INTISARI
Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; pre-post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.
Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.
ABSTRACT
Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.
The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly
The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.
The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.
Keywords: CBIA, Diabetes mellitus, knowledge, attitude and practice.
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA
LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh:
Sukmadewi
NIM : 118114065
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA
LANJUT DI KECAMATAN TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
TENTANG DIABETES MELITUS DENGAN METODE CBIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh: Sukmadewi NIM : 118114065
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Semua karena pertolongan Allah.Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang. Itulah janji Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Al Quran: Ar Rum 30: 5-6).
Kupersembahkan naskah ini kepada Allah SWT, Tuhan seluruh alam, yang
selalu menjadi sumber segala daya dan kekuatan bagiku.
Bapak dan ibu, kupersembahkan pula naskah ini kepadamu sebagai wujud
bakti dan kasihku.Saat semuanya menjadi sulit, bapak dan ibu selalu ada
untukku. Untuk semua doa, dukungan dan perhatianmu, kuucapkan
terimakasih.
Adikku Vio yang selalu mengajariku cara bersyukur dan berjuang. Daffa
sumber keceriaan disaat aku lelah.
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini dapat
terselesaikan karena mendapat bantuan dari banyak pihak yang terlibat. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. sebagai dosen
pembimbing yang sabar dalam membimbing seluruh proses penyusunan karya
ini.
2. Semua responden yang berkontribusi dalam penelitian ini.
3. Para dosen penguji Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu
Donowati, M.Si., Apt. yang memberikan saran dan masukan dalam
penyelesaian naskah skripsi ini.
4. Semua pihak yang memberikan izin penelitian, Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta, Camat Kecamatan Tegalrejo, para lurah dan jajarannya.
5. Bapak Sarmidian, selaku ketua komisi lansia Kecamatan Tegalrejo.
6. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang mendukung
dilakukannya penelitian ini.
7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang mendukung dan
menyemangati penulis dalam menuntaskan naskah skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Yogyakarta, 5 Juni 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI……… ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR……… .... …xiii
DAFTAR LAMPIRAN……… ... ………xiv
INTISARI……… ... ………xvii
ABSTRACT……… ... ………xviii
BAB I PENGANTAR………1
A. Latar Belakang…… ... ………1
1. Permasalahan……… ... ………4
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaaat Penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian……… ... ………7
1. Tujuan Umum……… ... ……7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………8
A. Pengetahuan … ... ………8
1. Pengertian ... 8
2. Faktor yang memengaruhi ... 8
3. Cara pengukuran ... 8
B. Sikap… ... ………9
1. Pengertian ... 9
2. Faktor yang memengaruhi ... 10
3. Cara pengukuran ... 10
C. Tindakan ……… ... ………11
1. Pengertian ... 11
2. Faktor yang memengaruhi ... 11
3. Cara pengukuran ... 11
D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ... 12
E. Usia……… ... ………13
F. Diabetes Melitus……… ... ………14
G. Diabetes Melitus Tipe 2……… ... ………14
1. Pengertian………… ... ………14
2. Faktor Resiko……… ... ………15
3. Gejala……… ... ………15
4. Pengelolaan……… ... ………15
5. Pencegahan …… ... ………21
H. Edukasi Kesehatan…… ... ………23
I. Landasan Teori……… ... ……26
J. Kerangka Konsep ... 27
K. Hipotesis……… ... ………..27
BAB III METODE PENELITIAN……… . ………28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……… ... ………28
B. Variabel Penelitian……… ... ……….28
C. Definisi Operasional……… ... ………29
D. Subjek Penelitian……… ... ………30
E. Tempat dan Waktu Penelitian……… . ………30
F. Populasi Penelitian………… ... ………30
G. Sampel dan teknik sampling……… ... ………30
H. Besar Sampel……… ... ………..31
I. Instrumen Penelitian……… ... ………..31
J. Tata Cara Penelitian………… ... ……….34
1. Penentuan Subjek Penelitian ... 34
2. Perizinan……… ... ……….34
3. Penelusuran data populasi……… ... ………35
4. Pembuatan kuesioner ... 35
5. Ethical clearance ... 39
6. Pelaksanaan CBIA……… ... ………40
7. Posttest 1 bulan dan 2 bulan setelah intervensi………… ... …………..41
1. Manajemen data………… ... ……….42
2. Analisis data………… ... ………43
L. Kelemahan Penelitian ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… ………45
A. Karakteristik Demografi Responden ... 45
1. Usia ... 45
2. Pekerjaan ... 45
3. Pendidikan terakhir ... 45
4. Penderita Diabetes dan bukan penderita Diabetes ... 46
B. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum Edukasi CBIA-DM ... 47
C. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Setelah Edukasi CBIA-DM ... 49
D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Setelah Edukasi CBIA-DM ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… . ………68
A. Kesimpulan…… ... ………..68
B. Saran……… ... ……….69
DAFTAR PUSTAKA………..70
LAMPIRAN………… .. ……….75
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Preintervensi ... 32 Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Postintervensi ... 33 Tabel III. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
KuesionerPreintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel IV. Pernyataan pada Aspek Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Kuesioner Postintervensi yang Sulit Dipahami oleh Lay People ... 38 Tabel V. Jumlah Responden Berdasarkan Faktor Usia, Pekerjaan,
Pendidikan Terakhir serta Penderita dan Bukan Penderita Diabetes
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep ... 27
Gambar 2. Distribusi Jumlah Responden dengan Kategori Baik, Sedang dan
Buruk pada Pre-CBIA ... 48
Gambar 3. Perbandingan Jumlah Responden dengan Kategori Pengetahuan,
Sikap, Tindakan Baik Antara Pre, Post-1, Post-2 dan Post-3 CBIA..55
Gambar 4. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Pengetahuan dengan
Kategori Baik ... 61
Gambar 5. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan
Kategori Baik ... 62
Gambar 6. Peningkatan Jumlah Responden Pada Aspek Sikap dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 76
Lampiran 2. Surat Perpanjangan Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 77
Lampiran 3. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Pengetahuan ... 78
Lampiran 4. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Pengetahuan ... 79
Lampiran 5. Uji Validitas Konten Pertama Aspek Sikap ... 80
Lampiran 6. Uji Validitas Konten Kedua Aspek Sikap ... 81
Lampiran 7. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Preintervensi ... 82
Lampiran 8. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Preintervensi ... 83
Lampiran 9. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Pengetahuan Postintervensi ... 84
Lampiran 10. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Sikap Postintervensi ... 85
Lampiran 11. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa Aspek Tindakan ... 86
Lampiran 12. Resume Hasil Uji Pemahaman Bahasa pada Lay People ... 88
Lampiran 13. Perbandingan Kalimat-Kalimat Aitem Sebelum dan Sesudah Perbaikan pada Uji Pemahaman Bahasa ... 89
Lampiran 14. Formulasi Kuesioner Sebelum Dilakukan Uji Reliabilitas ... 90
Lampiran 16. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek Pengetahuan Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 92
Lampiran 17. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan Preintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 93
Lampiran 18. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 94
Lampiran 19. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem Aspek Sikap Preintervensi pada Uji Reliabilitas ... 95
Lampiran 20. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Preintervensi dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 96
Lampiran 21. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 97
Lampiran 22. Hasil Uji Korelasi Point Biserial untuk Aitem Aspek Pengetahuan Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 98
Lampiran 23. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Pengetahuan Postintervensi Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 99
Lampiran 24. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 100
Lampiran 25. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk Aitem Aspek Sikap Postintervensi pada Uji Reliabilitas ... 101
Lampiran 26. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Aspek Sikap Postintervensi dengan Metode Cronbach-Alpha pada Uji Reliabilitas ... 102
Lampiran 28. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Pretest ... 112
Lampiran 29. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest ... 113
Lampiran 30. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest1 Bulan ... 114
Lampiran 31. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Pengetahuan Posttest 2 Bulan ... 115
Lampiran 32. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPretest ... 116
Lampiran 33. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest ... 117
Lampiran 34. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest 1 Bulan ... 118
Lampiran 35. Besar Skor untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek SikapPosttest 2 Bulan ... 119
Lampiran 36. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan Pretest ... 120
Lampiran 37. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan 1 Bulan Setelah Intervensi ... 121
Lampiran 38. Tingkat Tindakan untuk Masing-Masing Tanggapan Tiap Aitem Aspek Tindakan 2 Bulan Setelah Intervensi ... 122
Lampiran 39. Hasil Uji Normalitas Kuesioner ... 123
INTISARI
Rendahnya pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadi komplikasi DM. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, menggunakan metode eksperimental semu dengan pendekatan time series. Sebanyak 38 responden pria berusia 45-80 tahun dan tidak menderita diabetes mellitus atau menderita diabetes mellitus terlibat dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Data dianalisis menggunakan Uji Wilcoxon. Apabila nilai p<0,05 maka terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap yang signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori pengetahuan baik pre-post-1 tidak mengalami perubahan yaitu 26,67%; pre-post-2 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 30% pre-post-3 mengalami peningkatan dari 26,67% menjadi 36,67% (p>0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori sikap baik pre-post-1 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20% (p>0,05); pada pretest-post-2 mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 43,33% dan pretest-post-3 juga mengalami peningkatan dari 13,33% menjadi 20,00% (p<0,05). Jumlah responden bukan penderita diabetes dengan kategori tindakan baik pre-post-2 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 23,33%; pretest-post-3 mengalami peningkatan dari 10,00% menjadi 26,67%.
Dapat disimpulkan bahwa CBIA-DM meningkatkan jumlah responden dengan kategori baik pada pengetahuan, sikap dan tindakan.
Kata kunci: CBIA, Diabetes melitus, pengetahuan, sikap dan tindakan
ABSTRACT
Low of knowledge, attitude and practice has caused the increasement of diabetes complications possibility. Aim of this reaserch is improving elderly men’s knowledge, attitude and practice towards diabetes mellitus.
The research was conducted in Tegalrejo sub-distict, Yogyakarta using quasi-experimental with time series approach. Thirty-eightmen aged 45-80 years old with or without diabetic melitus was involved in this research. Sampling technique was purposive sampling. Research instrument was questionnaire. Data were analyzed using Wilcoxon test. p-value<0.05 means that there’s increasment of knowlegdge, attitude and practice significantly
The results show, there’s no change of number of non-diabetic respondent with good knowledge category posttest-1 26,67%; pretest-posttest-2 is increase from 26,67% to 30%; pretest-posttest-3 is increase from 26,67% to 36,67% (p>0,05). Number of non-diabetic respondent with good attitude category is increase in pretest-posttest-1 from 13,33% to 20% (p>0,05); pretest-posttest-2 is increase from 13,33% to 43,33% and pretest-posttest-3 is increase from 13,33% to 20,00% (p<0,05). Number of non-diabetic respondent with good practice level pretest-post-2 is increase from 10,00% to 23,33% and pretest-post-3 is increase from 10,00% to 26,67%.
The conclusion is CBIA-DM improving a number of respondent with good category of knowledge, attitude and practice.
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi kronis dimana tubuh kita tidak
dapat mengubah glukosa dari makanan menjadi energi (Diabetes Australia, 2011).
Sembilan puluh persen dari penderita Diabetes Melitus di seluruh dunia
merupakan Diabetes Melitus Tipe 2 (WHO, 2013). Diabetes Melitus Tipe 2
disebabkan oleh gangguan insulin untuk memetabolisme glukosa (resistensi
insulin) dan/atau gangguan sekresi insulin. Namun, resistensi insulin adalah
karakteristik mayoritas pasien penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Goldstein dan
Müller-Wieland, 2008).
Diabetes Melitus Tipe 2 sebagian besar merupakan akibat dari kelebihan
berat badan dan pengaruh aktivitas fisik (WHO, 2013). Selain itu, insidensi dan
prevalensi dari Diabetes Melitus Tipe 2 sangat terkait dengan usia. Kurang lebih
50% penderita Diabetes Melitus Tipe 2 berusia diatas 60 tahun (Goldstein dan
Müller-Wieland, 2008).
Diabetes Melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.
Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat Diabetes dan 4% meninggal sebelum usia
70 tahun. Pada tahun 2030 diperkirakan Diabetes Melitus menempati urutan ke-7
penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun
2030 akan memiliki penyandang Diabetes Melitus sebanyak 21,3 juta jiwa
Tahun 2007, prevalensi nasional Diabetes Melitus adalah 1,1% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Pada tahun 2013, Indonesia
menempati urutan ke tujuh dari sepuluh besar negara di dunia dengan penduduk
yang mengidap Diabetes. Angka prevalensi nasional Diabetes Melitus Indonesia
pada tahun 2013 adalah 5,5 % (International Diabetes Federation, 2013). Dalam
enam tahun saja, angka kejadian Diabetes Melitus di Indonesia meningkat lima
kali lipat.
Menurut Rosyanda, Trihandini, 2013, prevalensi komplikasi kronis
Diabetes pada lansia adalah sekitar 73,1% dengan Hipertensi merupakan
komplikasi terbanyak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa program untuk
menurunkan angka prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus perlu
ditingkatkan.
Berdasarkan angka prevalensi nasional tahun 2007, Yogyakarta adalah
salah satu dari tujuh belas provinsi dengan prevalensi penyakit Diabetes Melitus
diatas prevalensi nasional yaitu 1,6%. Menurut karakteristik responden
berdasarkan perbedaan kelompok umur, prevalensi Diabetes Melitus responden
pada usia 55-64 menduduki peringkat paling tinggi yaitu 3,7%. Sedangkan
menurut karakteristik jenis kelamin, responden laki-laki memiliki tingkat
prevalensi yang sama dengan responden perempuan yaitu 1,1% (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2007). Menurut data Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta pada tahun 2012 terdapat sebanyak 291 penderita diabetes melitus di
Dalam upaya untuk menurunkan prevalensi dan prevalensi komplikasi
Diabetes Melitus Tipe 2, diperlukan pencegahan dini melalui upaya pencegahan
faktor risiko Diabetes Melitus Tipe 2 yang erat kaitanya dengan life style.
Perubahan gaya hidup meliputi pola makan dan aktivitas fisik merupakan faktor
resiko yang paling mungkin dikendalikan dibandingkan dengan faktor resiko lain
(riwayat keluarga, ras, dan usia).
Ketidaktahuan masyarakat terhadap penanggulangan Diabetes Melitus
Tipe 2 serta rendahnya kesadaran bagi masyarakat usia lanjut untuk
memeriksakan diri berhubungan dengan resiko kematian yang disebabkan karena
lambatnya pengobatan dan sudah terjadinya komplikasi penyerta Diabetes
Melitus. Pasien Diabetes Melitus baru akan melakukan terapi bila komplikasi
penyerta sudah terjadi. Oleh karena itu, diperlukan edukasi kesehatan mengenai
pencegahan dan pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
Edukasi kesehatan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan mengarahkan perilaku yang
diinginkan oleh kegiatan yang dilakukan. Metode edukasi yang digunakan adalah
metode cara belajar insan aktif (CBIA).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar, salah satunya adalah faktor usia. Dengan bertambahnya usia, faktor
fisiologis (pendengaran, penglihatan, dan tingkat keletihan) serta faktor psikologis
seperti motivasi menjadi hambatan utama dalam proses belajar mengajar. Adanya
hambatan, akan berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan terhadap proses
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permaslahan
penelitian sebagai berikut ini.
a. Seperti apakah karakteristik demografi responden berdasarkan faktor
usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan penderita
Diabetes Melitus?
b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut di
Kecamatan Tegalrejo tentang Diabetes Melitus sebelum edukasi dengan
metode CBIA?
c. Seperti apakah peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia
lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian
edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?
d. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria
usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta setelah pemberian
edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA)?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:
a. Penelitian oleh Firstya pada tahun 2010 mengenai perbedaan pengaruh
metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan
papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan
tindakan ibu-ibu di kecamatan Mlati dan Gamping ditinjau dari faktor
edukasi yang diberikan. Pada penelitian, Firstya ingin mengetahui
pengaruh usia terhadap peningkatan pengetahuan, sikap serta tindakan.
Penelitian Firstya meneliti mengenai kanker serviks dan papsmear oleh
sebab itu subjek penelitian adalah ibu-ibu. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah pada adanya
pembandingan metode yaitu antara metode seminar dan CBIA, subjek
yang diteliti, penyakit, tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.
b. Penelitian oleh Hartayu pada 2012 mengenai peningkatan Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan pasien Diabetes Melitus Tipe 2 menggunakan
strategi Community-Based Interactive Approach-Diabetes Melitus
(CBIA-DM). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti terletak pada subjek yang diteliti, tempat dan waktu
pelaksanaan penelitian. Pada penelitian, terdapat kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Jeda waktu pelaksanaan posttest yang dilakukan
pada penelitian ini adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan
postintervensi, 3 bulan postintervensi, dan 6 bulan postintervensi. Jumlah
anggota dalam satu kelompok kecil saat melaksanakan CBIA-DM adalah
5-6 orang. Booklet yang diberikan kepada responden terdiri dari 7 booklet
yaitu booklet petunjuk kegiatan, berbagai isu tentang DM, apa yang perlu
diketahui tentang DM, apa yang perlu diketahui tentang hidup sehat,
gerakan olahraga, perawatan kaki penyandang DM serta bahan makanan
penukar. Pada penelitian yang dilakukan peneliti, peneliti hanya
adalah segera setelah CBIA-DM selesai, 1 bulan postintervensi dan 2
bulan postintervensi. Jumlah anggota dalam satu kelompok kecil saat
melaksanakan CBIA-DM adalah 7-8 orang. Booklet yang digunakan
terdiri dari 2 booklet yaitu mengenai apa yang perlu diketahui tentang
hidup sehat bagi penyandang DM dan apa yang perlu diketahui tentang
DM.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini dapat menjadi referensi mengenai tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut serta referensi mengenai
pengaruh edukasi secara CBIA terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan pira usia lanjut terhadap Diabetes Melitus.
b. Manfaat praktis
1) Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan, memberikan perubahan
sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo akan Diabetes
Melitus. Sehingga prevalensi dan prevalensi komplikasi Diabetes Melitus
pada masyarakat menurun.
2) Bagi dinas kesehatan
Sebagai sumber informasi mengenai keefektifan metode CBIA-DM pada
pria usia lanjut dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan.
Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan program kesehatan
3) Bagi akademisi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi
edukasi sehubungan dengan metode edukasi secara CBIA maupun
Diabetes Melitus. Selain itu, penelitian ini dapat meningkatkan peran
peneliti sebagai public educator.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan
sikap dan tindakan pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta
melalui pemberian edukasi dengan metode cara belajar insan aktif (CBIA) tentang
Diabetes Melitus.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian antara lain:
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden berdasarkan faktor
perbedaan usia, pekerjaan, pendidikan terakhir serta penderita dan bukan
penderita Diabetes Melitus.
b. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia
lanjut di Kecamatan Tegalrejo sebelum edukasi CBIA Diabetes Melitus.
c. Mengukur tingkat pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan pria usia
lanjut di Kecamatan Tegalrejo setelah edukasi CBIA Diabetes Melitus.
d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan pada pria usia
lanjut di Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta sebelum dan setelah
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2012). Tanpa adanya pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Sehingga, pengetahuan perlu ditingkatkan agar seseorang mempunyai dasar dalam
mengambil keputusan dan menentukan tindakan (Achmadi, 2013).
2. Faktor yang memengaruhi
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang adalah faktor
internal: faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
Faktor eksternal: faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
Faktor pendekatan belajar: faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode
dalam pembelajaran (Achmadi, 2013).
Selain itu, menurut Pro-health (cit., Dewi, 2010), pengetahuan seseorang
dipengaruhi oleh pendidikan, media massa, sosial budaya dan ekonomi,
lingkungan, pengalaman serta usia.
3. Cara pengukuran
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan intensitas pengetahuan yang ingin di ukur
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran
tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan
pada persentasenya. Tingkat pengetahuan dikategorikan baik jika nilainya ≥75%,
dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan
kurang jika nilainya < 55%.
B. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagianya) (Notoatmodjo, 2010).
Sehingga menurut Campbell (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lainnya.
Menurut Allport (cit., Notoatmodjo, 2010), sikap itu terdiri dari 3
komponen pokok. Komponen pertama yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide dan
konsep terhadap objek. Selain itu, kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek juga merupakan komponen pokok dari sikap. Komponen ketiga
yaitu kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut di atas secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh
Menurut Newcomb (cit., Notoatmodjo, 2010), fungsi sikap belum
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan, atau reaksi tertutup. Menurut Attkinson dkk. (cit., Maulana,
2007), sikap memiliki lima fungsi. Salah satu fungsi sikap adalah fungsi
pengetahuan dimana setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin
mengerti, ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.
2. Faktor yang memengaruhi
Faktor yang mempengaruhi sikap meliputi faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi fisiologis (sakit, lapar, haus, dll.), psikologis
(minat dan perhatian) serta motif. Faktor eksternal meliputi pengalaman, situasi,
norma, hambatan dan pendorong. Dengan adanya faktor eksternal dan internal
dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap objek sikap (Maulana, 2007).
3. Cara pengukuran
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengukur sikap adalah
pernyataan sendiri, yaitu suatu cara di mana orang-orang ditanyai secara langsung
tentang kepercayaan atau perasaan terhadap suatu objek. Melalui teknik tidak
langsung kita juga dapat mengukur sikap seseorang. Sesuai dengan namanya,
dengan metode ini peneliti tidak menanyakan perilaku secara langsung, yang
ditanya adalah hal-hal lain. Namun dari data yang diperoleh, peneliti dapat
menyimpulkan sikap, presepsi, preferensi, dll. (Simamora, 2008).
Menurut Arikuntoro (cit., Budiman dan Riyanto, 2013) hasil pengukuran
tingkat sikap seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan pada
dikategorikan cukup jika nilainya 56-74% sedangkan pengetahuan dinyatakan
kurang jika nilainya < 55%.
C. Tindakan
1. Pengertian
Bertindak adalah hasil kecenderungan sikap. Tindakan merupakan wujud
sikap, yang disertai faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan
prasarana (Notoatmodjo, 2010).
2. Faktor yang memengaruhi
Menurut Green (cit, Notoatmodjo, 2012) tindakan manusia dipengaruhi
oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku.
Selanjutnya tindakan itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Faktor
predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai.
Faktor pendukung yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana. Faktor pendorong yang terwujud
dalam sikap dan tindakan petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
3. Cara pengukuran
Pengukuran tindakan atau praktik dapat dilakukan secara tidak langsung
yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara
langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden
D. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Upaya peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara persuasi,
bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran melalui
kegiatan yang disebut pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo
(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan
berupa alat bantu dengar dan alat bantu lihat. Berdasarkan penelitian oleh Yusyaf
(cit Utari, Arneliawati, Novayelinda, 2014), didapatkan bahwa lebih efektif untuk
menggunakan alat bantu lihat berupa lembar pertanyaan terhadap pengetahuan
tentang materi edukasi untuk meningkatkan pengetahuan.
Upaya mempengaruhi berkembangnya sikap yang diinginkan adalah
melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang
disadari dan terencana yang mampu mempengaruhi sikap (Nursalam dan Efendi,
2008).
Upaya dalam meningkatkan tindakan dapat dilakukan dengan cara
pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara
mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan dan cara menghindari
penyakit akan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga akan berdampak
pada tindakan seseorang. Cara lain adalah diskusi partisipasi sebagai cara
pemberian informasi tentang kesehatan yang tidak bersifat searah saja, tetapi dua
arah. Artinya masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus
aktif berpartisifasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya
Menurut Anonim (cit., Kristina, 2010) metode yang paling efektif dalam
meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan adalah CBIA. Dengan metode ini
pengetahuan dapat berubah sesuai dengan yang diharapkan dibandingkan dengan
metode ceramah atau penyuluhan.
E. Usia
Menurut Depkes RI (cit, Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi dan
Batubara, 2008), lanjut usia diklasifikasikan dalam lima klasifikasi yaitu pralansia
(seseorang yang berusia antara 45-59 tahun), lansia (seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih), lansia risiko tinggi (seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan), lansia
potensial (lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/ atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/ jasa) dan lansia tidak potensial (lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain).
Dengan bertambahnya usia, begitu banyak perubahan fisik yang terjadi
sehingga sulit untuk menetapkan batas-batas normal. Perubahan fungsi fisiologis
dapat menyebabkan perubahan tambahan pada kemampuan belajar. Perubahan
kemampuan tangkap indra yang paling erat hubungannya dengan kapasitas
pembelajaran adalah perubahan pengelihatan dan pendengaran. Selain itu,
perubahan fisiologis lain yang mempengaruhi fungsi organ yang berakibat
menurunnya curah jantung, kinerja paru, dan laju metabolisme, dengan sendirinya
akan mengurangi kemampuan mengatasi stres. Sehingga dapat disimpulkan
kemampuan belajar dapat mempengaruhi proses edukasi kesehatan. Jadi, semakin
betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan
tindakannya semakin rendah dikarenakan terdapat banyak hambatan dalam proses
pembelajaran (Nursalam dan Efendi, 2008).
Untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan pada usia lanjut
menurut Cross dan Abdulhak, (cit, Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI,
2007) diperlukan penyajian suatu topik yang hendaknya disampaikan pada satu
kesempatan dan diberikan evaluasi secara langsung untuk memperkuat daya nalar.
F. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah penyakit dimana tingkat glukosa darah berada
diatas normal. Kebanyakan makanan yang kita makan berubah menjadi glukosa,
atau gula, yang digunakan tubuh kita sebagai energi. Pankreas adalah organ yang
membuat hormon insulin yang berfungsi untuk membantu glukosa masuk ke
sel-sel tubuh. Diabetes disebabkan karena tubuh tidak menghasilkan cukup banyak
insulin atau tidak bisa menggunakan insulin secara benar seperti yang seharusnya.
Hal ini menyebabkan penumpukan gula di dalam darah (CDC, 2012).
G. Diabetes Melitus Tipe 2
1. Pengertian
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tingkat glukosa di
dalam darah tinggi. Diabetes Melitus Tipe 2 adalah bentuk paling umum dari
2. Faktor resiko
Beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes
melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga menderita diabetes, usia lanjut (diatas 55
tahun) dimana resiko Diabetes Melitus meningkat seiring usia, usia diatas 45
tahun disertai obesitas, usia diatas 45 tahun disertai tekanan darah yang tinggi dan
wanita yang melahirkan anak dengan bobot lebih dari 4,5 kilogram (Diabetes
Australia, 2013).
3. Gejala
Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak mampu
menghasilkan cukup insulin untuk mengontrol kadar gula dalam darah, atau ketika
sel-sel tubuh tidak merespon dengan tepat insulin yang diproduksi. Apabila kadar
gula dalam darah tinggi, akan mucul gejala seperti rasa haus yang berlebihan,
mulut kering, pandangan kabur, frekuensi buang air kencing yang lebih sering,
dan rasa kantuk yang belebih. Gejala utama yang paling umum terjadi adalah
kehilangan berat badan dan masa otot serta merasa lelah yang tidak wajar. Selain
itu, terdapat gejala lain yang mungkin teradi pada penderita diabes yaitu gatal
disekitar vagina atau penis dikarenakan infeksi jamur yang berulang,
konstipasi,dan infeksi kulit (NHS, 2014).
4. Pengelolaan
Dalam mengelola diabetes bagi pasien yang mengalami Diabetes Melitus
serta mencegah diabetes menurut Sutejo (2010) terdapat 5 pilar penting yang
a. Edukasi
Keberhasilan pengelolaan diabetes membutuhkan partisipasi aktif
pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif,
pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual atau
pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan
perilaku yang berhasil (Misnadiarly, 2006).
b. Perencanaan makanan
Sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai
untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut
kebiasaan masing-masing individu. Faktor yang berpengaruh pada respon
glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan
bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan
protein). Kebutuhan kalori yang berasal dari karbohidrat sebesar 60-70%
energi, protein 10%-15% dan lemak < 10% total energi serta 20-25 gr
serat makanan. Mengonsumsi manis atau gula bagi penderita DM
diperbolehkan asal jumlahnya dibatasi (Cahyono, 2008).
Pasien Diabetes dianjurkan untuk memakan makanan yang sehat
dan memperbanyak serat, kacang-kacangan, oat, buah dan sayur (kecuali
jagung manis) serta mengurangi produk daging dan susu. Sangat
berbahan dasar tepung, berlemak, digoreng atau berminyak dan
mengandung banyak garam (Hanas dan Fox, 2008).
Diet pada penderita Diabetes Melitus bertujuan untuk membantu
mencegah komplikasi dan memperbaiki kebiasaan makan. Diet yang
dilakukan adalah membatasi konsumsi karbohidrat, pengaturan jumlah
makanan serta melakukan diet Diabetes Melitus dengan aturan 3J
(Jadwal, Jumlah dan Jenis makanan) (Kariadi, 2009).
Langkah diet yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes
adalah memakan 4 sampai 5 sajian buah sertiap harinya serta
memperbanyak sayuran, mengubah susunan menu dan kebiasaan, serta
mengurangi pengkonsumsian daging (Ide, 2007). Untuk mencegah
diabetes, kita harus mengontrol makanan yang dikonsumsi seperti
menghindari makan makanan manis yang berlebih (Hanas dan Fox,
2008).
Menurut U.S. Departement of Agriculture kalori yang dibutuhkan
oleh pria berusia 46-55 tahun adalah 2200-2800 kal/hari, usia 56-65 tahun
adalah 2200- 2600 kal/hari, usia 66-75 tahun adalah 2000-2600 kal/hari,
sedangkan untuk usia ≥76 tahun membutuhkan 2000-2400 kal/hari
(G.F.T, 2008). Cara untuk menghitung kalori yang ada pada makanan
adalah dengan cara mengalikan jumlah berat (gram) makanan yang
dikonsumsi lemak, karbohidrat dan protein dengan masing-masing faktor
pengali, yaitu 9 kcal/gram untuk lemak, 4 kcal/gram untuk karbohidrat
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dimaksud jalan-jalan atau jogging. Batasi atau jangan terlalu lama
melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi
(Cahyono, 2008). Frekuesi olahraga bagi orang dewasa yang
direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine’s (ACSM)
adalah 3-5 hari per minggu dengan durasi selama 20-60 menit. Namun
bagi orang yang berusia diatas dari 65 tahun dan rentan terhadap resiko
cedera otot maka frekuensi olahraga diturunkan menjadi 2-4 hari per
minggu dengan kisaran durasi rata-rata adalah 20-45 menit atau kisaran
rata-rata durasi adalah 30 menit. Bagi orang diatas 65 tahun, durasi
pemanasan lebih diperbanyak untuk mencegah cedera (Pollock, 2010).
d. Intervensi Farmakologis
Menurut Suyono, 2005, (cit., Fachruddin, Citrakesumasari,
Alharini, 2013), apabila dengan langkah-langkah perencanaan makan dan
kegiatan jasmani sasaran pengendalian Diabetes yang ditentukan belum
tercapai, maka dilanjutkan dengan langkah penggunaan obat/ intervensi
farmakologis.
Saat terapi menggunakan obat Diabetes, penderita Diabetes tidak
dahulu dengan dokter karena Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dihambat perkembangan negatifnya. Pada saat pasien
Diabetes merasa bahwa kadar gulanya terkontrol maka tetap harus
mengkonsumsi obat Diabetes Melitus karena penghentian konsumsi obat
dapat meningkatkan resiko komplikasi (McCulloh, 2014).
Pada konsumsi obat Diabetes Melitus yang perlu diperhatikan
adalah obat harus diminum sesuai dengan rekomendasi dokter, baik
waktu maupun jumlahnya (Allen, 2014). Pada pengatasan saat pasien
Diabetes Mellitus lupa meminum obat adalah obat diminum pada waktu
peminuman obat selanjutnya. Namun, jika lupa meminum obat dan
jadwal minum obat selanjutnya masih lama, maka lebih baik obat
Diabetes dikonsumsi sesegera mungkin. Hal yang perlu diperhatikan oleh
pasien Diabetes adalah pengkonsumsian obat dengan dosis ganda tidak
diperbolehkan (Allen, 2014).
e. Mencegah dan menghentikan komplikasi
Dalam rangka pencegahan komplikasi terdapat beberapa tip untuk
mencegah komplikasi Diabetes yaitu berhati-hati dalam memilih jenis
karbohidrat yang dikonsumsi, disarankan untuk menurunkan berat badan
jika memang diperlukan, istirahat dan tidur yang cukup, lebih aktif lagi
dan berolahraga, memantau kadar gula darah secara teratur, mengatur
tingkat stres, menghindari garam, memantau selalu profil kesehatan
jantung, merawat luka lebam maupun luka-luka tertentu pada tubuh,
bergizi tinggi namun tetap dalam jumlah yang wajar, serta mengunjungi
dokter secara berkala (Nazario, 2014).
Untuk menghindari komplikasi gangren pada kaki, maka penderita
Diabetes Melitus harus melakukan perawatan baik pada kaki. Alasan
perlunya dilakukan perawatan kaki pada penderita Diabetes Melitus
adalah karena pada kedua kaki penderita Diabetes mengalami kurang rasa
sehingga resiko cedera dan perlukaan yang tidak disadari, terjadi
penurunan sirkulasi ke daerah kaki serta terjadi penurunan daya tahan
tubuh secara umum terhadap infeksi sehingga mudah terjadi infeksi yang
sulit disembuhkan (Sutedjo, 2010). Teknik untuk merawat kaki
pertama-tama adalah memeriksa apakah ada kemerahan, luka, gigitan serangga,
infeksi jamur dan masalah pada kaki lainnya. Mencuci kaki setiap hari
menggunakan air hangat, bukan air panas, diusahakan suhunya adalah
37oC dan jangan merendam kaki terlalu lama. Mengeringkan kaki dan
memastikan jari-jari kaki juga kering serta menggunakan talk untuk
menjaga kulit pada jari-jari kaki tetap kering. Menjaga agar kaki tetap
halus dan lembut dengan cara mengoleskan tipis losion atau krim pada
bagian punggung dan alas kaki, namun jangan dioleskan diantara jari-jari
kaki. Jika ada kapalan pada kaki, maka gosok lembut secara satu arah dan
tidak diperbolehkan untuk memotong kapalan misalnya menggunakan
pisau cukur atau krim penghilang kapalan, karena dapat merusak kulit.
minggu. Waktu yang tepat untuk memtong kuku kaki adalah setelah
mencuci dan mengeringkan kaki (NDIC, 2014).
5. Pencegahan
Pada penyakit Diabetes usaha pencegahan terdiri atas pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer yaitu mencegah
agar tidak timbul penyakit. Usaha pencegahan Diabetes yang disebabkan oleh
faktor kebiasaan dapat diatasi antara lain dengan olah raga rutin, hidup sehat dan
teratur. Pencegahan sekunder, yaitu mencegah agar walaupun sudah terjadi
penyakit Diabetes, penyakit penyertanya tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah
usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi
penyakit penyerta. Salah satu cara dalam pencegahan tersier yang paling penting
adalah senam kaki Diabetes (Iskandar, 2010).
6. Pemeriksaan
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien Diabetes,
sehingga dapat dilakukan deteksi sedini mungkin agar pencegahan sekunder dapat
segera diterapkan. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap tahun (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, dan
Alting, 2008).
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada pria usia 40-64 tahun harus
dilakukan setiap dua tahun sekali. Jika memiliki tekanan sistolik antara 120-139
setiap setahun sekali. Namun, apabila tekanan darah sistolik >140 mmHg dan
diastolik >90 mmHg maka dilakukan pemeriksaan rutin sekali dalam seminggu.
Pengukuran tekanan darah secara rutin pada pria berusia ≥65 tahun dilakukan
sekali dalam satu tahun, kecuali memiliki penyakit penyerta lain (Greenberg,
2014). Untuk pasien Diabetes pengukuran tekanan darah ambulatori dilakukan
sehari sekali sangat penting untuk memonitor resiko kardiovaskular (McFarlane,
2012).
Pada permerikasaan mata, frekuensi pemeriksaan mata yang
direkomendasikan untuk orang yang berusia 18-60 tahun tanpa memiliki resiko
adalah setiap dua tahun sekali, jika memiliki resiko maka frekuensi pemeriksaan
ditingkatkan menjadi setiap 1-2 tahun sekali. Bagi orang yang berusia 61 tahun
keatas maka pemeriksaan mata dilakukan serutin mungkin baik bagi yang
beresiko ataupun tidak beresiko. Resiko yang dimaksud adalah adanya penyakit
penyerta seperti diabetes, hipertensi dan riwayat penyakit mata (glukoma,
degenerasi makular, dll.) (AOA., 2014). Pada pasien diabetes, pemeriksaan mata
dilakukan 6-12 bulan sekali atau sesuai dari rekomendasi dokter.
Untuk melakukan skrining terhadap Diabetes Melitus, pemeriksaan urin
dapat dilakukan dalam dua tahun sekali (Cassidy and Allanson, 2010). Pada
penderita Diabetes Melitus, meskipun telah dilakukan pengukuran kadar gula
dalam darah. Tes urin tetap berguna untuk menguji kadar keton di dalam urin. Tes
urin pada penderita diabetes dapat dilakukan setahun sekali atau sesuai dari
Untuk kelompok resiko tinggi pemeriksaan kadar gula darah harus
dilakukan setahun setiap setahun sekali. Bagi mereka yang berusia >45 tahun dan
tanpa resiko pemeriksaan dapat dilakukan 3 tahun sekali (PERKENI, 2011).
Menurut ADA (cit., DIC., 2013) pemeriksaan kadar gula darah bagi pasien
diabetes melitus bervariasi dari satu orang dan lainnya. Akan tetapi pemeriksaan
kadar gula darah yang dilakukan oleh dirisendiri setidaknya dilakukan empatkali
dalam seminggu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sedangkan pada pasien
Diabetes Melitus Tipe 1 atau 2 pasien harus melakukan 3 atau lebih pemeriksaan
darah dalam sehari.
H. Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan adalah kegiatan yang berupaya agar masyarakat
berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan,
imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat,
pendekatan edukasi kesehatan lebih tepat dibandingkan dengan cara intervensi
paksaan (Notoatmodjo, 2012).
Edukasi kesehatan merupakan salah satu cara intervensi terhadap
pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan
faktor terbesar kedua yang dapat mempengaruhi kesehatan individu, kelompok,
atau masyarakat setelah faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2012). Menurut Geen et
al. (cit., Achmadi, 2013),edukasi kesehatan merupakan proses menjembatani gap
Tujuan edukasi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program,
tujuan pendidikan, dan tujuan perilaku. Tujuan perilaku yaitu meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan (Maulana,
2007). Dalam mencapai tujuan edukasi kesehatan yaitu perubahan pengetahuan,
sikap dan tindakan, maka perlu diperhatikan berberapa faktor yang berpengaruh
yaitu faktor metode. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda
dengan sasaran masa dan sasaran individual (Notoatmodjo, 2012).
Metode edukasi kelompok dibagi menjadi dua berdasarkan besarnya
kelompok, yaitu metode kelompok besar misalnya metode ceramah dan seminar
serta metode kelompok kecil misalnya diskusi kelompok (group discussion),
curah pendapat (brain storming), dan lain-lain (Achmadi, 2013).
Contoh metode edukasi yang dapat digunakan untuk edukasi dalam
kelompok kecil adalah CBIA. CBIA adalah singkatan untuk Cara Belajar Insan
Aktif. CBIA merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Suryawati sejak
1993 dengan tujuan mengingkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu untuk
memilih obat tanpa resep atau obat-obatan OTC. CBIA menggunakan pendekatan
berdasarkan masalah dan proses belajar mandiri CBIA dilakukan dalam kelompok
kecil (6-8 orang) melalui diskusi interaktif. Pada prosesnya kegiatan CBIA dapat
dilaksanakan pada rangkaian kegiatan rutin yang telah dilaksanakan oleh
kelompok atau merancang pertemuan sendiri. Tidak hanya ibu, ayah dan remaja
dapat berpartisipasi dalam kegiatan CBIA. Tempat pertemuan yang cocok untuk
melaksanakan CBIA adalah di rumah, tempat ibadah, dan balai desa. Farmasis
familiar terhadap materi kegiatan dapat direkrut sebagai tutor dan memungkinkan
untuk memilih tutor dari target sasaran (Suryawati, 2010).
Kegiatan CBIA dilakukan selama 3 jam, yang terdiri dari pengenalan,
diskusi dan kesimpulan. Waktu diskusi dialokasikan selama 90 menit, saat
berdiskusi pertanyaan yang muncul dicatat oleh ketua kelompok. Pertanyaan atau
temuan yang ada ditanyakan kepada narasumber dan dialokasikan waktu sebanyak
90 menit untuk diskusi kelompok besar ini. Tutor berfungsi sebagai fasilitator
diskusi, dan bila perlu menunjukkan cara untuk mendapatkan jawaban atas suatu
masalah. Tutor dianjurkan tidak mendominasi diskusi (Suryawati, 2012).
Seiring dengan perkembangan metode CBIA juga dikembangkan oleh
Hartayu dan kawan-kawan sebagai alat untuk meningkatkan ketaatan pasien
diabetes terhadap program perawatan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah modul edukasi CBIA-DM efektif untuk meningkatkan ketaatan pasien
diabetes terhadap program perawatan dan layak untuk diterapkan pada komunitas
pasien dalam rumah sakit sebagai media untuk edukasi penggunaan obat-obatan
secara rasional (Suryawati, 2010).
Pada pelaksanaanya, kegiatan CBIA-DM merupakan kegiatan interaktif
pada kelompok kecil sehingga membuat semua anggota kelompok berdiskusi satu
sama lain mengenai pengalaman dan informasi yang mereka punya. Selain itu,
tujuan dari metode CBIA sendiri adalah untuk membuat masing-masing anggota
dalam kelompok mencari dan mendiskusikan temuan yang ada. Proses
dapat memotivasi responden untuk mengubah kebiasaannya (Hartayu et al.,
2012).
Materi edukasi kesehatan pada penyakit diabetes meliputi pemahaman
tentang penyakit Diabetes Melitus, makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan Diabetes Melitus, penyerta Diabetes Melitus, intervensi farmakologis
dan non farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, perawatan
kaki pada Diabetes, cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran
keterampilan, serta cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (Yoga,
2011).
I. Landasan Teori
Edukasi kesehatan merupakan cara intervensi yang efektif untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang. Dengan adanya
edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan
terkait permasalahan kesehatan, misalnya Diabetes Melitus.
Dalam proses edukasi kesehatan metode dan usia mempengaruhi hasil
peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan setelah proses edukasi kesehatan.
CBIA-DM digunakan sebagai metode dalam penelitian ini karena terbukti efektif
dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pada edukasi kesehatan
mengenai Diabetes Melitus. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan
dilakukan dengan kuesioner yang menanyakan tentang Diabetes Melitus. Semakin
betambahnya umur seseorang maka peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan
akibat edukasi kesehatan semakin kurang signifikan dikarenakan terdapat banyak
J. Kerangka konsep
Kerangka konsep dari penelitian ini adalah dengan adanya edukasi
kesehatan berupa CBIA-DM dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan
tindakan pria usia lanjut Kecamatan Tegalrejo tentang diabetes melitus.
Gambar 1. Kerangka Konsep
K. Hipotesis
Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut
mengenai diabetes mellitus setelah diberi CBIA-DM. Pengetahuan, sikap,
dan tindakan pria usia lanjut di kecamatan Tegalrejo
Peningkatan pengetahuan, sikap,
dan tindakan pria usia lanjut di kecamatan Tegalrejo Edukasi melalui
metode CBIA mengenai diabetes
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental)
dengan pendekatan time series. Penelitian eksperiemental semu adalah penelitian
yang memperkirakan kondisi eksperimen dalam keadaan tidak memungkinkan
untuk mengontrol dan/ memanipulasi semua variabel yang relevan (Wasis, 2008).
Penelitian ini bersifat eksperimental semu karena peneliti tidak mungkin untuk
mengontrol semua variabel yang mepengaruhi hasil pengukuran. Pendekatan yang
dilakukan adalah time series karena peneliti melakukan pengamatan dalam durasi
tertentu, dilakukan lebih dari sekali yaitu sebelum edukasi, sesaat setelah edukasi,
satu bulan setelah edukasi CBIA dan setelah dua bulan setelah edukasi
CBIA-DM.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: edukasi dengan metode CBIA
2. Variabel tergantung: pengetahuan, tindakan dan sikap tentang diabetes melitus
3. Variabel pengacau terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang
didapat secara formal maupun non formal sebelumnya seperti kursus, seminar,
sekolah, penyuluhan.
4. Variabel pengacau tak terkendali: informasi mengenai Diabetes Melitus yang
diperoleh bapak-bapak usia lanjut dari media cetak (majalah, suratkabar, dll.)
dan media elektronik (TV, radio, dll).
C. Definisi Operasional
1. Diabetes Melitus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Diabetes Melitus
Tipe 2.
2. Pre adalah sebelum CBIA-DM, post-1 adalah post sesaat setelah CBIA-DM,
post-2 adalah post setelah 1 bulan CBIA-DM dan post-3 adalah post setelah 2
bulan CBIA-DM.
3. Tingkat pengetahuan responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner pengetahuan pre intervensi
ataupun post intervensi terdiri dari 14 aitem pernyataan.Tingkat pengetahuan
dinyatakan baik jika responden mendapat nilai ≥11, sedang jika mendapat
nilai 8-10, buruk jika mendapat nilai <8 (Budiman dan Riyanto, 2013).
4. Tingkat sikap responden mengenai Diabetes Melitus dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Kuesioner sikap pre intervensi
ataupun post intervensi terdiri dari 15 aitem pernyataan. Tingkat sikap
dinyatakan baik jika skor ≥45, sedang jika skor 33-44 dan buruk jika skor <33
(Budiman dan Riyanto, 2013).
5. Tindakan dalam penelitian ini adalah tindakan responden terkait dengan
pengelolaan Diabetes Melitus. Tingkat tindakan responden dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika
responden melakukan tindakan sesuai dengan literatur, sedang jika responden
melakukakan tindakan tidak sesuai dengan literatur dan buruk jika responden
soal dijumlahkan, sehingga tingkatan dengan jumlah terbanyak mewakili
tindakan responden.
D. Subjek Penelitian
Kelompok perlakuan adalah pria usia lanjut di Kecamatan Tegalrejo yang
bersedia untuk mengikuti CBIA yang dilakukan oleh peneliti dan mengisi
kuesioner yang diberikan dan bersedia mengikut kegiatan selama periode
penelitian, serta memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini dilakukan pada pria usia
lanjut di Kecamatan Tegalrejo dengan kriteria inklusi berjenis kelamin pria,
berusia 45-80 tahun dan tidak menderita Diabetes Melitus atau menderita
Diabetes Melitus. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
responden yang mengisi kuesioner tetapi tidak lengkap.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Pretest dan intervensi CBIA dilakukan di Pendopo Kelurahan Kricak,
Kecamatan Tegalrejo, pengisian posttest setelah satu bulan dilakukan dengan cara
mengumpulkan kembali responden ke Pendopo Kelurahan Kricak. Pada posttest
dua bulan dilakukan pembagian kuesioner pada masing-masing responden.
Penelitian dilaksanakan pada November 2014 sampai Januari 2015.
F. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah 38 orang pria usia lanjut, 45 sampai 80 tahun
di Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta yang bersedia mengikuti CBIA.
G. Sampel dan Teknik Sampling
Dalam pemilihan sampel digunakan tenik purposive sampling. Peneliti
lanjut usia yang sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti yaitu pria usia
lanjut 45 sampai 80 tahun, sehat jasmani dan rohani dan mampu untuk hadir serta
bersedia menghadiri acara CBIA serta mengisi kuesioner.
H. Besar Sampel
Pada penelitian terdapat 38 responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Namun, dalam analisis statistik data jumlah sampel yang digunakan adalah 30
responden bukan penderita diabetes di kecamatan Tegalrejo. Menurut O’Leary,
2004, jika peneliti ingin melakukan analisis statistika dasar yang digunakan untuk
mendukung analisis data secara kualitatif, maka peneliti membutuhkan jumlah
minimal responden adalah 30 responden. Sedangkan 8 responden lainnya
dilakukan analisis secara deskriptif.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang telah
tervalidasi. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis kuesioner yaitu kuesioner
mengenai pengetahuan serta kuesioner mengenai sikap dan tindakan. Pertanyaan
pada kuesioner ini terbagi menjadi dua hal yaitu pertanyaan mengenai fakta yaitu
nama responden, usia responden, rukun tetangga (RT)/ rukun warga (RW),
kelurahan, kecamatan tempat responden tinggal dan nomor telpon serta
pernyataan informatif.
Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai pengetahuan
responden berisikan 14 pertanyaan mengenai pengertian diabetes melitus,
pengobatan diabetes melitus, gejala diabetes melitus, komplikasi diabetes melitus,
Pernyataan informatif pada lembar kuesioner mengenai sikap responden berisikan
15 pertanyaan mengenai pilihan gaya hidup bagi penderita diabetes melitus,
pengobatan, perawatan kaki, dan pemeriksaan kesehatan. Sedangkan pertanyaan
tindakan berisikan 14 tentang pemeriksaan, gaya hidup, pengobatan dan
perawatan kaki. Pokok bahasan pemeriksaan terdiri dari pertanyaan mengenai
pemeriksaan tekanan darah, mata, urin serta kadar gula darah. Pokok bahasan
gaya hidup terdiri dari pertanyaan mengenai olahraga, diet, makanan dan kalori
makanan. Pokok bahasan pengobatan terdiri dari pertanyaan mengenai obat dan
gula darah, ketaatan minum obat, tindakan saat lupa minum obat, kondisi saat
minum obat serta kepatuhan pengobatan.Untuk aspek pemeriksaan kaki hanya
terdiri dari pertanyaan mengenai perawatan kaki. Penjabaran mengenai aspek
dalam kuesioner pengetaahuan, sikap dan tindakan tercantum pada tabel I dan
tabel II.
Tabel I. Rincian Pernyataan Kuesioner Pre intervensi
Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner
Tabel II. Rincian Pernyataan Kuesioner Post intervensi
Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner
Favorable Unfavorable
Aspek Pokok Bahasan Nomer dalam kuesioner
Tindakan
a. Gaya Hidup 4, 5, 6, 7
b. Pemeriksaan 1, 2, 3, 13
c. Pemeriksaan Kaki 14
d. Pengobatan 8, 9, 10, 11, 12
Kuesioner untuk pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan pilihan
jawaban “ya” dan “tidak”. Pertanyaan pengetahuan, diberikan skor 1 untuk
jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Kisaran skor untuk pertanyaan
pengetahuan adalah 0-14. Sementara itu, semua pernyataan pada kuesioner sikap
kemudian dikonversikan nilainya kedalam angka, untuk jawaban pertanyaan
positif (favourable) diberi skor 4 untuk “sangat setuju”, 3 untuk “setuju”, 2 untuk
“tidak setuju” , dan 1 untuk “sangat tidak setuju”. Untuk jawaban pertanyaan
negatif (unfavourable) diberi skor 4 untuk “sangat tidak setuju”, 3 untuk “tidak
setuju”, 2 untuk “setuju” , dan 1 untuk “sangat setuju”. Kisaran skor untuk
pertanyaan sikap adalah 15-60. Kuesioner aspek tindakan responden dibagi dalam
tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan buruk. Tingkat tindakan dinyatakan baik jika