• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Epid Penyakit Kronis Di Tempat K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Epid Penyakit Kronis Di Tempat K"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA Dosen : dr. Fauziah Elytha,MSc

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KRONIS DI TEMPAT KERJA”

Oleh : Kelompok 4

Roma Yuliana 1311211109 Fivi Susanti 1311211092 Gita Andriana 1311211093 Fani Putri Nandes 1311211094 Rini Nurvia Agustin 1311211098 Khairal Hayati 1311211103 Latifah Husniati 1311211107 Elvisa Rahmi 1311211097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Tuhan Yang Esa yang tiada hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Atas taufik dan hidayah-Nya pula penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Epidemiologi Penyakit Kronis di Tempat Kerja” ini tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Lingkungan dan Kesehatan Kerja oleh dosen pembimbing yaitu dr. Fauziah Elytha,MSc. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, penyusunan, penguraian, maupun isinya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil dalam proses penulisan makalah ini. Akhirnya, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, baik bagi pembaca maupun kami sendiri.

Padang, April 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii

BAB 1 : PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penulisan 2 BAB 2 : PEMBAHASAN 3

2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja 3 2.2 Klasifikasi PAK5

2.3 Jenis-jenis PAK berdasarkan dari organ/system tubuh yang terkena 7 2.4 Faktor Penyebab PAK 10

2.5 Diagnosis PAK 12

2.6 Penyakit Kronis di Tempat Kerja 14

2.6.1 Penyakit Paru Akibat Kerja...14

2.6.1.1 Definisi...14

2.6.1.2 Prevalensi...14

2.6.1.3 Klasifikasi Penyakit Paru Akibat Kerja...15

2.6.1.4 Komponen Penyebaran Penyakit Paru Akibat Kerja...15

2.6.1.5 Macam-Macam Penyakit Paru Akibat Kerja...16

2.6.2 Penyakit Jantung dan Kardiovaskuler Akibat Kerja...20

2.6.2.1 Definisi...20

2.6.2.2 Pekerjaan yang tidak cocok untuk penderita kardiovaskuler...21

(4)

2.6.2.4 Penatalaksanaan dan Pencegahan...22

2.6.3 Kanker Akibat Kerja...23

2.6.4 Penyakit Hati Akibat Kerja...27

2.6.5 Ginjal dan Pekerjaan...28

2.6.6 Alat Pencernaan dan Pekerjaan...29

2.6.7 Diabetes Mellitus (Kencing Manis)...30

2.7 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja 31 BAB 3 : PENUTUP 32

3.1 Kesimpulan 32 3.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(5)

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai di Negara berkembang 5 – 10 % pekerja sedangkan di Negara industri 20 – 50 % pekerja. Data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian dari puncak gunung es.

Mayoritas pekerja di negara-negara Asia belum memiliki sistem yang baik untuk menjamin hak pekerjanya, terutama mengenai perlindungan penyakit akibat kerja. (Jaringan Kerja Asia untuk Kecelakaan Kerja dan Kesehatan Kerja). Di Indonesia, pengelola asuransi tenaga kerja baru memberikan perlindungan untuk kecelakaan saat bekerja, tapi tidak satu pun kompensasi yang tercatat ditujukan bagi pekerja yang sakit akibat pekerjaannya.

Menurut Keppres RI 22.1993 ada 31 penyakit karena hubungan kerja. Di antaranya, penyakit-penyakit yang bisa diderita karena bersentuhan dengan Bahan Berbahaya Beracun. Namun, tidak pernah ada catatan resmi pemerintah mengenai korban penyakit semacam itu.

Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21% penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler dan 5% disebabkan oleh faktor lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja sesuai dengan hasil riset The Surveilance Of Work Related And Occupational Respiratory Disease (SWORLD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Di Indonesia penyakit gangguan paru akibat kerja disebabkan oleh debu dan angka ini diperkirakan cukup banyak. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terdapat 200 tenaga kerja, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restriktif, 1% responden yang mengalami obstruktif dan 1% responden yang merupakan gabungan antara restriktif dan obstruktif.

Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain.

(6)

Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu fungsi paru (Suma’mur, 2009). Dalam kondisi tertentu, debu adalah sesuatu yang berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pengurangan kenyamanan bekerja, gangguan fungsi faal paru, yang dimulai dari gangguan saluran pernapasan kecil bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Adapun penyakit-penyakit dari saluran napas kecil merupakan awal dari COPD (Cronic Obstructive Pulmonary Disease) (Depkes RI, 2003).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu: 1. Apa yang dimaksud Penyakit Akibat Kerja (PAK)?

2. Apa sajakah klasifikasi PAK?

3. Apa sajakah jenis-jenis PAK berdasarkan dari organ/system tubuh yang terkena?

4. Apakah faktor penyebab PAK? 5. Bagaimana diagnosis PAK?

6. Apa yang dimaksud dengan penyakit kronis di tempat kerja serta macam-macam penyakitnya?

7. Bagaimana cara pencegahan penyakit akibat kerja? 1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK) 2. Untuk mengetahui sajakah klasifikasi PAK

3. Untuk mengetahui jenis-jenis PAK berdasarkan dari organ/system tubuh yang terkena

4. Untuk mengetahui penyebab PAK 5. Untuk mengetahui diagnosis PAK

6. Untuk mengetahui penyakit kronis di tempat kerja serta macam-macam penyakitnya

(7)

BAB 2 : PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational Diseases) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per. 01/Men/1981) yang akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total. Cacat Sebagian adalah hilangnya atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh tenaga kerja untuk selama-lamanya. Sedangkan cacat total adalah keadaan tenaga kerja tiadak mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya

Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Work Related Diseases) yaitu penyakit yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Penyakit ini disebabkan secara tidak langsung oleh pekerjaan dan biasanya penyebabnya adalah berbagai jenis faktor.

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

a. Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

(8)

agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan

Menurut Cherry, 1999 “ An occupational disease may be defined simply as one that is caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk , oleh pajanan di tempat kerja . Atau , “ An occupational disease is health problem caused by exposure to a workplace hazard ” ( Workplace Safety and Insurance Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja.

Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board ( 2005 ) antara lain :

 Debu , gas , atau asap  Suara / kebisingan ( noise )  Bahan toksik ( racun )  Getaran ( vibration )  Radiasi

 Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem

 Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem

Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.

Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.

(9)

terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.

2.2 Klasifikasi PAK

Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:

a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkhogenik.

c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.

Penggolongan Penyakit Akibat Kerja menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 diatur menurut jenis Penyakit Akibat Kerja. Secara teoritis penggolongan Penyakit Akibat Kerja dapat pula dibuat atas dasar faktor penyebab yaitu faktor fisik,biologis, fisiologis/ergonomis dan mental psikologis.

Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja:

1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan siliko tuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.

3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hennep dan sisal (bissinosis).

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5. Alvolitis allergika yang disebabkan faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.

6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun. 7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang

beracun.

(10)

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun. 10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun. 11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun. 12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun. 13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun. 14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun. 15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun. 18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari

benzena atau homolognya yang beracun.

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya. 20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton.

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urattulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi mengion.

26. Penyakit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi atau biologis.

27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan produk atau residu dari zat tersebut.

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi.

(11)

2.3 Jenis-jenis PAK berdasarkan dari organ/system tubuh yang terkena Beberapa contoh PAK yang disebabkan oleh Logam Berat

a. Berilium : bronkitis, paringitis b. Kadmium : gangguan ginjal c. Krom : perforasi sekat hidung d. Arsen : peny. Syaraf, hepatitis

e. Merkuri : gangguan ginjal, ggn daya ingat, insomnia f. Timbal : gangguan ginjal, anemi, infertil. peny, syaraf g. Mangan : peny. Syaraf, gangguan emosi

Jenis-jenis PAK berdasarkan dari organ/system tubuh yang terkena 1) Penyakit allergi/hipersensitif

a. Dapat berupa; Rinitis, Rinosinusitis, Asma, Pneumonitis, aspergilosis akut bronchopulmoner, Hipersensitivitas lateks, penyakit jamur, dermatitis kontak, anafilaksis.

b. Lokasi biasanya di saluran pernafsan dan kulit.

c. Penyebab : bahan kimia, microbiologi, fisis dapat merangsang interaksi non spesifik atau spesifik.

2) Penyakit Paru

a. Dapat berupa : Bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis, TBC, mesetelioma, pneumonia, Sarkoidosis.

b. Disebabkan oleh bahan kimia, fisis, microbiologi. 3) Penyakit Hati dan Gastro-intestinal

a. Dapat berupa : kanker lambung dan kanker oesofagus (tambang batubara dan vulkanisir karet), Cirhosis hati(alkohol, karbon tetraklorida, trichloroethylene, kloroform)

b. Disebabkan oleh bahan kimia 4) Penyakit Saluran Urogenital

a. Dapat berupa : gagal ginjal(upa logam cadmium & merkuri ,pelarut organik, pestisida, carbon tetrachlorid), kanker vesica urinaria (karet, manufaktur/bahan pewarna organik, benzidin, 2-naphthylamin).

(12)

a. Dapat berupa : anemia (Pb), lekemia (benzena) b. Disebabkan bahan kimia

6) Penyakit Kardiovaskuler a. Disebabkan bahan kimia

b. Dapat berupa : jantung coroner (karbon disulfida, viscon rayon, gliceril trinitrat, ethylene glicol dinitrat), febrilasi ventricel (trichlorethylene).

7) Gangguan alat reproduksi

a. Dapat berupa : infertilitas (ethylene bromida, benzena, anasthetic gas, timbal, pelarut organic, karbon disulfida, vinyl klorida, chlorophene), kerusakan janin (aneteses gas, mercuri, pelarut organik) keguguran (kerja fisik)

b. Disebabkan bahan kimia dan kerja fisik 8) Penyakit muskuloskeletal

a. Dapat berupa : sindroma Raynaud (getaran 20 – 400 Hz), Carpal turnel syndroma (tekanan yang berulang pada lengan), HNP/sakit punggung (pekerjaan fisik berat, tidak ergonomis)

b. Disebabkan : kerja fisik dan tidak ergonomis. 9) Penyakit Saluran Pernafasan

PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.

10) Penyakit Kulit

Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.

11) Gangguan telinga

a. Dapat berupa : Penurunan pendengaran (bising diatas NAB) b. Disebabkan faktor fisik

(13)

a. Dapat berupa : rasa sakit (penataan pencahayaan), conjungtivitis (sinar UV), katarak (infra merah), gatal (bahan organik hewan, debu padi), iritasi non alergi (chlor, formaldehid).

b. Disebabkan faktor fisik, biologi 13) Gangguan susunan saraf

a. Dapat berupa : pusing, tidak konsentrasi, sering lupa, depresi, neuropati perifer, ataksia serebeler dan penyakit motor neuron (cat, carpet-tile lining, lab. Kimia, petrolium, oli).

b. Disebabkan bahan kimia 14) Kerusakan Pendengaran

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.

15) Gejala pada Punggung dan Sendi

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.

16) Kanker

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis. 17) Coronary Artery Disease

Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja. 18) Penyakit Liver

Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada. 19) Masalah Neuropsikiatrik

(14)

zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

20) Stress

a. Dapat berupa : neuropsikiatrik; ansietas, depresi (hubungan kerja kurang baik, monoton, upah kurang, suasana kerja tidak nyaman)

b. Disebabkan faktor mental psikologi 21) Infeksi

a. Dapat berupa : pneumonia (legionella pada AC), leptospirosis (leptospira pada petani), brucellosis, antrakosis (brucella, antrak pada peternak hewan). b. Disebabkan oleh faktor biologi

22) Keracunan

a. Dapat berupa keracunan akut (CO, Hidrogen sulfida, hidrogen sianida), kronis (timah hitam, merkuri, pestisida).

b. Disebabkan oleh bahan kimia.

23) Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya

Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum, derivate petroleum, rokok.

2.4 Faktor Penyebab PAK

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:

1. Golongan fisik

Di lihat dari golongan fisik penyakit akibat kerja dapat di sebabkan oleh, antara lain :

a. Suara

(15)

Temperatur yang sangat tinggi akan menyebabkan heat stoke/exhaust, sedangkan temperature yang sangat rendah akan menimbulkan frostbite (luka dan kulit melepuh) dan chilblain (rasa nyeri pada tangan dan kaki).

c. Radiasi Elektromagnetik

Menyebabkan ganguan pada jaringan kulit (lapisan teratas, tengah dan bawaah).

d. Tekanan Udara

Tekanan udara yang bertambah atau berkurang dari 1 atm akan menimbulkan penyakit dekompresi.

e. Penerangan (illumination)

Penerangan yang tidak mencukupi standar akan menggangu penglihatan dan mata, cepat lelah ketika membaca dan menulis dan cepat rabun.

f. Getaran (vibration)

Pengaruh dari suatu getaran terhadap tubuh akan mempengaruhi system syaraf sentral. Gejala yang timbul, tangan dan kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap pendengaran karena kebisingan (>85dB).

g. Ventilasi

Pengaruh dari ventilasi yang jelek (buruk) akan menimbulkan penyakit berasal dari bahan-bahan kimia, debu dari bahan isolasi, asap dari pengelasan, dan lain-lain. Pekerja akan menderita penyakit infeksi saluran pernapasan, keracunan, bahan kimia berbahaya, alergi kulit, mata dan lain-lain. Tetmperatur ruangan yang bertambah panas akan mengakibatkan cepat letih/lelah.

2. Golongan kimiawi

Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut. 3. Golongan biologis

Penyebabnya: virus, bakteri, jamur, serangga, parasit, cacing dan binatang. Lingkungan kerja yang tidak bersih dan makanan yang dikonsumsi tidak sehat akan menyebabkan penyakit tersebut.

(16)

Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara kerja desain tempat kerja, beban kerja dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia, backache atau cedera punggung)

5. Golongan psikososial

Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan, hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak sesuai, tempat kerja yang terpencil dan jaminan masa depan yang meragukan.

2.5 Diagnosis PAK

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

a. Tentukan Diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis

- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan - Bahan yang diproduksi

(17)

- Pemakaian alat perlindungan diri (masker) - Pola waktu terjadinya gejala

- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)

c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.

f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

(18)

penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/ pajanannya memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit.

2.6 Penyakit Kronis di Tempat Kerja

Penyakit kronis di definisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang, sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan gejala kecacatan, sementara itu pula ada yang menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang di akibatkan oleh penyakit.

Berikut macam-macam penyait kronis di tempat kerja : 2.6.1 Penyakit Paru Akibat Kerja

2.6.1.1 Definisi

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat pekerjaan.

(19)

2.6.1.2 Prevalensi

Insiden penyakit yang disebabkan oleh debu mineral telah menurun pada mas sekarang di negara pascaindustri dan asma telah berkembang menjadi penyakit akibat kerja yang utama. Setiap tahun sebagai bahan baru telah diperkenalkan ditempat kerja dan banyak diantaranya mengakibatkatkan penyakit paru

Laporan ILO (International Labor Organisation ) tahun 1991 tentang penyakit paru akibt kerja memperkirakan insiden rata – rata dari penyakit paru akibat kerja adalah satu sasus per 1000 pekerja setiap tahun. Lebih dari 3% kematian akibat

kelainan yang menyertainya, dan berguna untuk evaluasi bagi bagian besar penderita atau pekerja. Sebagaian besar penyakit paru akibat kerja dapat didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaaan fisik , foto toraks, uji faal paru dan pemeriksaan laboratorium.

2.6.1.3 Klasifikasi Penyakit Paru Akibat Kerja

Kelompok Penyakit Utama Agen Penyebab Iritasi saluran nafas atas Gas iritan, pelarut

Gangguan jalan nafas (asma kerja,

Gas iritan, Hasil pembakaran bakteri, jamur, protein binatang

Penyakit infeksi TB, virus, bakteri

Pneumokoniosis Asbes, silika, batubara, berilium

Keganasan Asbes, radon

2.6.1.4 Komponen Penyebaran Penyakit Paru Akibat Kerja 1) Faktor penyebab

Faktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu: :

- Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik, debu anorganik

- Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur 2) Faktor Host

Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru akibat kerja adalah :

(20)

Keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan ketersediaan pelayanan kesehatan kerja.

2.6.1.5 Macam-Macam Penyakit Paru Akibat Kerja

Berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru dan saluran napas oleh debu logam berat, Penyakit paru dan saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.

1. Pneumoconiosis

Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Penyakit tersebut antara lain:

a. Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

(21)

paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.

Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.

b. Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.

c. Penyakit Bisinosis

(22)

serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.

d. Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja-pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.

(23)

mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.

e. Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja-pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus – menerus.

2. Asma akibat kerja

Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma )

Karakteristik keluhan asma kerja:

- Keluhan timbul setelah tiba ditempat kerja, hilang setelah meninggalkannya

(24)

- Keluhan ringan pada awal minggu mulai bekerja, memberat pada hari selanjutnya

- Makin lama bekerja keluhan makin berlanjut - Tidak ada keluhan pada waktu libur

- Keluhan timbul pada tempat kerja yang baru. 3. Alveolitis alergika akibat debu organic

Penyakit ini lebih sering disebut juga sebagai Hypersensitivity pneumonitis. Alveolitis alergika merupakan penyakit paru yang diakibatkan inhalasi dari debu organik seperti spora jamur, kotoran burung. Debu organik yang terhirup menyebabkan peradangan pada alveoli dan dapat menimbulkan jaringan parut. Penyakit ini menyerang tenaga kerja yang bergerak. Kematian akibat penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1979 terdapat 20 kematian dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1999 yaitu menjadi 57 kematian. 4. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada

pekerjaan berisiko terkontaminasi.

Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah Anthrak, Tuberkulosis, Avian Infleuenza. Penyakit anthrak di derita oleh tenaga kerja di sektor peternakan dan penyamakan kulit binatang. Penyakit tuberkulosis menyerang tenaga kerja yang bekerja pada semua tenaga yang berisiko terkena penyebab penyakit paru akibat kerja lainnya. Penyakit avian influenza menyerang tenaga kerja di sektor peternakan unggas dan babi.

2.6.2 Penyakit Jantung dan Kardiovaskuler Akibat Kerja 2.6.2.1 Definisi

Di antara tenaga kerja terdapat kasus-kasus penyakit jantung dan semakin tua usia penyakit semacam itu cendrung untuk meningkat prevalensinya. Asal pekerjaan bagi mereka disesuaikan senga persyaratan yang sepadan dengan kondisi penderita penyakit jantung, maka frekuensi sakit dan absenteisme di antara oaring berpenyakit demikian tidak berbeda dengan orang sehat. Keadaan kehidupan dan pekerjaan (jam kerja, ritme bekerja, gizi, merokok) adalah factor penting dalam etiologi penyakit sebagaimana bekerja fisiknya sendiri. Penyakit jantung koroner lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang bekerja sambil duduk dengan tanggung jawab berat misalnya pada pengusaha dan tenaga pimpinan

(25)

Jantung adalah sebagian dari system kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler pada umumnya dapat didgolongkan sebagai berikut:

1. Penyakit jantungf rematik 2. Penyakit tekanan darah tinggi 3. Pannyakit jantung iskemis 4. Penyakit lain dari jantung 5. Penyakit serebrovaskuler

6. Penyakit arteri, arteriol, dan kalpiler 7. Penyakit vena dan saluran limfa

2.6.2.2 Pekerjaan yang tidak cocok untuk penderita kardiovaskuler

1. Mengangkat dan memebawa beban berat yang memerlukan pengerahan tanaga besar-besaran

2. Sikap kerja yang tidak baik (misalnya berdiri, tiduran, berjongkok, dan lain-lain) atau posisi berbaha (misalnya bekerja pada posisi/tempat yang tinggi) 3. Gerakan-gerakan berulang atau lama (misalnya berkeliling sekitar mesin,

mengecat permukaan luas, naik tangga, dan lain-lain)

4. Keadaan cuaca kerja yang tidak menguntungkan (suhu tinngi keraj di luar rumah, kelembaban udara tinggi, tempat dangan ketinggi, uada bertekanan tinggi atau tekanan rendah)

5. Bekerka dengan getaran mekanis (missal pemakain bor listrik, gergaji listrik dan lain-lain).

2.6.2.3 Prevalensi

Penyakit degeneratif kronik-seperti penyakit kardiovaskuler (terutama penyakit jantung koroner, hipertensi, dan stroke), paling tinggi prevalensinya di masyarakat umum dan masyarakat pekerja. Penyakit degeneratif kronik-berperan amat besar: 36,5% bagi kematian, kesakitan, dan tak mampu kerja . Jika digabung dengan kanker, penyakit paru obstruktif kronik dan diabetes mellitus, maka 66.8% atau 2/3 dari penyebab kematian masyarakat industri disebabkan oleh penyakit degeneratif kronik (WHO, 1998).

(26)

2.6.2.4 Penatalaksanaan dan Pencegahan

1. Seorang pebderita nerotonia (lemah saraf) memilki kapasitas kerja sempurna, manakla diobati secara baik

2. Orang-orang dengan penyakit tekanan darah tinggi sebaiknya tidak dipekerjakan pada pekerjaan yang perlu uapaya dan pengarahan segera dan tiba-tiba

3. Tenaga kerja dengan penyakit katup jantung tidak boleh bekerja dengan risiko infeksi, bahan beracun atau getaran, sedangkan mereka yang cendrung untuk dekompensasi kordis tidak boleh bekerja berat.

4. Kardiolog menganggap infark otit jantung nukan merupakan kontradikasi untuk pekerjaan pada umumnya tetapi kepada mereka yang baru sembuh dari infark harus dilakukan pengawasan yang baik dan tidak diperkenakan bekerja dengan bahan beracun atau berisiko kecelakan dan kebakaran

5. Pada mereka yang telah mengalami oprerasi jantung nampaknya kapasitas kerja bertambah baik, namun biasanya tidak diketahui pengaruhnya jangka panjang

6. Menempatkan penderita sakit jantung pada pekerjaan yang memerlukan tingkat keselamatan tinggi perlu diserati perhatian khusus

7. Pekerjaan yang dapat dilakukan sepenuhnya di daerah iklim sub-tropisnya belum tentu dapat dilaksankan oleh enderita skit jantung di daerah panas dan lembab

Pencegahan harus dimulai sejak sebleum kerja, sehingga penempatan disesuaikan dengan keadaan kemampuan jantung tenaga kerja tersebut. Pemeriksaan kesehatan periodic harus dilakukan oleh dokter perusahaan dan ahli jantung sangat dianjurkan. Kardiolog menentukan kelainan orgfan jantung dan fungsional, dokter perusahaan mengetahui dan mengevaluasi beban kerja orang yang bersangkutan. Pemindahan seorang penderita penyakit jantung hanya dibenarkan dengan sepenuhnya persetujuan dokter perusahaan.

2.6.3 Kanker Akibat Kerja

(27)

Cara kerja karsinogen adalah sebagai berikut:

1. Karsinogen eksinogen primer seperti ter, minyak bumi, amina aromatis, dan lain-lain bekerja langsung sebagai perseyawaan asli atau metabolit atau konjugatnya terhadap substrat selluler atau mengganggu aktifitas enzim atau bersenyawadengan zat protein serta membentuk karsinogen

2. Karsinogen eksogen sekunder seperti energy radiasi, kromat, nikel, asbes dan arsen bekerja secara tidak langsung atau memalui suatu mekanisme sekunder dengan merubah beberapa zat normal atau cairan jaringan yang berakibat pertumbhan kanker

3. Golongan ketiga dari karsinogen merubah fungsi kualitatif dan kuantitatif organ tertntu seperti sel-sel kelenjer anak ginjal, kelenjer kelamin dan kelenjer pitutrin yang berakibat sekresi dari organ tersebut mengendung zat karsinogen misalnya untuk selaput lender kandung kencing.

Di pandang dari sifat karsinogenisitasnya, zat-zat kimia dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Zat kimia terbukti karsinogen untuk manusia (confirmed human carcinogen) sepert contohnya arsen sebagai metalloid atau persenyawanya atau tar sebagai benzen terlarut.

2. Zat kimia yang diperkirakan karsinogen untuk manusia (suspected human carcinogen) seperti contohnya asam sufat atau berilium

3. Zat kimia yang tebukti bersifat karsinogen terhadap binatang percobaan seperti contohnya aldrin atau fulfural

4. Zat kimia yang belum cukup bukti untuk diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia atau bintang seperti contohnya kaolin atau karbon hitam

5. Zat kimia yang tidak diperkirakan karsinogen terhapa manusia yaitu kebanyakan dari zat kimia pada umumnya

Zat karsinogen makin lama makin abnyak digunakan dalam industri. Kian lama bertambah banyak banyak pula tenaga kerja yang bekerja dengan risiko kontak dengan zat tersebut. Zat kimia demik9na yang pasti atau paling tidak tersangka sebagai penyebabkan kanker dapat digolongkan seperti di bawah ini:

a. Factor kimiawi atau fisis yang komposisinya jelas sera nyata-nyata atau tersangka bersifat karsinogen seperti arsen, benzene,amina aromatis, sinar ultraviolet, sinar korpuskuler, gelombang elektromagnetis

(28)

c. Persenyawaan logam anorganis dari arsen, bahan asbes, berilium, kromat dan nikel karbonil

d. Zat kima perangsang yang belum diketahui pasti dalam hubungan infeksi parasit atay kekersan oleh factor termis atau fisis dan kimiawi yang tidak khas

Di bawah ini di sajikan daftar karsinogen serta jalan masuk kedalam tubh dari organ yang jadi sasaran pengaruhnya

Tabel : karsinogen di tempat kerja, jalan masuk, dan organ yang di pengruhinya

Golongan umum

(29)

gemuk minyak

Asbestos Pernafasan Paru, plera

Kromat Kulit,

pernafasan

Peritoneum

Nikel Kuli, pernafasan Paru, sinus hidng Radiasi Radiasi ultraviolet,

Letak neoplasma dalam tubuh di tentukan oleh: 1. Sifat-sifat fisis dan kimiawi karsinogen

2. Cara terjadinya kontak terhadap tenaga kerja ( kulit, paru, pencernaan) 3. Reaksi tubuh terhadap zat bersangktan, yaitu metabolism dan

eksresin( paru, hai, saluran, gastrointestinal dan urogenital)

4. Menetapnya karsinogen pada organ tertentu (kulit, hati, tulang, sumsum tulang).

Kenyataan menunjukan bahwa tidak satu pun karsinogen di tempat kerja menyebabkan kanker dengan gambaran histology khusus

(30)

1. Peradangan kulit (eritema, dermatitis dan folikilitis); sakit, gatal, telangiektasi dan komedon; hilang rambut; peronikia, kuku mudah patah, tebal, kaku, dan perdarahan dibawah kulit

2. Perubahan pigmen kulit

3. Hipreplasia epitel, karsinoma sel, squamous atau basal. Biasanya terdapat pada kelopak mata, dagu, pipi, belakang telinga, leher, lengan, skrotum atau paha. Terdapat kecendrungan dari jenis ini untuk menjadi ganas.

2.6.4 Penyakit Hati Akibat Kerja

Penyakit hati akibat kerja merupakan salah satu penyakit yang sering terdiagnosis penyakit akibat kerja yang sangat sulit ditegakkan pada keadaan dini karena sulit dipastikan apakah didapat ditempat kerja atau tidak.penyebab penyakit hati akibat kerja adalah :

- Infeksi : Virus bakteri

- Noninfeksi : Kontak Bahan Hepatotoksik

Peranan kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk mencegah timbulnya penyakit sebelum timbul dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, meningkatkatkan derajat kesehatan kerja dan keluarganya dengan mengadakan pemeriksaan rutin.

1) Infeksi

a. Hepatitis virus A, penularan lewat makanan / minuman B,C, penularan lewat kontak darah, tusukan.

• Pendisposisi : medis paramedis, petugas pembersih limbah medis

• Pencegahan : tempat pembuangan jarum bekas yang aman makanan dan minuman yagn higienis, pemeriksaan darah, pemakaian sarung tangan , baju panjang dll

• Promotif : Pemberian vaksin B/A kepada pekerja dan keluarganya

• Diagnosis : anamnesa, hepatomagali, peningkatan test liver pungsi, pemeriksaan serologi virus

(31)

• Predisposisi : petugas pembersih sampah

• Pencegahan : pemakaian APD terutama jika hujan atau musim banjir dan bila memungkinkan pemberantasan sarang tikus di tiap selokan

• Promotif : sanitasi lingkungan pekerjaan, selokan dan tempat sampah yang memadai agar tidak menjadi sarang tikus

• Diagnosis : anamnesa, panas tinggi, ikterus, kesadaran menurun, gangguan fungsi ginjal

• Kuratif : perawatan di rumah sakit

2) Noninfeksi

kegagalan fungsi liver akibat terpapar bahan kimia yang toksit terhadap hati, bahan ini masuk tubuh melalui inhalasi yaitu:

• 2-Nitropropan

Dimenthyl formaldehide bahan untuk serat acrylic dan polyurethane Acetylanr tetrachloride

Trinitrotolen

2.6.5 Ginjal dan Pekerjaan

Penyakit ginjal oleh karena pekerjaan dapat digolongkan menurut keadaa akut, sub-akut, dan kronis. Penyakit akut meliputi iskemia ginjal dan sebagai akibat syok traumatis, syok anafilaksis, keracunan CO akut dan pukulan panas, nekrose tubuli oleh zat beracun air raksa, krom, arsen, asam oksalat, asam tartrat etiken glikol, karbon tetraklorida, tetrakloretan; hemoglobinuria dan mioglobinuria oleh arsen, crush syndrome dan terkena petir. Keadaan sub-akut terlihat pada keracunan timah hitam dengan gejala ogluria dan kadang-kadangf sedikit proteinuria dan hematuria, keadaan kronis terlihat pada keadaan keracunan timah hitam, kadnium, karbon disulfide dan lan-lain yang mengambarkan khususnya adalah insufiensi ginal dan kelainan tekanan darah.

(32)

oleh ginjal. Pada ginjal yang rusak atau bekerja berat terjadi poteinuria sebagai akibat tubh harus berupaya lebih keras dan bekerja lebih berat (effort).

Cara menentukan kelainan ginjal akibat kerja adalah sama seperti pada diagnosis penyakit akibat kerja pada ummnya. Pemeriksaan urin dan fungsi ginjal sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan urin harus merupakan bagian dari pemeriksaan sebelum kerja dan berkala. Pekerjaan yang memerlukan pengarahan tenaga berat dan juga yang dilakukan pada lingkungan kerja panas merupakan kontradiksi untuk penderita penyakit ginjal. Hematuria harus menjadi petunjuk bagi upaya pencegahan dan pada tenaga kerja yang kontak dengan air raksa atau kodnium. Demikian pula halnya bagi zat kimia organis amina aromatis

2.6.6 Alat Pencernaan dan Pekerjaan

Alat pencernaan atau system gastrointestinal menentukan efesisnsi dan kapasistas kerja seorang tenaga kerja. Berbagai hal ditempat kerja dapat mempengaruhi alat pencernaaan, yaitu zat beracun yang dipergunakan dalam proses produksi diperusahaan. Factor fisis seperti tingginya intensitas kebisingan kelelahan, sikap tubuh abnormal, seringnya terjadi perubahan dalam irama kerja, kerja bergilir, kerja malam dan kebiasaan makanan yag tidak tepat mengenai macam, jumlah kalori dan waktu.

Pelarut yang digunkan perusahaan biasanya mempunyai anfinitas tinggi terhadap sel-sel yang mengandfung lipid, sehingga pada keracuan akut terjadi kerusakan langsung pada sel-sel jaringan kontak dengan racun, sedangkan kronis menyebabkan kelainan pada hati sebagi organ yang berfungsi mendetoksifikasi zat beracun.

Kerusakan hepar (hati) merupakan suatu peristiwa biasa dalam persolan keracunan akibat kerja, oleh karena hati adalah organ yang penting dalam mentabilsme zat beracun dan berkja sebagai alat detoksifiksi racun sebagaimana juga halnya ginjal yang berfungsi mengelurakan racun atau metabolitnya dari tubuh.

(33)

Tenaga dengan kelaianan lambung dan usus perlu dipatasi dalam hal beban kerja. Pada kelaianan lambung oleh faktot psikis-psikologis tergolong nerose, perlu diupayakan agar teganga emosional dan psikologis dihilngka atau dikurangi. Nerose semacam ini bukan penyakit organis dari alat pencernaan, tetapi merupakan gangguan dari susunan saraf otonom.

Keluhan alat pencernaan merupakan maslah khusus bagi dokter perusahaan dab diagonisisnya dalalm kaitan berbagai penyakit yanga ada hubungannya dengan pekerjaan sulit dibuat. Pencegahan sedini mungkin sangat perlu dan harus ditujukan kepada penyebab penyakit. Diagnosis dini dalam pemeriksaan kesehatan periodic dan dilanjutkan dengan penulaian kerja dan lingkungannya sangat membantu upaya pencegahan. Penyuluhan kesehatan perlu diselenggarakan terutama dalam hal kebutuhan makanan dan nilai gizi,pemilihan dan penyediaan makan, waktu makan, cara makan, pencegahan makan minum secara berlebihan seperti makanan yang mengandung banyak lemak, konsumsi alcohol, minuman dingin, atau sebaliknya diit yang keterlaluan sehingga kurang gizi.

2.6.7 Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

Di anrata tenaga kerja, angka sakit oleh diabetes militus relative lebih kecil dibandingkan dengan masyarkat pada umumnya. Penderita diabetes militus yang penyakitnya terkontrol dengan diet dan sama sekali tidak tergantung kepada insulin dapat bekerja pada bekerja pada pekerjaan apa pu tanpa suatu risiko, tetapi yang bersangkutan harus tetap harus memahami dan menerapkan cara hidup sehat dalam rangka mengendalikan penyakitnya. Untuk penderita diabetes militus yang tergantung kepada insulin dapat di buat kategori sebagai berikut:

1. Tenaga kerja dengan diabetes militus sangat ringan yang dapat diobati hanya dengan diet makan atau kombinasi diet dan obat-obatan yang dimakan. Untuk kategori ini, insulin seharinya hanya diperlukan kurang dari 30 satuan

2. Penderita yang sehari-harinya memerlukan 30-50 satuan insulin penyakitnya dapat diatasi tanpa syok insulin

3. Mereka yang dengan insulin lebih dari 50 satuan seharinya, tetapi keadaannya labil, berulang-ulang menderita syok insulin dan cendrung untuk hiperglikemia dan asidosis

(34)

upaya menemukan gejala dan tanda dari penyakit diabetes militus. Pada penderita penyakit tersebut, pengobatan menentikan pula kondisi pula kondisi penderita sehubungan dengan pekerjaannya. Selanjutnya diet, hygiene perorangan, pemeilahraan kesegaran jasmani dan rohani, dan lain-lain sangat membantu.

2.7 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya. Kewaspadaan tersebut bisa berupa :

a. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit b. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan

c. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:

a. Pakailah APD secara benar dan teratur

b. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.

c. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit, diantaranya :

a. Pencegahan Primer – Health Promotion

- Perilaku Kesehatan

- Faktor bahaya di tempat kerja - Perilaku kerja yang baik - Olahraga

- Gizi seimbang

b. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection

- Pengendalian melalui perundang-undangan

(35)

Early Diagnosis and Prompt Treatment - Pemeriksaan kesehatan pra-kerja - Pemeriksaan kesehatan berkala - Surveilans

- Pemeriksaan lingkungan secara berkala

- Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja - Pengendalian segera di tempat kerja

BAB 3 : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Di dalam Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 tedapat 31 jenis penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.

Faktor penyebab PAK terdiri dari 5 golongan yaitu golongan fisik, kimiawi, biologis, fisiologi dan psikososial.

Penyakit kronis di definisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang, sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan gejala kecacatan, sementara itu pula ada yang menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang di akibatkan oleh penyakit.

Ada beberapa penyakit kronis di tempat kerja yaitu : 1. Penyakit Paru

2. Penyakit Jantung dan Kardiovaskuler 3. Kanker Akibat Kerja

4. Penyakit Hati 5. Ginjal

6. Diabetes Mellitus

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:

a. Pakailah APD secara benar dan teratur

(36)

c. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

3.2 Saran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : CV Sagung Seto.

Aditama, Tjandra Yoga dan Tri Hastuti. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : UI - Press.

Nuruddin. 2012. Penyakit Akibat Kerja. https:// nuruddinmh.wordpress.com/2012/

03/22/penyakit-akibat-kerja/ (Diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul 19.35

WIB).

Himawey, Ewi. 2011. Penyakit Akibat Kerja. http:// ewyhimawary.blogspot.co.

id/2011/03/penyakit-akibat-kerja.html (Diakses pada tanggal 25 April 2015,

pukul 19.38 WIB).

Rendra. 2012. Penyakit Hati Akibat Kerja. http://dr-rendra. blogspot.co.id/2012/05/

penyakit-hati-akibat-kerja.html (Diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul

19.40 WIB).

Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. http://

library.usu.ac.id/download/ft/07002746.pdf (Diakses pada tanggal 25 April

2015, pukul 19.45WIB).

Ulum, Misbakhul. 2012. Penyakit Akibat Kerja. http://misbakhul-ulum27.

logspot.co.id/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html(Diakses pada tanggal 26

April 2015, pukul 20.15WIB).

Dylan, Rhiea Chaiank. 2013. Penyakit Akibat Kerja. https: //www.scribd.com/

doc/147264927/Makalah-Penyakit-Akibat-Kerja (Diakses pada tanggal 27 April

(38)

ANALISIS JURNAL 1

GAMBARAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI DAERAH PERTAMBANGAN BATUBARA, KABUPATEN MUARA ENIM,

PROVINSI SUMATERA SELATAN

1. Latar Belakang

Kabupaten Muara Enim, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki penambangan batubara yang terbesar di Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Enim. Dengan adanya penambangan di daerah di Kabupaten Muara Enim, berbagai dampak buruk terjadi akibat pengerukan batu bara, salah satunya adalah masalah kesehatan. Pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tambang batubara akan berdampak negatif terhadap paru-paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah pertambangan. 2. Metode

Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan waktu penelitian mulai Bulan Februari sampai dengan Desember 2012. Di kawasan peruntukkan didapat sejumlah 469 sampel anggota rumah tangga dan bukan peruntukkan didapat 504 sampel anggota rumah tangga. Untuk mendapatkan angka kejadian penyakit PPOK dilakukan dengan wawancara yang ditujukan kepada anggota rumah tangga yang menjadi sampel penelitian. Untuk pengukuran kualitas udara dilakukan secara langsung, di dalam (indoor) dan di luar (outdoor) rumah dengan menggunakan prosedur pengukuran dan alat ukur yang memenuhi standar.

3. Hasil

- Prevalensi PPOK berdasarkan diagnosa petugas kesehatan atau gejala yang dirasakan pada kawasan peruntukkan didapatkan ada 11 orang (2,35%) yang menderita PPOK, sedangkan dari responden pada kawasan bukan peruntukkan didapatkan ada 6 orang (1,19%).

(39)

- Hasil sampel udara outdoor dan indoor, nilai rata-rata untuk parameter S02, NO2 dan PM2,5 di kawasan peruntukkan lebih tinggi dibandingkan di kawasan bukan peruntukkan.

- Pencemaran Udara di Daerah, kualitas udara outdoor maupun indoor parameter S02, N02, PM10 di kawasan peruntukkan maupun di kawasan bukan peruntukkan masih dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan - Responden di kawasan peruntukkan yang memiliki kebiasaan

merokok/mengunyah tembakau selama 1 bulan terakhir sebanyak (64,2%) tidak merokok dalam 1 bulan terakhir, sedangkan di kawasan bukan peruntukkan sebanyak (68,5%) tidak merokok.

- Perilaku merokok kawasan peruntukkan menunjukkan sebanyak (82,5%) berperilaku merokok dalam rumah ketika bersama ART lain, demikian pula pada kawasan bukan peruntukkan sebanyak (86,8%) reponden memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah bersama ART lain.

4. Kesimpulan

(40)

ANALISIS JURNAL 2

ANALISIS RISIKO PAPARAN DEBU KAPAS TERHADAP KEJADIAN BISINOSIS DI INDUSTRI TEKSTIL PT. GRANDTEX BANDUNG

1. Latar Belakang

Jumlah karyawan PT.Grandtex tahun 2014 ini mencapai 1653orang. Secara keseluruhan ada 15 departemen dengan 9 bagian produksi yang terkait langsung dengan pajanan debu dalam beraktifitasnya. Bagian-bagian tersebut diantaranya adalah Blowing Spinning 3, Open End Spinning 4, Carding Spinning 1, Ring Spinning 1, Persiapan Ball Warpher, Persiapan Re Beamer, R.Boiler mg/m3). Sementara kadar debu total ambien di area pabrik berkisar antara 0,10-0,18mg/m. Dalam kurun waktu 3 tahun, ada 4 departemen produksi yang karyawannya banyak berkunjung ke Batubara, Weaving Sulzer II, dan Weaving Sulzer I. Dalam kurun waktu 3 tahun, ada 4 departemen produksi yang karyawannya banyak berkunjung ke poliklinik karena keluhan ISPA dibandingkan dengan departemen lainnya. Keempat departemen tersebut yaitu spinning ring, spinning open end, persiapan, dan weaving.

2. Metode

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel pada penelitian ini adalah 80 responden. Variabel yang diteliti adalah nilai Risk Quotient (RQ), aktifitas pekerjaan, penggunaan Alat Pelindung Diri, dan gangguan psikologis Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

3. Hasil

- Total Jumlah karyawan yang mengalami gangguan fungsi paru adalah 29 orang (36,25%), dengan persentase terbesar adalah karyawan yang mengalami gangguan fungsi paru katagori obstruktif 18 orang (22,5%). - Prevalensi gejala bisinosis grade . tertinggi terjadi pada unit administrasi,

grade 1 tertinggi pada unit weaving, sementara grade 2 dan 3 tertinggi pada unit spinning.

(41)

Gambar

Tabel  :  karsinogen  di  tempat  kerja,  jalan  masuk,  dan  organ  yang  di

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan Ilmiah ini adalah tentang Aplikasi Pencatatan Data Surat Pada Suku Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Kotamadya Jakarta Timur yang dibatasi pada masalah penyimpanan

[r]

Masa Berlaku Penawaran Masa berlaku penawaran selama 30 (tiga puluh) hari kalender tidak boleh melebihi sejak batas akhir waktu pemasukan penawaran4. berubah

 Tutor menyebutkan pokok bahasan yang akan dibahas pada pertemuan tutorial berikutnya yaitu Teori Belajar Kognitif, dan meminta mahasiswa mempelajari modul

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Jenis Pengadaan Barang pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Tangerang Selatan akan mengadakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi untuk

[r]

[r]

1) Seleksi Penerimaan Siswa, Setelah memenuhi syarat pendaftaran siswa mengikuti tes masuk dalam pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan program pendidikan yang