• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

Dalam dokumen Makalah Epid Penyakit Kronis Di Tempat K (Halaman 33-41)

Di anrata tenaga kerja, angka sakit oleh diabetes militus relative lebih kecil dibandingkan dengan masyarkat pada umumnya. Penderita diabetes militus yang penyakitnya terkontrol dengan diet dan sama sekali tidak tergantung kepada insulin dapat bekerja pada bekerja pada pekerjaan apa pu tanpa suatu risiko, tetapi yang bersangkutan harus tetap harus memahami dan menerapkan cara hidup sehat dalam rangka mengendalikan penyakitnya. Untuk penderita diabetes militus yang tergantung kepada insulin dapat di buat kategori sebagai berikut:

1. Tenaga kerja dengan diabetes militus sangat ringan yang dapat diobati hanya dengan diet makan atau kombinasi diet dan obat-obatan yang dimakan. Untuk kategori ini, insulin seharinya hanya diperlukan kurang dari 30 satuan

2. Penderita yang sehari-harinya memerlukan 30-50 satuan insulin penyakitnya dapat diatasi tanpa syok insulin

3. Mereka yang dengan insulin lebih dari 50 satuan seharinya, tetapi keadaannya labil, berulang-ulang menderita syok insulin dan cendrung untuk hiperglikemia dan asidosis

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan periodic, pendidikan cara hidup sehat, penempatan pada pekerjaan yang tepat, dan lain-lain adalah cara preventif yang efektif. Pemeriksaan glukosa urin harus merupak tugas kesehatan rutin disertai

upaya menemukan gejala dan tanda dari penyakit diabetes militus. Pada penderita penyakit tersebut, pengobatan menentikan pula kondisi pula kondisi penderita sehubungan dengan pekerjaannya. Selanjutnya diet, hygiene perorangan, pemeilahraan kesegaran jasmani dan rohani, dan lain-lain sangat membantu.

2.7 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya. Kewaspadaan tersebut bisa berupa :

a. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit b. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan

c. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:

a. Pakailah APD secara benar dan teratur

b. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.

c. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit, diantaranya :

a. Pencegahan Primer – Health Promotion - Perilaku Kesehatan

- Faktor bahaya di tempat kerja - Perilaku kerja yang baik - Olahraga

- Gizi seimbang

b. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection - Pengendalian melalui perundang-undangan

- Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja - Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD) - Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi

Early Diagnosis and Prompt Treatment - Pemeriksaan kesehatan pra-kerja - Pemeriksaan kesehatan berkala - Surveilans

- Pemeriksaan lingkungan secara berkala

- Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja - Pengendalian segera di tempat kerja

BAB 3 : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Di dalam Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 tedapat 31 jenis penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.

Faktor penyebab PAK terdiri dari 5 golongan yaitu golongan fisik, kimiawi, biologis, fisiologi dan psikososial.

Penyakit kronis di definisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang, sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan gejala kecacatan, sementara itu pula ada yang menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang di akibatkan oleh penyakit.

Ada beberapa penyakit kronis di tempat kerja yaitu : 1. Penyakit Paru

2. Penyakit Jantung dan Kardiovaskuler 3. Kanker Akibat Kerja

4. Penyakit Hati 5. Ginjal

6. Diabetes Mellitus

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:

a. Pakailah APD secara benar dan teratur

c. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

3.2 Saran

Penulis menyarankan kepada perusahaan untuk selalu mewaspadai adanya ancaman penyakit akibat kerja, terutama penyakit kronis. Kepada tenaga kerja agar mengenali bahaya di tempat kerja, memakai APD, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : CV Sagung Seto.

Aditama, Tjandra Yoga dan Tri Hastuti. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : UI - Press.

Nuruddin. 2012. Penyakit Akibat Kerja. https:// nuruddinmh.wordpress.com/2012/

03/22/penyakit-akibat-kerja/ (Diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul 19.35

WIB).

Himawey, Ewi. 2011. Penyakit Akibat Kerja. http:// ewyhimawary.blogspot.co.

id/2011/03/penyakit-akibat-kerja.html (Diakses pada tanggal 25 April 2015,

pukul 19.38 WIB).

Rendra. 2012. Penyakit Hati Akibat Kerja. http://dr-rendra. blogspot.co.id/2012/05/

penyakit-hati-akibat-kerja.html (Diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul

19.40 WIB).

Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. http://

library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf (Diakses pada tanggal 25 April

2015, pukul 19.45WIB).

Ulum, Misbakhul. 2012. Penyakit Akibat Kerja. http://misbakhul-ulum27.

logspot.co.id/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html(Diakses pada tanggal 26

April 2015, pukul 20.15WIB).

Dylan, Rhiea Chaiank. 2013. Penyakit Akibat Kerja. https: //www.scribd.com/

doc/147264927/Makalah-Penyakit-Akibat-Kerja (Diakses pada tanggal 27 April

ANALISIS JURNAL 1

GAMBARAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI DAERAH PERTAMBANGAN BATUBARA, KABUPATEN MUARA ENIM,

PROVINSI SUMATERA SELATAN

1. Latar Belakang

Kabupaten Muara Enim, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki penambangan batubara yang terbesar di Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Enim. Dengan adanya penambangan di daerah di Kabupaten Muara Enim, berbagai dampak buruk terjadi akibat pengerukan batu bara, salah satunya adalah masalah kesehatan. Pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tambang batubara akan berdampak negatif terhadap paru-paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah pertambangan. 2. Metode

Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan waktu penelitian mulai Bulan Februari sampai dengan Desember 2012. Di kawasan peruntukkan didapat sejumlah 469 sampel anggota rumah tangga dan bukan peruntukkan didapat 504 sampel anggota rumah tangga. Untuk mendapatkan angka kejadian penyakit PPOK dilakukan dengan wawancara yang ditujukan kepada anggota rumah tangga yang menjadi sampel penelitian. Untuk pengukuran kualitas udara dilakukan secara langsung, di dalam (indoor) dan di luar (outdoor) rumah dengan menggunakan prosedur pengukuran dan alat ukur yang memenuhi standar.

3. Hasil

- Prevalensi PPOK berdasarkan diagnosa petugas kesehatan atau gejala yang dirasakan pada kawasan peruntukkan didapatkan ada 11 orang (2,35%) yang menderita PPOK, sedangkan dari responden pada kawasan bukan peruntukkan didapatkan ada 6 orang (1,19%).

- Berdasarkan diagnosa petugas kesehatan pada kawasan peruntukkan didapatkan ada 2 orang (0,43%) yang menderita PPOK, sedangkan pada kawasan bukan peruntukkan didapatkan ada 4 orang (0,79%) yang menderita PPOK.

- Hasil sampel udara outdoor dan indoor, nilai rata-rata untuk parameter S02, NO2 dan PM2,5 di kawasan peruntukkan lebih tinggi dibandingkan di kawasan bukan peruntukkan.

- Pencemaran Udara di Daerah, kualitas udara outdoor maupun indoor parameter S02, N02, PM10 di kawasan peruntukkan maupun di kawasan bukan peruntukkan masih dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan - Responden di kawasan peruntukkan yang memiliki kebiasaan

merokok/mengunyah tembakau selama 1 bulan terakhir sebanyak (64,2%) tidak merokok dalam 1 bulan terakhir, sedangkan di kawasan bukan peruntukkan sebanyak (68,5%) tidak merokok.

- Perilaku merokok kawasan peruntukkan menunjukkan sebanyak (82,5%) berperilaku merokok dalam rumah ketika bersama ART lain, demikian pula pada kawasan bukan peruntukkan sebanyak (86,8%) reponden memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah bersama ART lain.

4. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi PPOK lebih tinggi di kawasan peruntukkan dibanding dengan kawasan bukan peruntukkan. Berdasarkan kualitas udara outdoor dan indoor nilai rata-rata untuk parameter S02, NO2, PM10 dan PM2,5 lebih tinggi di kawasan peruntukkan dibandingkan dengan kawasan bukan peruntukkan.

ANALISIS JURNAL 2

ANALISIS RISIKO PAPARAN DEBU KAPAS TERHADAP KEJADIAN BISINOSIS DI INDUSTRI TEKSTIL PT. GRANDTEX BANDUNG

1. Latar Belakang

Jumlah karyawan PT.Grandtex tahun 2014 ini mencapai 1653orang. Secara keseluruhan ada 15 departemen dengan 9 bagian produksi yang terkait langsung dengan pajanan debu dalam beraktifitasnya. Bagian-bagian tersebut diantaranya adalah Blowing Spinning 3, Open End Spinning 4, Carding Spinning 1, Ring Spinning 1, Persiapan Ball Warpher, Persiapan Re Beamer, R.Boiler mg/m3). Sementara kadar debu total ambien di area pabrik berkisar antara 0,10-0,18mg/m. Dalam kurun waktu 3 tahun, ada 4 departemen produksi yang karyawannya banyak berkunjung ke Batubara, Weaving Sulzer II, dan Weaving Sulzer I. Dalam kurun waktu 3 tahun, ada 4 departemen produksi yang karyawannya banyak berkunjung ke poliklinik karena keluhan ISPA dibandingkan dengan departemen lainnya. Keempat departemen tersebut yaitu spinning ring, spinning open end, persiapan, dan weaving.

2. Metode

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel pada penelitian ini adalah 80 responden. Variabel yang diteliti adalah nilai Risk Quotient (RQ), aktifitas pekerjaan, penggunaan Alat Pelindung Diri, dan gangguan psikologis Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

3. Hasil

- Total Jumlah karyawan yang mengalami gangguan fungsi paru adalah 29 orang (36,25%), dengan persentase terbesar adalah karyawan yang mengalami gangguan fungsi paru katagori obstruktif 18 orang (22,5%). - Prevalensi gejala bisinosis grade . tertinggi terjadi pada unit administrasi,

grade 1 tertinggi pada unit weaving, sementara grade 2 dan 3 tertinggi pada unit spinning.

- Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value < 0,05, artinya ada hubungan yang bermakna antara besar nilai Risk Quotient(RQ) dengan kejadian bisinosis.

Semua variabel bebas yang diteliti seperti nilai Risk Quotient (RQ), aktifitas pekerjaan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan gangguan psikologis berhubungan dengan kejadian bisinosis.

Dalam dokumen Makalah Epid Penyakit Kronis Di Tempat K (Halaman 33-41)

Dokumen terkait