Campbell (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lainnya.

Menurut Allport (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap itu terdiri dari 3

komponen pokok. Komponen pertama yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan

konsep terhadap objek. Selain itu, kehidupan emosional atau evaluasi orang

terhadap objek juga merupakan komponen pokok dari sikap. Komponen ketiga

yaitu kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut di atas secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh

(31)

Menurut Newcomb (cit., Notoatmodjo, 2010), fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan, atau reaksi tertutup. Menurut Attkinson dkk. (cit., Maulana,

2007), sikap memiliki lima fungsi. Salah satu fungsi sikap adalah fungsi

pengetahuan dimana setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin

mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.

2. Faktor yang memengaruhi

Faktor yang mempengaruhi sikap meliputi faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal meliputi fisiologis (sakit, lapar, haus, dll.), psikologis

(minat dan perhatian) serta motif. Faktor eksternal meliputi pengalaman, situasi,

norma, hambatan dan pendorong. Dengan adanya faktor eksternal dan internal

dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap objek sikap (Maulana, 2007).

3. Cara pengukuran

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengukur sikap adalah

pernyataan sendiri, yaitu suatu cara di mana orang-orang ditanyai secara langsung

tentang kepercayaan atau perasaan terhadap suatu objek. Melalui teknik tidak

langsung kita juga dapat mengukur sikap seseorang. Sesuai dengan namanya,

dengan metode ini peneliti tidak menanyakan perilaku secara langsung, yang

ditanya adalah hal-hal lain. Namun dari data yang diperoleh, peneliti dapat

menyimpulkan sikap, presepsi, preferensi, dll. (Simamora, 2008).

Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran

tingkat sikap seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan pada

(32)

dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan

kurang jika nilainya < 55%.

C. Tindakan

1. Pengertian

Bertindak adalah hasil kecenderungan sikap. Tindakan merupakan wujud

sikap, yang disertai faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana (Notoatmodjo, 2010).

2. Faktor yang memengaruhi

Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2012) tindakan manusia dipengaruhi

oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku.

Selanjutnya tindakan itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Faktor

predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai.

Faktor pendukung yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana. Faktor pendorong yang terwujud

dalam sikap dan tindakan petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

3. Cara pengukuran

Pengukuran tindakan atau praktik dapat dilakukan secara tidak langsung

yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara

langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden

(33)

D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Upaya peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara persuasi,

bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran melalui

kegiatan yang disebut pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo

(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), dalam upaya meningkatkan

pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan

berupa alat bantu dengar dan alat bantu lihat. Berdasarkan penelitian oleh Yusyaf

(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), didapatkan bahwa lebih efektif untuk

menggunakan alat bantu lihat berupa lembar pertanyaan terhadap pengetahuan

tentang materi edukasi untuk meningkatkan pengetahuan.

Upaya mempengaruhi berkembangnya sikap yang diinginkan adalah

melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang

disadari dan terencana yang mampu mempengaruhi sikap (Nursalam dan Efendi,

2008).

Upaya dalam meningkatkan tindakan dapat dilakukan dengan cara

pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara

mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan dan cara menghindari

penyakit akan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga akan berdampak

pada tindakan seseorang. Cara lain adalah diskusi partisipasi sebagai cara

pemberian informasi tentang kesehatan yang tidak bersifat searah saja, tetapi dua

arah. Artinya masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus

aktif berpartisifasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya

(34)

Menurut Anonim (cit., Kristina, 2010) metode yang paling efektif dalam

meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan adalah CBIA. Dengan metode ini

pengetahuan dapat berubah sesuai dengan yang diharapkan dibandingkan dengan

metode ceramah atau penyuluhan.

E. Usia

Menurut Depkes RI (cit, Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi dan

Batubara, 2008), lanjut usia diklasifikasikan dalam lima klasifikasi yaitu pralansia

(seseorang yang berusia antara 45-59 tahun), lansia (seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih), lansia risiko tinggi (seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan), lansia

potensial (lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/ jasa) dan lansia tidak potensial (lansia yang

tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang

lain).

Dengan bertambahnya usia, begitu banyak perubahan fisik yang terjadi

sehingga sulit untuk menetapkan batas-batas normal. Perubahan fungsi fisiologis

dapat menyebabkan perubahan tambahan pada kemampuan belajar. Perubahan

kemampuan tangkap indra yang paling erat hubungannya dengan kapasitas

pembelajaran adalah perubahan pengelihatan dan pendengaran. Selain itu,

perubahan fisiologis lain yang mempengaruhi fungsi organ yang berakibat

menurunnya curah jantung, kinerja paru, dan laju metabolisme, dengan sendirinya

akan mengurangi kemampuan mengatasi stres. Sehingga dapat disimpulkan

(35)

kemampuan belajar dapat mempengaruhi proses edukasi kesehatan. Jadi, semakin

betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan

tindakannya semakin rendah dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses

pembelajaran (Nursalam dan Efendi, 2008).

Untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan pada usia lanjut

menurut Cross dan Abdulhak, (cit, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI,

2007) diperlukan penyajian suatu topik yang hendaknya disampaikan pada satu

kesempatan dan diberikan evaluasi secara langsung untuk memperkuat daya nalar.

F. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit dimana tingkat glukosa darah berada

diatas normal. Kebanyakan makanan yang kita makan berubah menjadi glukosa,

atau gula, yang digunakan tubuh kita sebagai energi. Pankreas adalah organ yang

membuat hormon insulin yang berfungsi untuk membantu glukosa masuk ke

sel-sel tubuh. Diabetes disebabkan karena tubuh tidak menghasilkan cukup banyak

insulin atau tidak bisa menggunakan insulin secara benar seperti yang seharusnya.

Hal ini menyebabkan penumpukan gula di dalam darah (CDC, 2012).

G. Diabetes Melitus Tipe 2

1. Pengertian

Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tingkat glukosa di

dalam darah tinggi. Diabetes Melitus Tipe 2 adalah bentuk paling umum dari

(36)

2. Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes

melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga menderita diabetes, usia lanjut (diatas 55

tahun) dimana resiko Diabetes Melitus meningkat seiring usia, usia diatas 45

tahun disertai obesitas, usia diatas 45 tahun disertai tekanan darah yang tinggi dan

wanita yang melahirkan anak dengan bobot lebih dari 4,5 kilogram (Diabetes

Australia, 2013).

3. Gejala

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak mampu

menghasilkan cukup insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah, atau ketika

sel-sel tubuh tidak merespon dengan tepat insulin yang diproduksi. Apabila kadar

gula dalam darah tinggi, akan mucul gejala seperti rasa haus yang berlebihan,

mulut kering, pandangan kabur, frekuensi buang air kencing yang lebih sering,

dan rasa kantuk yang belebih. Gejala utama yang paling umum terjadi adalah

kehilangan berat badan dan masa otot serta merasa lelah yang tidak wajar. Selain

itu, terdapat gejala lain yang mungkin teradi pada penderita diabes yaitu gatal

disekitar vagina atau penis dikarenakan infeksi jamur yang berulang,

konstipasi,dan infeksi kulit (NHS, 2014).

4. Pengelolaan

Dalam mengelola diabetes bagi pasien yang mengalami Diabetes Melitus

serta mencegah diabetes menurut Sutejo (2010) terdapat 5 pilar penting yang

(37)

a. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif

pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif,

pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau

pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan

perilaku yang berhasil (Misnadiarly, 2006).

b. Perencanaan makanan

Sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai

untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut

kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh pada respon

glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan

bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan

protein). Kebutuhan kalori yang berasal dari karbohidrat sebesar 60-70%

energi, protein 10%-15% dan lemak < 10% total energi serta 20-25 gr

serat makanan. Mengonsumsi manis atau gula bagi penderita DM

diperbolehkan asal jumlahnya dibatasi (Cahyono, 2008).

Pasien Diabetes dianjurkan untuk memakan makanan yang sehat

dan memperbanyak serat, kacang-kacangan, oat, buah dan sayur (kecuali

jagung manis) serta mengurangi produk daging dan susu. Sangat

(38)

berbahan dasar tepung, berlemak, digoreng atau berminyak dan

mengandung banyak garam (Hanas dan Fox, 2008).

Diet pada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk membantu

mencegah komplikasi dan memperbaiki kebiasaan makan. Diet yang

dilakukan adalah membatasi konsumsi karbohidrat, pengaturan jumlah

makanan serta melakukan diet Diabetes Melitus dengan aturan 3J

(Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan) (Kariadi, 2009).

Langkah diet yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes

adalah memakan 4 sampai 5 sajian buah sertiap harinya serta

memperbanyak sayuran, mengubah susunan menu dan kebiasaan, serta

mengurangi pengkonsumsian daging (Ide, 2007). Untuk mencegah

diabetes, kita harus mengontrol makanan yang dikonsumsi seperti

menghindari makan makanan manis yang berlebih (Hanas dan Fox,

2008).

Menurut U.S. Departement of Agriculture kalori yang dibutuhkan

oleh pria berusia 46-55 tahun adalah 2200-2800 kal/hari, usia 56-65 tahun

adalah 2200- 2600 kal/hari, usia 66-75 tahun adalah 2000-2600 kal/hari,

sedangkan untuk usia ≥76 tahun membutuhkan 2000-2400 kal/hari

(G.F.T, 2008). Cara untuk menghitung kalori yang ada pada makanan

adalah dengan cara mengalikan jumlah berat (gram) makanan yang

dikonsumsi lemak, karbohidrat dan protein dengan masing-masing faktor

pengali, yaitu 9 kcal/gram untuk lemak, 4 kcal/gram untuk karbohidrat

(39)

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani merupakan

salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

dimaksud jalan-jalan atau jogging. Batasi atau jangan terlalu lama

melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi

(Cahyono, 2008). Frekuesi olahraga bagi orang dewasa yang

direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine’s (ACSM)

adalah 3-5 hari per minggu dengan durasi selama 20-60 menit. Namun

bagi orang yang berusia diatas dari 65 tahun dan rentan terhadap resiko

cedera otot maka frekuensi olahraga diturunkan menjadi 2-4 hari per

minggu dengan kisaran durasi rata-rata adalah 20-45 menit atau kisaran

rata-rata durasi adalah 30 menit. Bagi orang diatas 65 tahun, durasi

pemanasan lebih diperbanyak untuk mencegah cedera (Pollock, 2010).

d. Intervensi Farmakologis

Menurut Suyono, 2005, (cit., Fachruddin, Citrakesumasari,

Alharini, 2013), apabila dengan langkah-langkah perencanaan makan dan

kegiatan jasmani sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum

tercapai, maka dilanjutkan dengan langkah penggunaan obat/ intervensi

farmakologis.

Saat terapi menggunakan obat Diabetes, penderita Diabetes tidak

(40)

dahulu dengan dokter karena Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan,

tetapi dapat dihambat perkembangan negatifnya. Pada saat pasien

Diabetes merasa bahwa kadar gulanya terkontrol maka tetap harus

mengkonsumsi obat Diabetes Melitus karena penghentian konsumsi obat

dapat meningkatkan resiko komplikasi (McCulloh, 2014).

Pada konsumsi obat Diabetes Melitus yang perlu diperhatikan

adalah obat harus diminum sesuai dengan rekomendasi dokter, baik

waktu maupun jumlahnya (Allen, 2014). Pada pengatasan saat pasien

Diabetes Mellitus lupa meminum obat adalah obat diminum pada waktu

peminuman obat selanjutnya. Namun, jika lupa meminum obat dan

jadwal minum obat selanjutnya masih lama, maka lebih baik obat

Diabetes dikonsumsi sesegera mungkin. Hal yang perlu diperhatikan oleh

pasien Diabetes adalah pengkonsumsian obat dengan dosis ganda tidak

diperbolehkan (Allen, 2014).

e. Mencegah dan menghentikan komplikasi

Dalam rangka pencegahan komplikasi terdapat beberapa tip untuk

mencegah komplikasi Diabetes yaitu berhati-hati dalam memilih jenis

karbohidrat yang dikonsumsi, disarankan untuk menurunkan berat badan

jika memang diperlukan, istirahat dan tidur yang cukup, lebih aktif lagi

dan berolahraga, memantau kadar gula darah secara teratur, mengatur

tingkat stres, menghindari garam, memantau selalu profil kesehatan

jantung, merawat luka lebam maupun luka-luka tertentu pada tubuh,

(41)

bergizi tinggi namun tetap dalam jumlah yang wajar, serta mengunjungi

dokter secara berkala (Nazario, 2014).

Untuk menghindari komplikasi gangren pada kaki, maka penderita

Diabetes Melitus harus melakukan perawatan baik pada kaki. Alasan

perlunya dilakukan perawatan kaki pada penderita Diabetes Melitus

adalah karena pada kedua kaki penderita Diabetes mengalami kurang rasa

sehingga resiko cedera dan perlukaan yang tidak disadari, terjadi

penurunan sirkulasi ke daerah kaki serta terjadi penurunan daya tahan

tubuh secara umum terhadap infeksi sehingga mudah terjadi infeksi yang

sulit disembuhkan (Sutedjo, 2010). Teknik untuk merawat kaki

pertama-tama adalah memeriksa apakah ada kemerahan, luka, gigitan serangga,

infeksi jamur dan masalah pada kaki lainnya. Mencuci kaki setiap hari

menggunakan air hangat, bukan air panas, diusahakan suhunya adalah

37oC dan jangan merendam kaki terlalu lama. Mengeringkan kaki dan

memastikan jari-jari kaki juga kering serta menggunakan talk untuk

menjaga kulit pada jari-jari kaki tetap kering. Menjaga agar kaki tetap

halus dan lembut dengan cara mengoleskan tipis losion atau krim pada

bagian punggung dan alas kaki, namun jangan dioleskan diantara jari-jari

kaki. Jika ada kapalan pada kaki, maka gosok lembut secara satu arah dan

tidak diperbolehkan untuk memotong kapalan misalnya menggunakan

pisau cukur atau krim penghilang kapalan, karena dapat merusak kulit.

(42)

minggu. Waktu yang tepat untuk memtong kuku kaki adalah setelah

mencuci dan mengeringkan kaki (NDIC, 2014).

5. Pencegahan

Pada penyakit Diabetes usaha pencegahan terdiri atas pencegahan primer,

pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah

agar tidak timbul penyakit. Usaha pencegahan Diabetes yang disebabkan oleh

faktor kebiasaan dapat diatasi antara lain dengan olah raga rutin, hidup sehat dan

teratur. Pencegahan sekunder, yaitu mencegah agar walaupun sudah terjadi

penyakit Diabetes, penyakit penyertanya tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah

usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi

penyakit penyerta. Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting

adalah senam kaki Diabetes (Iskandar, 2010).

6. Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes,

sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin agar pencegahan sekunder dapat

segera diterapkan. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan

penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,

sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan setiap tahun (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, dan

Alting, 2008).

Pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada pria usia 40-64 tahun harus

dilakukan setiap dua tahun sekali. Jika memiliki tekanan sistolik antara 120-139

(43)

setiap setahun sekali. Namun, apabila tekanan darah sistolik >140 mmHg dan

diastolik >90 mmHg maka dilakukan pemeriksaan rutin sekali dalam seminggu.

Pengukuran tekanan darah secara rutin pada pria berusia ≥65 tahun dilakukan

sekali dalam satu tahun, kecuali memiliki penyakit penyerta lain (Greenberg,

2014). Untuk pasien Diabetes pengukuran tekanan darah ambulatori dilakukan

sehari sekali sangat penting untuk memonitor resiko kardiovaskular (McFarlane,

2012).

Pada permerikasaan mata, frekuensi pemeriksaan mata yang

direkomendasikan untuk orang yang berusia 18-60 tahun tanpa memiliki resiko

adalah setiap dua tahun sekali, jika memiliki resiko maka frekuensi pemeriksaan

ditingkatkan menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bagi orang yang berusia 61 tahun

keatas maka pemeriksaan mata dilakukan serutin mungkin baik bagi yang

beresiko ataupun tidak beresiko. Resiko yang dimaksud adalah adanya penyakit

penyerta seperti diabetes, hipertensi dan riwayat penyakit mata (glukoma,

degenerasi makular, dll.) (AOA., 2014). Pada pasien diabetes, pemeriksaan mata

dilakukan 6-12 bulan sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter.

Untuk melakukan skrining terhadap Diabetes Melitus, pemeriksaan urin

dapat dilakukan dalam dua tahun sekali (Cassidy and Allanson, 2010). Pada

penderita Diabetes Melitus, meskipun telah dilakukan pengukuran kadar gula

dalam darah. Tes urin tetap berguna untuk menguji kadar keton di dalam urin. Tes

urin pada penderita diabetes dapat dilakukan setahun sekali atau sesuai dari

(44)

Untuk kelompok resiko tinggi pemeriksaan kadar gula darah harus

dilakukan setahun setiap setahun sekali. Bagi mereka yang berusia >45 tahun dan

tanpa resiko pemeriksaan dapat dilakukan 3 tahun sekali (PERKENI, 2011).

Menurut ADA (cit., DIC., 2013) pemeriksaan kadar gula darah bagi pasien

diabetes melitus bervariasi dari satu orang dan lainnya. Akan tetapi pemeriksaan

kadar gula darah yang dilakukan oleh dirisendiri setidaknya dilakukan empatkali

dalam seminggu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan pada pasien

Diabetes Melitus Tipe 1 atau 2 pasien harus melakukan 3 atau lebih pemeriksaan

darah dalam sehari.

H. Edukasi Kesehatan

Edukasi kesehatan adalah kegiatan yang berupaya agar masyarakat

berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan,

imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya.

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat,

pendekatan edukasi kesehatan lebih tepat dibandingkan dengan cara intervensi

paksaan (Notoatmodjo, 2012).

Edukasi kesehatan merupakan salah satu cara intervensi terhadap

pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan

faktor terbesar kedua yang dapat mempengaruhi kesehatan individu, kelompok,

atau masyarakat setelah faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2012). Menurut Geen et

al. (cit., Achmadi, 2013),edukasi kesehatan merupakan proses menjembatani gap

(45)

Tujuan edukasi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program,

tujuan pendidikan, dan tujuan perilaku. Tujuan perilaku yaitu meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan (Maulana,

2007). Dalam mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan pengetahuan,

sikap dan tindakan, maka perlu diperhatikan berberapa faktor yang berpengaruh

yaitu faktor metode. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda

dengan sasaran masa dan sasaran individual (Notoatmodjo, 2012).

Metode edukasi kelompok dibagi menjadi dua berdasarkan besarnya

kelompok, yaitu metode kelompok besar misalnya metode ceramah dan seminar

serta metode kelompok kecil misalnya diskusi kelompok (group discussion),

curah pendapat (brain storming), dan lain-lain (Achmadi, 2013).

Contoh metode edukasi yang dapat digunakan untuk edukasi dalam

kelompok kecil adalah CBIA. CBIA adalah singkatan untuk Cara Belajar Insan

Aktif. CBIA merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Suryawati sejak

1993 dengan tujuan mengingkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu untuk

memilih obat tanpa resep atau obat-obatan OTC. CBIA menggunakan pendekatan

berdasarkan masalah dan proses belajar mandiri CBIA dilakukan dalam kelompok

kecil (6-8 orang) melalui diskusi interaktif. Pada prosesnya kegiatan CBIA dapat

dilaksanakan pada rangkaian kegiatan rutin yang telah dilaksanakan oleh

kelompok atau merancang pertemuan sendiri. Tidak hanya ibu, ayah dan remaja

dapat berpartisipasi dalam kegiatan CBIA. Tempat pertemuan yang cocok untuk

melaksanakan CBIA adalah di rumah, tempat ibadah, dan balai desa. Farmasis

(46)

familiar terhadap materi kegiatan dapat direkrut sebagai tutor dan memungkinkan

untuk memilih tutor dari target sasaran (Suryawati, 2010).

Kegiatan CBIA dilakukan selama 3 jam, yang terdiri dari pengenalan,

diskusi dan kesimpulan. Waktu diskusi dialokasikan selama 90 menit, saat

berdiskusi pertanyaan yang muncul dicatat oleh ketua kelompok. Pertanyaan atau

temuan yang ada ditanyakan kepada narasumber dan dialokasikan waktu sebanyak

90 menit untuk diskusi kelompok besar ini. Tutor berfungsi sebagai fasilitator

diskusi, dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu

masalah. Tutor dianjurkan tidak mendominasi diskusi (Suryawati, 2012).

Seiring dengan perkembangan metode CBIA juga dikembangkan oleh

Hartayu dan kawan-kawan sebagai alat untuk meningkatkan ketaatan pasien

diabetes terhadap program perawatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini

adalah modul edukasi CBIA-DM efektif untuk meningkatkan ketaatan pasien

diabetes terhadap program perawatan dan layak untuk diterapkan pada komunitas

pasien dalam rumah sakit sebagai media untuk edukasi penggunaan obat-obatan

secara rasional (Suryawati, 2010).

Pada pelaksanaanya, kegiatan CBIA-DM merupakan kegiatan interaktif

pada kelompok kecil sehingga membuat semua anggota kelompok berdiskusi satu

sama lain mengenai pengalaman dan informasi yang mereka punya. Selain itu,

tujuan dari metode CBIA sendiri adalah untuk membuat masing-masing anggota

dalam kelompok mencari dan mendiskusikan temuan yang ada. Proses

(47)

dapat memotivasi responden untuk mengubah kebiasaannya (Hartayu et al.,

2012).

Materi edukasi kesehatan pada penyakit diabetes meliputi pemahaman

tentang penyakit Diabetes Melitus, makna dan perlunya pengendalian dan

pemantauan Diabetes Melitus, penyerta Diabetes Melitus, intervensi farmakologis

dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, perawatan

kaki pada Diabetes, cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran

keterampilan, serta cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (Yoga,

2011).

I. Landasan Teori

Edukasi kesehatan merupakan cara intervensi yang efektif untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang. Dengan adanya

edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan

terkait permasalahan kesehatan, misalnya Diabetes Melitus.

Dalam proses edukasi kesehatan metode dan usia mempengaruhi hasil

peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan setelah proses edukasi kesehatan.

CBIA-DM digunakan sebagai metode dalam penelitian ini karena terbukti efektif

dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pada edukasi kesehatan

mengenai Diabetes Melitus. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan

dilakukan dengan kuesioner yang menanyakan tentang Diabetes Melitus. Semakin

betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan

akibat edukasi kesehatan semakin kurang signifikan dikarenakan terdapat banyak

(48)

J. Kerangka konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah dengan adanya edukasi

kesehatan berupa CBIA-DM dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan

tindakan pria usia lanjut Kecamatan Tegalrejo tentang diabetes melitus.

Gambar 1. Kerangka Konsep

K. Hipotesis

Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut

mengenai diabetes mellitus setelah diberi CBIA-DM. Pengetahuan, sikap,

dan tindakan pria usia lanjut di kecamatan Tegalrejo

Peningkatan pengetahuan, sikap,

dan tindakan pria usia lanjut di kecamatan Tegalrejo Edukasi melalui

metode CBIA mengenai diabetes

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental)

dengan pendekatan time series. Penelitian eksperiemental semu adalah penelitian

yang memperkirakan kondisi eksperimen dalam keadaan tidak memungkinkan

untuk mengontrol dan/ memanipulasi semua variabel yang relevan (Wasis, 2008).

Penelitian ini bersifat eksperimental semu karena peneliti tidak mungkin untuk

mengontrol semua variabel yang mepengaruhi hasil pengukuran. Pendekatan yang

dilakukan adalah time series karena peneliti melakukan pengamatan dalam durasi

tertentu, dilakukan lebih dari sekali yaitu sebelum edukasi, sesaat setelah edukasi,

satu bulan setelah edukasi CBIA dan setelah dua bulan setelah edukasi

CBIA-DM.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: edukasi dengan metode CBIA

2. Variabel tergantung: pengetahuan, tindakan dan sikap tentang diabetes melitus

3. Variabel pengacau terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang

didapat secara formal maupun non formal sebelumnya seperti kursus, seminar,

sekolah, penyuluhan.

4. Variabel pengacau tak terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang

diperoleh bapak-bapak usia lanjut dari media cetak (majalah, suratkabar, dll.)

dan media elektronik (TV, radio, dll).

(50)

C. Definisi Operasional

1. Diabetes Melitus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Diabetes Melitus

Tipe 2.

2. Pre adalah sebelum CBIA-DM, post-1 adalah post sesaat setelah CBIA-DM,

post-2 adalah post setelah 1 bulan CBIA-DM dan post-3 adalah post setelah 2

bulan CBIA-DM.

3. Tingkat pengetahuan responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga

tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner pengetahuan pre intervensi

ataupun post intervensi terdiri dari 14 aitem pernyataan.Tingkat pengetahuan

dinyatakan baik jika responden mendapat nilai ≥11, sedang jika mendapat

nilai 8-10, buruk jika mendapat nilai <8 (Budiman dan Riyanto, 2013).

4. Tingkat sikap responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga

tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner sikap pre intervensi

ataupun post intervensi terdiri dari 15 aitem pernyataan. Tingkat sikap

dinyatakan baik jika skor ≥45, sedang jika skor 33-44 dan buruk jika skor <33

(Budiman dan Riyanto, 2013).

5. Tindakan dalam penelitian ini adalah tindakan responden terkait dengan

pengelolaan Diabetes Melitus. Tingkat tindakan responden dibagi dalam tiga

tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika

responden melakukan tindakan sesuai dengan literatur, sedang jika responden

melakukakan tindakan tidak sesuai dengan literatur dan buruk jika responden

(51)

soal dijumlahkan, sehingga tingkatan dengan jumlah terbanyak mewakili

tindakan responden.

D. Subjek Penelitian

Kelompok perlakuan adalah pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo yang

bersedia untuk mengikuti CBIA yang dilakukan oleh peneliti dan mengisi

kuesioner yang diberikan dan bersedia mengikut kegiatan selama periode

penelitian, serta memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini dilakukan pada pria usia

lanjut di Kecamatan Tegalrejo dengan kriteria inklusi berjenis kelamin pria,

berusia 45-80 tahun dan tidak menderita Diabetes Melitus atau menderita

Diabetes Melitus. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

responden yang mengisi kuesioner tetapi tidak lengkap.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Pretest dan intervensi CBIA dilakukan di Pendopo Kelurahan Kricak,

Kecamatan Tegalrejo, pengisian posttest setelah satu bulan dilakukan dengan cara

mengumpulkan kembali responden ke Pendopo Kelurahan Kricak. Pada posttest

dua bulan dilakukan pembagian kuesioner pada masing-masing responden.

Penelitian dilaksanakan pada November 2014 sampai Januari 2015.

F. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah 38 orang pria usia lanjut, 45 sampai 80 tahun

di Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta yang bersedia mengikuti CBIA.

G. Sampel dan Teknik Sampling

Dalam pemilihan sampel digunakan tenik purposive sampling. Peneliti

(52)

lanjut usia yang sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti yaitu pria usia

lanjut 45 sampai 80 tahun, sehat jasmani dan rohani dan mampu untuk hadir serta

bersedia menghadiri acara CBIA serta mengisi kuesioner.

H. Besar Sampel

Pada penelitian terdapat 38 responden yang memenuhi kriteria inklusi.

Namun, dalam analisis statistik data jumlah sampel yang digunakan adalah 30

responden bukan penderita diabetes di kecamatan Tegalrejo. Menurut O’Leary,

2004, jika peneliti ingin melakukan analisis statistika dasar yang digunakan untuk

mendukung analisis data secara kualitatif, maka peneliti membutuhkan jumlah

minimal responden adalah 30 responden. Sedangkan 8 responden lainnya

dilakukan analisis secara deskriptif.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang telah

tervalidasi. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis kuesioner yaitu kuesioner

mengenai pengetahuan serta kuesioner mengenai sikap dan tindakan. Pertanyaan

pada kuesioner ini terbagi menjadi dua hal yaitu pertanyaan mengenai fakta yaitu

nama responden, usia responden, rukun tetangga (RT)/ rukun warga (RW),

kelurahan, kecamatan tempat responden tinggal dan nomor telpon serta

pernyataan informatif.

Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai pengetahuan

responden berisikan 14 pertanyaan mengenai pengertian diabetes melitus,

pengobatan diabetes melitus, gejala diabetes melitus, komplikasi diabetes melitus,

(53)

Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai sikap responden berisikan

15 pertanyaan mengenai pilihan gaya hidup bagi penderita diabetes melitus,

pengobatan, perawatan kaki, dan pemeriksaan kesehatan. Sedangkan pertanyaan

tindakan berisikan 14 tentang pemeriksaan, gaya hidup, pengobatan dan

perawatan kaki. Pokok bahasan pemeriksaan terdiri dari pertanyaan mengenai

pemeriksaan tekanan darah, mata, urin serta kadar gula darah. Pokok bahasan

gaya hidup terdiri dari pertanyaan mengenai olahraga, diet, makanan dan kalori

makanan. Pokok bahasan pengobatan terdiri dari pertanyaan mengenai obat dan

gula darah, ketaatan minum obat, tindakan saat lupa minum obat, kondisi saat

minum obat serta kepatuhan pengobatan.Untuk aspek pemeriksaan kaki hanya

terdiri dari pertanyaan mengenai perawatan kaki. Penjabaran mengenai aspek

dalam kuesioner pengetaahuan, sikap dan tindakan tercantum pada tabel I dan

tabel II.

Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Pre intervensi

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

(54)

Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Post intervensi

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

Favorable Unfavorable

Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner

Tindakan

a. Gaya Hidup 4, 5, 6, 7

b. Pemeriksaan 1, 2, 3, 13

c. Pemeriksaan Kaki 14

d. Pengobatan 8, 9, 10, 11, 12

Kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan pilihan

jawaban “ya” dan “tidak”. Pertanyaan pengetahuan, diberikan skor 1 untuk

jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Kisaran skor untuk pertanyaan

pengetahuan adalah 0-14. Sementara itu, semua pernyataan pada kuesioner sikap

kemudian dikonversikan nilainya kedalam angka, untuk jawaban pertanyaan

positif (favourable) diberi skor 4 untuk “sangat setuju”, 3 untuk “setuju”, 2 untuk

“tidak setuju” , dan 1 untuk “sangat tidak setuju”. Untuk jawaban pertanyaan

negatif (unfavourable) diberi skor 4 untuk “sangat tidak setuju”, 3 untuk “tidak

setuju”, 2 untuk “setuju” , dan 1 untuk “sangat setuju”. Kisaran skor untuk

pertanyaan sikap adalah 15-60. Kuesioner aspek tindakan responden dibagi dalam

tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika

Gambar

Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Preintervensi ....................................
Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden dengan Kategori Pengetahuan,
Gambar 1. Kerangka Konsep
tabel II. Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Pre intervensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

DAPAT IV$N[M IrK^N KEAEru$SILAN US{II,4

pavadinimo paantraštė buvo suformuluota kaip „1965-ieji su Simone de Beauvoir ir Jeanu Pauliu Sartre’u“. Kitaip tariant, lite - ratūrologė jau paantrašte norėjo pabrėžti,

Hal yang dilakukan guru antara lain: membuat rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP), menentukan materi membuat media gambar beseri. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan

Bertolak dari hasil analisis dan refleksi tindakan siklus II, peneliti bersama guru yang bersangkutan kembali mengadakan diskusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus

dari satu dan dua macam tindak tutur, berbeda dengan penutur bahasa Indonesia yaang lebih memilih kombinasi tiga atau empat macam tindak tutur; (2) penutur bahasa Indonesia dan

sarjana Islam untuk menghuraikan makna Tamadun yang telah digunakan dalam penulisan tentang4. tamadun

Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi. Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari

8 Margaritha Kainama, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan A lokasi dana desa” Studi kasus pada dua desa di kabupaten Aru, Program Pasca sarjana, Universitas